Sri Sultan Hamengku Buwono I / Pangeran Haryo Mangkubumi (Raden Mas Sujono) م 6 أغسطس 1717 و 24 مارس 1792 - جرد الجدول

From Rodovid AR

الشّخص:354668
Jump to: navigation, search
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?+?> Sri Sultan Hamengku Buwono I / Pangeran Haryo Mangkubumi (Raden Mas Sujono) [Amangkurat IV]
الميلاد: 6 أغسطس 1717, Kartasura
الزواج: <1> Bendoro Mas Ayu Asmorowati [Hamengku Buwono]
الزواج: <2> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Pakuwono I] و 1777
الزواج: <3> Bendoro Raden Ayu Tiarso [G.Hb.1.3] (Bendoro Raden Ayu Tilarso) [Hamengku Buwono]
الزواج: <4> Bendoro Mas Ayu Sawerdi [Mataram]
الزواج: <5> Bendoro Mas Ayu Mindoko [G.Hb.1.6] [?]
الزواج: <6> Bendoro Raden Ayu Jumanten [G.Hb.1.8] [?]
الزواج: <7> Bendoro Mas Ayu Wilopo [G.Hb.1.9] [?]
الزواج: <8> Bendoro Mas Ayu Ratnawati [G.Hb.1.10] [?]
الزواج: <9> Bendoro Mas Ayu Tandawati [G.Hb.1.12] [Blambangan]
الزواج: <10> Bendoro Mas Ayu Tisnawati [G.Hb.1.13] [?]
الزواج: <11> Bendoro Mas Ayu Turunsih [Brawijaya V]
الزواج: <12> Bandara Mas Ayu Ratna Puryawati [G.Hb.1.15] [?]
الزواج: <13> Bendoro Radin Ayu Doyo Asmoro [G.Hb.1.16] [?]
الزواج: <14> Bendoro Mas Ayu Gandasari [G.Hb.1.17] [?]
الزواج: <15> Bendoro Raden Ayu Srenggara [?]
الزواج: <16> Bendoro Mas Ayu Karnokowati [G.Hb.1.18] [?]
الزواج: <17> Bendoro Mas Ayu Setiowati [G.Hb.1.19] [?]
الزواج: <18> Bendoro Mas Ayu Padmosari [G.Hb.1.20] [?]
الزواج: <19> Bendoro Mas Ayu Sari [G.Hb.1.21] [?]
الزواج: <20> Bendoro Mas Ayu Pakuwati [G.Hb.1.22] [?]
الزواج: <21> Bendoro Mas Ayu Citrakusumo [G.Hb.1.23] [?] و 24 مارس 1792
الزواج:
الزواج: <22> 2. Mas Roro Juwati / Raden Ayu Beruk / KRK Kadipaten / KRK Ageng / KRKTegalraya (Kanjeng Ratu Mas) [Mataram] م ~ 1734 و 17 October 1803
الزواج: <23> 4. Bendoro Raden Ayu Handayahasmara / Mbak Mas Rara Ketul [Kramaleksana]
الزواج: <24> Raden Ayu Wardiningsih [Wardiningsih]
اللقب المميّز: 29 نوفمبر 1730 - 13 فبراير 1755, Kartasura, Pangeran Mangkubumi
الزواج: <25> Bendoro Mas Ayu Cindoko [G.Hb.1.11] [?] , Yogyakarta
اللقب المميّز: 13 فبراير 1755 - 24 مارس 1792, Yogyakarta
الوفاة: 24 مارس 1792, Imogiri, Yogyakarta
اللقب المميّز: 10 نوفمبر 2006, Jakarta, Pahlawan Nasional RI
Official Link Adm: Hilal Achmar.

Silsilah Sri Sultan Hamengku Buwono I

Babad Raja-Raja Jawa (Tumapel) Tunggul Ametung Maesa Wong Ateleng Maesa Cempaka / Ratu Angabhaya / Batara Narasinga Kertarajasa Jayawardana / Raden Wijaya Tri Buwana Tungga Dewi / Bhre Kahuripan II Bhre Pajang I Wikramawardana / Hyang Wisesa / R Cagaksali Kertawijaya / Bhre Tumapel III Rajasawardana / Brawijaya II Lembu Amisani / R. Putro / R. Purwawisesa Bhre Tunjung / Pandanalas / R. Siwoyo Kertabumi / Brawijaya V / R Alit / Angkawijaya R Bondhan Kejawan / Lembupeteng Tarub R Depok / Ki Ageng Getas Pandowo Bagus Sunggam / Ki Ageng Selo Silsilah Hamengku Buwono I Ki Ageng Anis (Ngenis) Ki Ageng Pemanahan / Mataram R Sutowijoyo / Panembahan Senopati Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo Sunan Prabu Amangkurat Agung Kanjeng Susuhunan Pakubuwono I - Kartasura Sinuwun Prabu Mangkurat IV - Kartasura Pangeran Hadipati Mangkunagoro - Kartasura Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II Pangeran Hadipati Hadiwijoyo Pangeran Hario Mangkubumi - Hamengku Buwono I Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II K G P Adipati Ario Paku Alam I

Beliau memerintah di Yogyakarta, tahun 1755. Terlahir dengan nama Raden Mas Sujono yang merupakan adik Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II di Surakarta. Pada tahun 1746 ia memberontak karena Paku Buwono II mengingkari janji memberikan daerah Sukawati (sekarang Sragen) atas kemenangan Mangkubumi melawan Raden Mas Said. Pemberontakan tersebut berakhir dengan tercapainya Perjanjian Gianti (13 Februari 1755) yang menyatakan bahwa separuh Mataram menjadi milik Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Mangkubumi diakui sebagai Sultan Hamengku Buwono I yang bergelar Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panotogomo Khalifatullah dengan karatonnya di Yogyakarta. (http://www.babadbali.com/babad/babadpage.php?id=550988)

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan sedikit dari peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang masih hidup hingga kini, dan masih mempunyai pengaruh luas di kalangan rakyatnya.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47.

Berikut ini merupakan Sultan-sultan yang memerintah di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak awal didirikan hingga sekarang adalah :

1. Sultan Hamengku Buwono I Sultan Hamengku Buwono I (6 Agustus 1717 – 24 Maret 1792) terlahir dengan nama Raden Mas Sujana yang merupakan adik Susuhunan Mataram II Surakarta. Sultan Hamengkubuwana I dalam sejarah terkenal sebagai Pangeran Mangkubumi pada waktu sebelum naik tahta kerajaan Ngayogyakarta, beliau adalah putra Sunan Prabu dan saudara muda Susuhunan Pakubuwana II. Karena berselisih dengan Pakubuwana II, masalah suksesi, ia mulai menentang Pakubuwana II (1747) yang mendapat dukungan Vereenigde Oost Indische Compagnie atau lebih terkenal sebagai Kompeni Belanda (perang Perebutan Mahkota III di Mataram).

Dalam pertempurannya melawan kakaknya, Pangeran Mangkubumi dengan bantuan panglimanya Raden Mas Said, terbukti sebagai ahli siasat perang yang ulung, seperti ternyata dalam pertempuran-pertempuran di Grobogan, Demak dan pada puncak kemenangannya dalam pertempuran di tepi Sungai Bagawanta. Disana Panglima Belanda De Clerck bersama pasukannya dihancurkan (1751). peristiwa lain yang penting menyebabkan Pangeran Mangkubumi tidak suka berkompromi dengan Kompeni Belanda.

Pada tahun 1749 Susuhunan Pakubuwana II sebelum mangkat menyerahkan kerajaan Mataram kepada Kompeni Belanda; Putra Mahkota dinobatkan oleh Kompeni Belanda menjadi Susuhunan Pakubuwana III. Kemudian hari Raden Mas Said bercekcok dengan Pangeran Mangkubumi dan akhirnya diberi kekuasaan tanah dan mendapat gelar pangeran Mangkunegara.

Pangeran Mangkubumi tidak mengakui penyerahan Mataram kepada Kompeni Belanda. Setelah pihak Belanda beberapa kali gagal mengajak Pangeran Mangkubumi berunding menghentikan perang dikirimkan seorang Arab dari Batavia yang mengaku ulama yang datang dari Tanah Suci. Berkat pembujuk ini akhirnya diadakan perjanjian di Giyanti (sebelah timur kota Surakarta) antara Pangeran Mangkubumi dan Kompeni Belanda serta Susuhunan Pakubuwana III (1755).

Menurut Perjanjian Giyanti itu kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, ialah kerajaan Surakarta yang tetap dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwana III dan kerajaan Ngayogyakarta dibawah Pangeran Mangkubumi diakui sebagai Sultan Hamengkubuwana I yang bergelar Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama Khalifatullah dengan karatonnya di Yogyakarta. Atas kehendak Sultan Hamengkubuwana I kota Ngayogyakarta (Jogja menurut ucapan sekarang) dijadikan ibukota kerajaan. Kecuali mendirikan istana baru, Hamengkubuwana I yang berdarah seni mendirikan bangunan tempat bercengrama Taman Sari yang terletak di sebelah barat istananya.

Kisah pembagian kerajaan Mataram II ini dan peperangan antara pangeran-pangerannya merebut kekuasaan digubah oleh Yasadipura menjadi karya sastra yang disebut Babad Giyanti. Sultan Hamengkubuwana I dikenal oleh rakyatnya sebagai panglima, negarawan dan pemimpin rakyat yang cakap. Beliau meninggal pada tahun 1792 Masehi dalam usia tinggi dan dimakamkan Astana Kasuwargan di Imogiri. Putra Mahkota menggantikannya dengan gelar Sultan Hamengkubuwono II. Hamengkubuwana I dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia pada peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2006. (http://www.beritaunik.net/unik-aneh/silsilah-lengkap-raja-raja-ngayogyakarta-hadiningrat.html)

Sri Sultan Hamengkubuwana I (lahir di Kartasura, 6 Agustus 1717 – meninggal di Yogyakarta, 24 Maret 1792 pada umur 74 tahun) merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Yogyakarta yang memerintah tahun 1755 - 1792

Asal-Usul

Nama aslinya adalah Raden Mas Sujana yang setelah dewasa bergelar Pangeran Mangkubumi. Ia merupakan putra Amangkurat IV raja Kasunanan Kartasura yang lahir dari selir bernama Mas Ayu Tejawati pada tanggal 6 Agustus 1717.

Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan orang-orang Cina di Batavia yang menyebar sampai ke seluruh Jawa. Pada mulanya, Pakubuwana II (kakak Mangkubumi) mendukung pemberontakan tersebut. Namun, ketika menyaksikan pihak VOC unggul, Pakubuwana II pun berubah pikiran.

Pada tahun 1742 istana Kartasura diserbu kaum pemberontak . Pakubuwana II terpaksa membangun istana baru di Surakarta, sedangkan pemberontakan tersebut akhirnya dapat ditumpas oleh VOC dan Cakraningrat IV dari Madura.

Sisa-sisa pemberontak yang dipimpin oleh Raden Mas Said (keponakan Pakubuwana II dan Mangkubumi) berhasil merebut tanah Sukowati. Pakubuwana II mengumumkan sayembara berhadiah tanah seluas 3.000 cacah untuk siapa saja yang berhasil merebut kembali Sukowati. Mangkubumi dengan berhasil mengusir Mas Said pada tahun 1746, namun ia dihalang-halangi Patih Pringgalaya yang menghasut raja supaya membatalkan perjanjian sayembara.

Datang pula Baron van Imhoff gubernur jenderal VOC yang makin memperkeruh suasana. Ia mendesak Pakubuwana II supaya menyewakan daerah pesisir kepada VOC seharga 20.000 real untuk melunasi hutang keraton terhadap Belanda. Hal ini ditentang Mangkubumi. Akibatnya, terjadilah pertengkaran di mana Baron van Imhoff menghina Mangkubumi di depan umum.

Mangkubumi yang sakit hati meninggalkan Surakarta pada bulan Mei 1746 dan menggabungkan diri dengan Mas Said sebagai pemberontak.Sebagai ikatan gabungan Mangkubumi mengawinkan Mas Said dengan puterinya yaitu Rara Inten atau Gusti Ratu Bendoro.

Geneologis Hamengku Buwana I

Hamengku Buwana I secara geneologis adalah keturunan Brawijaya V baik dari ayahandanya Amangkurat IV maupun dari ibundanya Mas Ayu Tejawati. Dari garis ayahandanya silsilah keatas yang menyambung sampai Brawijaya V secara umum sudah pada diketahui namun dari pihak ibundanya masih sedikit yang mengungkapkannya. Dari Brawijaya V seorang dari puteranya bernama Jaka Dhalak yang kemudian menurunkan Wasisrowo atau Pangeran Panggung. Pangeran Panggung selanjutnya berputera Pangeran Alas yang memiliki anak bernama Tumenggung Perampilan. Tumenggung Perampilan mengabdikan diri di pajang pada Sultan Hadiwijaya dan beliau berputera Kyai Cibkakak di Kepundung jawa Tengah.Selanjutnya Ktai Cibkakak ini menurunkan putra bernama Kyai Resoyuda. dari Resoyuda ini menurunkan putra bernama Ngabehi Hondoroko yang selanjutnya punya anak putri bernama Mas Ayu Tejawati, ibunda Hamengku Buwana I. [sunting] Perang Tahta Jawa Ketiga

Perang antara Mangkubumi melawan Pakubuwana II yang didukung VOC disebut para sejarawan sebagai Perang Suksesi Jawa III. Pada tahun 1747 diperkirakan kekuatan Mangkubumi mencapai 13.000 orang prajurit.

Pertempuran demi pertempuran dimenangkan oleh Mangkubumi, misalnya pertempuran di Demak dan Grobogan. Pada akhir tahun 1749, Pakubuwana II sakit parah dan merasa kematiannya sudah dekat. Ia pun menyerahkan kedaulatan negara secara penuh kepada VOC sebagai pelindung Surakarta tanggal 11 Desember.

Sementara itu Mangkubumi telah mengangkat diri sebagai raja bergelar Pakubuwana III tanggal 12 Desember di markasnya, sedangkan VOC mengangkat putra Pakubuwana II sebagai Pakubuwana III tanggal 15. Dengan demikian terdapat dua orang Pakubuwana III. Yang satu disebut Susuhunan Surakarta, sedangkan Mangkubumi disebut Susuhunan Kebanaran, karena bermarkas di desa Kebanaran di daerah Mataram.

Perang kembali berlanjut. Pertempuran besar terjadi di tepi Sungai Bogowonto tahun 1751 di mana Mangkubumi menghancurkan pasukan VOC yang dipimpin Kapten de Clerck. Orang Jawa menyebutnya Kapten Klerek. [sunting] Berbagi Wilayah Kekuasaan

Pada tahun 1752 Mangkubumi dengan Raden Mas Said terjadi perselisihan.Perselisihan ini berfokus pada keunggulan supremasi Tunggal atas Mataram yang tidak terbagi.Dalam jajak pendapat dan pemungutan suara dukungan kepada Raden Mas Said oleh kalangan elite Jawa dan tokoh tokoh Mataram mencapai suara yang bulat mengalahkan dukungan dan pilihan kepada Mangkubumi.Dalam dukungan elite Jawa menemui fakta kalah dengan Raden Mas Said maka Mangkubumi menggunakan kekuatan bersenjata untuk mengalahkan Raden Mas Said tetapi Mangkubumi menemui kegagalan.Raden Mas Said kuat dalam dukungan-pilihan oleh elite Jawa dan juga kuat dalam kekuatan bersenjata.Mangkubumi bahkan menerima kekalahan yang sangat telak dari menantunya yaitu Raden Mas Said.Akibat kekalahan yang telak Mangkubumi kemudian menemui VOC menawarkan untuk bergabung dan bertiga dengan Paku Buwono III sepakat menghadapi Raden Mas Said.

Tawaran Mangkubumi untuk bergabung mengalahkan Raden Mas Said akhirnya diterima VOC tahun 1754. Pihak VOC diwakili Nicolaas Hartingh, yang menjabat gubernur wilayah pesisir utara Jawa. Sebagai perantara adalah Syaikh Ibrahim, seorang Turki. Perudingan-perundingan dengan Mangkubumi mencapai kesepakatan, Mangkubumi bertemu Hartingh secara langsung pada bulan September 1754.

Perundingan dengan Hartingh mencapai kesepakatan. Mangkubumi mendapatkan setengah wilayah kerajaan Pakubuwana III, sedangkan ia merelakan daerah pesisir disewa VOC seharga 20.000 real dengan kesepakatan 20.000 real dibagi dua;10.000 real untuk dirinya Mangkubumi dan 10.000 real untuk Pakubuwono III.

Akhirnya pada tanggal 13 Februari 1755 dilakukan penandatanganan naskah Perjanjian Giyanti yang mengakui Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I. Wilayah kerajaan yang dipimpin Pakubuwana III dibelah menjadi dua. Hamengkubuwana I mendapat setengah bagian.Perjanjian Giyanti ini juga merupakan perjanjian persekutuan baru antara pemberontak kelompok Mangkubumi bergabung dengan Pakubuwono III dan VOC menjadi persekutuan untuk melenyapkan pemberontak kelompok Raden Mas Said.

Bergabungnya Mangkubumi dengan VOC dan Paku Buwono III adalah permulaan menuju kesepakatan pembagian Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Dari persekutuan ini dapat dipertanyakan; Mengapa Mangkubumi bersedia membagi Kerajaan Mataram sedangkan persellisihan dengan menantunya Raden Mas Said berpangkal pada supremasi kedaulatan Mataram yang tunggal dan tidak terbagi? Dari pihak VOC langsung dapat dibaca bahwa dengan pembagian Mataram menjadikan VOC keberadaannya di wilayah Mataram tetap dapat dipertahankan. VOC mendapat keuntungan dengan pembagian Mataram. [sunting] Mendirikan Yogyakarta

Sejak Perjanjian Giyanti wilayah kerajaan Mataram dibagi menjadi dua. Pakubuwana III tetap menjadi raja di Surakarta, Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I menjadi raja di Yogyakarta.Mangkubumi sekarang sudah memiliki kekuasaan dan menjadi Raja maka tinggal kerajaan tempat untuk memerintah belum dimilikinya.Untuk mendirikan Keraton/Istana Mangkubumi kepada VOC mengajukan uang persekot sewa pantai utara Jawa tetapi VOC saat itu belum memiliki yang diminta oleh Mangkubumi.

Pada bulan April 1755 Hamengkubuwana I memutuskan untuk membuka Hutan Pabringan sebagai ibu kota Kerajaan yang menjadi bagian kekuasaannya . Sebelumnya, di hutan tersebut pernah terdapat pesanggrahan bernama Ngayogya sebagai tempat peristirahatan saat mengantar jenazah dari Surakarta menuju Imogiri. Oleh karena itu, ibu kota baru dari Kerajaan yang menjadi bagiannya tersebut pun diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat, atau disingkat Yogyakarta.

Sejak tanggal 7 Oktober 1756 Hamengkubuwana I pindah dari Kebanaran menuju Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu nama Yogyakarta sebagai ibu kota kerajaannya menjadi lebih populer. Kerajaan yang dipimpin oleh Hamengkubuwana I kemudian lebih terkenal dengan nama Kesultanan Yogyakarta. [sunting] Usaha Menaklukkan Surakarta

Hamengkubuwana I meskipun telah berjanji damai namun tetap saja berusaha ingin mengembalikan kerajaan warisan Sultan Agung menjadi utuh kembali. Surakarta memang dipimpin Pakubuwana III yang lemah namun mendapat perlindungan Belanda sehingga niat Hamengkubuwana I sulit diwujudkan, apalagi masih ada kekuatan ketiga yaitu Mangkunegoro I yang juga tidak senang dengan Kerajaan yang terpecah, sehingga cita cita menyatukan kembali Mataram yang utuh bukan monopoli seorang saja.

Pada tahun 1788 Pakubuwana IV naik takhta. Ia merupakan raja yang jauh lebih cakap daripada ayahnya. Paku Buwono IV sebagai penguasa memiliki kesamaan dengan Hamengku Buwono I.Paku Buwono IV juga ingin mengembalikan keutuhan Mataram.Dalam langkah politiknya Paku Buwono IV mengabaikan Yogyakarta dengan mengangkat saudaranya menjadi Pangeran Mangkubumi, hal yang menyebabkan ketegangan dengan Hamengku Buwono I.Setelah pengangkatan saudaranya menjadi Pangeran, Paku Buwono IV juga tidak mengakui hak waris tahta putra Mahkota di Yogyakarta. Pihak VOC resah menghadapi raja baru tersebut karena ancaman perang terbuka bisa menyebabkan keuangan VOC terkuras kembali.

Paku Buwono IV mengambil langkah konfrontatif dengan Yogyakarta dengan tidak mau mencabut nama "Mangkubumi" untuk saudaranya.Memang dalam Perjanjian Giyanti tidak diatur secara permanen soal suksesi Kasultanan Yogyakarta, sehingga sikap konfrontatif Paku Buwono IV ini dapat dimengerti bahwa penguasa Surakarta memahami tanggung Jawab Kerajaan.

Sikap konfrontatif Paku Buwono IV ini beriring dengan munculnya penasehat penasehat spiritual yang beraliran keagamaan dan ini yang meresahkan VOC dan dua penguasa lainnya, karena ancaman perang yang meluluh lantahkan Jawa bisa terulang kembali.

Pada tahun 1790 Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I (alias Mas Said) kembali bekerja sama untuk pertama kalinya sejak zaman pemberontakan dulu. Mereka bersama VOC bergerak mengepung Pakubuwana IV di Surakarta karena Paku Buwono IV memiliki penasehat penasehat Spiritual yang membuat khawatir VOC. Pakubuwana IV akhirnya menyerah untuk membiarkan penasehat penasehat spiritualnya dibubarkan oleh VOC.Ini adalah kerja sama dalam kepentingan yang sama yaitu mencegah bersatunya penasehat spiritual dengan golongan Ningrat yang merupakan ancaman potensial pemberontakan kembali.

Hamengkubuwana I pernah berupaya agar putranya dikawinkan dengan putri Paku Buwono III raja Surakarta dengan tujuan untuk bersatunya kembali Mataram namun gagal. Pakubuwana IV yang merupakan waris dari Paku Buwono III lahir untuk menggantikan ayahnya. [sunting] Sebagai Pahlawan Nasional

Hamengkubuwana I meninggal dunia tanggal 24 Maret 1792. Kedudukannya sebagai raja Yogyakarta digantikan putranya yang bergelar Hamengkubuwana II.

Hamengkubuwana I adalah peletak dasar-dasar Kesultanan Yogyakarta. Ia dianggap sebagai raja terbesar dari keluarga Mataram sejak Sultan Agung. Yogyakarta memang negeri baru namun kebesarannya waktu itu telah berhasil mengungguli Surakarta. Angkatan perangnya bahkan lebih besar daripada jumlah tentara VOC di Jawa.

Hamengkubuwana I tidak hanya seorang raja bijaksana yang ahli dalam strategi berperang, namun juga seorang pecinta keindahan. Karya arsitektur pada jamannya yang monumental adalah Taman Sari Keraton Yogyakarta.Taman Sari di rancang oleh orang berkebangsaan Portugis yang terdampar di laut selatan dan menjadi ahli bangunan Kasultanan dengan nama Jawa Demang Tegis.

Meskipun permusuhannya dengan Belanda berakhir damai namun bukan berarti ia berhenti membenci bangsa asing tersebut. Hamengkubuwana I pernah mencoba memperlambat keinginan Belanda untuk mendirikan sebuah benteng di lingkungan keraton Yogyakarta. Ia juga berusaha keras menghalangi pihak VOC untuk ikut campur dalam urusan pemerintahannya. Pihak Belanda sendiri mengakui bahwa perang melawan pemberontakan Pangeran Mangkubumi adalah perang terberat yang pernah dihadapi VOC di Jawa (sejak 1619 - 1799).

Rasa benci Hamengkubuwana I terhadap penjajah asing ini kemudian diwariskan kepada Hamengkubuwana II, raja selanjutnya. Maka, tidaklah berlebihan jika pemerintah Republik Indonesia menetapkan Sultan Hamengkubuwana I sebagai pahlawan nasional pada tanggal 10 November 2006 beberapa bulan sesudah gempa melanda wilayah Yogyakarta.

2

41/2 <1+7> 13. Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Kusumoyudo [Hb.1.7] (Bendoro Pangeran Haryo Adikusumo I) [Hamengku Buwono I]
الميلاد: 1711
الوفاة: 1819
62/2 <1+3> 3. Kanjeng Pangeran Haryo Hangabehi [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1737
الطلاق: <26> Raden Ayu Hangebehi ? (Bupati Kendal) [?]
الوفاة: 1823
33/2 <1+22> 4. Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwono II [Hb. 1.4] [Hamengku Buwono I]
الميلاد: 7 مارس 1750, Yogyakarta
الزواج: <27> Bendoro Mas Ayu Doyorogo [Ga.Hb.2] [Hamengku Buwono]
الزواج: <28> Bendoro Raden Ayu Nilaresmi ? (Bendoro Raden Ayu Wiryakrama) [Kramaleksana]
الزواج: <29> Bendoro Mas Ayu Pujaningsih [Ga.Hb.2] [Hamengku Buwono]
الزواج: <30> Gusti Kanjeng Ratu Kedhaton [Gp.Hb.2] [?] م 1750 و يوليو 1820
الزواج: <31> Bendoro Raden Ayu Herowati [Ga.Hb.2] [?]
الزواج: <32> Bendoro Mas Ayu Sumarsonowati [?]
الزواج: <33> Bendoro Mas Ayu Rantamsari [Ga.Hb.2] [?]
الزواج: <34> Bendoro Mas Ayu Sukarso [Ga.Hb.2] [?]
الزواج: <35> Bendoro Mas Ayu Mironosari [Ga.Hb.2] [?]
الزواج: <36> Bendoro Raden Ayu Kulon [Ga.Hb.2] [?]
الزواج: <37> Bendoro Mas Ayu Gondowati [Ga.Hb.2] [?]
الزواج: <38> Bendoro Mas Ayu Citrosari [Ga.Hb.2] ? (Bendoro Mas Ayu Citrowati, Desa Beki - Purworejo) [?]
الزواج:
الزواج: <39> Gusti Kanjeng Ratu Hemas [Gp.Hb.2] [?] م 1760 و 1826, Yogyakarta
اللقب المميّز: مارس 1792 - 1799, Yogyakarta, Ngarsodalem Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II
اللقب المميّز: 1811 - 19 يونيو 1812, Yogyakarta, Sultan Sepuh
اللقب المميّز: 18 أغسطس 1826 - 3 يناير 1828, Yogyakarta, Sultan Sepuh
الوفاة: 3 يناير 1828, Yogyakarta
Official Link Adm: Ir. H. Hilal Aachmar Lineage Study

Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II mempuyai 80 anak. Hamengkubuwono II (7 Maret 1750 – 2 Januari 1828) atau terkenal pula dengan nama lainnya Sultan Sepuh. Dikenal sebagai penentang kekuasaan Belanda, antara lain menentang gubernur jendral Daendels dan Raffles, sultan menentang aturan protokoler baru ciptaan Daendels mengenai alat kebesaran Residen Belanda, pada saat menghadap sultan misalnya hanya menggunakan payung dan tak perlu membuka topi, perselisihan antara Hamengkubuwana II dengan susuhunan surakarta tentang batas daerah kekuasaan juga mengakibatkan Daendels memaksa Hamengkubuwono II turun takhta pada tahun 1810 dan untuk selanjutnya bertahta secara terputus-putus hingga tahun 1828 yaitu akhir 1811 ketika Inggris menginjakkan kaki di jawa (Indonesia) sampai pertengahan 1812 ketika tentara Inggris menyerbu keraton Yogyakarta dan 1826 untuk meredam perlawanan Diponegoro sampai 1828. Hamengkubuwono III, Hamengkubuwono IV dan Hamengkubuwono V sempat bertahta saat masa hidupnya Sri Sultan Hamengku Buwono II.

Saat menjdi putra mahota beliau mengusulkan untuk dibangun benteng ktraton untuk menahan seragan tentara inggris. Tahun 1812 Raffles menyerbu Yogyakarta dan menangkap Sultan Sepuh yang kemudian diasingkan di Pulau Pinang kemudian dipindah ke Ambon. (nug: dari berbagai sumber. Referensi: www.wikipedia.com).

Dari HB II ini, keturunannya sekarang banyak tersebar di kota-kota besar di Jawa, seperti Yogyakarta, sebagai tanah leluhur, Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Malang dan juga sampai di Banyuwangi yang dapat ditelusuri.

A. Pengantar Sultan Hamengku Buwono (HB) II adalah raja di Kesultanan Yogyakarta yang memerintah antara tahun 1792 dan 1828. Ada dua fenomena menarik dari pribadi sultan pada saat berkuasa. Pertama adalah masa pemerintahannya yang ditandai dengan pergolakan politik yang belum pernah terjadi di Jawa pada periode sebelumnya. Pada periode tersebut, Jawa menjadi bagian dari perubahan besar yang berlangsung sebagaikonsekuensi konstelasi politik di Eropa. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan empat kali rezim kolonial dalam kurun waktu kurang dari setengah abad, yaitu dari VOC, Prancis, Inggris dan Belanda. Perubahan rezim yang juga menimbulkan pergantian kebijakan kolonial ini mengakibatkan terjadinya instabilitas politik dari penguasa kolonial khususnya tindakan pemerintah kolonial terhadap raja-raja pribumi. Kondisi ini meningkatkan eskalasi konflik yang cukup tajam antara penguasa kolonial dan penguasa Jawa. Fenomena kedua adalah pribadi Sultan Hamengku Buwono II yang cukup kontroversial. Sejauh ini berbagai sumber data yang ditinggalkan oleh para penguasa kolonial memuat laporan dan gambaran negatif terhadap raja Jawa ini. Sultan HB II digambarkan sebagai seorang raja yang keras kepala, tidak mengenal kompromi, kejam termasuk terhadap kerabatnya sendiri, dan tidak bisa dipercaya. Informasi yang terkandung di dalam data kolonial tersebut masih mendominasi historiografi baik yang ditulis oleh sejarawan asing maupun sejarawan lokal. Hal ini menimbulkan daya tarik tersendiri sebagai bahan kajian dalam penelitian sejarah khususnya yang menempatkan para tokoh atau penguasa pribumi sebagai fokusnya. Kredibilitas informasi yang dimuat dalam data kolonial tentang Sultan HB II perlu dikritisi terutama lewat studi komparasi dengan sumber-sumber yang diperoleh dari naskah lokal yang sezaman (Jawa). Dari hasil perbandingan tersebut dapat diketahui bagaimana pribadi Sultan HB II yang sebenarnya dan peristiwa penting apa yang terjadi selama masa pemerintahannya. Di samping itu juga bisa diungkapkan karya apa yang diwariskannya dan motivasi apa yang mendasarinya B. Sebelum Menjadi Raja Sultan HB II dilahirkan pada hari Sabtu Legi tanggal 7 Maret 1750 di lereng gunung Sindoro, daerah Kedu Utara. Ketika lahir, Sultan HB II diberi nama Raden Mas (RM) Sundoro. Nama ini diberikan sesuai dengan nama tempat kelahirannya yang berada di lereng gunung Sindoro. RM Sundoro adalah putra Pangeran Mangkubumi, yang kemudian menjadi raja pertama di Kesultanan yogyakarta pada tahun 1755 dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I.1 Meskipun berstatus sebagai putra raja, masa kecil RM Sundoro tidak dialaminya dengan penuh fasilitas dan kebahagiaan layaknya seorang pangeran. Pada saat dilahirkan, ayahnya sedang bergerilya untuk melawan VOC dan Kerajaan Mataram, di bawah Sunan Paku Buwono III. Medan perang Mangkubumi yang terbentang dari Kedu di utara sampai pesisir selatan dan dari Banyumas di barat hingga Madiun di timur membuat RM Sundoro hampir tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Sejak lahir hingga usia lima tahun, RM Sundoro diasuh oleh ibunya, Kanjeng Ratu Kadipaten,permaisuri kedua Pangeran Mangkubumi. Ketika perjuangan Mangkubumi berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti tanggal 13 Pebruari 1755, Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua (palihan nagari). Sebagian kerajaan ini tetap dikuasai oleh Sunan Paku Buwono III yang bertahta di Surakarta, dan sebagian lagi diperintah oleh Mangkubumi yang menjadi raja baru. Kerajaan yang baru diberi nama Kesultanan Yogyakarta dan Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai raja pertama yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I.2 Setelah peristiwa palihan nagari ini, Sultan HB I membangun kompleks kraton baru di Yogyakarta dan membawa seluruh keluarganya ke kraton, termasuk GKR Kadipaten bersama putranya RM Sundoro. Sejak saat itu, RM Sundoro mulai tinggal di kraton dengan status sebagai seorang putra raja. Kecintaan dan kepercayaan Sultan HB I terhadap RM Sundoro mulai tampak sejak mereka tinggal bersama. Ini terbukti dengan keinginan Sultan HB I menunjuk RM Sundoro sebagai putra mahkota pada saat ia dikhitan pada tahun 1758. Sultan HB I mengetahui sifat putranya yang memiliki kekerasan jiwa sebagai akibat dari pengalaman hidupnya di wilayah pengungsian. Pengalaman hidup inilah yang membentuk watak RM Sundoro yang kelak dianggap sebagai pribadi yang keras dan tegas dalam pengambilan keputusan. Meskipun ada beberapa orang calon lain, khususnya dari permaisuri pertama GKR Kencono yang berputra dua orang, Sultan HB I tetap memilih RM Sundoro sebagai putra mahkota. Keyakinan ini semakin kuat ketika dua putra dari GKR Kencono dianggap tidak memenuhi syarat sebagai putra mahkota.3 Setelah Sundoro mulai tumbuh dewasa, Sultan HB I mulai berpikir tentang calon pendamping hidup RM Sundoro khususnya yang akan memperoleh status sebagai permaisuri. Sebagai seorang putra raja, RM Sundoro hendaknya berdampingan dengan seorang wanita yang juga keturunan raja. Untuk itu Sultan HB I berniat menjodohkan putranya dengan putri Sunan PB III. Ketika RM Sundoro berkunjung ke kraton Surakarta, tahun 1763 dan 1765, Sundoro disambut langsung oleh Sunan PB III. Harapan yang ada dari kedua orang raja Jawa itu adalah bahwa dengan ikatan perkawinan ini, ketegangan politik yang selama ini terjadi antara Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta akan berkurang. Akan tetapi, usaha tersebut gagal akibat adanya campur tangan Pangeran Adipati Mangkunegoro I yang juga menginginkan putri yang sama. Akibatnya RM Sundoro tidak berhasil mempersunting putri PB III. Kejadian ini membuat hubungan kedua raja Jawa ini menjadi renggang. Faktor lain yang memicu ketegangan antara Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta adalah sengketa perbatasan daerah. Sesuai kesepakatan dalam Perjanjian Giyanti, pembagian daerah antarkedua kerajaan itu tidak didasarkan pada batas-batas alam melainkan didasarkan atas elit setempat yang berkuasa. Pembagian wilayah ditentukan oleh adanya ikatan kekerabatan dan hubungan darat antara setiap penguasa daerah dan masing-masing raja. Akibatnya, pembagian wilayah milik Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta tidak ditentukan oleh batas yang jelas tetapi letaknya tumpang tindih. Hal ini sering mengakibatkan terjadinya konflik horizontal di kalangan masyarakat bawah yang memicu konflik vertikal antarsesama penguasa daerah. Proses ini berlangsung hampir dua puluh tahun lamanya dan baru berakhir dengan perjanjian yang difasilitasi oleh Gubernur VOC van den Burgh tanggal 26 April 1774 di Semarang. Dalam perjanjian ini batas wilayah masing-masing raja Jawa dipertegas dan diatur kembali dengan tujuan agar konflik tersebut tidak terjadi lagi.4 RM Sundoro mulai menyadari bahwa baik dalam Perjanjian Giyanti tahun 1755 maupun Perjanjian Semarang tahun 1774, kekuasaan dan wilayah raja-raja Jawa semakin sempit. Sebaliknya, wilayah VOC menjadi semakin luas. Perluasan wilayah dan kekuasaan VOC ini berlangsung seiring dengan meningkatnya intervensi VOC dalam kehidupan kraton raja-raja Jawa. Dengan adanya pembagian wilayah baru, VOC memperoleh kesempatan semakin besar untuk melakukan eksploitasi ekonomi yang berbentuk pemborongan sumber-sumber pendapatan raja-raja Jawa seperti tol, pasar, sarang burung, penambangan perahu, pelabuhan laut dan penjualan candu.5 Tekanan ekonomi dan politik VOC semakin intensif ketika kondisi fisik raja-raja Jawa baik Sultan HB I maupun Sunan PB III semakin merosot setelah tahun 1780. Hal tersebut menumbuhkan kebencian RM Sundoro kepada VOC khususnya dan orang asing pada umumnya. Sultan HB I menyadari hal ini dan mengetahui bahwa RM Sundoro adalah putra yang diharapkan mampu mempertahankan kewibawaan dan menjaga keutuhan wilayah Kesultanan Yogyakarta dari ancaman dan rongrongan pihak asing. Pandangan ini memperkuat tekad Sultan HB I untuk mengukuhkan status Sundoro

(4 John F. Snelleman, Encyclopaedie van Nederlandsch Indie, vierde deel (‘s Gravenhage, 1905, Martinus Nijhoff), hal.584.)

(5 Yang dimaksudkan sebagai tol adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh orang yang akan melewati wilayah atau jembatan tertentu. Tol ini biasanya diborongkan kepada pihak ketiga.

sebagai putra mahkota. Meskipun ada penentangan dari para pejabat VOC yang sudah menyadari sikapnya, Sultan HB I tetap menjadikan RM Sundoro sebagai calon pewaris tahta pada tahun 1785. Dengan statusnya yang baru, RM Sundoro memiliki wewenang yang lebih besar. Hampir semua tindakan yang berhubungan dengan Kesultanan Yogyakarta disetujui oleh ayahnya. Setelah diangkat menjadi putra mahkota, langkah pertama yang diambilnya adalah melindungi kraton Yogyakarta terhadap ancaman VOC. Ia menyadari bahwa ancaman VOC semakin besar dengan pembangunan benteng Rustenburg oleh Komisaris Nicolaas Harstink pada tahun 1765, yang sebagian materialnya dibebankan kepada Sultan HB I. Ia berusaha mencegah agar benteng Rustenburg tidak terwujud. Dengan segala upaya ia berhasil menghambat pembangunan benteng itu. Akibatnya, hingga tahun 1785, bangunan benteng itu belum juga selesai.6 Ketika Johannes Siberg datang ke kraton Yogyakarta dalam acara pelantikan RM Sundoro sebagai putra mahkota, Siberg mengingatkan kepada Sultan HB I tentang kewajibannya membantu pembangunan benteng itu. Desakan Siberg membuat RM Sundoro menghentikan aktivitasnya. Meskipun setelah peristiwa itu pembangunan benteng dapat diselesaikan, RM Sundoro tidak menghentikan aktivitasnya melawan VOC. Ia meminta izin ayahnya untuk memperkuat pertahanan kraton Yogyakarta sebagai perimbangan kekuatan menghadapi benteng VOC yang berada di depan kraton. Setelah memperoleh izin dari ayahnya, RM Sundoro memerintahkan pembangunan tembok baluwarti yang mengelilingi alun-alun baik utara maupun selatan kraton Yogyakarta. Di bagian depan bangunan ini diperkuat dengan pemasangan 13 buah meriam. Senjata ini diarahkan ke depan menghadap benteng Rustenburg. Pembangunan yang dimulai pada tahun 1785 itu terus berlangsung hingga RM Sundoro naik tahta menjadi Sultan HB II. C. Kebijakan Politik dan Konflik Pada saat yang hampir bersamaan dengan memuncaknya ketegangan antara Kesultanan Yogyakarta dan VOC pada akhir tahun 1780-an, di Surakarta terjadi pergantian tahta. Sunan PB III wafat pada tanggal 26 September 1788. Tiga hari kemudian putra mahkota RM. Subadyo diangkat menjadi Sunan PB IV. Sifat-sifat Sunan PB IV yang juga diketahui anti-Belanda telah mengalihkan perhatian Jan Greeve sebagai Gubernur Pantai Timur Laut Jawa (Noord-ootkust) dan Andries Hartsink sebagai Komisaris Kraton Jawa dari Yogyakarta ke Surakarta. Hal ini dilakukan setelah terbongkarnya rencana konspirasi Sunan PB IV (6 ANRI, surat Siberg kepada Sultan HB I tanggal 10 Pebruari 1785, bundel Semarang )

dengan para penasehat santrinya untuk membunuh orang-orang Belanda di Kesunanan Surakarta pada bulan September 1790. Peristiwa tersebut tidak hanya mengakibatkan pengawasan yang semakin ketat terhadap Kesunanan Surakarta, tetapi juga memulihkan hubungan baik antara Kesultanan Yogyakarta dan Mangkunegaran. Membaiknya hubungan antara Kesultanan Yogyakarta dan Mangkunegaran ini disebabkan oleh permintaan bantuan VOC kepada mereka untuk menghadapi Sunan PB IV. Bersama-sama dengan VOC keduanya menemukan kesempatan untuk saling bekerja sama.7 Kondisi seperti ini tidak berlangsung lama. Sunan PB IV bersedia menghentikan rencananya dan menyerahkan tujuh orang santri penasehatnya kepada Hartsink bulan Oktober 1790. Ketenangan di kraton Jawa kembali terusik, ketika Sultan HB I wafat pada tanggal 24 Maret 1792. Perhatian para pejabat VOC kembali beralih ke Yogyakarta. Sesuai tradisi dan kesepakatan yang dibuat dengan VOC, Gubernur Pantai Timur Laut Jawa Pieter Gerard van Overstraten 8 mengukuhkan RM Sundoro dan melantiknya sebagai Sultan Hamengku Buwono II pada tanggal 2 April 1792. Sejak itu masa pemerintahan Sultan HB II dimulai. Selama masa pemerintahannya, sifatnya yang antikolonial semakin jelas. Sultan HB II menyadari bahwa orang-orang Belanda merupakan ancaman utama terhadap keutuhan wilayah dan kewibawaan raja-raja Jawa khususnya di Kesultanan Yogyakarta. Berbeda dengan Sunan PB IV yang berambisi untuk memulihkan kekuasaan ayahnya sebagai raja Mataram, Sultan HB II tidak berpikir untuk mengembalikan wilayah Kerajaan Mataram lama di bawah satu pemerintahan. Sebaliknya, tujuan utama Sultan HB II adalah menjadikan Kesultanan Yogyakarta sebagai suatu kerajaan Jawa yang besar, berwibawa dan disegani oleh para penguasa lain termasuk oleh orang-orang Eropa. Harapan Sultan HB II adalah Kesultanan Yogyakarta menjadi penegak dan pendukung utama tradisi budaya dan kekuasaan Jawa. Bertolak dari konsep ini, Sultan HB II bertekad untuk menolak semua intervensi Belanda yang mengakibatkan merosotnya kewibawaan raja Jawa dan berkurangnya wilayah kekuasaan raja-raja Jawa.9 Konflik terbuka pertama terjadi antara Sultan HB II dan VOC. Peristiwa ini berlangsung tidak lama setelah pelantikannya. Gubernur van Overstraten meminta kepada Sultan HB II agar dalam setiap acara pertemuan dengan sultan, kursinya disejajarkan dan diletakkan di sebelah kanan kursi sultan. HB II beranggapan bahwa ia harus menghormati orang yang duduk di samping kanannya pada forum resmi di depan semua kerabat dan rakyatnya. Sultan HB II dengan tegas menolak tuntutan Overstraten itu. Karena tidak berhasil memaksakan kehendaknya, Overstraten melaporkan hal itu ke Batavia. Sebaliknya pemerintah VOC di Batavia yang sedang berada dalam kondisi kesulitan keuangan dan menghadapi blokade Inggris bermaksud mencegah insiden yang bisa menimbulkan konflik dengan raja-raja Jawa. Gubernur Jenderal Arnold Alting melarang Van Overstraten bertindak lebih jauh. Sampai ia diganti oleh J.R. Baron van Reede tot de Parkeler pada tanggal 31 Oktober 1796, tuntutan itu tidak pernah dikabulkan oleh Sultan HB II. Utusan Belanda tetap diperlakukan seperti seorang utusan para penguasa taklukan di depan Sultan HB II.10 Parkeler yang mengetahui diri Sultan HB II dari van Overstraten bertindak hati-hati. Pertemuan politik pertama dengan sultan ini terjadi pada bulan Agustus 1799 ketika Parkeler menghadiri acara pemakaman Patih Danurejo I. Menurut perjanjian tahun 1743, raja Mataram wajib meminta pertimbangan VOC sebelum menunjuk seseorang menjadi patih. Sultan HB II berusaha menghindari hal itu dengan alasan bahwa Kesultanan Yogyakarta bukan Kerajaan Mataram dan (http://id.rodovid.org/skins/common/images/button_media.png)Sultan berhak mengangkat patihnya sendiri.11 Parkeler bertindak hati-hati dan lebih banyak menggunakan jalur diplomatik untuk mencegah ketegangan dengan Sultan. Melalui perundingan dan pembicaraan yang dilakukan, akhirnya Parkeler berhasil membujuk Sultan HB II untuk memperbaharui perjanjian itu. Pada bulan September 1799 Sultan HB II bersedia menandatangani perjanjian baru dengan Parkeler yang memuat pengangkatan patih baru. Setelah perjanjian ini disahkan, Sultan HB II mengangkat Tumenggung Mangkunegoro, cucu Patih Danurejo I, yang bergelar Patih Danurejo II. Pada saat yang bersamaan Sunan PB IV juga menandatangani perjanjian yang intinya menghindari konflik terbuka ketika terjadi ketegangan dengan Kesultanan Yogyakarta dan meminta VOC untuk menengahinya.

12 7 ANRI, surat Sultan HB I kepada Mangkunegoro tanggal 24 September 1790, bundel Solo. 8 Gubernur Pantai Timur Laut Jawa (Noord-Oost-Kust)diserahterimakan dari Jan Greeve kepada penggantinya P.Gerard van Overstraten pada tanggal 1 September 1791 (lihat GP. Rouffaer.”Vorstenlanden” dalam John F Snelleman. 1905. Encyclopaedie van Nederlandsch Indie,vierde deel, ’s Gravenhage, hal. 587—653. 9 ANRI, Memorie van Residen J.G. van den Berg in Jogjacarta 1799-1803, bundel Yogyakarta. 10 Anonim, “Overzicht van de voornaamste gebeurtenissen in het Djocjocartasche-Rijk, sedert deszelf stichting (1755) tot aan Het einde van het Engelsche tusschen-bestuur in 1815”, dalam TNI, III deel, 1844, hal. 129 11 Perjanjian tanggal 11-13 November 1743, pasal 3 dan 4, yang dibuat antara G.W. Baron van Imhoff dan Sunan Paku Buwono II di Mataram, dimuat dalam “Corpus Diplomaticum Neerlando Indicum’, BKI jilid 96, tahun 1938, hal. 361-362 12 ANRI, contract met Sultanaat Jogjakarta over het jaar 1799, dalam bundel Hooge Regeerings.

1. Sri Paduka Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II (Sultan Sepoeh)

Sultan Sepoeh adalah putra ke 3 dari Sultan Hamengku Buwono I (lahir tahun 1750), dalam sejarah perjuangan Bangsa memang terkenal sebagai salah seorang Sultan yang berani melawan Belanda. Beliau memerintah Kasultanan Yogyakarta mulai tahun 1792 dan kemudian ditangkap oleh Daendels pada tahun 1810. Pada 1811 dikembalikan ke tahta Ngayogyakarta, tetapi baru satu tahun, 1812 Sri Sultan Sepoeh ditangkap dan dibuang ke Pulau Pinang oleh Raffles, bahkan kemudian dipindahkan ke Ternate selama 14 tahun. Pada tahun 1826 dikembalikan ke Jawa dan diangkat lagi dengan suatu upacara besar – besaran di Istana Bogor, namun hal ini sebenarnya hanya siasat Belanda agar Sultan Sepoeh mau menghentikan pemberontakan Pangeran Diponegoro (kemenakannya = Putra SPKS HB III), namun beliau tidak bersedia. Sri paduka kanjeng Sultan Hamengku Buwono akhirnya wafat pada tahun 1828 dalam usia 78 tahun dan disemayamkan di Makam Agung Pasargede (Kota Gede)

2. Kanjeng Pangeran Ario Moerdaningrat

Beliau adalah putra ke 9 dari Eyang Sultan Sepoeh (SPKS HB II). Pada waktu SPKS HB IV seda tahun 1822, putra mahkota beliau Sultan menol masih berusia 3 tahun; oleh karena itu dibentuk DEWAN MANGKUBUMI, yang terdiri dari : Neneknya : Kanjeng Ratu Ageng Ibundanya : Kanjeng Ratu Kencana K.P.A Mangkubumi (putra ke 8 Sultan Sepoeh) K.P.A Diponegoro (putra dari SPKS HB III) Pada waktu itu Kumpeni Belanda kurang menghormati pada tata cara adat Kasultanan dan bertindak kejam kepada Rakyat, sehingga membuat marah Pangeran Diponegoro dan menyatakan perang melawan Belanda. Setelah Pangeran Diponegoro mengangkat senjata melawan Belanda KPA MAngkubumi juga ikut dan menjadi Penasehat Agung K.P.A Diponegoro, kemudian Dewan Mangkubumi (pada bulan Oktober 1825) diserahkan kepada : K.P.A Moerdaningrat (putra ke 9 Sultan Sepoeh), dan K.P.A Panular. Dalam sejarah diceritakan bahwa Belanda sangat kewalahan melawan Pasukan Pangeran Diponegoro yang didukung oleh Rakyat yang gagah berani dan melakukan perang gerilya secara cerdik. Beliau juga dibantu oleh Pangeran Ngabei Jayakusuma, Kiyai Mojo dan Alibasah Sentot Prawirodirjo. Suatu ketika Jendral Van Geen membawa Pasukan 1000 orang kemudian menyandera K.P.A Moerdaningrat dan K.P.A Panular digunakan sebagai tameng waktu menyerbu Markas Besar (MB) Pangeran Diponegoro. Namun hal ini sudah diketahui oleh Beliau sehingga usaha Kumpeni gagal. Naas bagi pasukan Belanda karena waktu kembali ke Yogyakarta disanggong oleh Pasukan Diponegoro di sebuah jurang dekat sungai Krasak (Lengkong) dan mengalami kekalahan yang sangat memalukan bagi pihak Belanda. Di pertempuran Lengkong ini K.P.A Moeredaningrat (dan K.P.A Panular) gugur di medan bhakti (Juli 1826), kemudian disarekan di Pesarean Lengkong.

3. R.M.A.A Djojodiningrat

Beliau adalah putra ke 4 dari Eyang K.P.A Moerdaningrat, dengan nama kecil : R.M Abdoel Djalil. Semasa kecilnya diajak menemani kakeknya Sultan Sepoeh (HB II) waktu dibuang ke Ternate selama 14 tahun. Pada jaman perang Diponegoro R.M Abdoel Djalil turut secara aktif berjuang, bahkan dijadikan ajudan pribadi Pangeran Diponegoro (Liaison Officer); sering diutus sebagai penghubung antara MB dan Para Komandan Operasional di Lapangan (menyampaikan perintah atau laporan). Pada waktu Pangeran Diponegoro kemudian ditipu dan ditangkap Belanda, R.M Abdoel Djalil langsung menghilang dan masuk ke Pesantren Brangkal (Gombong) mengaku sebagai Santri Ngabdoeldjalil. Namun akhirnya diketahui oleh mata – mata Belanda dan diambil kembalikan ke Kasultanan untuk diberi pendidikan indoktrinasi mengenai Loyalitas ala Barat. Selesai p[endidikan ditipkan kepada Raden Adipati Tjokronegoro (Bupati Poerworejo) agar tidak berhubungan langsung dengan rakyat. Selang beberapa waktu R.M Abdoel Djalil diberi pekerjaan mengikat, sebagai anggota Landraad di Poerworejo dan berganti nama : R.M Djojoprono. Setelah berapa lama diangkat menjadi Fiscaal (Jaksa), kemudian karena kecakapannya diangkat menjadi Bupati Ngroma Jatinegara pada tahun 1844, dengan gelar : Raden Mas Ario Adipati (R.M.A.A Djojodiningrat). Pada waktu diangkat beliau minta agar menguasai juga daerah Bagelen Selatan sehingga seperti berpangkat Residen; Belanda terpaksa mengabulkannya karena memang daerah Bagelen belum terkonsolidasi (Residen Belanda hanya sebagai penasehat saja). Dari Kraton Yogyakarta beliau mendapat anugerah tertinggi berupa Songsong Gilap (menurut hierarki Kraton seharusnya Songsong Gilap hanya dimiliki oleh seorang Pangeran dengan sebutan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati). Berhubung alam sekitar Ngroma tidak memenuhi selera estetika, maka beliau membangun ibukota Kabupaten baru yang ditanganinya sendiri selama 4 tahun dan diberi nama KarangAnyar, yang di-inaugurasi tahun 1848. Sewaktu pensiun tahun 1864 beliau ikut putra sulungnya R.M.T.A Tjokrohadisoeryo yang mengikuti jejak ayahnya sebagai Bupati Ledok dengan ibukota Wonosobo. R.M.A.A Djojodiningrat menetap di Sepoeran kurang lebih 10 km dari ibukota; setelah wafat beliau dimakamkan di makan keluarga “Candi Wulan” Wonosobo. (http://ikdonline.wordpress.com/history/) Foto Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II (Sumber: http://jogjakini.wordpress.com/2007/11/30/sri-sultan-hb-ii/)

BERSAMBUNG
94/2 <1+15> 5. Bendoro Raden Ayu Danukusumo [Hamengku Buwono] 105/2 <1+15> 6. Bendoro Raden Ayu Ronggo Prawirodirdjo / Bendoro Raden Ayu Mangundirjo [Hamengku Buwono] 196/2 <1+2> 1. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengkunegoro Gusti Raden Mas Intu [Hamengku Buwono]
اللقب المميّز: Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anum Amangku Negara ingkang Sudibya Atmarinaja Sudarma Mahanalendra
الدفن: أغسطس 1758, Imogiri, Yogyakarta
87/2 <1+24> 7. Bendoro Pangeran Haryo Demang Tanpo Nangkil [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1760
الزواج: <42> Raden Ayu Demang [Danurejo I]
الوفاة: 1820
28/2 <1+15> w Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam I [Hb.1.6] (Kanjeng Pangeran Haryo Notokusumo) [Hamengku Buwono I]
الميلاد: 21 مارس 1760, Pangeran Notokusumo / Pangeran Adipati Paku Alam I (1813-1829) Pendiri wangsa Pakualaman yang lahir pada tahun 1760 ini adalah peletak dasar kebudayaan Jawa dalam Kadipaten Pakualaman. Kepada para putra sentana, PA I memberi pelajaran sains dan tata negara. Beberapa karya sastranya adalah: Kitab Kyai Sujarah Darma Sujayeng Resmi (syair), Serat Jati Pustaka (sastra suci), Serat Rama (etika), dan Serat Piwulang (etika). Ia wafat pada tanggal 19 Desember 1829.
الميلاد: 21 مارس 1764, Yogyakarta
اللقب المميّز: 28 يناير 1812 - 31 ديسمبر 1829, Yogyakarta, Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I [1812-1829]
الوفاة: 31 ديسمبر 1829, Yogyakarta
139/2 <1+1> 8. Bendoro Pangeran Haryo Diposanto [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1762
الوفاة: < 1820
510/2 <1+25> Kanjeng Pangeran Adipati Dipowijoyo I [Hb.1.8] (Pangeran Muhamad Abubakar) [Hamengku Buwono I]
الميلاد: 1765
اللقب المميّز: ~ 1810, Yogyakarta, Pangeran Muhamad Abubakar
3111/2 <1+5> 10. Bendoro Pangeran Haryo Dipowiyono I / Bendoro Pangeran Haryo Silarang [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1765
الوفاة: 1826
1112/2 <1+6> 11. Bendoro Raden Ayu Notoyudo I [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1766
الزواج: <43> Kanjeng Raden Tumenggung Notoyudo I [?] و 29 نوفمبر 1804
1513/2 <1+9> 14. Bendoro Raden Mas Hadiwijaya / Bendoro Pangeran Haryo Panular [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1771
الوفاة: 30 يوليو 1826, Nglengkong, Sleman
2514/2 <1+18> 15. Bendoro Pangeran Haryo Dipowiyono II / Bendoro Pangeran Haryo Panengah (Bendoro Raden Mas Sabiril) [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1771
الوفاة: 1815
2015/2 <1+11> 16. Bendoro Pangeran Haryo Mangkukusumo (1) [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1772
العمل: يناير 1828, Wakil Dalem
1816/2 <1+23> 17. Bendoro Pangeran Haryo Hadikusumo II [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1774
الزواج: <44> 1. Raden Ayu Blitar [Notowijoyo]
2317/2 <1+14> 18. Bendoro Pangeran Haryo Diposono [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1776
2218/2 <1+23> 20. Bendoro Pangeran Haryo Balitar [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1782
الزواج: <44!> 1. Raden Ayu Blitar [Notowijoyo]
الوفاة: 1827
3019/2 <1+2> 2. Gusti Kanjeng Ratu Bendoro / Gusti Raden Ayu Inten [Hamengku Buwono]
الزواج: <45> Pangeran Diponegoro [Hamengku Buwono I] و 27 يوليو 1787
الزواج: <46> 1. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunegara I (Pangeran Sambernyawa) [Mangkunegara I] م 7 ابريل 1725 و 28 ديسمبر 1795
الطلاق: <46!> 1. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunegara I (Pangeran Sambernyawa) [Mangkunegara I] م 7 ابريل 1725 و 28 ديسمبر 1795
الوفاة: 30 ديسمبر 1801
1220/2 <1+5> 24. Bendoro Raden Ayu Sosrodiningrat [Hamengku Buwono] 721/2 <1+3> 23. Bendoro Raden Ayu Jayaningrat [Hamengku Buwono] 1422/2 <1+15> 25. Bendoro Raden Ayu Yudokusumo I [Hamengku Buwono] 1623/2 <1+10> 27. Bendoro Raden Ayu Yudokusumo II [Hamengku Buwono] 1724/2 <1+20> 28. Bendoro Raden Ayu Joyowiryo / Bendoro Raden Ayu Sutiyo [Hamengku Buwono]
2125/2 <1+23> 29. Bendoro Raden Ayu Pringgoloyo / Bendoro Raden Ayu Juru [Hamengku Buwono]
2426/2 <1+16> 19. Bendoro Pangeran Haryo Danupoyo [Hamengku Buwono]
2627/2 <1+19> 22. Bendoro Raden Mas Suwardi [Hamengku Buwono]
2728/2 <1+20> 31. Bendoro Raden Ayu Mangundirjo [Hamengku Buwono] 2829/2 <1+19> 33. Bendoro Raden Ayu Purwodipuro [Hamengku Buwono] 2930/2 <1+21> 32. Bendoro Raden Ayu Ronodiningrat / [Hb.I.32] [Hamengku Buwono] 3231/2 <1> Bendoro Raden Ayu Hayati / Bojati Cakraatmaja [Hamengku Buwono]
3332/2 <1+11> 30. Bendoro Raden Ayu Tumenggung Danunagara (2) [Hamengku Buwono]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Adapun Raden Tumenggung Danunagara adalah anak dari Kanjeng Raden Hadipati Danureja I Patih Yogyakarta (Danureja I sebelumnya menjabat sebagai Bupati Banyumas IX dengan gelar Adipati Yudanegara III).

3

391/3 <3+?> 3. Bendoro Raden Ayu Pringgodiningrat [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
1332/3 <7> KRT Cakradirja [Hamengku Buwono]
الميلاد: Yogyakarta
Makam KRT. SUMODININGRAT
Makam KRT. SUMODININGRAT
1283/3 <7+48> 1. Kanjeng Raden Tumenggung Sumadiningrat I [Kyai Ageng Ngerang I]
الميلاد: ~ 1760
الزواج:
الزواج: <42!> 8. Gusti Kanjeng Ratu Bendara [Hamengku Buwono II]
الوفاة: 1812, Geger Sepehi, 1812
الدفن: Jejeran, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta
Oleh :R. Endang Suhendar Diponegoro, kutipan dari berbagai sumber terpercaya


فهرست

Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Sumodiningrat Trah Para Wali Besar Mataram Islam, Syahid dalam Perang Sepehi 1812, Cucu Sultan Hamengkubuwono I, Menantu Sultan Hamengkubuwono II, Panglima Perang Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat Berjulukan Singobarong


KRT SUMODININGRAT adalah pahlawan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam Perang Sepehi di Yogyakarta 18-20 Juni 1812, pada masa Sultan Hamengkubuwono II. Ia pernah menjabat sebagai Bupati Jaba kedua pada 1794 dan Wedana Jero pertama pada 1797 (Carey 2008, 188; Carey 1980, 191). Sehari-hari ia juga bertindak sebagai penasehat militer utama Kraton Yogyakarta (Qomar 2023, 248). Di tengah medan Perang Sepehi, ia ditugaskan untuk menjadi panglima utama yang berdiri di garis terdepan menjaga wilayah Yogyakarta. Sosok inilah yang dijuluki Singobarong oleh masyarakat Yogyakarta sebagaimana terabadikan di dalam Babad Ngayogyakarta (1876) karya Pangeran Suryanegara dan Raden Adipati Danureja V

Kelahiran dan Silsilah

KRT Sumodiningrat dilahirkan sekira 1760-an di wilayah Remame, Kedu Selatan. Ia merupakan anak KRT Jayaningrat, bupati Kedu Selatan. Di masa kecil hingga mudanya, ia mendapatkan pendidikan keislaman dari seorang guru bernama Kyai Tambi Jenggi, yang merupakan seorang wali pemilik otoritas pengasuhan anak-cucu keluarga Karaton Ngayogyakarta (Arafat 2023, 89). Dalam arsip-arsip Kraton Yogyakarta pada zaman Sultan Hamengkubuwono II diceritakan peristiwa surat-menyurat antara KRT Sumodiningrat dan gurunya ini (Carey 1980, 191). KRT Sumodiningrat merupakan cucu Sultan Hamengkubuwono I. Ayahnya, KRT Jayaningrat, menikah dengan Raden Ayu Jayaningrat, anak keempat Sultan Hamengkubuwono I (Dajapertama & Dirdjasoebrata t.t., 13; Mandoyokusumo 1988, 10). Perkawinan ini membuahkan lima orang anak: Tumenggung Sumodiningrat; Tumenggung Wiryawinata; Tumenggung Jayaningrat; Raden Ayu Rangga Madiun; dan Tumenggung Wiryadiningrat (Serat Salasilah Para Loeloehoer ing Kadanoeredjan 1899, 207).

Nasab KRT Sumodiningrat terhubung kepada Kyai Ageng Penjawi, salah satu dari tiga tokoh pembuka Kerajaan Mataram Islam di selatan Jawa pada permulaan abad ke-16. Sedangkan ke atasnya lagi, nasab ini bersambung hingga Kyai Ageng Ngerang. Diurutkan dari atas, nasab KRT Sumodiningrat adalah: Kyai Ageng Ngerang I → Kyai Ageng Ngerang II (Kyai Bodo Pajang) → Kyai Ageng Ngerang III (Ki Buyut Pati) → Kyai Ageng Panjawi (Kyai Ageng Pati) → Adipati Pragolapati I → Adipati Pragolapati II → Kyai Wonokriyo (Bagus Jaka Kriya/Kyai Kriyan) →Demang Puspatruna/Demang Jawinata/Tumenggung Gajah Mada/Tumenggung Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat → KRT Sumodiningrat (Serat Salasilah 1899, 163–64 & 201–8)

Dari jalur lain, KRT Sumodiningrat juga merupakan keturunan Kyai Jejer, Tumenggung Singaranu, dan Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting, tiga tokoh penting pada masa kepemimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang memerintah pada 1613-1645 (Sejarah Ratu t.t., 64). Tumenggung Singaranu adalah Patih kedua Kerajaan Mataram Islam di masa Sultan Agung Hanyakrakusuma, Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting adalah Wedana Jaksa dan anggota Dewan Ulama Penasehat Sultan Agung Hanyakrakusuma (Hanyakrakusuma 1999, 10), sedangkan Kyai Jejer adalah guru sekaligus mertua Sultan Agung Hanyakrakusuma yang juga menjadi tokoh cikal-bakal wilayah Jejeran, Bantul, Yogyakarta.

Darah ketiga tokoh besar Mataram Islam era Sultan Agung itu menyatu di dalam diri KRT Sumodiningrat. Alurnya dimulai dari perkawinan Kyai Ageng Wonokriyo/Kyai Kriyan dengan Nyai Ageng Kriyan. Siapakah Nyai Ageng Kriyan? Perempuan agung ini adalah anak dari pernikahan antara Adipati Singaranu bin Kyai Jejer dengan Nyai Adipati Singaranu binti Tumenggung Singaranu. Dari pernikahan Kyai Ageng Wonokriyo/Kyai Kriyan dengan Nyai Ageng Kriyan lahirlah Tumenggung Jayawinata Gajah Gede yang menikahi R.Ay. Jayawinata binti Raden Riyo Wirokusumo bin Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting. Melalui alur Tumenggung Jayawinata Gajah Gede hingga ke bawah akan sampai kepada KRT Sumodiningrat.

Dari sini menjadi jelas bahwa KRT Sumodiningrat adalah juga keturunan Kyai Jejer, Tumenggung Singaranu, dan Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting. Jadi, di dalam darah KRT. Sumodiningrat mengalir darah Sri Sultan Hamengkubuwono I, Tumenggung Singaranu, Kyai Jejer, Panembahan Juru Mayem/Kyai Juru Kiting, dan Kyai Ageng Penjawi. Dapat dipastikan secara mutlak bahwa KRT Sumodiningrat adalah tokoh pribumi negeri Mataram Islam. Dari jalur Tumenggung Singaranu, alur nasabnya hingga ke KRT Sumodiningrat adalah: Tumenggung Singaranu → Nyai Adipati Singaranu → Nyai Ageng Kriyan → Demang Puspatruna/Demang Jawinata/Tumenggung Gajah Mada/Tumenggung Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat → KRT Sumodiningrat (Serat Salasilah 1899, 163–64 & 201–8). Dari jalur Kyai Jejer, alur nasabnya hingga ke KRT Sumodiningrat adalah: Kyai Jejer : → Ki Bagus Sangat/Adipati Singaranu → Nyai Ageng Kriyan → Demang Puspatruna/Demang Jawinata/Tumenggung Gajah Mada/Tumenggung Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat → KRT Sumodiningrat (Serat Salasilah 1899, 163–64 & 201–8).

Dari jalur Kyai Juru Kiting, alur nasabnya hingga ke KRT Sumodiningrat adalah: Kyai Juru Kiting → Raden Riyo Wirokusumo → Raden Ayu Jayawinata Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat → KRT Sumodiningrat (Serat Salasilah 1899, 163–64 & 201–8).


Perkawinan

KRT Sumodiningrat menikah dengan GKR Bendara, putri Sultan Hamengkubuwono II Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Sumodiningrat dengan GKR Kedaton (Mandoyokusumo 1988, 16; Sejarah Ratu, 80 & 123; Serat Salasilah 1899, 208). Sedangkan GKR Kedaton adalah anak Tumenggung Purwodiningrat, Bupati Magetan (Mandoyokusumo 1988, 15), atau Bupati Kertosono setelah Perang Giyanti (1746-1757) sebagaimana termaktub di dalam catatan Lucien Adam, seorang Residen Madiun 1938-1938, pada 1940 (Reinhart 2021, 242). Silsilah Tumenggung Purwodiningrat ke atas masih terhubung dengan keluarga besar para priyagung Madura.

Perkawinan KRT Sumodiningrat dengan GKR Bendara tidak membuahkan keturunan. Dari istri lain, ia memiliki anak bernama Tumenggung Sumonegoro, yang kelak menjadi Wedana Distrik Maosan Dalem Pengasih hingga Nanggulan (Serat Salasilah 1899, 208). Baik KRT Sumodiningrat maupun anaknya, Tumenggung Sumonegoro, sama-sama dimakamkan di Jejeran, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.

Kewafatan

Kewafatan KRT Sumodiningrat terjadi pada pagi hari terakhir Perang Sepehi, 20 Juni 1812. Peristiwa kewafatan ini diceritakan di dalam Babad Sepehi di Pupuh III, Padha I-VII. Babad Sepehi adalah karya sejarah yang ditulis oleh Pangeran Mangkudiningrat, anak Sultan Hamengkubuwono II, yang memang langsung berada di tengah-tengah pertempuran (Mangkudiningrat; 2018, 65–66). Jadi, Babad Sepehi merupakan sumber primer sejarah yang ditulis oleh pelaku sejarah, Pangeran Mangkudiningrat, pada Selasa, 20 Rabi’ul Awal 1228 H tahun Ehe atau bertepatan dengan 23 Maret 1813. Dengan kata lain, naskah ini “lahir” hanya sekira setahun setelah Perang Sepehi.

Diceritakan di dalam Babad Sepehi bahwa KRT Sumodiningrat bertempur di sisi barat Kali Code dan menjaga pos pertahanan bagian tenggara Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat bersama dengan Tumenggung Wiryawinata, adiknya sendiri. Peristiwa pertempuran pasukan Sepehi dengan KRT Sumodiningrat diceritakan di dalam tembang bermetrum Durma, Pupuh II, mulai Padha atau bait ke-6 dan ke-7 (Mangkudiningrat; 2018, 55–56)


Kutipan Tesis dari : M. YASER ARAFAT

KRT Sumadiningrat adalah menantu Sultan Hamengkubuwana II. Ayahnya, Ia merupakan anak tertua KRT Jayaningrat I yang menikah dengan Raden Ayu Jayaningrat binti Sultan HB I. Makam KRT Sumadiningrat berada di Jejeran, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta. Tepatnya di dalam sebuah cungkup di sisi barat Masjid Mi’rajul Muttaqinallah. Di dalam tatanan pemerintahan Sultan HB II, KRT Sumadiningrat menjabat sebagai bupati jaba kedua pada 1794, wedana jero pertama pada 1797 (P. Carey 2008, 188; P. B. R. Carey 1980, 191).


Kesimpulan

  1. KRT Sumadiningrat BUKAN Habib Hasan bin Thoha Bin Yahya.
  2. KRT Sumadiningrat yang tercatat sebagai menantu Sultan Hamengkubuwana II adalah tokoh yang juga sekaligus cucu Sultan Hamengkubuwana I. Tokoh ini pula yang dalam berita kolonial dan babad tradisional di Jawa disebut singo barong, BUKAN Habib Hasan bin Thoha Bin Yahya.
  3. Ayah KRT Sumadiningrat adalah KRT Jayaningrat I. Siapa KRT Jayaningrat I?
  4. KRT Jayaningrat I adalah menantu Sultan Hamengkubuwana I yang menikah dengan Raden Ayu Jayaningrat (Mandoyokusumo 1988, 10). Raden Ayu Jayaningrat adalah anak keempat Sulan HB I (Dajapertama and Dirdjasoebrata n.d., 13).
  5. Urutan nasab KRT Sumadiningrat dari atas sebagai berikut (Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 163–64 & 201–8): Kyai Ageng Ngerang I → Kyai Ageng Ngerang II (Kyai Bodo Pajang) → Kyai Ageng Ngerang III (Ki Buyut Pati) → Kyai Ageng Panjawi (Kyai Ageng Pati) → Adipati Pragolapati I → Adipati Pragolapati II → Kyai Wonokriyo (Bagus Jaka Kriya/Kyai Kriyan) → Demang Puspatruna/Demang Jawinata/Tumenggung Gajah Mada/Tumenggung Gajah Gede → Tumenggung Jawinata/Tumenggung Gajah Cilik → Adipati Jayaningrat/Gajah Tlena → Tumenggung Jayaningrat Manten/KRT Jayaningrat I → KRT Sumadiningrat [Jejeran].
  6. KRT Sumadiningrat memiliki 4 orang adik, yaitu; RT Wiryawinata [Jejeran]; RT Janingrat [Jejeran]; Raden Ayu Rangga Madiun; RT Wiryadiningrat (Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 207).
  7. KRT Sumadiningrat menikah dengan GKR Bendara, putri Sultan Hamengkubuwana II dari hasil pernikahannya dengan GKR Kedaton (Mandoyokusumo 1988, 16; #Sejarah Ratu n.d., 80 & 123; Agustriyanto 2018; Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 208).
  8. KRT Sumadiningrat gugur akibat keganasan serangan Inggris ke Yogyakarta pada peristiwa Geger Sepehi. Peristiwa ini diceritakan di dalam Babad Sepehi di Pupuh III, Pada I-VII. Babad Sepehi bercerita tentang peristiwa Geger Sepehi. Karya ini ditulis oleh Pangeran Mangkudiningrat, anak Sultan HB II, yang memang langsung berada di tengahtengah pertempuran (Irawan 2018, 65–66).
  9. Setelah gugur dalam Geger Sepehi, jenazah KRT Sumadiningrat dibawa untuk dimakamkan di Jejeran pada jam sepuluh malam. Makam KRT Sumadiningrat berada di tanah pamutihan yang memang merupakan haknya di Pasarean Astana Gedong, Jejeran, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta. Tepat di sisi barat Masjid Kagungan Dalem Mi’rajul Muttaqinallah. Dulu masjid ini disebut Masjid Sumadiningratan (Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 208).
  10. Makam KRT Sumadiningrat berada di dalam sebuah cungkup khusus di sisi selatan cungkup makam Kyai Kriyan (Kyai Wonokriyo), seorang ulama besar Mataram Islam pada zaman Sultan Agung hingga Amangkurat I yang tiada lain merupakan leluhurnya sendiri.
  11. Menjadi maklum bila KRT Sumadiningrat dimakamkan tepat di bawah atau di sisi selatan cungkup makam Kyai Kriyan yang merupakan punjer atau leluhurnya. Memang beginilah adat atau budaya pemakaman di Jawa. Tokoh tertentu akan dikuburkan di sebuah lahan yang sama dengan para leluhurnya.
  12. Sedangkan makam KRT Jayaningrat I juga berada di pasarean ini. Tepatnya di dalam cungkup khusus di sisi selatan pengimaman masjid.
  13. Perkawinan KRT Sumadiningrat dengan GKR Bendara tidak membuahkan keturunan.
  14. Hanya saja, di luar cungkup makam KRT Sumadiningrat ada makam KRT Sumanegara. Tokoh ini adalah anak KRT Sumadiningrat dari istri lain. Sayangnya Serat Salasilah hanya menyebutkan nama sang anak, bukan nama sang ibu atau sang istri lain itu.
  15. KRT Sumanegara adalah bupati wedana distrik maosan dalem Pengasih hingga Nanggulan. Selain itu ada pula makam keponakannya, KRT Tirtanegara bin KRT Janingrat. KRT Tirtanegara merupakan bupati maosan Kalibawang (Serat Salasilah Para Loeloehoer Kadanoeredjan 1899, 208).
  16. Belakangan makam KRT Sumadiningrat di Jejeran, oleh Majelis Taklim Darul Hasyimi Yogyakarta, juga disebut sebagai sebagai makam Sayyid Ahmad bin Thoha bin Yahya. Silahkan dicek narasi Sulistyo Eko Cahyono di dalam link YouTube di atas. Cek juga tautan ini: https://fb.watch/l1x33-0pBM/?mibextid=5Ufylb.
  17. Narasi penyebutan makam KRT Sumadiningrat di Jejeran sebagai makam Sayyid Ahmad bin Thoha Bin Yahya adalah sebagai berikut: a).Dalam narasi Sulistyo Eko Cahyono disebutkan di menit ke 2:42:13 bahwa ketika terjadi penyerangan oleh Legiun Inggris yang bertujuan untuk mencari Habib Hasan, kediaman Habib Hasan di Jejeran, Bantul, didatangi. Pada saat itu Habib Hasan melakukan koordinasi di ndalem Keraton Ngayogyakarta; b). Di menit ke 2:43:20, Sulistyo Eko Cahyono mengatakan bahwa Habib Ahmad yang tinggal di Suronatan sedang ada di Jejeran ketika legiun Inggris datang. Pasukan Inggris mengepung rumah Habib Hasan. Habib Ahmad lalu mengaku sebagai Habib Hasan kepada Inggris. Alasannya karena Habib Hasan diperlukan strategi dan kesatriaanya oleh keraton. Atas alasan itu Habib Ahmad mengaku menjadi Habib Hasan; c). Di menit ke 2:45:00, Sulistyo Eko Cahyono mengatakan bahwa keluarga Habib Hasan (termasuk Habib Ahmad dan putra puterinya) ditahan dan meninggal. Ini terjadi pada 1812 M. Habib Ahmad dimakamkan di Jejeran dan dikenal dengan nama KRT Sumodiningrat. Sebagai pengalihan agar pencarian Habib Hasan mengendor. Makam Jejeran dimitoskan angker. Sehingga Inggris tidak tertarik untuk mencari tahu siapa yang dimakamkan.
  18. Berdasarkan analisis atas data istri Habib Hasan bin Thoha Bin Yahya yang bertentangan dengan data historis di atas, cerita tentang Habib Ahmad yang dikatakan mengaku sebagai KRT Sumadiningrat yang disebut dimakamkan di Jejeran ini meragukan. Babad Sepehi menceritakan secara rinci di mana posisi KRT Sumadiningrat saat itu hingga ia dibunuh. Diceritakan juga di sana bagaimana KRT Sumadiningrat menjaga pos pertahanan bagian tenggara Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat bersama dengan KRT Wiryawinata, adiknya sendiri.
  19. Makam Jejeran di barat Masjid Mi’rajul Muttaqinallah adalah pemakaman anak-turun Kyai Kriyan (Kyai Wonokriyo). KRT Sumadiningrat adalah cucu-buyut Kyai Kriyan. Sekali lagi, menjadi maklum bila jenazahnya dimakamkan di sana. Sebab memang itu pemakaman leluhurnya. Sangat ganjil jika dikatakan bahwa makam KRT Sumadiningrat di Jejeran merupakan makam Sayyid Ahmad bin Thoha Bin Yahya.
  20. Berdasarkan semua analisis di atas, jelas sekali bahwa KRT Sumadiningrat yang disebut menantu Sultan HB II dan menjabat sejumlah jabatan penting di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat hingga meninggal pada 1812 BUKANlah Habib Hasan bin Thoha Bin Yahya dan bukan pula Sayyid Ahmad bin Thoha Bin Yahya.
  21. Makam KRT Sumadiningrat berada di Jejeran, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta, tepat di sisi barat Masjid Mi’rajul Muttaqinallah. BUKAN di Semarang.
  22. Makam KRT Sumadiningrat dan seluruh leluhur hingga anak-keturunannya di Jejeran, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta harus dijaga dan dirawat oleh terutama anak-turun Kyai Kriyan, Sultan HB I, Sultan HB II, dan seluruh kawula Mataram.

364/3 <3+30> Sri Sultan Hamengku Buwono III / Gusti Raden Mas Surojo [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 20 فبراير 1769, Yogyakarta
الزواج: <55> Bendoro Raden Ayu Murtiningsih [Ga.Hb.3.21] [?]
الزواج: <120!> Bendoro Raden Ayu Hadiningdiah [Ga.Hb.3.22] / Bendoro Raden Ajeng Ratnadimurti [Hamengku Buwono I]
الزواج: <56> Bendoro Mas Ayu Mindarsih [?]
الزواج: <123!> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Hb.1.?] / Gusti Kanjeng Ratu Hageng [Gp.Hb.3.1] [Hamengku Buwono I]
الزواج: <57> Bendoro Raden Ayu Mangkorowati [Ga.Hb.3.1] [Hamengku Buwono] م 1770 و 7 October 1852
الزواج: <58> Bendoro Raden Ayu Dewaningrum [?]
الزواج: <59> Bendoro Raden Ayu Lesmonowati ? (Ratu Kencono) [?]
الزواج: <60> Bendoro Raden Ayu Kusumodiningrum [?]
الزواج: <61> Bendoro Raden Ayu Mulyoningsih [?]
الزواج: <62> Bendoro Raden Ayu Puspitosari [?]
الزواج: <63> Bendoro Raden Ayu Mulyosari [?]
الزواج: <64> Bendoro Mas Ayu Puspitoningsih [?]
الزواج: <65> Bendoro Raden Ayu Puspitolangen [?]
الزواج: <66> Bendoro Raden Ayu Kalpikowati [?]
الزواج: <67> Bendoro Raden Ayu Surtikowati [?]
الزواج: <68> Bendoro Raden Ayu Panukmowati [?]
الزواج: <69> Bendoro Mas Ayu Madrasah [?]
الزواج: <70> Bendoro Raden Ayu Padmowati [?]
الزواج: <71> Bendoro Raden Ayu Wido [?]
الزواج: <72> Bendoro Raden Ayu Doyopurnomo [?]
الزواج: <73> Bendoro Raden Ayu Puspowati [?]
الزواج: <74> Gusti Kanjeng Ratu Hemas [Gp.Hb.3.1] ? (Prawirodirjo) [?]
الزواج: <75> Gusti Kanjeng Ratu Wadhan [Gp.Hb.3.3] [?]
الزواج: <76> Bendoro Mas Ayu Sasmitoningsih [Ga.Hb.3.19] [?]
الزواج: <77> Bendoro Raden Ayu Renggoasmoro [Ga.Hb.3.20] [?]
الزواج: <78> Bendoro Raden Ayu Hadiningsih [Ga.Hb.3.23] [?]
اللقب المميّز: 31 ديسمبر 1808, Yogyakarta, Raja Putro Narendro Pangeran Adipati Anom Amangkunegoro (Pangeran Wali)
اللقب المميّز: 1810 - 28 ديسمبر 1811, Yogyakarta
اللقب المميّز: 12 يونيو 1812 - 3 نوفمبر 1814, Yogyakarta, Ngarsodalem Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono III
الوفاة: 3 نوفمبر 1814, Yogyakarta, Imogiri
1165/3 <9+40> Kanjeng Pangeran Adipati Danurejo II / Kanjeng Raden Tumenggung Mangkunegoro (Patih Seda Kedhaton) [Danurejo I]
الميلاد: 1772
الزواج: <79> Bendoro Mas Ayu Pulungayun [?]
العمل: 9 سبتمبر 1799 - 28 October 1811, Yogyakarta, Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta bergelar Kanjeng Raden Adipati Danurejo II
الوفاة: 28 October 1811, Yogyakarta, Dimakamkan di Banyusumurup, kemudian dipindahkan ke Mlangi
876/3 <3+38> 53. Bendoro Raden Ayu Samparwadi /Bendoro Raden Ayu Kasan Al-Munadi [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 1775
الزواج: <80> Kasan (Hasan) AL Munadi [Ba'abud] م 1764 و 1830
الوفاة: 1797
Perkwinan : Tahun 1789
447/3 <3+39> 11. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkudiningrat ? (Kanjeng Gusti Pangeran Adipati I) [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 1778
الزواج: <81> Raden Ayu Mangkudiningrat ? (Raden Ayu Kustinah) [Kusumowijoyo]
الوفاة: 13 مارس 1824?, Ambon
Edited by : RE. Suhendar Indonesia http://www.royalark.net/Indonesia/yogya5.htm

Bandara Pangeran Arya Mangkudiningrat/Kanjeng Gusti Pangeran Adipati I b. 1778 (s/o Ratu Mas). Exiled to Penang 1812-1815, Batavis 1815-1817 and Ambon 1817-1824. Became an ascetic and assumed the name of Panji Angon Asmara. m. (first) Radin Ayu Jaya Kusuma, daughter of Pangeran Serang, by his wife, Radin Ayu Serang. m. (second) a selir or junior wife. He d. at Ambon, 13th March 1824 (bur. Imagiri), having had issue:

  1. Colonel Radin Temenggong Mangku Vijaya/Pangeran Adipati Mangku di-ning Rat II, Prince of Kalibawang (s/o the second wife). Granted the principality of Kalibawang in fief 28th April 1831. Exiled to Ambon in December 1831. m. (div. 1817) Bandara Radin Ayu Mangku Vijaya (m. second, Colonel Gusti Pangeran Adipati Prabhu ning Rat), daughter of H.H. Sampeyan Dalam ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Amangku Buwana III Senapati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid ud-din Panatagama Khalifatu'llah ingkang Yumeneng Kaping, Sultan of Yogyakarta, by his wife, Ratu Kinchana/Ratu Ibu, daughter of Radin Temenggong Pangeran Sasra di-ning Rat I, Bupati of Jipang-Rajegwesi.
  2. Pangeran Arya Chakra ning Rat. b. 1801 (s/o a junior wife).
  3. Radem Mangku Wilaya/Radin Marta Atmaya/Pangeran Arya Suriya Mataram (cre. 1825). b. 1802 (s/o a junior wife).
  4. Radin Sasra Atmaya/Pangeran Arya Paku ning Rat. b. 1803 (s/o a junior wife). Cdr. of Ferryboats during the Java War 1825-1830.
  5. Colonel Radin Mas Papaki/Radin Temenggong Mangkundirja (cre. 1814)/Pangeran Adipati Natapraya (cre. 1825), Prince of Kalibawang. b. 1804 (s/o Radin Ayu Jaya Kusuma). Succeeded his brother as prince of Kalibawang 1831. He d. at Kalibawang, November 1853.
  6. Pangeran Arya Papak. b. 1804 (s/o a junior wife).
  7. Pangeran Arya Paku ning Prang. b. 1805 (s/o a junior wife).
  8. Major Radin Jaya di-ning Rat/Pangeran Arya Jaya di-ning Rat. b. 1806 (s/o a junior wife).
  9. Radin Arya Jayang Kusuma. He had issue:
    1. Radin Adipati Dhanu Praya.
  10. Pangeran Arya Malaya Kusuma. b. 1808 (s/o a junior wife).
  11. Gusti Kanjeng. m. Lieutenant-Colonel Pangeran Arya Nata ning Prang, third son of Colonel Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Raja Raja Paku Alam II, by his principal consort, Bandara Radin Ajeng Ratna Supira/Gusti Kanjeng Ratu Anum/Gusti Kanjeng Ratu Anum, twenty-fourth daughter of H.H. Sampeyan Dalam ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwana II Senapati ing Alaga Ngah 'Abdu'l Rahman Saiyid ud-din Panatagama Khalifatu'llah ingkang Yumeneng Kaping, Sultan of Yogyakarta. She had issue - see Indonesia (Pakualaman).
  12. Radin Ajeng Sukina (d/o Jaya Kusuma).
  13. Radin Ayu Wirya di-Pura.
  14. Radin Ayu Padma di-Pura.
  • Atas permintaan Keluarga Diputus
1. KG.P.Ap Mangkudiningrat 
2. Putranya : 850052

BABAD MANGKUDININGRATAN

Teks diawali dengan cerita tentang Pangeran Mangkudiningrat yang mendampingi Hamengku Buwana II, ayahnya yang diasingkan ke Pulau Pinang. Pangeran Mangkudiningrat selalu memohon kepada Tuhan agar ibu,istri, dan anak-anaknya dalam keadaan selamat. Di bagian akhir diceritakan keberhasilan Pangeran Mangkudiningrat (= Panji Asmara) sebagai orang yang dipercaya penduduk Ambon karena kemanjurannya dalam mengobati orang-orang sakit. Bagian akhir teks terputus karena kertas sobek/ lembaran-lembarannya hilang. Di beberapa halaman (h. 142—145, 161—163) terdapat

banyak tulisan yang dicoret sehingga tidak dapat dibaca
348/3 <2> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam II [Pa.1.1] / Pangeran Suryaningrat (Raden Tumenggung Notodiningrat) [Paku Alam I]
الميلاد: 25 يونيو 1786, Yogyakarta
الزواج:
الزواج: <82> Muktionowati [Ga.Pa.2.1] [?]
الزواج: <83> Resminingdiah [Ga.Pa.2.3] [?]
الزواج: <84> Widowati [Ga.Pa.2.4] [?]
الزواج: <85> Sariningdiah [Ga.Pa.2.2] (Gondhowiryo) [Ga.Pa.2.2]
الزواج: <71!> 37. Gusti Kanjeng Ratu Ayu Krama [Gp.Pa.2.1] [Hamengku Buwono II]
اللقب المميّز: 1814, Yogyakarta, Pangeran Suryaningrat
اللقب المميّز: 31 ديسمبر 1829, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Suryaningrat
اللقب المميّز: 4 يناير 1830 - 23 يوليو 1858, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Paku Alam II
الوفاة: 23 يوليو 1858, Yogyakarta
RT Notodiningrat dilahirkan 25 Juni 1786 (versi lain 1785) di Yogyakarta. Ia adalah putera pertama BPH Notokusumo (Paku Alam I). Kiprah RT Notodiningrat dalam kancah politik telah dilakukan ketika masih muda. Ketika terjadi intrik di istana ia sempat diangkat menjadi sekretaris istana oleh pamannya, Sultan Sepuh. Notoningprang juga turut dibuang bersama ayahnya ke Semarang dan Batavia. Selama pemerintahan Paku Alam I ia sudah mendampingi ayahnya memerintah.

Pada 1814 ia dilantik menjadi Pangeran Suryaningrat. Setelah ayah mangkat, maka pada 31 Desember 1829 sang pangeran ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Suryaningrat. Melalui perjanjian politik 1831-1832-1833 dengan Pemerintah Hindia Belanda, KGP Adipati Suryaningrat dikukuhkan menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Paku Alam II. Dalam masa pemerintahannya ditandai dengan apresiasi yang tinggi terhadap kesenian dan kesusastraan disamping meletakkan dasar pemerintahan Kadipaten Pakualaman. Kebudayaan menemukan wujud yang baru dalam kadipaten walaupun tidak meninggalkan pokoknya.

Perlu dicatat bahwa Paku Alam II dari garwa padmi (permaisuri) mendapat empat orang putra. Sementara keseluruhan putra-putrinya berjumlah 16 orang. Pada waktu ia naik tahta putra sulungnya yang bernama GPH Suryoputro telah wafat. Putra kedua yaitu GPH Suryaningrat terganggu ingatannya karena terlalu mendalami soal mistik. Putra yang ketiga GPH Nataningprang mendampinginya dalam memegang tampuk pemerintahan dan merupakan tulang punggungnya. Namun putra ketiga ini mendahului meninggal dunia pada 1857. Dengan demikian putra terakhirnya, GPH Sasraningrat, yang menggantikan membantu tampuk pemerintahan sekaligus pewaris tahta berikutnya. Akhirnya KGPA Paku Alam II mangkat pada 23 Juli 1858 setelah bertahta sekitar 30 tahun dan dimakamkan di Kota Gede Yogyakarta.
789/3 <3+38> 44. Bendoro Pangeran Haryo Hadiwijoyo / Bendoro Pangeran Haryo Abdul Arifin Hadiwijaya (Bendoro Raden Mas Nuryani) [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1794
الزواج: <125!> 2. Bendoro Raden Ayu Nuryani / Bendoro Raden Ayu Abdu'l Arifin Hadiwijoyo [Hamengku Buwono]
الوفاة: 30 يوليو 1826, Nglengkong-Sleman, Termasuk dalam Daftar Panglima Perang Pangeran Diponegoro, (wafat pada 30 Juli 1826, dalam sebuah penyergapan Belanda didaerah Nglengkong-Sleman, Royal.Ark)
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
11410/3 <10+41> Kanjeng Raden Adipati Haryo Ronggo Prawirodirdja III ? (Adipati Maospati Madiun ke III) [Mataram]
الزواج: <54!> 22. Gusti Bendoro Raden Ayu Maduretno ? (Gusti Kanjeng Ratu Prawirodirdja III) [Hamengku Buwono]
اللقب المميّز: 1799 - 17 ديسمبر 1810, Bupati Madiun Ke 16 di : Maospati
الوفاة: 17 ديسمبر 1810, Banyu Sumurup-Imogiri dipindahkan ke Giripurno-Gn Bancak-Magetan pada 1957
8911/3 <3+34> 55. Bendoro Raden Ayu Prawirokusumo [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1800, Keraton Yogyakarta
الزواج: <121!> 1. Raden Panji Prawirokusumo [Hamengku Buwono]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
12112/3 <18+?> 1. Raden Panji Prawirokusumo [Hamengku Buwono]
الزواج: <89!> 55. Bendoro Raden Ayu Prawirokusumo [Hamengku Buwono] م 1800
عدّ الزواج: 29 يونيو 1813, Yogyakarta
11713/3 <2> Kanjeng Pangeran Adipati Danurejo III / Pangeran Natadiningrat (Barep Hadiwanaryo / Raden Joyosentiko, Pangeran Joko Hadiyosodiningrat) [Danurejo I]
العمل: Mojokerto, Bupati Japan
الزواج: <108!> 74. Gusti Kanjeng Ratu Sasi [Hamengku Buwono II]
العمل: 2 ديسمبر 1813 - 22 فبراير 1847, Yogyakarta, Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta bergelar Kanjeng Raden Adipati Danurejo III
الوفاة: 1849, Mojokerto
11814/3 <6> Raden Mas Wangsakusumo / Raden Panji Wangsakusumo [Hamengku Buwono]
الوفاة: 30 يوليو 1826, Nglengkong-Sleman
4315/3 <3+?> 9. Bendoro Pangeran Haryo Kertosono / [Hb.2.9] (Bendoro Pangeran Haryo Murdaningrat) [Hamengku Buwono]
الوفاة: سبتمبر 1826
WWW.ROYALARK.NET

Bandara Pangeran Arya Martasana/Bandara Pangeran Arya MurdaningRat (cre. 17th November 1825). b. 1774 (s/o Sepu). Exiled to Penang 1812-1815, Batavis 1815-1817 and Ambon 1817-1824. Wakil Dalem to HBV from 17th November 1825. m. at Ambon, before 1824, a daughter of an exiled Surakarta prince. He was k. in an ambush at Nglengkong, near Sleman, 30th July 1826, having had issue: •a) Radin Mas Adipati Arya Jaya di-ning Rat. Served with Dipa Negara 1825-1829, Bupati of Kuta Arya 1830-1863. Copyright© Christopher Buyers

•b) Radin Temenggong Rana di-ning Rat. Mbr. Regency Cncl. 1814-1815. m. Bandara Radin Ayu Rana di-ning Rat, fourteenth daughter of H.H. Sampeyan Dalam ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Amangku Buwana I Senapati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid ud-din Panatagama Khalifatu'llah ingkang Yumeneng Kaping [Sunan Kabanaran or Sultan Suwarji], Sultan of Yogyakarta, by his junior wife Bandara Mas Ayu Chitra Kusuma.
6416/3 <3+32> Bendoro Pangeran Haryo Joyokusumo [Hb.2.30] ? (Bendoro Pangeran Hangabehi) [Hamengku Buwono II]
الوفاة: 30 سبتمبر 1829, Yogyakarta, Imogiri
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
3517/3 <3+31> 6. Bendoro Pangeran Haryo Dipawiyana [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study

BPH Dipawiyana adalah anak dari Seri Sultan Hamengku Buwono. Sejarah Hamengku Buwono II: Sri Sultan Hamengkubuwana II (lahir 7 Maret 1750 – meninggal 3 Januari 1828 pada umur 77 tahun) adalah raja Kesultanan Yogyakarta yang memerintah selama tiga periode, yaitu 1792 - 1810, 1811 - 1812, dan 1826 - 1828.[1] Pada pemerintahan yang kedua dan ketiga ia dikenal dengan julukan Sultan Sepuh.

Riwayat Masa Muda

Nama aslinya adalah Raden Mas Sundoro, putra Hamengkubuwana I, Ia dilahirkan tanggal 7 Maret 1750 saat ayahnya masih menjadi Pangeran Mangkubumi dan melakukan pemberontakan terhadap Surakarta dan VOC. Ketika kedaulatan Hamengkubuwana I mendapat pengakuan dalam perjanjian Giyanti 1755, Mas Sundoro juga ikut diakui sebagai Adipati Anom.

Pada tahun 1774 (atau tahun Jawa 1700) terjadi kegelisahan di kalangan Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta akibat mitos akhir abad, bahwa akan ada sebuah kerajaan yang runtuh. Dalam kesempatan itu, Mas Sundoro menulis kitab Serat Suryaraja yang berisi ramalan bahwa mitos akhir abad akan gugur karena Surakarta dan Yogyakarta akan bersatu di bawah pemerintahannya. Naskah tersebut sampai saat ini dikeramatkan sebagai salah satu pusaka Keraton Yogyakarta.

Pemerintahan Periode Pertama

Mas Sundoro naik takhta Yogyakarta sebagai Hamengkubuwana II pada bulan Maret 1792. Ia merupakan raja yang penuh dengan cita-cita. Para pejabat senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya segera dipensiunkan dan diganti pejabat baru. Misalnya, Patih Danureja I diganti dengan cucunya, yang bergelar Danureja II. Keputusan ini kelak justru merugikannya, karena Danureja II setia kepada Belanda, berbeda dengan rajanya.

Hamengkubuwana II sendiri bersikap anti terhadap Belanda. Ia bahkan mengetahui kalau VOC sedang dalam keadaan bangkrut dan bobrok. Organisasi ini akhirnya dibubarkan oleh pemerintah negeri Belanda akhir tahun 1799.

Sejak tahun 1808 yang menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda (pengganti gubernur jenderal VOC adalah Herman Daendels yang anti feodalisme. Ia menerapkan aturan baru tentang sikap yang seharusnya dilakukan raja-raja Jawa terhadap minister (istilah baru untuk residen). Hamengkubuwana II menolak mentah-mentah peraturan ini karena dianggap merendahkan derajatnya, sedangkan Pakubuwana IV menerima dengan taktik tersembunyi, yaitu harapan bahwa Belanda akan membantu Surakarta menaklukkan Yogyakarta.

Hamengkubuwana II juga bersitegang dengan Patih Danureja II yang dekat dengan Belanda. Ia memecat Danureja II dan menggantinya dengan Pangeran Natadiningrat putra Pangeran Natakusuma (saudara Hamengkubuwana II). Kemudian Hamengkubuwana II juga merestui pemberontakan besanya, yaitu Raden Rangga Prawiradirjo I bupati Madiun yang menentang penjajahan Belanda. Putera KPR Prawirodirjo I, Raden Ronggo Prawirosentiko Bupati Toenggoel menikah dengan puteri Hamengku Buwono II dari isteri ampeyannya BMA Yati.Raden Rangga Prawirodirjo I adalah juga paman Hamengku Buwono II. Ibu Hamengku Buwono II Kanjeng Ratu Tegalraya adalah adik KPR Prawirodirjo bapak mereka adalah Kyai Ageng Derpayuda.(Genealogy Keraton Yogya).

Belanda berhasil menumpas Raden Rangga dan melimpahkan beban tanggung jawab, misalnya biaya perang, kepada Hamengkubuwana II. Hal ini menyebabkan keributan antara kedua pihak. Pada bulan Desember 1810 Herman Daendels menyerbu Yogyakarta, menurunkan Hamengkubuwana II, dan menggantinya dengan Hamengkubuwana III, menangkap Natakusuma dan Natadiningrat, serta mengembalikan kedudukan Patih Danureja II. [sunting] Pemerintahan Periode Kedua

Pada tahun 1811 pemerintahan Belanda atas Jawa dan Nusantara direbut oleh Inggris. Hal ini dimanfaatkan Hamengkubuwana II untuk kembali menjadi raja, dan menurunkan Hamengkubuwana III sebagai putra mahkota kembali.

Sikap Hamengkubuwana II terhadap Inggris sama buruknya dengan terhadap Belanda. Bahkan, ia berani bertengkar dengan Thomas Raffles sewaktu letnan gubernur Inggris tersebut mengunjungi Yogyakarta bulan Desember 1811.

Pakubuwana IV di Surakarta pura-pura mendukung Hamengkubuwana II agar berani memerangi Inggris. Surat-menyurat antara kedua raja ini terbongkar oleh Inggris. Maka, pada bulan Juni 1812 pasukan Inggris yang dibantu Mangkunegaran menyerbu Yogyakarta. Hamengkubuwana II dibuang ke pulau Penang, sedangkan Pakubuwana IV dirampas sebagian wilayahnya.

Hamengkubuwana III kembali diangkat sebagai raja Yogyakarta. Pangeran Natakusuma yang mendukung Inggris, oleh Thomas Raffles diangkat sebagai Pakualam I dan mendapat wilayah berdaulat bernama Pakualaman. [sunting] Pemerintahan Periode Ketiga

Pada tahun 1825 terjadi pemberontakan Pangeran Diponegoro (putra Hamengkubuwana III) terhadap Belanda (yang kembali berkuasa sejak tahun 1816). Saat itu raja yang bertakhta di Yogyakarta adalah Hamengkubuwana V.

Pemberontakan Pangeran Diponegoro sangat mendapat dukungan dari rakyat. Pemerintah Hindia Belanda mencoba mengambil simpati rakyat dengan mendatangkan Hamengkubuwana II yang dulu dibuang Inggris. Hamengkubuwana II kembali bertakhta tahun 1826, sedangkan Hamengkubuwana V diturunkan oleh Belanda. Namun usaha ini tidak membuahkan hasil. Rakyat tetap saja menganggap Pangeran Diponegoro sebagai raja mereka.

Hamengkubuwana II yang sudah tua (dan dipanggil sebagai Sultan Sepuh) akhirnya meninggal dunia pada tanggal 3 Januari 1828. Pemerintahan kembali dipegang oleh cicitnya, yaitu Hamengkubuwana V.
3718/3 <3+?> 1. Bendoro Raden Ayu Gusti Wiryonegoro [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
3819/3 <3+?> 2. Bendoro Raden Ayu Sindurejo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
4020/3 <3+31> 4. Bendoro Raden Ayu Jayaningrat [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
4121/3 <3+?> 7. Bendoro Raden Ayu Wiryowinoto [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
4222/3 <3+30> 8. Gusti Kanjeng Ratu Bendara [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
4523/3 <3+?> 12. Bendoro Raden Ayu Jayengrono [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
4624/3 <3+31> 13. Bendoro Pangeran Haryo Wiromenggolo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
4725/3 <3+30> 14. Gusti Kanjeng Ratu Hangger Krama [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
4826/3 <3+?> 15. Bendoro Raden Ayu Kartodipuro [Hamengku Buwono II]
4927/3 <3+?> 16. Bendoro Pangeran Haryo Singasari [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5028/3 <3+?> 17. Bendoro Raden Ayu Yudoprawiro [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5129/3 <3+30> 18. Gusti Pangeran Haryo Mangkubumi / Gusti Kanjeng Panembahan Mangkurat [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5230/3 <3+?> 19. Bendoro Raden Ayu Ronggo Prawirosantiko [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5331/3 <3+31> 20. Bendoro Raden Ayu Prawirodiningrat I [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5432/3 <3+30> 22. Gusti Bendoro Raden Ayu Maduretno ? (Gusti Kanjeng Ratu Prawirodirdja III) [Hamengku Buwono]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5533/3 <3+?> 21. Gusti Raden Ayu Prawirodiningrat II [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5634/3 <3+29> 23. Bendoro Raden Ayu Sosrowijoyo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5735/3 <3+?> 24. Bendoro Raden Ayu Bahusentono [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5836/3 <3+?> 25. Bendoro Raden Ayu Prawiroyudo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
5937/3 <3+34> 10. Bendoro Pangeran Haryo Pamot [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
6038/3 <3+27> 26. Bendoro Pangeran Haryo Hadiwinoto [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
6139/3 <3+29> 27. Bendoro Pangeran Haryo Silarong [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
6240/3 <3+27> 28. Bendoro Pangeran Haryo Sutowijoyo / Bendoro Pangeran Haryo Hadiwinoto [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
6341/3 <3+29> 29. Bendoro Raden Ayu Murtodiningrat I [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
6542/3 <3+35> 31. Bendoro Raden Ayu Ngabdani Ing Bayat [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
6643/3 <3+35> 32. Bendoro Raden Ayu Nitinegoro [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
6744/3 <3+?> 33. Bendoro Raden Ayu Cokrodiwiryo / Bendoro Raden Ayu Condrodiwiryo (Bendoro Raden Ayu Kromodiwiryo) [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
6845/3 <3+29> 34. Bendoro Pangeran Haryo Senokusumo / Bendoro Pangeran Haryo Notopuro [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
6946/3 <3+27> 35. Bendoro Raden Ayu Sosronegoro I [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
7047/3 <3+?> Bendoro Raden Ayu Sindunegoro [Hb.2.36] [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
7148/3 <3+?> 37. Gusti Kanjeng Ratu Ayu Krama [Gp.Pa.2.1] [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
7249/3 <3+?> 38. Gusti Raden Mas Sudaryo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
7350/3 <3+?> 39. Bendoro Raden Ayu Prawiriwinoto / Bendoro Raden Ayu Yudodipuro (Bendoro Raden Ayu Kartodiwiryo) [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
7451/3 <3+?> 40. Bendoro Raden Ayu Prawirodiningrat II / Bendoro Raden Ayu Yudipuro [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
7552/3 <3+27> 41. Bendoro Raden Ayu Sosronegoro II [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
7653/3 <3+?> 42. Bendoro Pangeran Haryo Dipowijoyo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
7754/3 <3+37> 43. Bendoro Raden Ayu Mangkuyudo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
7955/3 <3+32> 45. Bendoro Ayu Tomoprawiro [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
8056/3 <3+27> 46. Bendoro Raden Ayu Notoyudo Bendoro Raden Ayu Notowijoyo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
8157/3 <3+27> 47. Bendoro Pangeran Haryo Notoboyo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
8258/3 <3+?> 48. Bendoro Raden Ayu Yudowijayo / Bendoro Raden Ayu Notoyudo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
8359/3 <3+?> 49. Bendoro Pangeran Haryo Teposono / Bendoro Pangeran Haryo Juminah [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
8460/3 <3+?> 50. Bendoro Pangeran Haryo Singosekar / Bendoro Pangeran Haryo Riyokusumo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
8561/3 <3+?> 51. Gusti Kanjeng Ratu Anom [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
8662/3 <3+?> 52. Gusti Raden Ayu Sumadi [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
8863/3 <3+?> 54. Bendoro Raden Ayu Secadirja / Bendoro Raden Ayu Wirjawilaga (Bendoro Raden Ayu Jayadilaga) [Hamengku Buwono II]
9064/3 <3+27> 56. Bendoro Pangeran Haryo Notodipuro / Bendoro Pangeran Haryo Purbowinoto [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
9165/3 <3+?> 57. Gusti Kanjeng Ratu Timur [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
9266/3 <3+?> 58. Gusti Raden Ajeng Sudarminah [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
9367/3 <3+38> 59. Bendoro Raden Ayu Notorejo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
9468/3 <3+?> 60. Bendoro Pangeran Haryo Purwokusumo / Gusti Pangeran Haryo Sosroatmojo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
9569/3 <3+?> 61. Bendoro Raden Ayu Jayengsantro / Bendoro Raden Ayu Sosrohatmojo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
9670/3 <3+?> 62. Bendoro Raden Ayu Reksokusumo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study Menikah dengan Bupati Imogiri(?)
9771/3 <3+?> 63. Bendoro Raden Ayu Prawiroloyo / Bendoro Raden Ayu Mangunprawoto [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
9872/3 <3+?> 64. Bendoro Raden Ayu Sosrodipuro I [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
9973/3 <3+?> 65. Bendoro Pangeran Haryo Martosono / Bendoro Pangeran Haryo Puger [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10074/3 <3+?> 66. Bendoro Raden Ayu Sosrodipuro II [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10175/3 <3+?> 67. Bendoro Raden Ayu Puspadiningrat / Bendoro Raden Ayu Mulyodiwiryo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10276/3 <3+?> 68. Bendoro Raden Ayu Projodiningrat [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10377/3 <3+?> 69. Bendoro Raden Ayu Notonegoro / Bendoro Raden Ayu Martodiningrat II [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10478/3 <3+?+28> 70. Bendoro Raden Ayu Jojodirjo / Bendoro Raden Ayu Pringgodirjo [Hamengku Buwono]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10579/3 <3+?> 71. Bendoro Pangeran Haryo Mangjudipuro / Bendoro Pangeran Haryo Purwodipuro (Bendoro Pangeran Haryo Joyokusumo II) [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10680/3 <3+?> 72. Bendoro Pangeran Haryo Wijil / Bendoro Pangeran Haryo Hadiwijoyo II [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10781/3 <3+?> 73. Bendoro Raden Ayu Notonegoro / Bendoro Raden Ayu Sawunggaling [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10882/3 <3+?> 74. Gusti Kanjeng Ratu Sasi [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
10983/3 <3+33> 75/76. Bendoro Pangeran Haryo Tejokusumo [Hb.2.76] (Bendoro Pangeran Haryo Hadinegoro) [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
11084/3 <3+?> 76. Bendoro Raden Ayu Martokusumo / Bendoro Raden Ayu Poncodiryo (Bendoro Raden Ayu Padmowinoto) [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
11185/3 <3+36> 77. Bendoro Pangeran Haryo Timur / Bendoro Pangeran Haryo Pujokusumo [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
11286/3 <3+36> Bendoro Raden Ayu Martonegoro [Hb.2.79] (Gusti Kanjeng Ratu Hangger) [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
11387/3 <3+36> 79. Bendoro Pangeran Haryo Timur [Hamengku Buwono II]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
11588/3 <25+?> 7. Raden Ayu Retnaningrum [Dipawiyana II]
== 7. Raden Ayu RETNANINGRUM ==

Tahun 1828 setelah Raden Ayu Maduretno meninggal, Pangeran Diponegoro menikahi R.A. Retnaningrum, putri Pangeran Penengah atau Dipawiyana II dan mempunyai tiga puteri yaitu Raden Ayu Mangkukusumo, Raden Ayu Padmodipuro dan Raden Ayu Poncokusumo. Pernikahan ini adalah permintaan R.A Maduretno ketika beliau dalam keadaan sakit keras dan akhirnya meninggal.

Raden Ayu Retnaningrum sempat ikut Pangeran Diponegoro dalam perjalanan dari Magelang, Ungaran dan sampai ke Semarang. Namun karena sakit atas kehendak Pangeran Diponegoro, dia diminta kembali ke Yogyakarta pada tgl. 5 April 1830.
11989/3 <8+42> Kanjeng Raden Tumenggung Martonegoro [Hamengku Buwono I] 12090/3 <15> Bendoro Raden Ayu Hadiningdiah [Ga.Hb.3.22] / Bendoro Raden Ajeng Ratnadimurti [Hamengku Buwono I] 12291/3 <32+?> Raden Mas Sutawijaya [Cakraatmaja]
Dari ayah, R. Sutawijaya adalah cucu dari KRAD Cokro Wedono Bupati Banyumas II yang menurunkan Raden Mas Cokro Atmojo dan kawin dengan RA Bojati.

Dari Ibu R. Sutawijaya cucu Paku Buwono yang menurunkan KGPA Mangkubumi dan menurunkan Raden Ajeng Bojati selanjutnya menurunkan Sutawijaya.

Raden Sutawijaya dapat istri anak Bupati Pasuruan yang dari kecil ikut kakeknya Panembahan Heru Cokro di Pancamanis Nusakambangan yang termasuk Guru Utama Raden Sutawijaya.

Setelah menikah Raden Sutawijaya diberi kekuasaan wilayah Kadipaten Merden yang lama kosong tidak ada pemerintahan kecuali setingkat kelurahan.

Raden Sutawijaya mulai membangun Merden dengan perencanaan yang cukup matang dari Tata Kota, ekonomi dan pemerintahan.

Dijantung Pemerintahan jalan dibuat 4 (empat) persimpangan, (Ke selatan menuju Gombong, Ke utara menuju Banjarnegara, ke Barat menuju Banyumas, Wirasaba, ke Timur menuju Kademangan Tampomas).

Di bidang industri Raden Sutawijaya mengundang ahli pande besi untuk membuka usaha di Merden. Pasar pun dibangun sebagai pusat perdagangan untuk wilayah kademangan Merden dan sekitarnya yang terkenal dengan Pasar Setu.

Dan juga mengundang para ahli Bathik dari Banyumas yang sengaja didatangkan oleh ayahandanya RM. Cokro Atmojo dari Banyumas, serta ahli pembuat alat dapur yang dibuat dari tanah liat (kundi) dan kerajinan dari bambu. Sisa-sisa kegiatan tersebut sampai sekarang masih ada.

Wilayah kademangan Merden adalah bekas kadipaten, saat itu sebelah barat Purworejo Klampok, sebelah utara dibatasi Sungai Serayu, sebelah selatan dibatasi Pegunungan Kendeng yang memisahkan Banjarnegara dan Kebumen, sebelah timur sampai Gunung
12392/3 <12> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Hb.1.?] / Gusti Kanjeng Ratu Hageng [Gp.Hb.3.1] [Hamengku Buwono I]
12493/3 <20> Raden Ayu Prabuningrat [Hamengku Buwono]
12594/3 <18+?> 2. Bendoro Raden Ayu Nuryani / Bendoro Raden Ayu Abdu'l Arifin Hadiwijoyo [Hamengku Buwono]
12695/3 <9> Raden Tumenggung Mertakusuma [?]
12796/3 <5> Raden Mas Ali Kusumo [Hamengku Buwono]
12997/3 <10+41> Raden Ayu Mangundiwiryo [Ronggo Prawirodirjo II]
13098/3 <28+52> Raden Nganten Adipati Ngrebug [Purwodipuro]
13199/3 <18> Raden Ayu Sastrowijoyo [Sastrowijoyo]
132100/3 <8> Raden Ayu Dipowijoyo [Dipowijoyo] 134101/3 <7+48> 2. Tumenggung Wiryawinata [Kyai Ageng Ngerang I]
135102/3 <7+48> 3. Tumenggung Jayaningrat [Kyai Ageng Ngerang I]
136103/3 <7+48> 4. Raden Ayu Rangga Madiun [Kyai Ageng Ngerang I]
137104/3 <7+48> 5. Tumenggung Wiryadiningrat [Kyai Ageng Ngerang I]

4

1541/4 <36+59> Bendoro Raden Ayu Mangkuwijoyo [Hamengku Buwono III]
Hilal Achmar Official Link
1912/4 <122> 1. RM. Dayun Sentradrana/Ky Abdurrahim [Cakraatmaja]
الميلاد: di Banjarnegara
1923/4 <122> 2. RM. Mentradana [Cakraatmaja]
الميلاد: di Merden
1934/4 <122> 3. RM. Jiwa Yudha [Cakraatmaja]
الميلاد: di Merden
Menjadi Adipati Merden meneruskan pemerintahan di merden setelah berhasil mengalahkan Ki Ageng Suta yang merebut kekuasaan dari Raden Mas Sutawijaya.
1945/4 <122> 4. RAy. Nyai Jiwa Menggala [Cakraatmaja]
الميلاد: di Gumelem
1956/4 <122> 5. Nyai RAy. Angga Menggala [Cakraatmaja]
الميلاد: di Gumelem
1967/4 <122+?> 6. RM. Wira Seca [Cakraatmaja]
الميلاد: di Batur
1978/4 <116> Kanjeng Raden Tumenggung Yudonegoro I [Danurejo II]
الميلاد: menikah dgn Raden Ayu Bendara Kaleting Kuning (putri Kanjeng Ratu Kencana)
الزواج: <90> Bendoro Raden Ayu Padmi [?]
2369/4 <39+54> Raden Ayu Tumenggung Alap-alap [Pringgodiningrat]
الزواج: <91> Kanjeng Raden Tumenggung Alap-alap [Alap-alap]
الدفن: Majan, Tulungagung
24910/4 <133> Raden Mas Rangga Jayasentika [Hamengku Buwono]
الميلاد: Yogyakarta
25011/4 <128+?> 1. Tumenggung Sumonegoro [Kyai Ageng Ngerang I]
اللقب المميّز: Wedana Distrik Maosan Dalem Pengasih
الدفن: Jejeran, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta
13812/4 <36+57> Pangeran Diponegoro [Hb.3.1] / Bendoro Raden Mas Mustahar [Hamengku Buwono III]
الميلاد: 11 نوفمبر 1785, Yogyakarta
الزواج: <92> 3. Raden Ayu Retnodewati [Kyai di Wilayah Selatan Jogjakarta]
الزواج:
الزواج: <93> 5. Raden Ayu Retnaningsih [Raden Tumenggung Sumoprawiro, Bupati Jipang Kepadhangan] م 1810 و 1885
الزواج: <115!> 7. Raden Ayu Retnaningrum [Dipawiyana II]
الزواج:
الزواج:
الزواج:
الزواج: <94> 1. Raden Ayu Retno Madubrongto [Kyai Gedhe Dadapan - Tempel Sleman]
اللقب المميّز: 3 سبتمبر 1805, Yogyakarta, Bendoron Raden Mas Ontowiryo (Carey,Peter, Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro, 2014, pp.17)
الزواج: <95> 2. Raden Ayu Retnakusuma / Raden Ayu Supadmi [Raden Tumenggung Natawijaya Iii, Bupati Panolan, Jipang] , Yogyakarta
الزواج: <146!> 3. Raden Ayu Maduretno / Raden Ayu Diponegoro (Bendoro Raden Ayu Ontowiryo) [Hamengku Buwono] م ~ 1798 و 28 فبراير 1827, Keraton Yogyakarta
الزواج: <96> 6. Raden Ayu Retnakumala [Kyahi Guru Kasongan]
اللقب المميّز: 15 أغسطس 1825, Selarong, Yogyakarta, Sultan Eru Cakra, Sultan Ngah 'Abdu'l Hamid Eru Chakra Kabir ul-Mukminin Saiyid ud-din Panatagama Jawa Khalifat Rasu'llah
الزواج: <96!> 6. Raden Ayu Retnakumala [Kyahi Guru Kasongan] , Kasongan
الوفاة: 8 يناير 1855, Makasar
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang



( KELUARGA KERATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT )


فهرست

Sejarah Perjuangan Pangeran Diponegoro

Patung Pangeran Diponegoro Sumber : [1]
Patung Pangeran Diponegoro Sumber : [1]

Latar Belakang

Sebagai putra sulung Sultan Hamengkubuwono (HB) III, raja kasultanan Jogyakarta Hadiningrat, Pangeran Diponegoro memiliki hubungan kekerabatan formal dengan kraton. Meskipun dia dibesarkan di luar tembok kraton, namun sebagai seorang pangeran dia tetap mendapat didikan ksatria Jawa, mengikuti tradisi kejawen, dan menghayati berbagai ritual kraton, tata cara, perilaku dan tutur bahasa yang sangat hierarkhis. Selain itu dia juga mendapat pendidikan perang seperti ulah kanuragan, olah senjata, menunggang kuda, dan juga ilmu pemerintahan.




Figur Diponegoro

Diponegoro adalah putra sulung Sultan Jogya, Sultan HB III atau Sultan Raja dari seorang selir. Dengan demikian dia adalah cucu Sultan HB II (Sultan Sepuh) dan cicit Sultan HB I (Sultan Swargi). Ibunya disebut-sebut bernama R.A. Mangkarawati yang menurut Peter Carey asal-usulnya masih kabur. Dikatakan putri itu berasal dari Majasta di daerah Pajang, dekat makam keramat Tembayat (Carey, 1991:2). Dalam naskah lain Carrey mengatakan dia adalah keturunan Ki Ageng Prampelan dari Pajang (Carey, 1974:74). Sagimun MD. memberitakan bahwa dia berasal dari Pacitan, putri seorang Bupati yang konon masih berdarah Madura (Sagimun, 1986:36). R. Tanojo dalam Sadjarah Pangeran Dipanagara Darah Madura mengatakan bahwa darah Madura yang mengalir pada Diponegoro bukan berasal dari pihak ibu tetapi justeru dari pihak ayah. Menurut silsilah, nenek Diponegoro, yakni Ratu Kedaton (permaisuri HB II) adalah generasi ke enam keturunan Pangeran Cakraningrat dari Tunjung Madura (Tanojo, t.t:4). Nama asli Diponegoro adalah Raden Mas Mustahar. Dia lahir di keraton Jogyakarta pada hari Jum'at Wage, tanggal 7 Muharram Tahun Be atau 11 Nopember 1785 Masehi sebagai putera sulung Sultan HB III (Carey, 1991:1). 1) Pada tahun 1805 Sultan HB II mengganti namanya menjadi Raden Mas Ontowiryo. Adapun nama Diponegoro dan gelar pangeran baru disandangnya sejak tahun 1812 ketika ayahnya naik takhta.

Sepanjang hidupnya, tercatat ada tujuh wanita yang pernah dinikahi oleh Pangeran Diponegoro. Pernikahan pertama, terjadi tahun 1803 dengan Raden Ayu (RA) Retna Madubrongto, putri Kyahi Gedhe Dadapan, dari desa Dadapan, sub distrik Tempel, dekat perbatasan Kedu dan Jogyakarta. Kedua, tanggal 27 Pebruari 1807 dengan Raden Ajeng Supadmi (R.A. Retnakusuma), putri Raden Tumenggung Natawijaya III, Bupati Panolan, Jipang. Ketiga, tahun 1808 dengan R.A. Retnodewati. Baik Madubrongto maupun Retnodewati wafat sewaktu Diponegoro masih berada di Tegalrejo. Isteri Keempat, dinikahi pada tanggal 28 September 1814, yakni R.A. Maduretno, putri Raden Rangga Prawiradirjo III dengan Ratu Maduretno (putri HB II), jadi saudara seayah dengan Sentot Prawirodirjo, tetapi lain ibu. Ketika Diponegoro dinobatkan sebagai Sultan Abdulhamid, dia diangkat sebagai permaisuri bergelar Kanjeng Ratu Kedaton.l 18 Pebruari 1828. Keelima, bulan Januari 1828 Diponegoro menikahi R.A. Retnaningrum, putri Pangeran Penengah atau Dipawiyana II. Keenam, R.A. Retnaningsih, putri Raden Tumenggung Sumoprawiro, bupati Jipang Kepadhangan, dan ketujuh, R.A. Retnakumala, putri Kyahi Guru Kasongan (Babad, P. XIX, b. 21-26; Lihat juga Carey, 2007:767-769). 6)


Silsilah Keturunan Pangeran Diponegoro

klik Nama untuk membuka Silsilah
No. Nama Lahir Ibu Kandung
1. RM. ABDUL MADJID / DIPONEGORO ANOM 1803 RA. RETNA MADUBRONGTO
2. RM. DIPOATMAJA / DIPOKUSUMA/PANGERAN ABDUL AZIS 1805 RA. RETNA MADUBRONGTO
3. RM. SURYAATMAJA / DIPONINGRAT 1807 RA. SUPADMI / RA. RETNAKUSUMA
0. UNTUK SEMENTARA DI PUTUS ATAS NAMA "RM. SODEWO / SINGLON / PANGERAN ALIP:689908" 1810 RA. CITROWATI : 470488
4. RM. DJONET DIPOMENGGOLO 1815 RA. MADURETNO / RA. ONTOWIRYO
5. RM. ROUB/RM. RAAB 1816 RA. MADURETNO / RA. ONTOWIRYO
6. RA. IMPUN / RA. BASAH ---- RA. RETNODEWATI
7. RA. JOYOKUSUMO ---- RA. SUPADMI / RA. RETNA KUSUMA
8. RA. MUNTENG / RA. SITI FADILAH / RA. GUSTI ---- RA. RETNODEWATI
9. RA. HERJUMINTEN ---- RA. RETNAKUMALA
10. RA. HERJUMEROT ---- RA. RETNAKUMALA
11. RA. HANGRENI MANGUNJAYA ---- RA. RETNAKUMALA
12. RM. KINDAR 1832) RA. RETNANINGSIH
13. RM. SARKUMA 1834) RA. RETNANINGSIH
14. RM. MUNTAWARIDIN 1835 RA. RETNANINGSIH
15. RA. PUTRI MUNADIMA 1836 RA. RETNANINGSIH
16. RA. DULKABI 1836 RA. RETNANINGSIH
17. RM. RAJAB 1837 RA. RETNANINGSIH
18. RM. RAMAJI 1838 RA. RETNANINGSIH
19. RA. MANGKUKUSUMO ---- RA. RETNANINGRUM
20. RA. PADMODIPURO ---- RA. RETNANINGRUM
21. RA. PONCOKUSUMO ---- RA. RETNANINGRUM

Penangkapan dan Pengasingan

16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.

Lukisan karya Nicolaas Pieneman, "Penyerahan diri Pangeran Diponegero kepada Jenderal De Kock".28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.

Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock, 28 Maret 1830 akhir dari Perang Diponegoro (1825-1830). Lukisan Tahun 1835 Nicolaas_Pieneman (1809-1860), Sumber :[[2]]
Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock, 28 Maret 1830 akhir dari Perang Diponegoro (1825-1830). Lukisan Tahun 1835 Nicolaas_Pieneman (1809-1860), Sumber :[[2]]
Lukisan cat minyak Raden_Saleh tahun 1857 tentang Penangkapan Pangeran Diponegoro. Diceritakan bahwa Pangeran Diponegoro beserta pasukannya ditangkap dalam keadaan tidak bersenjata. Sumber : [[3]]
Lukisan cat minyak Raden_Saleh tahun 1857 tentang Penangkapan Pangeran Diponegoro. Diceritakan bahwa Pangeran Diponegoro beserta pasukannya ditangkap dalam keadaan tidak bersenjata. Sumber : [[3]]
3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam. Tidak kurang dari 19 orang yang terdiri dari keluarga dan stafnya ikut dalam pembuangan di Menado
3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam. Tidak kurang dari 19 orang yang terdiri dari keluarga dan stafnya ikut dalam pembuangan di Menado

11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch. 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado. 3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam. 1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan. 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar.

Benteng Rotterdam Makasar
Benteng Rotterdam Makasar
Patung P. Diponegoro Berkuda Makasar
Patung P. Diponegoro Berkuda Makasar
Makam P. Diponegoro & Anak-Cucunya
Makam P. Diponegoro & Anak-Cucunya

Lokasi makam Pangeran Diponegoro di Makassar, Sulawesi Selatan.Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro dibantu oleh puteranya bernama Bagus Singlon atau Ki Sodewo. Ki Sodewo melakukan peperangan di wilayah Kulon Progo dan Bagelen.

Bagus Singlon atau Ki Sodewo adalah Putera Pangeran Diponegoro dengan Raden Ayu Citrowati Puteri Bupati Madiun Raden Ronggo. Raden Ayu Citrowati adalah saudara satu ayah lain ibu dengan Sentot Prawiro Dirjo. Nama Raden Mas Singlon atau Bagus Singlon atau Ki Sodewo sendiri telah masuk dalam daftar silsilah yang dikeluarkan oleh Tepas Darah Dalem Keraton Yogyakarta.

Perjuangan Ki Sodewo untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam pada kematian eyangnya (Ronggo) dan ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran Mataram yang sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat ditaklukkan. Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan.

Ki Sodewo yang masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Diponegoro lalu dititipkan pada sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi dan selalu berpindah-pindah tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai penentang Belanda. Atas kehendak Pangeran Diponegoro, bayi tersebut diberi nama Singlon yang artinya penyamaran.

Keturunan Ki Sodewo saat ini banyak tinggal di bekas kantung-kantung perjuangan Ki Sodewo pada saat itu dengan bermacam macam profesi. Dengan restu para sesepuh dan dimotori oleh keturunan ke 7 Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Roni Muryanto, Keturunan Ki Sodewo membentuk sebuah paguyuban dengan nama Paguyuban Trah Sodewo.

Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 17 putra dan 5 orang putri, yang semuanya kini hidup tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jawa, Sulawesi & Maluku.

Perang Jawa-3 ; 1825 – 1830 Perjuangan Islam Melawan Penjajah

Pangeran Diponegoro waktu muda (Lukisan H.M Lange tahun 1847), Sumber : [4]
Pangeran Diponegoro waktu muda (Lukisan H.M Lange tahun 1847), Sumber : [4]
Kyai Mojo (Lukisan Raden Saleh), Sumber : [5]
Kyai Mojo (Lukisan Raden Saleh), Sumber : [5]

Langkah pertama yang ditempuh oleh Diponegoro adalah mengeluarkan seruan kepada seluruh rakyat Mataram untuk sama-sama berjuang menentang penguasa kolonial Belanda dan para tiran, yang senantiasa menindas rakyat. Seruan itu antara lain berbunyi: “Saudarasaudara di tanah dataran! Apabila saudura-¬saudara mencintai saya, datanglah dan bersama-sama saya dan paman saya ke Selarong. Siapa saja yang mencintai saya datangdah segera dan bersiap-siap untuk bertempur.” Seruan ini disebar-luaskan di seluruh tanah Mataram, khusuanya di Jawa Tengah dan mendapat sambutan hampir sebagian besar lapisan masyarakat. Dan daerah Selarong penuh sesak, dipenuhi oleh pasukan rakyat!

Seruan ini disambut baik oleh Kiai Mojo, seorang ulama besar dari daerah Mojo-Solo; yang datang bersama barisan santrinya menggabungkan diri dengan pasukan Diponegoro; ia menyerukan ‘perang sabil’ terhadap pihak penguasa kolonial Belanda. Jejak Kiai Mojo dengan santrinya, diikuti oleh para ulama dan santri-santri dari Kedu dibawah pimpinan Pangeran Abubakar; juga Muhamad Bahri, penghulu Tegalrejo. Perang sabil menentang penguasa kolonial Belanda-Kristen meledak membakar hampir seluruh tanah Mataram, bahkan sampai ke Jawa Timur dan Jawa Barat. Tampilnya Alibasah Abdul Mustafa Prawiradirja (Sentot) dan sebagian para bangsawan di kalangan penguasa kolonial Belanda dan kraton Yogyakarta. Akhimya diutuslah Pangeran Mangkubumi (paman Diponegoro) ke Tegakejo untuk memanggil Diponegoro ke kraton. Semula Diponegoro bersedia datang ke kraton, apabila ada jaminan dari Paugeran Mangkubumi bahwa ia tidak akan ditangkap. Tetapi karena Mangkubumi sendiri tidak berani menjamin dan bahkan ia sendiri tidak akan kembali lagi ke Yogyakarta, maka Diponegoro memperkuat diri dengan pasukan rakyat yang telah melakukan bai’ah (janji setia perjuangan). Melihat kegagalan Pangeran Mangkubumi ini untuk memanggil Diponegoro, Residen A.H. Smisaert mengutus kembali dua orang bupati yang dikawal dengan sepasukan militer. Sebelum utusan Belanda ini sampai, Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi yang sedang berunding menjadi terhenti, karena mendengar letusan senjata dan tembakan meriam yang ditujukan ke arah rumah Diponegoro. Serangan Belanda terhadap tempat kediaman Diponegoro, mengakibatkan Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi yang disertai kawalan pasukan rakyat mengungsi ke daerah selarong, guna selanjutnya melancarkan peperangan untuk mengusir penguasa kolonial Belanda dari daerah kekuasaan kesultanan yogyakarta, khususnya dan Jawa umumnya. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Juli 1825 dan disebut sebagai permulaan “Perang Jawa”.

Nyi Ageng Serang, selaku Penasehat Strategi Perang Jawa, Sumber : [6]
Nyi Ageng Serang, selaku Penasehat Strategi Perang Jawa, Sumber : [6]
Sentot Alibasyah Prawiradirja, komandan pasukan Pangeran Diponegoro (lukisan G. Kepper Tahun 1900), Sumber : [7]
Sentot Alibasyah Prawiradirja, komandan pasukan Pangeran Diponegoro (lukisan G. Kepper Tahun 1900), Sumber : [7]

Yogyakarta seperti antara lain Pangeran Ngabehi Jayakusuma, putera Sultan Hamengku Buwono II dan pangeran Mangkubumi melengkapi “Perang Jawa” yang dahsyat. Strategi perang gerilya yang dipergunakan oleh Diponegoro dengan taktik “serang dengan tiba-tiba pasukan musuh kemudian menghilang-bersembunyi”, merupakan strategi dan taktik yang dapat melumpuhkan pasukan kolonial Belanda; setidak-tidaknya pada awal perang Jawa.

Berita pecahnya perang Jawa sangat mengejutkan pihak Gubernur Jenderal Van der Capellen di Batavia. Karenanya pada tanggal 26 Juli 1825, ia telah memutus¬kan untuk mengirimkan pasukan dari Batavia langsung di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hendrik Marcus De Kock, pimpinan tertinggi militer Hindia Belanda. Pada tanggal 29 Juli 1825 Let. Jend. De Kock telah tiba di Semarang untuk memimpin langsung operasi militer terhadap pasukan Diponegoro. Pasukan kolonial Belanda yang dipimpin oleh Kapten Kumsius dengan kekuatan 200 prajurit, yang dikirim dari Semarang, di daerah pisangan dekat Magelang disergap oleh pasukan Diponegoro di bawah pimpinan Mulya Sentika. Hampir seluruh pasukan Belanda berhasil dimusnahkan dan seluruh perlengkapan dan persenjataannya dirampas. Kekalahan pertama, menyebabkan Belanda me¬ngirimkan pasukan yang lebih besar dari Semarang dan dipimpin oleh Kolonel Von Jett untuk langsung me¬nyerang Selarong, markas besar pasukan Diponegoro. Tetapi serangan ini gagal, karena pasukan Diponegoro telah mengosongkan Selarong. Tatkala pasukan Belanda meninggalkan Selarong, di perjalanan, di tempat-tempat yang atrategis, pasukan Belanda diserang; sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar

Ilustrasi Perang, Sumber : [8]
Ilustrasi Perang, Sumber : [8]

Ibukota Yogyakarta di kepung oleh pasukan Diponegoro, sehingga pasukan kesultanan Yogyakarta dan Belanda terjepit, bahkan Sultan Hamengku Buwono V bersembunyi di benteng Beianda untuk menyelamatkan diri. Pada tanggal 28 Juli 1825, Belanda mengirimkan pasukan komando gabungan antara pasukan Belanda dan Mangkunegara dari Surakarta untuk menembus barikade pasukan Diponegoro di Yogyakarta, guna menyelamatkan pasukan Belanda dan Sultan Hamengku Buwono V yang terkurung. Tetapi pasukan komando gabungan Belanda Mangkunegara di bawah pimpinan Raden Mas Suwangsa di Randu Gunting dekat Kalasan disergap oleh pasukan Diponegoro dibawah pimpinan Tumenggung Surareja. Sergapan ini berhasil dengan baik dan Raden Mas Suwangsa, pimpinan komando gabungan itu sendiri tertangkap dan dibawa ke Selarong, markas besar pasukan Diponegoro.

Operasi militer Belanda yang senantiasa mengalami kekalahan, maka Let. Jend. De Kock menempuh jalan diplomasi, dengan jalan mengirim surat kepada Diponegoro; surat pertama tertanggal 7 Agustus 1825 dan surat kedua tertanggal 14 Agustus 1825. Isi surat-surat itu menyatakan keinginan Belanda untuk berunding dan bersedia memenuhi tuntutan-tuntutan Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi, dengan syarat: pertempuran dihentikan. Surat Let. Jend. De Kock diperkuat oleh surat Susuhunan Surakarta, tertanggal 14 Agustus 1825. Surat-surat baik dari De Kock maupun dari Susuhunan Surakarta, semuanya dijawab oleh Diponegoro, dengan menekankan bahwa Perang Jawa ini terjadi karena kesalahan Belanda yang bertindak otoriter dan zalim, yang dibantu oleh pasukan militer Susuhunan Surakarta. Perdamaian yang diajukan oleh Belanda dan Susuhunan Surakarta ditolak; kecuali pasukan kolonial Belanda angkat kaki dari bumi Mataram. Jalan diplomasi gagal. Karena tidak ada jalan lain, De Kock sebagai panglima tertinggi pasukan Hindia Belanda, mengerahkan pasukannya dari berbagai daerah Batavia: Bone, Madura, Bali, Ambon dan lain-lain untuk dipusatkan di sekitar Yogyakarta; guna menembus barikade pasukan Diponegoro. Baru pada tanggal 25 September 1825, De Kock dengan pasukan komando gabungan yang besar sekali berhasil memasuki Yogyakarta menyelamatkan pasukan Belanda yang terkepung dan Sultan Hamengku Buwono V. Pertempuran antara pasukan Belanda dengan pasukan Diponegoro tidak hanya terjadi di sekitar Yogyakarta, tetapi juga menjalar dan terjadi di Magelang, Semarang, Pekalongan, Banyumas, Bagelen dan daerah Kedu seluruhnya. Pertempuran makin hari makin meluas, menjalar ke daerah Jawa Timur seperti Madiun, Ngawi dan Pacitan. Pertempuran yang luas itu memang melumpuhkan dan melelahkan pasukan kolonial Belanda dan para kolaborator; bahkan serangan kedua ke markas besar Selarong; tidak berhasil menangkap dan me¬lumpuhkan pasukan Diponegoro.

Penangkapan Pangeran Diponegoro di Magelang (dilukis oleh G. Kepper pada tahun 1900),  Sumber : [9]
Penangkapan Pangeran Diponegoro di Magelang (dilukis oleh G. Kepper pada tahun 1900), Sumber : [9]

Pada tahun-tahun pertama (1825 -1826) pasukan Diponegoro memperoleh banyak kemenangan. Dengan pasukan-pasukan berkuda, mereka dapat bergerak capat dan mobile dari satu daerah ke daerah lain, dari satu pertempuran ke pertempuran lain dan selalu lolos dari kepungan pasukan musuh yang jauh lebih besar jumlahnya. Tetapi sejak tahun 1827 pasukan kolonial Belanda mulai unggul, selain karena besarnya bala-bantuan yang didatangkan dari daerah-daerah, tetapi juga merubah strategi pertempuran yang selama ini ditempuh. Let. Jend. De Kock, selaku panglima tertinggi Hindia melaksanakan “sistem benteng” dalam operasi militernya. Pasukan Belanda mendirikan benteng-benteng di wilayah yang telah dikuasai kembali. Antara benteng yang satu dengan benteng yang lain dibuat jalan se¬hingga pasukan dapat bergerak dengan cepat. Dengan sistem benteng itu, pasukan Diponegoro tidak lagi dapat bergerak dengan leluasa; hubungan antar pasukan menjadi sukar. Tiap pasukan terpaku pada daerah operasinya masing-masing. Gerakan mobile dan cepat yang selama ini menjadi ciri pasukan Diponegoro menjadi lumpuh. Daerah-daerah yang dikuasai kembali oleh Belanda didirikanlah benteng-benteng seperti di Minggir, Groyak, Bantul, Brosot; Puluwatu, Kejiwan, Telagapinian, Danalaya, Pasar Gede, Kemulaka, Trayema, Jatianom, Delanggu, Pijenan. Di daerah-daerah pertempuran sebelah timur, benteng-benteng itu terdapat di Rembang, Bancar, Jatiraga, Tuban, Rajegwesi, Blantunan, Blora, Pamotan, Babat, Kopas dan lain-lain.

Di daerah-daerah pertempuran sebelah barat, benteng-benteng didirikan di Pakeongan, Kemit, Panjer, Merden dan lain lain. Sistim benteng ini memang dapat melumpuhkan pasukan Diponegoro, apalagi setelah Sultan Sepuh yang telah berusia 70 tahun diangkat kembali menjadi Sultan Yogyakarta, yang secara psikologi sangat mempengaruhi pasukan Diponegoro. Oleh karena itu, berkat usaha Van Lawick von Pabst, Residen Yogyakarta, maka pada tanggal 21 Juni 1827, Pangeran Natapraja dan Pangeran Serang Sutawijaya beserta para pengikutnya lebih kurang 850 orang menyerah kepada Belanda dan diperlakukan dengan baik. Penyerahan Pangeran Natapraja dan Pangeran Serang adalah pukulan yang besar sekali bagi perang Jawa. Sebab dengan menyerahnya kedua orang pemimpin ini, maka daerah rawan dan daerah pertempuran di sebelah timur kehilangan pimpinan. Seperti telah dimaklumi bahwa kedua orang inilah yang memimpin pasukan Diponegoro di medan pertempuran sebelah timur, mengancam Semarang dan Demak.

Walau demikian, pukulan hebat ini tidak menyebabkan pasukan Diponegoro berputus asa. Di kota Gede Yogyakarta telah terjadi pertempuran yang seru antara pasukan Diponegoro di bawah pimpinan Mas Tumenggung Reksasentana melawan pasukan kolonial Belanda. Pertempuran ini terjadi karena usaha Belanda untuk menggiring pasukan Diponegoro untuk berada di daerah antara Sungai Progo dan Sungai Begowonto. Pertempuran terus berlangsung, tetapi usaha diplomasi juga dijalankan oleh Belanda, apalagi setelah kedua Pangeran tersebut menyerah.Usaha diplomasi menunjukkan hasil yang menggembirakan, dengan diselenggarakannya perundingan antara pasukan Diponegoro di bawah pimpinan Kiai Mojo dan Pangeran Ngabehi Abdul Rahman dengan pasukan Belanda di bawah pimpinan Stavers pada tanggal 29 Agustus 1827 di Cirian-Klaten. Perundingan ini tidak membuahkan suatu hasil apapun bagi kedua belah pihak. Tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh Kiai Mojo dianggap terlalu berat oleh pihak Belanda, sebaliknya syarat-syarat yang diajukan oleh Belanda, termasuk janji-janji untuk memberikan kekuasaan yang luas kepada Diponegoro, tidak dapat diterima oleh Kiai Mojo. Perundingan yang gagal pada bulan Agustus 1827, mengakibatkan pada bulan September 1827 berkobar lagi pertempuran antara pasukan Diponegoro dengan pasukan kolonial Belanda di daerah-daerah Klaten, Puluwatu, Kemulaka dan Yogyakarta. Operasi militer Belanda yang besar ini langsung dipimpin oleh Jenderal Van Geen.

Pertempuran antara pasukan Kolonel Le Bron de Vexela dengan pasukan Pangeran Diponegoro  di Gawok (dilukis oleh G. Kepper pada tahun 1900), Sumber : [10]
Pertempuran antara pasukan Kolonel Le Bron de Vexela dengan pasukan Pangeran Diponegoro di Gawok (dilukis oleh G. Kepper pada tahun 1900), Sumber : [10]

Pada tanggal 10 Oktober 1827 diadakan kembali gencatan senjata untuk mengadakan perundingan perdamaian antara kedua belah pihak, bertempat di Gamping. Pihak Belanda di pimpin oleh Letnan Roeps, seorang opsir Belanda yang pandai berbahasa Jawa, sedangkan dipihak Diponegoro di pimpin oieh Tumeng¬gung Mangun Prawira. Tetapi perundingan inipun gagal, sebab tuntutan mengenai pelaksanaan syari’at Islam, seperti pernah diajukan pada perundingan pertama, sangat ditentang delegasi Belanda. Kegagalan perundingan kedua ini, diikuti oleh operasi militer Belanda secara besar-besaran di bawah pimpinan Kolonel Cochius dan Sollewijn menyerang daerah-daerah sebelah selatan Yogyakarta, Plered, Tegalsari, Semen dan-lain. Pada tanggal 25 Oktober 1827 pasukan Belanda di bawah Mayor Sollewijn menyerbu markas perjuangan Diponegoro di Banyumeneng, tetapi Diponegoro dengan pasukan-pasukannya berhasil menghindar. Tetapi dalam perjalanan pulang pasukan Sollewijn berhasil dijebak dan diserang oleh pasukan Diponegoro, sehingga memporak-porandakan pasukan Belanda; dan hanya dengan susah payah pasukan Sollewijn dapat menyeberangi sungai Progo, terus masuk ke kota Yogyakarta.

Pertempuran yang terjadi setelah kegagalan perundingan kedua ini, bukan hanya terjadi di sekitar Yogyakarta saja, tetapi juga terjadi dan berkecamuk di daerah-daerah Kedu, Banyumas, Bagelen, Bojonegoro, Rembang, Tuban. Hanya dengan susah payah, pasukan Belanda bisa bertahan dan menyelamatkan diri. Pertempuran yang timbul berkecamuk lagi ini, mendorong Jenderal De Kock untuk mengerahkan bala ¬bantuan, termasuk dari negeri Belanda sendiri. Dan memusatkan markas besarnya di kota Magelang pada tanggal 13 Maret 1828; dengan menempatkan markas besarnya di Magelang, maka pasukan Belanda dapat beroperasi lebih mobile, karena tempat itu sangat strategis untuk menjangkau daerah-daerah Semarang di utara, Surakarta di timur, Yogyakarta di selatan dan Banyumas di barat. Strategi ini cukup berhasil, karena daerah Kedu hampir seluruhnya dapat diamankan oleh pasukan Belanda.

Keunggulan Belanda di bidang militer, diikuti dengan kemenangan di bidang.diplomasi, di mana pada tanggal 28 April 1828, Pangeran Natadiningrat beserta isteri, ibu dan kira-kira 20 orang pasukannya menyerah kepada Letnan Kolonel Sollewijn. Penyerahan Natadiningrat ini sangat menggembirakan Belanda, karena sampai waktu itu; bolehlah dikatakan tidak ada keluarga terdekat Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi yang menyerah kepada Belanda. Pangeran Natadiningrat adalah putera kesayangan Pangeran Mangkubumi yang diharapkan oleh Belanda dapat membujuk ayahnya sendiri untuk menyerah kepada Belanda dan meninggalkan Diponegoro.

Selain itu, pasukan Diponegoro di daerah Rembang di bawah pimpinan Tumenggung Sasradilaga, yang semula berhasil memukul mundur pasukan Belanda, lambat-laun mulai terjepit dan akhirnya pada tanggal 3 oktober 1828 menyerah pula kepada Belanda. Kemudian operasi militer Belanda berhasil mempersempit daerah operasi pasukan Diponegoro dengan jalan menggiringnya ke daerah antara sungai Progo dan sungai Bogowonto. Usaha berhasil, setelah pertempuran sengit dengan pasukan Diponegoro di daerah Belige di bawah pimpinan Pangeran Bei pada tanggal 31 Maret 1828. Dengan daerah gerak yang makin sempit, sangat memungkinkan pasukan Belanda yang besar itu dapat mengurung pasukan Diponegoro. Apalagi banyak pasukan bekas anak buah Diponegoro yang menyerah kepada Belanda diikut-sertakan dalam operasi militer ini. Dalam posisi terus terdesak dan terjepit, pasukan Diponegoro bukan hanya kekurangan persenjataan, tetapi juga kekurangan suplai bahan makanan. Tambah ironis, dalam situasi semacam itu di kalangan pimpinan pasukan Diponegoro terjadi perpecahan; sehingga dengan tiba-tiba pada tanggal 25 Oktober 1828 Kiai Mojo dengan pasukannya menyatakan keinginannya untuk berunding dan mengadakan gencatan senjata dengan Belanda.

1886: Rakyat Jawa Tengah bertahan di Candi Parikesit (Dataran Tinggi Dieng)  dalam Perang Jawa], Sumber : [11]
1886: Rakyat Jawa Tengah bertahan di Candi Parikesit (Dataran Tinggi Dieng) dalam Perang Jawa], Sumber : [11]

Pada tanggal 31 oktober 1828 perundingan berlangsung di Mlangi antara Kiai Mojo dengan delegasi Belanda di bawah pimpinan Letnan Kolonel Wiranegara, komandan pasukan kraton Yogyakarta. Perundingan dengan pengawalan yang ketat oleh pasukan Betanda, berakhir gagal. Perundingan kedua dilanjutkan lagi pada tanggal 5 Nopember 1828, dengan pengawalan ketat oleh pasukan Belanda di bawah pimpinan Letnan Kolonel Le Bron de Vexela; juga berakhir dengan kegagalan. Ketika perundingan gagal, Kiai Mojo beserta pasukannya kembali ke tempat semula, tetapi senantissa diikuti oleh pasukan Letnan Kolonel Le Bron de Vexela. Dengan tiba-tiba pasukan Le Bron menyerang pasukan Kiai Mojo, tetapi gagal karena semua prajurit Kiai Mojo telah siap mati syahid. Letnan Kolonel Le Pron tak kehabisan akal untuk dapat menangkap Kiai Mojo. Tipu muslihat yang licik dan keji dipergunakan oleh Le Bron dengan mengajak berpura-pura untuk melanjutkan perundingan di Klaten. Kiai Mojo dengan pasukannya menyetujui tawaran ini. Kiai Mojo dengan pasukannya memasuki kota Klaten dengan nyanyian-nyanyian agama seolah-olah sebuah pasukan yang menang perang dari medan pertempuran.

Setelah sampai Klaten, Kiai Mojo diajak oleh Letnan Kolonel Le Bron de Vexela masuk ke sebuah gedung, sedangkan pssukannya beristirahat di luar. Dengan serta-merta Kiai Mojo ditangkap dan pasukannya yang sedang lengah disergap oleh pasukan Belanda yang lebih besar dan kuat persenjataannya. Dalam kondisi tak berdaya, Kiai Mojo beserta pasukannya tertangkap dan tertawan; tidak kurang dari 50 pucuk senapan dan 300 buah tombak yang dapat dilucuti dari pasukan Kiai Mojo. Bersamanya tertangkap pula para ulama yang turut menjadi pimpinan pasukan di medan per¬tempuran, seperti antara lain Kiai Tuku Mojo, Kiai Badren, Kiai Kasan Basari. Kiai Mojo beserta stafnya dibawa ke Surakarta; dari sana terus ke Salatiga tempat kediaman Jenderal De Kock. Dari Salatiga Kiai Mojo dengan teman-temannya dibawa ke Semarang untuk kemudian dikirim ke Batavia. Tertangkapnya Kiai Mojo dan stafnya diper¬gunakan sebaik-baiknya untuk bisa membujuk pasukan Diponegoro yang lainnya, yang masih melakukan perang gerilya. Pada awal Januari 1829, Komisaris Jenderal Du Bus telah mengirimkan Kapten Roeps dan seorang staf Kiai Mojo untuk mengadakan perundingan dengan Diponegoro di markas besarnya di Pengasih. Pada akhir Januari 1829 mereka dapat di terima di markas per¬juangan Diponegoro dan pembicaraan dimulai antara delegasi Belanda dengan delegasi Diponegoro. Tetapi di saat pembicaraan sedang berlangsung, tiba-tiba ter¬dengar suara dentuman meriam dari pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Bauer. Mendengar letusan meriam, serentak pasukan Diponegoro mau membunuh delegasi Belanda yang sedang berada di tengah-tengah meja perundingan. Berkat kebijaksanaan Alibasah (Sentot) delegasi Belanda itu dapat selamat dan me¬merintahkan agar pasukan Belanda mengundurkan diri, jika jiwa para delegasi Belanda ingin selamat.

Pada bulan Februari 1829 Belanda mengadakan gencatan senjata secara sepihak. Sebab Jenderal De Kock mencoba membujuk Alibasah, panglima muda remaja yang sangat ditakuti oleh Belanda. Jenderal De Kock mengirimkan surat kepada Alibasah, yang isinya antara lain menjamin kebebasan bepergian bagi Ali basah dengan pasukannya di daerah kekuasaan Belanda tanpa ada gangguan. Bahkan De Kock mengirimkan beberapa pucuk pistol kepada Alibasah sebagai tanda kenang-kenangan dan keinginan mau berdamai. Taktik licik Belanda ini mempengaruhi pimpinan pasukan Diponegoro, apalagi setelah beberapa tokoh pasukan Diponegoro seperti Tumenggung Padmanegara, Pangeran Pakuningrat diberikan kebebasan bepergian di daerah kekuasaan Belanda pada bulan Ramadhan. Dalam kesempatan gencatan senjata ini Jenderal De Kock menggunakan waktu untuk terus mengirim surat kepada beberapa tokoh pasukan Diponegoro seperti Alibasah dan Pangeran Pakuningrat, yang isinya tidak lain menyanjung-nyanjung tokoh-tokoh tersebut dan keinginan Belanda untuk bekerjasama dengan mereka. Setelah gencatan senjata berjalan tiga bulan tanpa mendapat hasil yang memuaskan bagi Belanda, maka pertempuran dan operasi militer dilanjutkan. Terjadilah pertempuran sengit di antara kedua belah pihak, sampai Komisaris Jenderal Du Bus diganti oleh Johannes Van Den Bosch sebagai penguasa tertinggi Hindia Belanda di Indonesia, dan Jenderal Mercus De Kock diganti oleh Jenderal Mayor Benyamin Bischop sebagai pimpinan tertinggi militer Hindia Belanda, pada bulan Mei 1829. Tetapi karena Jenderal Benyamin Bischop sakit-sakitan pada tanggal 7 Juli 1829 meninggal dunia, maka praktis pimpinan tertinggi militer Hindia Belanda masih tetap berada ditangan Jenderal De Kock.

Pada akhir bulan Mei 1829 pasukan kolonial Belanda mencari dengan seksama tempat pangeran Mangkubumi yang menjadi kepala urusan rumahtangga pasukan Diponegoro. Maksudnya tidak lain agar dapat menangkap para anggota keluarga tokoh-tokoh pasukan Diponegoro, untuk dapat memancing tokoh-tokoh itu supaya bisa menyerah. Pada tanggal 21 Mei 1829 tempat persembunyian Pangeran Mangkubumi dengan para keluarga tokoh-tokoh pasukan Diponegoro di desa Kulur diserbu oleh pasukan Belanda di bawah pimpinan Mayor Bauer dan Kapten Ten Have. Hasilnya nihil, karena rombongan Pangeran Mangkubumi telah pergi bersembunyi ke tempat lain. Usaha pengejaran akan dilakukan, tetapi dengan tiba-tiba pasukan Di ponegoro di bawah pimpinan Alibasah menyerang pasukan Belanda tersebut, sehingga terpaksa menghadapinya dan dengan demikian rombongan Pangeran Mangkubumi lepas dari kejaran Belanda. Operasi militer untuk menangkap Pangeran Mangkubumi tidak berhasil; diikuti dengan diplomasi untuk mengajak berunding. Belanda menggunakan putera Pangeran Mangkubumi yang telah menyerah yaitu Pangeran Natadiningrat untuk bisa membujuk Pangeran Mangkubumi agar menghentikan pertempuran dengan Belanda, dengan alasan usia telah lanjut dan Belanda berjanji untuk memberikan jabatan yang terhormat dengan tempat dan gaji yang besar. Usaha ini tampak akan berhasil, sebagaimana dilaporkan oleh Residen Van Nes pada tanggal 28 Juni 1829; tetapi hasilnya ternyata gagal.

Peta Mataram Baru setelah Perang Diponegoro pada tahun 1830, Peta ini digambar oleh Meursault2004 alias Revo Arka Giri S. berdasarkan Robert Cribb, 2000, Historical Atlas of Indonesia halaman 114, Sumber : [12]
Peta Mataram Baru setelah Perang Diponegoro pada tahun 1830, Peta ini digambar oleh Meursault2004 alias Revo Arka Giri S. berdasarkan Robert Cribb, 2000, Historical Atlas of Indonesia halaman 114, Sumber : [12]

Kegagalan ini mendorong untuk melakukan operasi militer besar-besaran ke pusat pertahanan pasukan Diponegoro di desa Geger. Pada tanggal 17 Juli 1829 pasukan kolonial Belanda di bawah pimpinan Kolonel Cochius; Letnan Kolonel Sollewijn dan Mayor Cox van Spengler dibantu dengan pasukan Mangkunegara menyerang desa Geger. Dengan kekuatan yang tidak seimbang, markas Geger dapat direbut oleh pasukan Belanda dan beberapa pimpinan pasukan Diponegoro gugur sebagai syuhada, antara lain Sheikh Haji Ahmad dan Tunenggung Banuja. Operasi militer terus ditingkatkan oleh Belanda terhadap “kantong kantong” persembunyian pasukan Diponegoro, sehingga pada akhir Juli 1829 putera Diponegoro yakni Diponegoro Anom dan Raden Hasan Mahmud tertangkap oleh pasukan Letnan Kolonel Sollewijn. Tertangkapnya putera Diponegoro ini diper¬gunakan untuk melemahkan semangat perjuangan Diponegoro dengan cara mengancam akan membunuh Diponegoro Anom oleh Belanda. Jiwa puteranya akan selamat jika Diponegoro menghentikan pertempuran. Hal ini terlihat dari surat Jenderal De Kock tertanggal 6 Agustus 1829. Tetapi usaha ini tidak berhasil melemahkan semangat tempur Diponegoro. Dalam usaha konsolidasi, karena Alibasah dan Pangeran Bei sakit keras, maka Diponegoro telah mengangkat pimpinan pasukan infantri kepada Syeikh Muhammad dan Baisah Usman, sedangkan pasukan kavaleri dipimpin oleh Pangeran Sumanegara. Selesai konsolidasi, pasukan Diponegoro melakukan serangan terhadap pasukan Belanda di bawah pimpinan Mayor Bauer dan Kapten Ten Have di Serma pada tanggal 3 Agustus 1829. Dalam pertempuran sengit ini, banyak korban yang jatuh di kedua belah pihak, antara lain Syekh Muhammad dan Hasan Usman.

Untuk meningkatkan efektifitas operasi militer, Jenderal De Kock telah memindahkan markas besarnya dari Magelang ke Sentolo. Dengan demikian pasukan Belanda akan lebih dekat dengan pusat-pusat pertempuran yang dilakukan oleh pasukan Diponegoro. Bersamaan dengan operasi militer Belanda yang ditingkatkan, Panglima Alibasah dan Pangeran Bei telah sembuh, sehingga dapat aktif kembali memimpin pasukan Diponegoro yang telah kehilangan dua orang panglimanya yaitu Syeikh Muhammad dan Basah Usman. Pertempuran sengit tidak dapat dihindarkan lagi, disaat pasukan Diponegoro melintasi sungai Brogo menuju Pajang diserang oleh pasukan Belanda. Kedua belah pihak yang bertempur mati-matian, mengakibatkan banyak jatuh korban, diantaranya seorang perwira Belanda mati terbunuh yaitu Letnan Arnold. Seiring dengan operasi militer yang ditingkatkan, usaha diplomasi licik juga dilakukan. Pada tanggal 7 Agustus 1829 Letnan Kolonel Sollewijn datang ke Kreteg untuk membujuk keluarga Pangeran Mangku¬bumi untuk menyerah dengan janji jaminan dari Belanda. Akhirnya Raden Ayu Anom (isteri kedua Pangeran Mangkubumi) beserta anak-anaknya dan pengawalnya sebanyak 50 orang menyerah kepada Belanda.

Dengan posisi pasukan Diponegoro yang makin terjepit karena daerah operasinya makin diperkecil oleh Belanda, kelelahan dan kekurangan bahan makanan dengan perang yang telah berjalan lima tahun, akhirnya satu demi satu pasukan Diponegoro menyerah kepada Belanda. Pada tanggal 5 September 1829 Tunenggung Wanareja dan Tumenggung Wanadirja bersama dengan 44 orang pasukannya menyerah. Pada tanggal 6 September 1829, atas bujukan Tumenggung Surianegara yang sengaja ditugaskan oleh Jenderal De Kock, menyerah pulalah Tumenggung Suradeksana dan Sumanegara kepada Belanda di Kalibawang. Pada tanggal 9 September 1829, Pangeran Pakuningrat bersama dengan pasukannya sebanyak 40 orang menyerah lagi kepada Belanda. Pada tanggal 21 September 1829 atas nama pemerintah Hindia Belanda, Jenderal De Kock mengeluarkan pengumuman tentang ‘hadiah besar’ bagi setiap orang yang dapat menangkap hidup atau mati Diponegoro. Pengumuman itu antara lain berisi: “Barangsiapa yang berani menyerahkan Diponegoro hidup atau mati kepada penguasa Hindia Belanda, akan dinilai oleh Gubernur Jenderal Htndia Belanda sebagai seorang yang sangat besar jasanya. Kepada orang itu akan diberikan hadiah berupa uang kontan sebesar £ 50.000,- (lima puluh ribu pounds) dan diberikan gelar kehormatan dengan gaji dan tanah yang cukup luas”. Pengumuman yang menyayat hati ini belum lagi kering, pada akhir September 1829 telah gugur Pangeran Bei bersama dua orang puteranya yaitu Pangeran Jayakusuma dan Raden Mas Atmakusuma.

Bulan September 1829 benar-benar bulan yang menyedihkan bagi Diponegoro, sebagai pemimpin tertinggi Perang Jawa. Pada tanggal 25 September 1829 Mayor Bauer bersama Raden Mas Atmadiwirja (putera Pangeran Mangkubumi), Tumenggung Reksapraja beserta rombongan mencari Pangeran Mangkubumi, tetapi hasilnya nihil. Tetapi Belanda tidak berputus asa. Jenderal De Kock mengutus Pangeran Natadiningrat, putera Pangeran Mangkubumi yang telah menyerah, untuk membujuk ayahnya. Maka pada tanggal 27 September 1829 Pangeran Natadiningrat berhasil membujuk ayahnya untuk menyerah kepada Belanda. Keesokan harinya, tanggal 28 September 1829 Pangeran Mangkubumi dibawa oleh puteranya ke Yogyakarta. Di pertengahan jalan (di Mangir) rombongan Pangeran Mangkubumi telah dijemput oleh Residen Van Nes dan pejabat-pejabat kesultanan Yogyakarta. Pengaruh dari menyerahnya Pangerang Mangkubumi sangat besar bagi pasukan Diponegoro, karena secara berturut-turut telah menyerah pula pangeran Adinegara, Kanjeng Pangeran Aria Suryabrangta, Pangeran Suryadipura, Pangeran Suryakusuma, Kanjeng Pangeran Dipasana, semuanya adalah mempunyai hubungan famiIi dengan Diponegoro sendiri. Menyerah¬nya secara berturut-turut orang-orang di sekitar Diponegoro, benar-benar dapat melumpuhkan pasukan Diponegoro. Apalagi usaha untuk menarik Alibasah, panglima pasukan Diponegoro yang disegani masih terus dilanjutkan. Melalui Pangeran Prawiradiningrat, yang menjadi bupati Madiun dan saudara Alibasah sendiri, Belanda telah berusaha untuk menaklukkannya. Sejak tanggal 23 Juli 1829 usaha ini telah dilakukan walaupun pada permulaannya gagal, karena syarat-syarat yang diajukan oleh Alibasah cukup berat; yaitu:

  • 1. Memberikan uang jaminan sebesar £ I0.000.-
  • 2. Menyetujui pembentukan sebuah pasukan di bawah Pimpinan Alibasah sendiri yang berkekuatan seribu orang dan dilengkapi dengan persenjataan dan pakai¬an seragam;
  • 3. Memberikan 400 – 500 pucuk senjata api;
  • 4. Pasukan Alibasah ini langsung dibawah komando pemerintah Hindia Belanda, dan bebas dari kekuasaan sultan atau pembesar bangsa Indonesia; ¬
  • 5. Mereka bebas menjalankan agamanya,
  • 6. Tidak ada paksaan minum Jenever atau arak;
  • 7. Diizinkan pasukannya memakai surban.

Tawar menawar syarat-syarat ini dilakukan pada tanggal 17 oktober 1829 di Imogiri, antara delegasi Ali basah dengan delegasi Belanda, yang hasilnya masih memerlukan waktu untuk diputuskan oleh penguasa tertinggi Hindia Belanda di Batavia. Dalam surat yang ditulis Jenderal De Kock kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia, tertanggal 20 Oktober 1829, antara lain berisi: “…saya telah menulis surat kepada Residen dan Kolonel Cochius bahwa mereka harus sedapat mungkin berusaha menyenangkan hati Alibasah, karena adalah hal yang penting sekali apabila orang seperti Alibasah dapat kita tarik ke pihak kita dan turut membela kepentingan kita ….. seperti yang hendak saya nyatakan dengan hormat, bahwa karena sebab-sebab itulah saya berpendapat bahwa adalah sangat penting apabila Alibasah sudah berada di pihak kita, makin lama makin mengikat dia pada kepentingan kita. Sungguhpun hal ini harus disertai beberapa pengorbanan dari pada kita.” Surat Jenderal De Kock ini mendapat jawaban dari pemerintah Hindia Belanda di Batavia tertanggal 25 Oktbber 1829, antara lain berbunyi: “Pemerintah pada dasarnya setuju dengan keinginan Jenderal (Jenderal De Kock) bahwa dari pihak kita harus dipergunakan segala apa yang mungkin dapat dipakai, selama hal itu dapat sesuai dengan kebesaran pemerintah dan berusaha sedapat mungkin mencegah kembalinya Alibasah ke pihak pemberontak. Melihat isi surat-surat pemerintah Bindia Belanda ini dapat disimpulkan bahwa Belanda bersedia memenuhi syarat-syarat yang diajukan oleh Alibasah. Oleh karena itu kepada Residen Yogyakarta diperintahkan untuk segera menyerahkan uang sebanyak £ 5.000,- dan 200 pucuk senjata untuk dipergunakan pasukan Alibasah serta pasukannya itu langsung dibawah komando Jenderal De Kock, walau secara yuridis masih berada dibawah wewenang sultan. Syarat-syarat lain¬nya seluruhnya dipenuhi. Untuk pelaksanaan penyerahan Alibasah dengan pasukannya, pada tanggal 23 Oktober 1829 Jenderal De Kock datang ke kota Yogyakarta untuk menyambutnya; dan pada tanggal 24 Oktober 1829 Alibasah dengan pasukannya memasuki kota Yogyakarta dan diterima oleh Jenderal De Kock dengan upacara militer yang meriah.

Dengan menyerahnya Pangeran Mangkubumi, Ali basah dan puluhan Pangeran dan Tumenggung serta tertangkapnya Kiai Mojo dan gugurnya ratusan tokoh-tokoh Perang Jawa, maka secara praktis Diponegoro tinggal sendirian. Pengalaman pahit dan getir yang di alami oleh Diponegoro sebagai pimpinan tertinggi perang Jawa, karena banyaknya sababat-sahabat meninggalkannya atau meninggal dunia. Dalam kondisi yang demikian, ia harus menentukan pilihan: meneruskan pertempuran sampai mati syahid di medan laga atau menyerah kepada musuh sampai mati di dalam penjara. Kedua alternatif itu sama-sama tidak menyenangkan! Setelah menyerahnya Alibasah dengan pasukannya, operasi militer Belanda terus ditingkatkan guna memberikan pukulan terakhir terhadap pasukan Diponegoro yang tinggal sedikit lagi itu. Tekanan-tekanan pasukan Belanda kepada posisi pasukan Diponegoro yang terus-menerus ditingkatkan, banyak pula tokoh-tokoh Perang Jawa yang menyerah, antara lain pada bulan Desember 1829; salah seorang komandan pasukan Diponegoro yang masih ada yaitu Jayasendirga; Tumenggung Jayaprawira dan beberapa tumenggung lainnya beserta pasukannya bertekuk lutut kepada Belanda. Adapula yang karena kondisi kesehatan, akhirnya wafat di puncak gunung Sirnabaya Banyumas seperti Pangeran Abdul Rahim (saudara Diponegoro sendiri). Memasuki tahun 1830, musibah yang menimpa pasukan Diponegoro masih terus saja bertambah. Pada tanggal 8 Januari 1830, putera Diponegoro yaitu Pangeran Dipakusuma tertangkap oleh pasukan Belanda; pada tanggal 18 Januari 1830 berikutnya Patih Diponegoro menyerah kepada Belanda.

Usaha untak menghentikan Perang Jawa dengan damai yang licik terus dilakukan. Dengan menggunakan bekas tokoh-tokoh Perang Jawa seperti Alibasah dan Patih Danureja dalam usaha perdamaian licik membawa hasil yang menggembirakan bagi Belanda. Sebab pada tanggal 16 Februari 1830 telah terjadi pertemuan pertama antara Diponegoro dengan Kolonel Cleerens, wakil pemerintah Hindia Belanda dalam rangka perdamaian di Kamal, sebelah utara Rama Jatinegara daerah Bagelen. Pertemuan perdamaian tidak dapat dilangsungkan, karena Diponegoro menuntut perundingan itu harus dilakukan oleh seorang yang mempunyai posisi yang sama dengan dia; setidak-tidaknya seperti Jenderal De Kock. Padahal Jenderal De Kock pada saat itu sedang berada di Batavia. Untuk menunggu kedatangan Jenderal De Kock, maka Diponegoro dengan pasukannya terpaksa harus menginap di Kecawang sebelah utara desa Saka. Selama tenggang waktu perundingan, gencatan senjata dilakukan oleh kedua belah pihak. Desa Kecawang masih terlalu jauh, apabila perundingan akan dilangsungkan di sana. Oleh karena itu; untuk memudahkan jalan perundingan Diponegoro dengan pasukannya harus pindah ke Menoreh yang tidak begitu jauh dari Magelang, markas besar pasukan Belanda. Pada tanggal 21 Februari 1830 rombongan Diponegoro telah tiba di Menoreh. Tetapi sampai 5 Maret 1830 Jenderal De Kock belum juga datang ke Magelang padahal bulan Ramadhan telah tiba. Berkenaan dengan bulan suci ini; Diponegoro tidak mau mengadakan perundingan dengan Belanda karena ia akan memusatkan dirinya untuk melakukan ibadah puasa selama sebulan. Kontak pertama antara Diponegoro dengan Jenderal De Kock terjadi pada tanggai 8 Maret 1830, sebagai perkenalan dan selanjutnya jadwal perundingan akan dilangsungkan sesudah bulan Ramadhan. Menjelang hari raya Idul Fithri, Diponegoro telah menerima hadiah dalam bentuk seekor kuda tunggang yang sangat baik dan uang sebesar f 10.000.- Kemudian diikuti dengan pembebasan putera dan isteri Diponegoro yang ditahan di Semarang dan membolehkan mereka berkumpul dengan Diponegoro di tempat penginapan perundingan di Magelang. Pada tanggal 25 Maret 1830, Jenderal De Kock telah memberikan perintah rahasia kepada Letnan Kolonel Du Perron dan pasukannya untuk memperketat pengawalan dan penjagaan kota Magelang dengan mengerahkan pasukan Belanda dari beberapa daerah di Jawa Tengah. Instruksinya, apabila perundingan gagal, Diponegoro dan delegasinya harus ditangkap! Pada tanggal 28 Maret 1830 perundingan akan dilangsungkan di gedung Keresidenan Kedu di Magelang. Sebelum jam 07.00 pagi Tumenggung Mangunkusuma datang kepada Residen Kedu untuk memberitahukan bahwa sebentar lagi Diponegoro dengan staf nya akan tiba. Pemberitahuan ini menyebabkan Letnan Kolonel Du Perron menyiap-siagakan pasukannya, sesuai dengan perintah Jenderal De Kock. Jam 07.30. pagi Diponegoro dengan stafnya dikawal oleh seratus orang pasukannya memasuki gedung keresidenan. Delegasi Diponegoro diterima langsung oleh Jenderal De Kock dengan staf nya. Perundingan dilakukan di tempat kerja Jenderal De Kock. Pihak Diponegoro disertai dengan tiga orang puteranya yaitu Diponegoro Anom, Raden Mas Joned, Raden Mas Roub, ditambah dengan Basah Martanegara dan Kiai Badaruddin. Sedangkan di pihak Jenderal De Kock disertai oleh Residen Valk, Letnan Kolonel Roest, Mayor Ajudan De Stuers dan Kapten Roeps sebagai juru bicara. Letnan Kolonel De Kock van Leeuwen, Mayor Perie dan opsir-opsir Belanda lainnya ditugaskan untuk melayani dan mengawasi pemimpin-pemimpin pasukan Diponegoro yang berada di kamar yang lain. Sedangkan letnan Kolonel Du Peron tetap berada di luar gedung keresidenan untuk setiap saat dapat melakukan penyergapan, sebagaimana telah diperintahkan oleh Jenderal De Kock. Kolonel Cleerens yang mula-mula sekali berhasil melakukan kontak dengan Diponegoro dan berhasil merencanakan pertemuan perdamaian serta telah memberikan jaminan diplomasi penuh kepada Diponegoro dan stafnya tidak diikutsertakan bahkan tidak berada di kota Magelang tempat perundingan dilaksanakan. Dengan demikian jika terjadi pengkhianatan maka secara moral Cleerens tidak terlibat langsung, karena memang tidak hadir.

Baron H. Merkus de Kock (dilukis oleh F.V.A. Ridder de Stuers pada tahun 1849)  Sumber:[13]
Baron H. Merkus de Kock (dilukis oleh F.V.A. Ridder de Stuers pada tahun 1849) Sumber:[13]

Babak pertama Jadwal perundingan, menurut Diponegoro sebagai pendahuluan untuk menjajagi materi perundingan pada babak selanjutnya; tetapi menurut Jenderal De Kock harus langsung memasuki materi Perundingan. Pembicaraan materi perundingan menjadi tegang, karena De Kock bersikeras untuk langsung membicarakan materi perundingan. Suasana tegang dan panas itu, sampai-sampai Diponegoro terlontar ucapan: “Jika tuan menghendaki persahabatan, maka seharusnya tidak perlu adanya ketegangan di dalam perundingan ini. Segalanya tentu dapat diselesaikan dengan baik. Jikalau kami tahu bahwa, tuan begitu jahat, maka pasti lebih baik kami tinggal terus saja berperang di daerah Bagelen dan apa perlunya kami datang kemari.” Ketika pihak Jenderal De Kock terus mendesak tentang tujuan penerangan yang telah dilakukan oleh Diponegoro selama lebih lima tahun ini, maka akhirnya ia memberi jawaban dengan tegas dan gamblang, yaitu antara lain: “Mendirikan negara merdeka di bawah pimpinan seorang pemimpin dan mengatur agama Islam di pulau Jawa”. Mendengar jawaban ini Jenderal De Kock terperanjat, karena ia tidak mengira bahwa Diponegoro akan mengajukan tuntutan semacam itu. Sewaktu De Kock memberi jawaban bahwa tuntutan semacam itu adalah terlalu berat dan tak mungkin dapat dipenuhi, Diponegoro tetap teguh pada tuntutannya. Tanda-tanda perundingan babak pertama akan menemui jalan buntu, dan Belanda khawatir jika pe¬rundingan ditunda sampai besok, berarti kesempatan buat Diponegoro dan pasukannya untuk mengadakan konsolidasi guna menghadapi segala kemungkinan. Sesuai dengan rencana Belanda bahwa perundingan adalah semata-mata methoda untuk menangkap Diponegoro dan stafnya, maka dengan angkuhnya Jenderal De Kock berkata: “Kalau begitu, tuan tidak boleh lagi kembali dengan bebas.” Mendengar ucapan ini, Diponegoro dengan marah menjawab : “Jika demikian, maka tuan penipu dan pengkhianat, karena kepada saya telah dijanjikan kebebasan dan boleh kembali ke tempat perjuangan saya semula, apabila perundingan ini gagal.” Jenderal De Kock berkata lagi: “Jika tuan kembali, maka peperangan akan berkobar lagi.” Diponegoro menjawab: “Apabila tuan perwira dan jantan, mengapa tuan takut berperang?” Tiba-tiba Jenderal De Kock menginstruksikan kepada Letnan Kolonel Du Perron dan pasukannya untuk menyergap Diponegoro dan stafnya serta seluruh pengawalnya dilucuti. Dalam posisi tidak siap tempur, Diponegoro dan pasukannya dengan mudah ditangkap dan dilucuti.

Dengan cepat Diponegoro dimasukkan ke dalam kendaraan residen yang telah disiapkan oleh Belanda dengan pengawalan ketat oleh Mayor Ajudan De Stuers dan Kapten Roeps berangkat menuju Ungaran. Dari sana kemudian Diponegoro dibawa ke Semarang untuk selanjutnya dibawa ke Batavia. Pada tanggal 3 Mei 1830 Diponegoro beserta stafnya dibawa ketempat pembuangannya di Menado. Tidak kurang dari 19 orang yang terdiri dari keluarga dan stafnya ikut dalam pembuangan di Menado. Pada tahun 1834 Diponegoro beserta keluarga dan stafnya dipindahkan ke kota Makasar. Dan pada tanggal 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dalam usia kira-kira 70 tahun, setelah menjalani masa tawanan selama duapuluh lima tahun. Perang Jawa yang dahsyat dan penuh patriotisme telah digerakkan dan dipimpin oleh tokoh-tokoh pejuang Islam, yang hampir sebagian terbesar berideologi Islam dan bertujuan berdirinya negara merdeka yang berdasarkan Islam. Fakta-fakta sejarah yang terungkap, baik latar belakang yang mewarnai para tokoh Perang Jawa, masa peperangan yang memakan waktu lima tahun lebih, yang diisi dengan menegakkan syari’at Islam di dalam kehidupan pasukan Diponegoro sampai pada saat perundingan dengan Belanda serta tujuan yang akan dicapai, semuanya adalah bukti yang kuat bahwa Diponegoro dan pasukannya telah melakukan perjuangan politik Islam untuk mendirikan negara Islam di tanah Jawa. Kegagalan yang diderita oleh Diponegoro dan pasukannya, bukan karena tujuan dan methodanya yang salah, tetapi karena kekuatan yang tak seimbang, baik manpower, persenjataan, perlengkapan dan pengkianatan bangsa sendiri yang sebagian besar membantu Belanda yang kafir; disamping tipu muslihat yang licik dan keji yang dilakukan oleh penguasa kolonial Belanda. Tipu muslihat yang licik dan keji, yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bermoral rendah dan jahat, ternyata telah menjadi watak kepribadian penguasa kolonial di Indonesia, baik Portugis maupun Belanda.

Sumber : Perjuangan Islam Melawan Penjajah [[14]]


Gallery Aktivitas Keluarga Pangeran Diponegoro


I. LAUNCHING BUKU KUASA RAMALAN KE I (Yogyakarta, 2010)




II. DEKLARASI KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA (Yogya, 11-12 Desember 2011)---> Klik Video :Yogya Istimewa


Dalam sebuah pertemuan antara Keluarga Pangeran Diponegoro dengan Adik kandung Sultan HB-X yaitu GBPH. Joyokusumo yang juga dihadiri oleh bapak Hasyim Djoyohadikusumo, Gusti Joyokusumo berkata :"Saya mengharapkan Keturunan Pangeran Diponegoro harusnya berada di barisan depan mendukung Keistimewaan Yogyarta". Maka atas permintaan KBPH Joyokusumo itulah kami Keturunan Pangeran Diponegoro bersama-sama Laskar Diponegoro berjumlah lebih dari 1000 orang melakukan pernyataan sikap menentang kepada Pemerintah RI dengan cara berorasi sambil long-march dari Tegalrejo (Sasana Wiratama) menuju Keraton Yogyakarta. Di Keraton, Trah Diponegoro menyampaikan Deklarasi kepada Sultan HB-X atas nama Gubernur DIY dan Sultan. Trah Pangeran Diponegoro berdatangan dari berbagai daerah seperti : Kulon Progo, Purworejo, Banyumas, Bogor, Jakarta, Ambon, Sulawesi, Padang dll.


|}

Deklarasi Yogya-04
Deklarasi Yogya-04
Deklarasi Yogya-05
Deklarasi Yogya-05
Deklarasi Yogya-06
Deklarasi Yogya-06
Deklarasi Yogya-07
Deklarasi Yogya-07
Deklarasi Yogya-08
Deklarasi Yogya-08
Deklarasi Yogya-09
Deklarasi Yogya-09
Deklarasi Yogya-10
Deklarasi Yogya-10
Deklarasi Yogya-11
Deklarasi Yogya-11
Deklarasi Yogya-12
Deklarasi Yogya-12
Deklarasi Yogya-13
Deklarasi Yogya-13
Deklarasi Yogya-14
Deklarasi Yogya-14
Deklarasi Yogya-15
Deklarasi Yogya-15


III. KUNJUNGAN KE KERATON YOGYAKARTA (Yogya, 20 Oktober 2012)


Atas undangan Adik kandung Sultan HB-X yaitu GBPH. Joyokusumo, pada Oktober 2012 kami yang berjumlah kurang lebih 20 orang melakukan kunjungan ke Keraton Yogyakarta. Agenda utama kunjungan antara lain :

  • Silaturahmi Keluarga Pangeran Diponegoro dengan Pihak Keraton Yogyakarta;
  • Membahas Kekancingan Keluarga (Semacam Sertifikat / Surat Pengukuhan Hak) yg dikeluarkan oleh Tepas Darah Dalem;
  • Pembentukan Nama Organisasi Keturunan Pangeran Diponegoro;
  • Masalah-masalah lain keluarga.

Dalam acara kunjungan ini Gusti Joyokusumo didampingi BRAy. Hj. Nuraida/BRAy. Joyokusumo bercerita banyak tentang kondisi Keraton, kondisi kesehatan Gusti Joyo dan sekilas tentang tatakrama Keraton. Dalam kesempatan ini juga kami semua diajak berkeliling oleh BRAy. Joyokusumo mengenai isi Keraton serta sejarahnya, juga berkunjung ke Museum Kereta Kencana Keraton. Pada jamuan makan siang, kami diperkenankan mencicipi kue hidangan pembuka kesukaan dan tradisi Sultan-sultan Yogyakarta yang bernama "Kue Rondo Mendem" semacam "Pancake" juga dihidangkan minuman "Stuff Jambu Merah" khas Keraton Yogyakarta.

Keraton Yogya-1
Keraton Yogya-1
Keraton Yogya-2
Keraton Yogya-2
Keraton Yogya-3
Keraton Yogya-3
Keraton Yogya-4
Keraton Yogya-4
Keraton Yogya-5
Keraton Yogya-5
Keraton Yogya-6
Keraton Yogya-6
Keraton Yogya-7
Keraton Yogya-7
Keraton Yogya-8
Keraton Yogya-8
Keraton Yogya-9
Keraton Yogya-9
Keraton Yogya-10
Keraton Yogya-10
Keraton Yogya-11
Keraton Yogya-11
Keraton Yogya-12
Keraton Yogya-12
Keraton Yogya-13
Keraton Yogya-13
Keraton Yogya-14
Keraton Yogya-14
Keraton Yogya-15
Keraton Yogya-15
Keraton Yogya-16
Keraton Yogya-16
Keraton Yogya-17
Keraton Yogya-17
Keraton Yogya-18
Keraton Yogya-18
Keraton Yogya-19
Keraton Yogya-19
Keraton Yogya-20
Keraton Yogya-20
Keraton Yogya-21
Keraton Yogya-21
Keraton Yogya-22
Keraton Yogya-22
Keraton Yogya-23
Keraton Yogya-23
Keraton Yogya-24
Keraton Yogya-24
Keraton Yogya-25
Keraton Yogya-25
Keraton Yogya-26
Keraton Yogya-26
Keraton Yogya-27
Keraton Yogya-27
Keraton Yogya-28
Keraton Yogya-28
Keraton Yogya-29
Keraton Yogya-29
Keraton Yogya-30
Keraton Yogya-30
Keraton Yogya-31
Keraton Yogya-31
Keraton Yogya-32
Keraton Yogya-32


IV. PENTAS PENGASINGAN SANG PANGERAN Ke 1 (Magelang, 8 Januari 2014)


Magelang-1
Magelang-1
Magelang-2
Magelang-2
Magelang-3
Magelang-3
Magelang-4
Magelang-4
Magelang-5
Magelang-5
Magelang-6
Magelang-6
Magelang-7
Magelang-7
Magelang-8
Magelang-8
Magelang-9
Magelang-9
Magelang-10
Magelang-10
Magelang-11
Magelang-11
Magelang-12
Magelang-12
Magelang-13
Magelang-13
Magelang-14
Magelang-14
Magelang-15
Magelang-15


V. UNDANGAN IKA UNDIP (Senayan City, 27 Januari 2014)


Ika-Undip-1
Ika-Undip-1
Ika-Undip-2
Ika-Undip-2
Ika-Undip-3
Ika-Undip-3
Ika-Undip-4
Ika-Undip-4
Ika-Undip-5
Ika-Undip-5
Ika-Undip-6
Ika-Undip-6
Ika-Undip-7
Ika-Undip-7
Ika-Undip-8
Ika-Undip-8
Ika-Undip-9
Ika-Undip-9
Ika-Undip-10
Ika-Undip-10
Ika-Undip-11
Ika-Undip-11
Ika-Undip-12
Ika-Undip-12


  • VI. PENTAS PENGASINGAN SANG PANGERAN KE 2 (Bentara Budaya Jakarta, 6 Maret 2014)

BBJ-1
BBJ-1
BBJ-2
BBJ-2
BBJ-3
BBJ-3
BBJ-4
BBJ-4
BBJ-5
BBJ-5
BBJ-6
BBJ-6
BBJ-7
BBJ-7
BBJ-8
BBJ-8
BBJ-9
BBJ-9
BBJ-10
BBJ-10
BBJ-11
BBJ-11
BBJ-12
BBJ-12
BBJ-13
BBJ-13
BBJ-14
BBJ-14
BBJ-15
BBJ-15

14913/4 <36+65> Bendoro Pangeran Haryo Hadinegoro / Bendoro Pangeran Haryo Suryengalogo [Hamengku Buwono III]
Official Link
15014/4 <36+66> Bendoro Pangeran Haryo Purwodiningrat / Bendoro Pangeran Haryo Suryobrongto [Hamengku Buwono III]
الميلاد: 1790
الزواج: <232!> Raden Ajeng Kapilah Raden Ayu Suryabrangta [Danurejo II] , Keraton Yogyakarta
14615/4 <54+114!> 3. Raden Ayu Maduretno / Raden Ayu Diponegoro (Bendoro Raden Ayu Ontowiryo) [Hamengku Buwono]
الميلاد: ~ 1798, Yogyakarta
الزواج: <138!> Pangeran Diponegoro [Hb.3.1] / Bendoro Raden Mas Mustahar [Hamengku Buwono III] م 11 نوفمبر 1785 و 8 يناير 1855, Keraton Yogyakarta
اللقب المميّز: 18 فبراير 1825, Tegalrejo
الوفاة: 28 فبراير 1827, Yogyakarta
== 4. RA. Maduretno / RA. Diponegoro / BRA. Ontowiryo ==

Setelah geger Madiun reda di tahun 1814 untuk yang ke lima kalinya Pangeran Diponegoro menikah dengan R.A. Maduretno, putri Raden Rangga Prawiradirjo III dengan Ratu Maduretno (putri HB II), jadi R.A Maduretno saudara seayah dengan Sentot Prawirodirjo, tetapi lain ibu. Tahun 1826 ketika Pangeran Diponegoro diangkat menjadi Sultan di Dekso, R.A Maduretno diangkat menjadi permaisuri. Namun karena sakit beliau meninggal pada tahun 1828. Dari pernikahan ini lahirlah Raden Mas Joned pada tahun 1815 Dan Raden Mas Roub tahun 1816 . Raden Ayu Maduretno juga dikenal dengan Raden Ayu Ontowiryo atau Raden Ayu Diponegoro. Ketika menikah dengan R. A Maduretno, isteri pertama dan keempat sudah meninggal, sedangkan isteri kedua lebih senang tinggal diistana sehingga terjadilah hubungan yang tidak harmonis antara P. Diponegoro dengan RA. Retnokusumo. Hubungan Pangeran Diponegoro dengan keluarga besar Raden Ronggo semakin ditingkatkan untuk menambah kekuatan dan kedudukan kasultanan Jogja di mata penjajah.


Masa Perang Diponegoro di Madiun

Bupati Madiun Pangeran Raden Ronggo Prawirodiningrat adalah putra ke enam Ronggo Prawirodirjo III dengan ibu suri GKR Maduretno, saudaranya kandungnya ada sebelas, yakni RA Prawironegoro, RA Suryongalogo, RA Pangeran Diponegoro, RA Suryokusumo, Raden Adipati Yododiningrat (Bupati Ngawi), Raden Ronggo Prawirodiningrat sendiri ( Bupati Madiun), RA Suronoto, RA Somoprawiro, RA Notodipuro, dan RA Prawirodilogo. Sedangkan dari ibu selir putri asli Madiun, lahirlah Pahlawan Nasional Raden Bagus Sentot Prawirodirjo. Beliau sejak kecil hidup dilingkungan istana Yogyakarta. Pada masa pemerintahan Ronggo Prawirodiningrat ini, meletus perang Jawa, atau Perang Diponegoro, rakyat Madiun dan sekitarnya dari semua golongan mendukung perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap pemerintahan Belanda. Perang Besar ini disebabkan karena Bangsa Belanda selalu ikut campur urusan pemerintahan Kasultanan Yogyakarta dan selalu melakukan penindasan, pemerasan yang tidak berperi kemanusiaan, hingga rakyat semakin menderita. Pendukung Perang Diponegoro di Kabupaten Madiun, dan di seluruh wilayah Mataram, pada umumnya terdiri dari :

Rakyat Kebanyakan  : mereka sudah tidak tahan atas berbagai Pajak yang tinggi mencekik hidup mereka (usaha Belanda dalam menutup Kas akibat kekalahan Perang pada era Napoleon ) Golongan Bangsawan  : mereka tidak puas dengan peraturan sewa menyewa tanah yang hanya dihargai sebagai ganti rugi belaka (praktek Monopoli Belanda) Ulama dan Santri  :

mereka merasa tidak senang dengan tingkah laku kaki tangan Belanda minum-minuman, berjudi, dan madat yang akhirnya merajalela.
18116/4 <44+81> 1. Kanjeng Raden Tumenggung Mangkuwijoyo / Pangeran Adipati Mangkudiningrat II [Hamengku Buwono]
Edited by : R.E. Suhendar Diponegoro[1]
  • Granted the principality of Kalibawang in fief 28th April 1831. Exiled to Ambon in December 1831. m. (div. 1817) Bandara Radin Ayu Mangku Vijaya (m. second, Colonel Gusti Pangeran Adipati Prabhu ning Rat), daughter of H.H. Sampeyan Dalam ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Amangku Buwana III Senapati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid ud-din Panatagama Khalifatu'llah ingkang Yumeneng Kaping, Sultan of Yogyakarta, by his wife, Ratu Kinchana/Ratu Ibu, daughter of Radin Temenggong Pangeran Sasra di-ning Rat I, Bupati of Jipang-Rajegwesi.
18317/4 <44> 2. Pangeran Arya Tjakraningrat [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1801
Edited by : R.E. Suhendar Diponegoro[1]
  • Lahir dari Ibu selir (Junior Wife), turut dibuang ke Ambon dan wafat di Ambon pada tanggal 13 Maret 1824 dimakamkan di Pemakaman Raja2 Imogiri, Bantul, Yogyakarta
18418/4 <44> 3. Raden Mangku Wilaya / Radin Marta Atmaya / Pangeran Arya Suriya Mataram [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1802
الوفاة: 1825
Edited by : R.E. Suhendar Diponegoro[1]
  • Lahir dari Ibu selir (Junior Wife), turut dibuang ke Ambon dan wafat di Ambon pada tanggal 13 Maret 1824 dimakamkan di Pemakaman Raja2 Imogiri, Bantul, Yogyakarta
18519/4 <44> 4. Radin Sasra Atmaja / Pangeran Arya Pakuningrat [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1803
الوفاة: 1825 - 1830

Edited by : Edited by : R.E. Suhendar Diponegoro[1]

  • Lahir dari Ibu Selir (Junior Wife), meninggal di Kapal Laut pada saat Perang Jawa 1825-1830.
18620/4 <44+81> 5. Kolonel Raden Mas Papak / Raden Tumenggung Mangkundirja [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1804
اللقب المميّز: 1831 - 1853, Kalibawang, Pangeran Kalibawang
الوفاة: نوفمبر 1853, Kalibawang
Edited by : Edited by : R.E. Suhendar Diponegoro[1]
  • Colonel Radin Mas Papak/Radin Temenggong Mangkundirja (cre. 1814)/Pangeran Adipati Natapraya (cre. 1825), Prince of Kalibawang. b. 1804 (s/o Radin Ayu Jaya Kusuma). Succeeded his brother as prince of Kalibawang 1831. He d. at Kalibawang, November 1853.
18721/4 <44+81> 6. Pangeran Arya Papak [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1804
Edited by :


  • Lahir dari Ibu Selir (Junior Wife), (Bandara Pangeran Arya Mangku di-ning Rat/Kanjeng Gusti Pangeran Adipati I. b. 1778 (s/o Ratu Mas). Exiled to Penang 1812-1815, Batavis 1815-1817 and Ambon 1817-1824. Became an ascetic and assumed the name of Panji Angon Asmara. m. (first) Radin Ayu Jaya Kusuma, daughter of Pangeran Serang, by his wife, Radin Ayu Serang. m. (second) a selir or junior wife. He d. at Ambon, 13th March 1824 (bur. Imagiri)
13922/4 <36+123!> Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwono IV [Hb.III.18] / Gusti Raden Mas Ibnu Jarot (Sinuhun Jarot) [Hamengku Buwono III]
Sri Sultan Hamengkubuwono IV (lahir 3 April 1804 – meninggal 6 Desember 1822 pada umur 18 tahun) adalah raja Kesultanan Yogyakarta yang memerintah pada tahun 1814 - 1822.

[sunting] Riwayat Pemerintahan

Nama aslinya adalah Raden Mas Ibnu Jarot, putra Hamengkubuwana III yang lahir dari permaisuri tanggal 3 April 1804. Ia naik takhta menggantikan ayahnya pada usia sepuluh tahun, yaitu tahun 1814. Karena usianya masih sangat muda, Paku Alam I ditunjuk sebagai wali pemerintahannya.

Pada pemerintahan Hamengkubuwono IV, kekuasaan'' Patih Danurejo IV semakin merajalela. Ia menempatkan saudara-saudaranya menduduki jabatan-jabatan penting di keraton. Keluarga Danurejan ini terkenal tunduk pada Belanda. Mereka juga mendukung pelaksanaan sistem Sewa Tanah untuk swasta, yang hasilnya justru merugikan rakyat kecil.

Pada tanggal 20 Januari 1820 Paku Alam I meletakkan jabatan sebagai wali raja. Pemerintahan mandiri Hamengkubuwono IV itu hanya berjalan dua tahun karena ia tiba-tiba meninggal dunia pada tanggal 6 Desember 1822 saat sedang bertamasya. Oleh karena itu, Hamengkubuwono IV pun mendapat gelar anumerta Sultan Seda ing Pesiyar.

Kematian Hamengkubuwono IV yang serba mendadak ini menimbulkan desas-desus bahwa ia tewas diracun ketika sedang bertamasya. Putra mahkota yang belum genap berusia tiga tahun diangkat sebagai Hamengkubuwono V.
18823/4 <44+81> 7. Pangeran Arya Pakuningprang [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1805
الزواج: <111> Raden Ayu Jaya Kusuma ? (Serang) [?]
Edited by :
  • Lahir dari Ibu Selir RA. Mangkudiningrat pada tahun 1805. (Bandara Pangeran Arya Mangku di-ning Rat/Kanjeng Gusti Pangeran Adipati I. b. 1778 (s/o Ratu Mas). Exiled to Penang 1812-1815, Batavis 1815-1817 and Ambon 1817-1824. Became an ascetic and assumed the name of Panji Angon Asmara. m. (first) Radin Ayu Jaya Kusuma, daughter of Pangeran Serang, by his wife, Radin Ayu Serang. m. (second) a selir or junior wife. He d. at Ambon, 13th March 1824 (bur. Imagiri).
17524/4 <114+?> Raden Ali Basa Abdul Musthofa Sentot Prawiradirdja / Sentot Ali Basah [Sentot Ali Basa]
الميلاد: ~ 1807
الزواج: <312!> Raden Ayu Sentotprawirodirjo [Hb.3.2.12] [Hamengku Buwono III]
الوفاة: 17 ابريل 1855, Bengkulu
18025/4 <117> Kanjeng Pangeran Adipati Danurejo IV / Mas Tumenggung Sumadipuro (Kanjeng Pangeran Joko Hadiyosodiningrat, Surodipo) [Danurejo]
اللقب المميّز: Adipati Kediri
اللقب المميّز: Bupati Japan (Mojokerto) bergelar Tumenggung Sumodipuro
اللقب المميّز: 2 ديسمبر 1813 - 1847, Yogyakarta, Patih Keraton Yogyakarta bergelar Danurejo IV
14126/4 <34+71!> Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Suryo Sastraningrat / Paku Alam III [Pa.2.12] Gusti Raden Mas Haryo Suryo Sastraningrat [Paku Alam II]
الميلاد: 20 ديسمبر 1827, Yogyakarta
الزواج: <205!> Bendoro Raden Ayu Suryo Sastraningrat [Hamengku Buwono II]
اللقب المميّز: 19 ديسمبر 1858 - 17 October 1864, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Surya Sasraningrat
الوفاة: 17 October 1864, Yogyakarta
GPH Sasraningrat dilahirkan pada 20 Desember 1827 oleh permaisuri Paku Alam II GK Ratu Ayu di Yogyakarta. Sebelum menjadi penguasa kadipaten ia pernah membantu ayahnya mulai 1857. Setelah ayahnya mangkat pada 23 Juli 1859, GPH Sasraningrat ditahtakan pada 19 Desember 1858 dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Surya Sasraningrat. Seperti mendiang Paku Alam II, Kepala Kadipaten Pakualaman ini juga gandrung akan kesusastraan. Ia sempat menulis beberapa karangan antara lain, Serat Darmo Wirayat, Serat Ambiyo Yusup (saduran ceritra Amir Hamzah) dan Serat Piwulang. Selain itu ia juga mengadakan kontak surat dengan para sastrawan Surakarta. KGPA Surya Sasraningrat [Paku Alam III] memiliki 10 putra-putri. Salah seorang putranya adalah KPH Suryaningrat. Pangeran ini merupakan ayah dari Ki Hajar Dewantoro (pendiri Taman Siswa dan menteri Pendidikan RI yang pertama). Pemerintahan KGPA Surya Sasraningrat [Paku Alam III] tidak berlangsung lama karena ia mangkat pada 17 Oktober 1864 ketika berusia 37 tahun. Saat ia mangkat putra-putrinya semua masih kecil sehingga belum ada yang dapat menggantikan sebagai Paku Alam IV. KGPA Surya Sasraningrat [Paku Alam III] dimakamkan di Kota Gede Yogyakarta. Sampai saat mangkat ia secara resmi tidak menggunakan gelar KGPA Paku Alam III karena belum berusia 40 tahun. Gelar Paku Alam hanya dapat digunakan secara resmi oleh penguasa Kadipaten mulai usia 40 tahun. Namun peraturan ini banyak mengalami perubahan nantinya.
21327/4 <64> Raden Mas Joyokusumo [Hb.2.30.1] [Hamengku Buwono II]
الزواج: <265!> 7. Raden Ayu Joyokusumo [Hamengku Buwono II]
الوفاة: 30 سبتمبر 1829, Senggir
14728/4 <43> 1. Raden Mas Adipati Arya Djojodiningrat / [Hb.2.9.4] [Hamengku Buwono]
الزواج: <112> Putri Dari K. P. A. Ng. Djojokoesoemo [?]
اللقب المميّز: 1830 - 1863, Bantul, Yogyakarta, Bupati Kuta Arya
14229/4 <34+83> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam V [Pa.2.14] Kanjeng Pangeran Haryo Suryodilogo (Bendoro Raden Mas Haryo Notowilogo) [Paku Alam V]
الميلاد: 23 يونيو 1833, Yogyakarta
الزواج: <113> Bendoro Raden Ayu Suryodilogo [Pa.1.8.2] [Paku Alam I]
اللقب المميّز: 10 October 1878, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Prabu Suryodilogo
اللقب المميّز: 20 مارس 1883 - 6 نوفمبر 1900, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam V
الوفاة: 6 نوفمبر 1900, Kulon Progo
KPH Suryodilogo dilahirkan pada 23 Juni 1833 / 1835?? di Yogyakarta. Ibundanya adalah selir Paku Alam II. Setelah KGPA Surya Sasraningrat [ Paku Alam IV ] mangkat dengan mendadak timbul suatu riak-riak di keluarga Paku Alam untuk menentukan siapa penggantinya. Pilihan sulit yang dimiliki mereka adalah diambilkan keturunan langsung Surya Sasraningrat [ Paku Alam IV ], keturunan langsung Paku Alam II atau keturunan langsung Surya Sasraningrat [ Paku Alam III ]. Akhirnya KPH Suryodilogo, seorang komandan Legium Pakualaman terpilih sebagai pengganti almahrum KGPA Surya Sasraningrat [ Paku Alam IV ]. Pada 10 Oktober 1878 (versi lain mengatakan tanggal 9 Oktober dan 15 Desember pada tahun yang sama), KPH Suryodilogo ditahtakan sebagai kepala Kadipaten Paku Alaman ke 5 dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Prabu Suryodilogo.

KGPAA Prabu Suryodilogo memegang kewajiban yang sangat berat. Diantaranya adalah melunasi hutang almahrum kepala Kadipaten Pakualaman dan memelihara serta menegakkan ketertiban/keamanan di wilayah Pakualaman. Setelah menujukkan tanda-tanda kemajuan yang baik dalam melaksanakan tugasnya maka pada 20 Maret 1883 ia diperkenankan memakai gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam V. Paku Alam V tidak banyak memberi apresiasi di bidang kesusastraan karena ia memilih berkecimpung di bidang Ekonomi. Selain prestasi sebuah pukulan berat harus diterima dengan dibubarkannya angkatan perang Pakualaman pada tahun 1892.

Berbeda dengan pendahulunya, Paku Alam V merintis anggota keluarga Paku Alam untuk menuntut ilmu di sekolah-sekolah Belanda antara lain di Sekolah Dokter Jawa. Bahkan mulai 1891 ia mengirim beberapa putra dan cucunya ke Negeri Belanda (Nederland) untuk mengecap pendidikan disana. Dari pemikirannya yang tidak kolot ini muncul beberapa hasil diantaranya ada anggota keluarga Paku Alam yang menjadi anggota Volksraad dan Raad van Indie (walaupun ia tidak dapat melihat langsung hasilnya karena telah mangkat).

Paku Alam V memiliki 17 putra-putri yang dilahirkan baik dari permaisuri maupun selir. Salah seorang putranya, KPAA Kusumoyudo, adalah anggota Raad van Indie. Setelah 22 tahun memerintah, pada 6 November 1900, KGPAA Paku Alam V mangkat dan dimakamkan di Girigondo, Adikarto (sekarang-maret 2007- merupakan bagian selatan Kabupaten Kulon Progo).
14530/4 <116+79> Kanjeng Pangeran Adipati Danurejo IV / Kanjeng Raden Tumenggung Gondokusumo (Kanjeng Pangeran Haryo Juru / Pangeran Juru Ridder) [Danurejo]
الزواج: <335!> Bendoro Raden Ayu Danurejo [Hb.4.8] [Hamengku Buwono IV]
الزواج: <345!> Raden Ayu Adipati Danurejo [Hb.3.4.3] [Hamengku Buwono III]
الوفاة: 1844, Yogyakarta, Dimakamkan di Mlangi, sebelah utara Demakijo
العمل: 11 فبراير 1847 - 17 نوفمبر 1879, Yogyakarta, Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta bergelar Kanjeng Pangeran Adipati Danurejo IV
14031/4 <34> Gusti Raden Mas Haryo Nataningprang [Pa.2.8] [Paku Alam II]
الوفاة: 1857
22932/4 <109> 1. Pangeran Arya Dhanu Ning Rat/Radin Adipati Dhanuraja V. [Hamengku Buwono II]
اللقب المميّز: 1879 - 1899, Yogyakarta, Patih of Surakarta 1879-1899. He d. 21st July 1899.
17633/4 <109+?> 2. Gusti Kanjeng Ratu Kencono II [Gp.Hb.7.3] (Bendoro Raden Ayu Ratna Sri Wulan) [Hamengku Buwono II]
الزواج: <500!> Kanjeng Sultan Hamengku Buwono VII / Gusti Raden Mas Murtejo [Hb.6.1] (Sinuhun Behi) [Hamengku Buwono VI] م 4 فبراير 1839 و 30 ديسمبر 1921
اللقب المميّز: 1895, Diangkat menjadi Garwa Padmi dengan gelar Gusti Kanjeng Ratu Kencono
14334/4 <35> Raden Ayu Pangulu Kamaludiningrat [Hamengku Buwono II]
14435/4 <36+56> Bendoro Raden Ayu Mangunnegoro [Hamengku Buwono III]
Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study
14836/4 <36+58> Bendoro Raden Ayu Sosrowinoto [Hamengku Buwono III]
Hilal Achmar Official Link
15137/4 <36+67> Bendoro Raden Ayu Danukusumo [Hamengku Buwono III] 15238/4 <36+68> Bendoro Raden Ayu Wiryokusumo [Hamengku Buwono III]
Hilal Achmar Official Link
15339/4 <36+60> Bendoro Raden Ayu Kartonadi [Hamengku Buwono III]
Hilal Achmar Official Link
15540/4 <36+72> Bendoro Pangeran Haryo Hadisuryo [Hamengku Buwono III]
Hilal Achmar Official Link
15641/4 <36+73> Bendoro Raden Ayu Prawirohatmojo [Hamengku Buwono III]
Official From Hilal Achmar.
15742/4 <36+58> Bendoro Raden Ayu Sosrodiningrat [Hb.3.21] [Hamengku Buwono III] 15843/4 <36+73> Bendoro Pangeran Haryo Hadi Suryo / Bendoro Raden Mas Ambiyo [Hamengku Buwono III]
Official Link Adm: Hilal Achmar.
15944/4 <36+71> Bendoro Pangeran Haryo Suryowijoyo [Hb.3.14] [Hamengku Buwono III]
16045/4 <36+70> Bendoro Raden Ayu Sosronegoro [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
16146/4 <36+69> Bendoro Raden Ayu Mangundrono [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
16247/4 <36+69> Bendoro Pangeran Haryo Suryodipuro [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
16348/4 <36+69> Bendoro Raden Ayu Bahusentono [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
16449/4 <36+64> Bendoro Raden Ayu Mangundirjo [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
16550/4 <36+63> Bendoro Raden Ayu Notodiningrat [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
16651/4 <36+63> Bendoro Pangeran Haryo Hadinegoro [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
16752/4 <36+62> Bendoro Raden Ayu Sumodipuro [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
16853/4 <36+61> Bendoro Raden Ayu Joyosundargo [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
16954/4 <36+61> Bendoro Pangeran Haryo Teposono [Hamengku Buwono III]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
17055/4 <115+138!> 19. Raden Ayu Mangkukusumo [Hamengku Buwono]
17156/4 <115+138!> 20. Raden Ayu Padmodipuro [Hamengku Buwono]
17257/4 <115+138!> 21. Raden Ayu Poncokusumo (tercatat di Tepas Darah Dalem) [Hamengku Buwono]
17358/4 <34+71!> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Suryoningrat I [Pa.2.1] Gusti Pangeran Haryo Suryoputro (Gusti Raden Mas Haryo Suryoputro) [Paku Alam II]
17459/4 <34+71!> Gusti Pangeran Haryo Suryaningrat [Pa.2.5] [Paku Alam II]
17760/4 <114> Raden Abdul Kamil Alibasyah Raden Basyah (Raden Ronggo) [Prawiradirdja] 17861/4 <116> Raden Tumenggung Mertonegoro / Jayapermadi [Danurejo II]
17962/4 <116> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Gp.Hb.4.1] / Gusti Kanjeng Ratu Agung (Gusti Kanjeng Ratu Hageng) [Danurejo II]
18263/4 <86+285!> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Hb.2.52.2] / Bendoro Raden Ajeng Suradinah [Gp.Hb.5.1] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III] 18964/4 <87+80> 1. Raden Mas Ibrahim Ba'abud Madiokusumo / Raden Mas Haryo Madiokusumo [Ba'abud]
19065/4 <87+80> 3. Raden Mas Puspodipuro [Ba'abud]
19866/4 <43> 2. Kanjeng Raden Tumenggung Ronodiningrat [Hamengku Buwono] 19967/4 <36+76> Bendoro Pangeran Haryo Suryodipuro II [Hb.3.26] [Hamengku Buwono III]
20068/4 <36+77> Bendoro Pangeran Haryo Suryadi [Hb.3.27] [Hamengku Buwono III]
20169/4 <36+55> Bendoro Raden Ayu Sosrodipuro [Hb.3.29] [Hamengku Buwono III] 20270/4 <36+76> Bendoro Raden Ayu Dipowiyono [Hb.3.30] [Hamengku Buwono III] 20371/4 <120+36!> Bendoro Raden Ayu Sosrowinoto II [Hb.3.31] [Hamengku Buwono III] 20472/4 <36+78> Bendoro Raden Ayu Ronowinoto [Hb.3.32] [Hamengku Buwono III] 20573/4 <99> Bendoro Raden Ayu Suryo Sastraningrat [Hamengku Buwono II] 20674/4 <34+82> Bendoro Raden Ayu Sosromijoyo [Pa.2.10] [Paku Alam II]
20775/4 <34+84> Bendoro Raden Ayu Sosrodigdoyo [Pa.2.16] [Paku Alam II] 20876/4 <34+84> Bendoro Raden Ayu Sosrosudirjo [Pa.2.15] [Paku Alam II] 20977/4 <34+83> Bendoro Raden Ayu Notoasmoro [Pa.2.13] [Paku Alam II] 21078/4 <34+71!> Gusti Raden Ayu Harjowinoto [Pa.2.9] [Paku Alam II] 21179/4 <71+34!> Gusti Raden Ayu Ronggo Prawirodiningrat [Pa.2.2] [Paku Alam II] 21280/4 <94> Bendoro Raden Ayu Sastroningprang [Hb.2.61.1] [Hamengku Buwono II] 21481/4 <34+85> Bendoro Raden Ayu Ronoatmojo [Pa.2.3] [Paku Alam II]
21582/4 <34+82> Bendoro Raden Mas Haryo Purwaningrat [Pa.2.4] [Paku Alam II] 21683/4 <34+85> Bendoro Raden Ayu Sosroatmojo [Pa.2.6] [Paku Alam II] 21784/4 <34+82> Kanjeng Pangeran Haryo Sastraningprang [Pa.2.7] [Paku Alam II] 21885/4 <34+85> Kanjeng Pangeran Haryo Gondhowinoto [Pa.2.11] [Paku Alam II] 21986/4 <36> Pangeran Ngabehi [Hamengku Buwono III] 22087/4 <114> 1. Raden Ayu Prawironegoro [?]
22188/4 <114> 2. Raden Ayu Suryongalogo [?]
22289/4 <114+54!> 4. Raden Ayu Suryokusumo [?]
22390/4 <114+54!> 5. Raden Adipati Yododiningrat (Bupati Ngawi) [?]
22491/4 <114+54!> 6. Raden Ronggo Prawirodiningrat ( Bupati Madiun) [Kesultanan Bima]
22592/4 <114+54!> 7. Raden Ayu Suronoto [?]
22693/4 <114+54!> 8. Raden Ayu Somoprawiro [?]
22794/4 <114+54!> 9. Raden Ayu Notodipuro [?]
22895/4 <114+54!> 10. Raden Ayu Prawirodilogo [?]
23096/4 <126> Raden Mas Sutodiwiryo [?]
23197/4 <43> Raden Ayu Ambarkusumo / [Hb.2.9.5] [Hamengku Buwono II]
23298/4 <116> Raden Ajeng Kapilah Raden Ayu Suryabrangta [Danurejo II] 23399/4 <127> Raden Ayu Ketib Kemiri [Hamengku Buwono]
234100/4 <59> Raden Tumenggung Padmodiningrat [Hamengku Buwono II]
235101/4 <61> Raden Tumenggung Atmokusumo I [Hamengkubuwono II]
237102/4 <46> Kanjeng Pangeran Haryo Ronomenggolo [Hamengku Buwono II]
238103/4 <130+?> Raden Nganten Sadikom Cokroamijoyo [Cokronegoro]
239104/4 <130+?> Raden Ngabehi Cokropati [Cokronegoro]
240105/4 <130+?> Raden Ayu Cokrokusumo [Cokronegoro]
Raden Ayu Cokrokusumo adalah kolektor di Kutoarjo, Purworejo.
241106/4 <49> Raden Ayu Singasari [Singasari]
242107/4 <59> Kanjeng Raden Tumenggung Purwonegoro [Hamengku Buwono II]
243108/4 <87> 2. Raden Ayu Reksodiwiryo [Ba'abud]
244109/4 <87+80> 4. Raden Ayu Kertopati [Ba'abud]
245110/4 <131> Raden Ayu Sastrokusumo [Sastrokusumo] 246111/4 <76+132!> Raden Tumenggung Dipowinoto [Dipowinoto]
247112/4 <44> Raden Mas Danuwikromo [Hamengku Buwono II]
248113/4 <43> KRT Kertonegoro [BPH Murdaningrat]
Di makamkan di Lengkong

5

2691/5 <138+96> 11. Raden Ayu Hangreni Mangunjaya [Hamengku Buwono]
الميلاد: Sementara menunggu persetujuan putranya diputus : 848551
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


R.A Hangreni Mangunjaya

Untuk menghindari lahirnya pemberontak-pemberontak baru keturunan Pangeran Diponegoro, pihak keraton menikahkan puteri-puteri Pangeran Diponegoro dengan pejabat-pejabat yang netral atau dengan pejabat yang pro Belanda. Untuk itu mereka dinikahkan dengan pejabat-pejabat di wilayah kekuasaan trah Danurejan yaitu di tanah kedu dan Bagelen. Trah Danurejan adalah trah yang terbukti setia kepada Belanda walaupun ada juga beberapa yang justru menjadi tulang punggung perjuangan Pangeran Diponegoro.

Radeng Ngabehi Mangunjaya suami R.A Hangreni adalah seorang wedono di wilayah Bagelen Barat yang dikuasai oleh Bupati Cokronegoro. Strategi Belanda dan kraton seolah berhasil dengan cara ini, tetapi kelak generasi-generasi penerus R.A Hangreni berjuang melawan penjajah melalui perjuangan agama setelah era perang Diponegoro berakhir.
2922/5 <189> 5. Raden Ayu Said Husein [Ba'abud]
الميلاد: Anak Kembar Pertama
2933/5 <189> 6. Raden Ayu Sosrokusumo [Ba'abud]
الميلاد: Anak Kembar Ke 2
2954/5 <191> 1. RM. Kyai Gede Gumelem Kaliajir [Cakraatmaja]
الميلاد: di Gumelem - Kaliajir
2995/5 <197+90> Kanjeng Raden Tumenggung Yudonegoro II ? (Raden Bagus Mali) [Yudonegoro]
الميلاد: (dari Ibu Raden Ayu Bendara Padmi) BUPATI BANYUMAS VII
4886/5 <236+91> Raden Mas Gondowiloyo [Alap-alap]
الزواج: <146> Mas Ajeng Mintowati [Mintowati]
الدفن: Majan, Tulungagung
Mantri di Tulungagung
4917/5 <242> Raden Ajeng Surodiningrat [Hamengku Buwono II]
الزواج: <147> Raden Tumenggung Surodiningrat [?] و 1856
الوفاة: Yogyakarta, Disarekan Pasarean Kuncen Yogyakarta
4978/5 <193> RM Kyai Ahmad Ilyas [Cakraatmaja]
الميلاد: Pesantren, Banjarnegara
4989/5 <249> Raden Mas Ranawijaya [Hamengku Buwono]
الميلاد: Yogyakarta
25910/5 <138+95> 3. Raden Suryaatmaja / Diponingrat ? (Kanjeng Pangeran Anom Diponegoro) [Hamengku Buwono III]
الميلاد: ~ 1807
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Raden Suryaatmaja / Diponingrat/ Pangeran Adipati Anom/Raden Mas Sudiro Kromo/Kanjeng Pangeran Adipati Diponegoro (1807).

Dilihat dari gelar yang digunakan yaitu Pangeran Adipati Anom bisa dipastikan bahwa dia adalah anak dari ibu Raden Ayu Retnokusumo yang sebelumnya bernama Raden Ajeng Supadmi (Diperkuat dengan adanya catatan dari Peter F Carey dam The Power Of Prophecy) . Pangeran Diponegoro menikah untuk yang kedua kalinya atas perintah dari ayahnya. Perintah ini secara langsung mempunyai arti bahwa Raden Ayu Retnokusumo adalah isteri utama atau isteri permaisuri yang direstui oleh kerajaan. Kemudian Raden Ayu Retnokusumolah yang mendampingi Pangeran Diponegoro dalam menghadiri acara-acara resmi di kerajaan. Ketika mengikuti jejak ayahnya di medan perang Suryaatmaja diangkat menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati Anom. Namun karena Belanda tidak mengakui keabsahan gelar Sultan yang disandang Pangeran Diponegoro maka nama itu dirubah oleh penjajah dengan nama Diponingrat. Menjalani pembuangan ke Ambon 1840.

Dalam catatan sejarah, Pangeran Adipati Anom Diponingrat pernah menikah dengan anak perempuan Raden Tumenggung Mertawijaya atau Raden Tumenggung Danukusumo II salah seorang senopati Pangeran Diponegoro di wilayah Remo Banyumas. Telah disebutkan sebelumnya bahwa Danukusumo II adalah dari trah Danurejan yang ikut bergabung dalam barisan perjuangan Pangeran Diponegoro
25711/5 <138+94> 1. Raden Mas Muhammad Ngarip / Diponegoro Anom (Pangeran Abdul Majid) [Hamengku Buwono III]
الميلاد: 1809
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


فهرست

Raden Mas Muhammad Ngarip/Raden Antawirya II / Diponegoro Anom/Diponegoro II/Kanjeng Pangeran Haryo Diponegoro II /Pangeran Abdul Majid.

Lahir pada tahun 1803. Dilihat dari tahun kelahirannya maka dapat dipastikan sebagai anak dari ibu Raden Ayu Madubrongto. Ketika perang Diponegoro dimulai dia telah berusia 22 tahun dan selalu setia menjadi pembela ayahnya. Sebagai putera tertua dan memiliki kesamaan pandangan dengan ayahnya maka dia dengan ikhlas mengangkat senjata mendampingi ayahnya. Nama bayinya adalah Raden Mas Muhammad Ngarip, dan kelak nama itu dia gunakan lagi ketika berada di wilayah sumenep dengan sedikit perubahan yaitu Raden Mas Mantri Muhammad Ngarip. Nama ini dia gunakan selama dalam pembuangan di Sumenep Madura. Dialah yang menulis buku Babad Diponegoro Suryongalam. Ketika menginjak dewasa dan ayahnya telah menggunakan nama Diponegoro, dia mendapatkan gelar nama yang sama yaitu Ontowiryo II dan selanjutnya menggunakan nama Diponegoro II atau Diponegoro Anom ketika ayahnya diangkat oleh rakyat menjadi Sultan Abdul Hamid. Nama tersebut diberikan sendiri oleh Pangeran Diponegoro sebagai tanda bahwa putera kesangannya inilah kelak yang akan melanjutkan cita-citanya. Memang dia hanya dari isteri samping, tetapi keindahan budi pekerti ibunya membuat Pangeran Diponegoro sangat menyayangi anak sulungnya ini. Melihat usianya yang sudah mencapai 22 tahun pada saat perang Diponegoro dimulai, maka dapat dipastikan bahwa pada saat itu beliau sudah memiliki isteri dan memiliki beberapa anak. Kelak keturunan beliau yang lahir dan besar di tanah Jawa inilah yang akan menjadi generasi penerusnya sebagai pengganggu ketenteraman penjajah. Sejak awal peperangan, Diponegoro Anom diserahi untuk menjaga dan melawan penjajah di wilayah Bagelen ke Barat bersama beberapa orang pilihan Pangeran Diponegoro di antaranya Tumenggung Danupoyo. Taktik perang yang digunakan sama dengan ayahnya yaitu bergerilya dan berpindah-pindah. Area perjuangan Pangeran Diponegoro Anom ini mencapai wilayah Barat Banyumas, Temanggung dan Parakan. Di medan perang Diponegoro Anom ini sering bekerja sama dengan Pamannya Sentot Prawirodirjo dan adik tirinya Raden Mas Singlon atau Raden Mas Sodewo. Setelah menjalani pembuangan di Sumenep tahun 1834 lalu dibuang ke Ambon 1853. Sebenarnya Pangeran Diponegoro berharap agar ibu dan anak-anaknya bisa bergabung dengannya di pembuangan, tetapi hal itu secara halus ditolak oleh Belanda dan sebagai gantinya Van den Bosch menijinkan anak-anaknya kembali ke Tegalrejo. Bahkan anak Pangeran Dipokusumo dan Pangeran Diponingrat diijinkan tinggal di dalam kraton. Selanjutnya Belanda melalui Kapten Roeps juga memenuhi permintaan Pangeran Diponegoro untuk membagikan pusaka warisan pada anak-anaknya yang terdiri dari keris dan tombak.

Image:Kraton3.jpg  SILSILAH KELUARGA (Dari Pancer Bapak)
0. KANJENG SUNAN PRABU AMANGKURAT AGUNG  
1. KANJENG SUSUHUNAN PAKUBUANA I    
2. KANJENG PRABU AMANGKURAT IV    
3. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING I ING NGAYOGYAKARTA   
4. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING II ING NGAYOGYAKARTA    
5. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING III ING NGAYOGYAKARTA    
6. BPH. DIPANEGARA    
7. RM. MUHAMMAD NGARIP/PANGERAN ABDUL MADJID
  
 - Tercatat Di Tepas Darah Dalem -

SILSILAH KELUARGA BESAR KETURUNAN PANGERAN ABDUL MADJID

Putra-putri

No. Nama Tempat/Lahir
1. RM. ACHMAD DIPONEGORO Ambon, C-18??
2. RM. MUHAMMAD DIPONEORO Ambon, C-18??
3. RM. BDULLAH DIPONEGORO Ambon, C-18??
4. RM. ABDUL RACHMAN DIPONEGORO Ambon, C-18??

Cucu

  1. ) 1.1. RAy. KHALIDJAH (Ambon, C-18??)
  2. ) 1.2. RM. IBRAHIM
  3. ) 1.3. RAy. DJAHRO
  4. ) 1.4. RAy. SECHA
  5. ) 1.5. RM. ISMAEL
  6. ) 1.6. RM. DAUD
  7. ) 1.7. RM. MUHAMMAD
  8. ) 1.8. RM. SULAEMANJ
  9. ) 2.1. RM. IDRIS
  10. ) 2.2. RM. MACHMUD
  11. ) 2.3. RM. ABDUL GHANI
  12. ) 2.4. RAy. DJUNA
  13. ) 3.1. RM. YUSUF DIPONEGORO
  14. ) 3.2. RM. SYAWAL DIPONEGORO
  15. ) 3.3. RM. SUJA DIPONEGORO
  16. ) 3.4. RAy. MARJAM DIPONEGORO
  17. ) 3.5. RM. MUHAMMAD DIPONEGORO
  18. ) 3.6. RM. YUNUS DIPONEGORO
  19. ) 3.7. RM. ACHMAD DIPONEGORO (BANDUNG)
  20. ) 3.8. RM. MURTASA DIPONEGORO
  21. ) 3.9. RAy. MURTINAH DIPONEGORO
  22. ) 3.10. RAy. SUPINAH DIPONEGORO
  23. ) 3.11. RAy. MURJANI DIPONEGORO
  24. ) 3.12. RAy. SUPATNI DIPONEGORO
  25. ) 4.1. RM. DJAFAR DIPONEGORO

Buyut / Cicit

  1. 1.6.1. RAy. DJAMILAH
  2. 1.6.2. RAy. CHADIDJAH
  3. 1.6.3. RAy. DJAHRAH (SURABAYA)
  4. 1.6.4. RAy. AISJAH (AMBON)
  5. 1.6.5. RAy. RACHMAH (MEDAN)
  6. 1.6.6. dr.RM. ACHMAD (PONTIANAK)
  7. 1.6.7. RAy. KAJATIN (YOGYAKARTA)
  8. 1.6.8. RAy. MOENAH (tidak ada keturunan)
  9. 1.8.1. RM. SLAMET DIPONEGORO
  10. 1.8.2. RM. ISMAIL (JAKARTA)
  11. 1.8.3. RAy. SYAMSILAH (PPRAJA AMBON
  12. 1.8.4. RM. IBRAHIM (KTR GUB AMBON)
  13. 2.1.1. RM. ABD HAMID
  14. 2.1.2. RM. ABD RACHMAN (AMBON)
  15. 2.1.3. RM. ABD GAFUR (TASIKMAKAYA)
  16. 2.1.4. RM. ISMAIL
  17. 2.1.5. RAy. KALSUM
  18. 2.1.6. RAy. MUDJANI (AMBON)
  19. 2.1.7. RM. ABDULLAH (POLISI MAGELANG)
  20. 2.1.8. RM. ACHMAD (JAW PELAJARAN TJ PRIOK)
  21. 2.1.9. RM. ABD GHANI (AMBON)
  22. 2.2.1. RM. ABD RADJAK (MAKASSAR)
  23. 2.2.2. RM. ABD GAFUR (NISM TJ PRIOK)
  24. 2.2.3. RAy. RAMLAH (AMBON)
  25. 2.3.1. RM. ABD MUTALIB (AMBON)
  26. 2.3.2. RM. ABD MANAP (AMBON)
  27. 3.1.1. RM. NURSEWAN
  28. 3.1.2. RAy. HARTATI
  29. 3.2.1. RAy. SAMSIRIN
  30. 3.2.2. RM. SAID
  31. 3.2.3. RM. ABD RACHMAN
  32. 3.2.4. RM. ABDULLAH DIPONEGORO
  33. 3.2.5. RAy. FATMA (SURABAYA)
  34. 3.3.1. RAy/ NURANI (AMBON)
  35. 3.3.2. RM. SAMAUN
  36. 3.3.3. RM. SAID (TJ PRIOK)
  37. 3.3.4. RAy. DINAR
  38. 3.3.5. RM. ABDULLAH
  39. 3.3.6. RAy. DJASIAN (TJ PRIOK)
  40. 3.7.1. RM. ISKANDAR DJOHAN DIPONEGORO
  41. 3.7.2. RM. ACHMAD DJOHAN DIPONEGORO
  42. 3.7.3. RM. INDRA DJOHAN DIPONEGORO
  43. 3.8.1. RAy. SUPATMI DIPONEGORO (AMBON)
  44. 3.8.2. RM. MUHAMMAD DIPONEGORO
  45. 3.8.3. RAy. PAWON (BANDUNG)
  46. 3.8.4. RAy. DJAHRO (AMBON)
  47. 3.8.5. RAy. NENG
  48. 3.8.6. RAy. SAMSIRIN (AMBON)
  49. 4.1.1. RM. MUHAMMAD
  50. 4.1.2. RAy. SAKIAH
  51. 4.1.3. RAy. TIMUR (BANDUNG)

Canggah
  1. 1.6.2.1. RAy. NURLELA AMAR DIPONEGORO
  2. 1.6.2.2. RM. SALIM AMAR DIPONEGORO
  3. 1.6.2.3. RM. AHMAD AMAR DIPONEGORO
  4. 1.6.3.1. RM. ACHMAD INDRACAHYA KAMARULLAH
  5. 1.6.3.2. RM. OEMAR INDRACAHYA KAMARULLAH
  6. 1.6.3.3. RM. ABDULLAH INDRACAHYA KAMARULLAH
  7. 1.6.3.4. RAy. MIEN SUROYO
  8. 1.6.3.5. RAy. POPPY SUROYO
  9. 1.6.5.1. RM. OEMAR KAMARUDIN
  10. 1.6.5.2. RM. HAMID KAMARUDIN
  11. 1.6.5.3. RM. DEETJE KAMARUDIN
  12. 1.6.5.4. RM. DICKY KAMARUDIN
  13. 1.6.7.1. RM. MAYOR GAUTAMA SAHIR
  14. 1.6.7.2. RM. dr. ERLANGGA SAHIR
  15. 1.6.7.3. RAy. Dra. CICI SAHIR
  16. 1.6.7.4. RM. Kol dr. ABIMANYU SAHIR
  17. 1.6.7.5. RM. Kol AMILUHUR SAHIR
  18. 1.6.7.6. RM. dr ONTOWIRYO SAHIR
  19. 1.8.1.1. RM. PUDJOJONO (AURI MEDAN)
  20. 1.8.1.2. RAy. MUNAH (JAKARTA)
  21. 1.8.1.3. RAy. MARIATI
  22. 1.8.1.4. RM. DIPOKUSUMO (BANDUNG)
  23. 1.8.1.5. RM. SURASNO (BANDUNG)
  24. 1.8.1.6. RAy. RATNAWATI (SEMARANG)
  25. 1.8.1.7. RM. SUDJONO I
  26. 1.8.1.8. RM. SUDJONO II (SEMARANG)
  27. 1.8.1.9. RM. SETIABUDI (SEMARANG)
  28. 1.8.1.10. RA. BUDIATI (SEMARANG)
  29. 1.8.2.1. RAy. SAMSILAH (JAKARTA)
  30. 1.8.2.2. RAy. SUPATNI (JAKARTA)
  31. 1.8.2.3. RAy. KEATIN (JAKARTA)
  32. 1.8.2.4. RM. SULAEMAN I
  33. 1.8.2.5. RM. SUKARNO
  34. 1.8.2.6. RAy. SUHARTI
  35. 1.8.2.7. RM. SULAEMAN II (JAKARTA)
  36. 1.8.2.8. RM. MOH ISMAIL (JAKARTA)
  37. 1.8.2.9. RM. SUDIRMAN (JAKARTA
  38. 1.8.2.10. RM. SUKIRMAN (JAKARTA)
  39. 2.1.1.1. RAy. DJENAB (TERNATE)
  40. 2.1.2.1. RM. MUHAMMAD
  41. 2.1.2.2. RAy. KALSUM (MAKASAR)
  42. 2.1.3.1. RAy. HAMILIH (TASIKMALAYA)
  43. 2.1.8.1. RAy. MURN (TJ PRIOK)
  44. 2.1.8.2. RAy HAR 1
  45. 2.1.8.3. RAy MUL
  46. 2.1.8.4. RAy HAR 2
  47. 2.1.8.5. RAy. DINAR (TJ PRIOK)
  48. 2.1.8.6. RM. ABD MADJID
  49. 2.2.1.1. ...............
  50. 2.2.1.2. ...............
  51. 2.2.1.3. ...............
  52. 2.3.1.1. RM. AMIN (AMBON)
  53. 2.3.1.2. RAy. MIRJAM (AMBON)
  54. 2.3.2.1. RM. ABD GANI (AMBON)
  55. 3.1.1.1. RM. YUSUF (TNI JAKARTA
  56. 3.1.1.2. RAy. MIRJAN (JAKARTA)
  57. 3.1.1.3. .........................
  58. 3.1.1.4. .........................
  59. 3.2.4.1. RM. SENTOT DIPONEGORO
  60. 3.2.4.2. RAy. MARYAM DIPONEGORO
  61. 3.2.4.3. RM. SUTOMO DIPONEGORO
  62. 3.2.4.4. RAy. MARYATI DIPONEGORO
  63. 3.2.4.5. RAy. SUKATI DIPONEGORO
  64. 3.2.4.6. RM. SANTOSO DIPONEGORO
  65. 3.2.4.7. RM. ANTAWIRYA DIPONEGORO
  66. 3.2.4.8. RM. SUSILO DIPONEGORO
  67. 3.2.4.9. RM. GATOTO DIPONEGORO (JOHAN)
  68. 3.2.4.10.RM. INDRA DIPONEGORO
  69. 3.2.4.11.RAy. RATNANINGSIH DIPONEGORO
  70. 3.2.4.12.RM. SUDIRMAN DIPONEGORO (DEN)
  71. 3.3.2.1. RM. ACHMAD
  72. 3.3.2.2. RM. ....................
  73. 3.3.3.1. RAy. KUSIAH (AMBON)
  74. 3.3.3.2. RAy. KURSIN (AMBON)
  75. 3.3.3.3. RM. SUDJA (AMBON)
  76. 3.7.1.1. RAy. MIRANDA DIPONEGORO
  77. 3.7.1.2. ..............................
  78. 3.7.2.1. RM. ALEXANDER DIPONEGORO
  79. 3.7.2.2. RM. NURDJOHAN DIPONEGORO
  80. 3.7.2.3. RAy. MAGDALIN DIPONEGORO
  81. 3.7.2.4. RAy. FARIDA A DIPONEGORO
  82. 3.7.2.5. RAy. ARISWAPI DIPONEGORO
  83. 3.7.2.6. RAy. DJULISTANI DIPONEGORO
  84. 3.7.2.7. RAy. ANNEKE DIPONEGORO
  85. 3.7.2.8. RM. DANUR DIPONEGORO (KEMLU TOKYO)
  86. 4.1.1.1. RM. MUHAMMAD DIPONEGORO
  87. 4.1.1.2. RAy. SAKILAH DIPONEGORO
  88. 4.1.1.3. RAy. TIMUR DIPONEGORO (BANDUNG)

25812/5 <138+94> 2. Raden Mas Dipoatmojo / Raden Mas Dipokusuma (Pangeran Abdul Azis) [Hamengku Buwono III]
الميلاد: 1815
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


R.M Dipoatmaja /R.M Dipokusumo /Pangeran Abdul Aziz (1805)

Adalah putera ke dua Pangeran Diponegoro yang lahir dari ibu Retno Madubrongto. Dia sudah cukup dewasa ketika perang dimulai, sehingga tidak menutup kemungkinan, dia meninggalkan anak dan isteri ketika menjalani pembuangan di Ambon. Semasa perang, RM. Dipoatmojo banyak bergerak di wilayah Pacitan dan Madiun. Peperangan dipimpin oleh Bupati Mas Tumenggung Joyokariyo, Mas Tumenggung Jimat dan Ahmad Aris, akan tetapi akhir Agustus 1825 daerah Pacitan berhasil dikuasai Belanda. Bupati Joyokariyo di pecat, sedang Tumenggung Jimat dan Ahmad Aris ditangkap yang nasibnya tidak diketahui. Sebagai bupati baru, diangkatlah oleh Belanda Mas Tumenggung Somodiwiryo, akan tetapi tidak lama bertahta sebab 9 Oktober 1825 diserbu oleh pasukan Madiun yang dipimpin oleh Raden Mas Dipoatmojo dan berhasil membunuh bupati baru tersebut. Namun akhirnya awal Desember 1825 seluruh pasukan Madiun di Pacitan berhasil dipecah belah oleh Belanda, hingga Pacitan sepenuhnya di kuasai Belanda.

Pada akhir perang Diponegoro, Raden Mas Dipoatmojo berada di Surakarta bersama keluarga kakek buyutnya dari garis ibu setelah pada tanggal 8 Januari 1830 tertangkap oleh pasukan Belanda lalu dibuang ke Ambon 1840.
RM. JONET DIPOMENGGOLO putra Pangeran Diponegoro, foto: Ilustrasi
RM. JONET DIPOMENGGOLO putra Pangeran Diponegoro, foto: Ilustrasi
26213/5 <138+146!> 4. Raden Mas Djonet Dipomenggolo [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1815, Solo
الزواج: <148> NYI MAS AYU Fatmah \ Bun Nioh [Tan] م 1817c
الوفاة: 1837, Yogyakarta, dimakamkan di Bogor (Versi 'Peter Carey')
الوفاة: 1885, Bogor, dimakamkan di Bogor (Versi Keluarga)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


فهرست

RIWAYAT HIDUP

PANGERAN DJONET / RM. JUNAT / RM. JEMET

Pangeran Djonet Dipomenggolo

Ketika ayahnya menyatakan diri sebagai penentang penjajah dan terusir dari Puri Tegalrejo, Raden Mas Joned baru berumur sepuluh tahun. Dia ikut rombongan pengungsi bersama keluarga besarnya ke Goa Selarong setelah Puri Tegalrejo digempur oleh pasukan Belanda. Dia sudah bisa merasakan bagaimana susahnya hidup dalam pengungsian dan hanya tinggal di dalam Goa bersama ibu dan saudara-saudaranya. Usianya masih terhitung anak-anak ketika dia lari mengikuti rombongan para penghuni Puri Tegalrejo dan para penghuni kampung sekitar puri. Terkadang sebuah tangan kokoh menyambarnya dan meletakkannya dalam gendongan sambil berlari mendorong gerobak dimana ibu dan bibinya menumpang menyatu dengan perbekalan seadanya. Orang itu tak lain adalah Sentot Prawiro Dirjo pamannya sendiri. Umur Raden Mas Joned sekitar 15 tahun ketika melihat ayahnya ditangkap oleh Belanda. Dia menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya tetap tegar menghadapi semuanya. Raden Mas Joned tidak kuasa menitikkan air mata ketika melihat ayahnya digiring dimasukkan ke dalam kereta yang membawanya ke pengasingan. Marah dan dendam, itulah yang ada di dalam benak Raden Mas Joned. Jiwa mudanya sangat terguncang dan itulah yang membuat Raden Mas Joned selalu melakukan perlawanan dimanapun dia melihat orang Belanda. Raden Mas Joned berusaha membebaskan ayahnya dengan cara mengejar ke Ungaran, lalu ke Semarang. Dia berhasil menyusup ke dalam kapal pembawa Pangeran Diponegoro tetapi ketahuan dan Raden Mas Joned menceburkan diri ke laut. Dia tidak putus asa karenanya. Raden Mas joned lalu mengejar Pangeran Diponegoro melalui darat bersama beberapa orang pengikutnya menuju Batavia. Sesampainya di Batavia, Pangeran Joned berusaha mendekati tempat penyekapan Pangeran Diponegoro, tetapi sayang, mata-mata mengatakan bahwa Pangeran Diponegoro telah dipindahkan menggunakan kapal ke arah Timur. Dengan perbekalan seadanya disertai dengan pengikut-pengikut setianya, Raden Mas Joned berangkat ke arah Timur melewati jalan darat sambil menebarkan petaka bagi siapapun yang mencoba menghalanginya. Raden Mas Djonet, mengakhiri hidupnya dengan cara yang tidak menguntungkan dalam perselisihan dengan seorang perwira di Djokjakarta. (J. Hageman, 1856, "Geschiedenis van den oorlog op Java, van 1825 tot 1830"). Atas kehendak keluarga, jenasah beliau disembunyikan dan dimakamkan di Bogor. Ibu Raden Mas Joned yaitu Raden Ayu Maduretno adalah kakak Sentot Prawirodirjo yang ikut bergabung dalam barisan Pangeran Diponegoro. Ketika Pangeran Diponegoro diangkat menjadi sultan di Dekso, Raden Ayu Maduretno diangkat menjadi permaisuri. Pada tahun 1828 beliau wafat karena sakit dan dimakamkan di Imogiri.


PANGERAN DJONET DIPOMENGGOLO / RM. JUNAT / RM. JEMET

Oleh :R. Endang Suhendar Diponegoro
Pangeran Djonet Dipomenggolo

PANGERAN DJONET atau Raden Mas Djonet Dipomenggolo, adalah putera pertama Pangeran Diponegoro yang lahir pada tahun 1815 1) di Yogyakarta dari Ibu kandung yang bernama R.A. Maduretno alias R.A. Ontowiryo alias R.A. Diponegoro yakni isteri kelima Pangeran Diponegoro putri ketiga Raden Rangga Prawiradirjo III dengan Kanjeng Ratu Kedaton Maduretno Krama (putri HB II), jadi saudara seayah dengan Sentot Prawirodirjo, tetapi lain ibu. Pangeran Djonet memiliki adik kandung bernama Pangeran Roub/Pangeran Raab/Pangeran Raib, yang pada tahun 1840 berhasil dibuang Belanda ke Ambon dan meninggal disana. Ketika Pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai Sultan Abdulhamid, RA. Maduretno diangkat sebagai permaisuri bergelar Kanjeng Ratu Kedaton l pada 18 Pebruari 1828 (walaupun saat itu Belanda berikut Kerajaan yang lain tidak mengakuinya). Pada saat itu Raden Mas Djonet Dipomenggolo masih berumur 13 tahun.



Image:Kraton3.jpg  SILSILAH KELUARGA (Dari Pancer Bapak)
0. KANJENG SUNAN PRABU AMANGKURAT AGUNG  
1. KANJENG SUSUHUNAN PAKUBUANA I    
2. KANJENG PRABU AMANGKURAT IV    
3. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING I ING NGAYOGYAKARTA   
4. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING II ING NGAYOGYAKARTA    
5. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING III ING NGAYOGYAKARTA    
6. BPH. DIPANEGARA    
7. RM. DJONET DIPAMENGGALA
  
 - Tercatat Di Tepas Darah Dalem -
Image:Kraton3.jpg  SILSILAH KELUARGA (Dari Pancer Ibu)
0. KANJENG SUNAN PRABU AMANGKURAT AGUNG  
1. KANJENG SUSUHUNAN PAKUBUANA I    
2. KANJENG PRABU AMANGKURAT IV    
3. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING I ING NGAYOGYAKARTA   
4. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING II ING NGAYOGYAKARTA
5. KRK. MADURETNO KRAMA (Putri ke 22 HB-II <menikah dengan> RADEN RANGGA PRAWIRADIRDJA III 
6. BRAy. MADURETNO/RA. Ontowiryo/RA. Diponegoro
7. RM. DJONET DIPAMENGGALA
 
 - Tercatat Di Tepas Darah Dalem -

PANGERAN DJONET PADA MASA PERJUANGAN PANGERAN DIPONEGORO (Tahun 1825-1830)

Sejak usia 10 tahun Pangeran Djonet bersama 2 saudaranya yaitu Pangeran Roub dan Pangeran Diponegoro Anom selalu mendampingi/selalu diajak ayahnya dalam setiap perundingan penting dengan Belanda. Mengingat usianya yang relatif muda tidak banyak yang dilakukan Pangeran Djonet muda, akan tetapi selama 5 tahun Pangeran Djonet berada, melihat dan menyaksikan langsung (veni, vedi veci) sejarah yang sedang terjadi di tanah air melalui perjuangan orang tuanya yaitu Pangeran Diponegoro beserta panglima Sentot Prawiradirja dan Pangeran-pangeran juga para Kyai. Di medan perang Pangeran Djoned menyaksikan bagaimana prajuritnya terbunuh...bagaimana mendapatkan kemenangan...bagaimana mengatur siasat perang, semua ini merupakan pengalaman dan pembelajaran yang berharga bagi pembentukan kepribadian Pangeran Djoned kemudian.

Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya. Pemberontakan Paderi di Sumatera Barat, untuk sementara dibiarkan. Sekitar 200 benteng telah dibangun untuk mengurangi mobilitas pasukan Diponegoro. Perlahan langkah tersebut membawa hasil. Dua orang panglima penting Diponegoro tertangkap. Kyai Mojo tertangkap di Klaten pada 5 Nopember 1828. Sentot Alibasyah, dalam posisi terkepung, menyerah di Yogya Selatan pada 24 Oktober 1829.

Diponegoro lalu menyetujui tawaran damai Belanda. Tanggal 28 Maret 1830, Diponegoro disertai lima orang lainnya ( Raden Mas Jonet, Diponegoro Anom, Raden Basah Martonegoro, Raden Mas Roub dan Kyai Badaruddin) datang ke kantor Residen Kedu di Magelang untuk berunding dengan Jenderal De Kock. Mereka disambut dengan upacara militer Belanda. Dalam perundingan itu, Diponegoro menuntut agar mendapat "kebebasan untuk mendirikan negara sendiri yang merdeka bersendikan agama Islam." De Kock melaksanakan tipu muslihatnya. Sesaat setelah perundingan itu, Diponegoro dan pengikutnya dibawa ke Semarang dan terus ke Betawi. Pada 3 Mei 1830, ia diasingkan ke Manado, dan kemudian dipindahkan lagi ke Ujungpandang (tahun 1834) sampai meninggal. Di tahanannya, di Benteng Ujungpandang, Diponegoro menulis "Babad Diponegoro" sebanyak 4 jilid dengan tebal 1357 halaman.


PANGERAN DJONET PADA SAAT PENGASINGAN AYAHNYA KE SULAWESI (Tahun 1830)

Menurut cerita salah satu keturunan ke 6 Pangeran Djonet yang tinggal di sekitar makam yaitu R. Ustad ABDUL WAFA (keturunan dari Raden Mas SAHID ANKRIH, anak ke 5 Pangeran Djonet) adalah sebagai berikut : Sewaktu beliau dibuang ke Makassar, beliau ikut namun sewaktu Kapal/Perahu di lautan beliau menceburkan diri bersama pengikutnya melarikan diri ke Batavia. Setelah beberapa lama menetap di Batavia, lalu beliau pindah ke Bogor, berjuang bersama pasukannya yang akhirnya menetap di Kebon Kelapa Cibeureum sampai akhir hayatnya.” (sesuai yang tertera dalam Papan Wisata Ziarah dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor).

SITUS MAKAM PANGERAN DJONET DIPOMENGGOLO

Situs Makam Pangeran Djonet Dipomenggolo, Alamat : Pesantren Dipamenggala Al-Khasanan, Jl. Raden Kosasih, Kp. Kebon Kelapa-Kelurahan Cikaret-Bogor Selatan

Cerita lain, versi keturunan yang tinggal di sekitar makam : “ Pangeran Djonet tinggal dan menetap pertama kali di pinggiran kota Bogor (± 4 s.d 7 km dari Istana Belanda) di kampung Jabaru (Jawa Baru), setelah mempunyai 5 orang putra dan 2 orang putri semakin banyaklah keturunan Pangeran Djonet di kampong Jabaru tersebut, akhirnya membuka kampong baru lagi dengan nama kampong Dukuh Jawa, sampai akhirnya wafat pada usia 70 tahunan dan dimakamkan di kampong Kebon Kelapa (sekarang Jalan Raden Kosasih), Cikaret, Bogor Selatan tidak jauh dari kampong tempat beliau menetap ”.


PANGERAN DJONET DI BATAVIA (Tahun 1830-1831)

Setelah lolos dari proses pengasingan ke Pulau Sulawesi sesuai cerita sebelumnya, Pangeran Djonet muda yang baru berusia 15 tahun (1815-1830) dibantu pengikutnya yang berjumlah lebih dari 1 orang untuk mencari tempat persembunyian sementara di daerah Batavia. Sebagai kelompok asing yang berkeliaran di Batavia yang notabene sebagai pusat kegiatan colonial pada masa itu tentunya baik Pangeran Djonet maupun pengikutnya yang asli Yogyakarta mencari sanak saudara, kerabat maupun tetangga yang sedaerah. Akhirnya dengan wawasan sejarah yang dimiliki sang Pangeran Muda diputuskan untuk mencari daerah Matraman (saat itu umur daerah Matraman sudah mencapai 208 tahun sejak penyerbuan Kerajaan Mataram ke Batavia).

Di Matraman, pengikut Pangeran Djonet terlebih dahulu mencari tokoh-tokoh setempat yang dianggap mengetahui asal-usul Matraman dan akhirnya memperkenalkan diri kepada mereka tentang keberadaan Pangeran Mataram (tidak menyebutkan nama/menggunakan nama alias) dan menceriterakan secara umum kondisi kejadian saat itu. Diluar perkiraan sang Pangeran, mereka menerima dengan amat terbuka sambil disertai perasaan haru, bangga dan rindu akan kampong halaman akhirnya berkat bantuan dan perlindungan masyarakat Matraman pada saat itu Pangeran Djonet beserta pengikutnya menetap di Batavia (Matraman) lebih kurang selama 2 tahun.

Selama menetap di Matraman dalam rangka mempertahankan diri dari kejaran tentara Belanda, Pangeran Djonet membentuk pasukan (semacam pengawal Raja) dengan merekrut pemuda-pemuda yang mayoritas keturunan prajurit Kerajaan Mataram walaupun ada juga dari etnis lain yang juga bergabung dengan suka rela (di komplek pemakaman Pangeran Djonet di Bogor dimakamkan juga komandan pasukan pengawal yang berasal dari Banten). Komunikasi keberadaan Pangeran Djonet di Batavia dengan pihak Keraton Yogyakarta (lebih kurang 19 orang Pangeran/turunan Sultan yang mendukung Pangeran Diponegoro) dilakukan melalui media kurir/mata-mata/telik sandi yang masing-masing bergerak menuju titik yang ditentukan (rendesvouz), dari Keratonlah Pangeran Djonet mendapatkan bantuan logistik yang diperlukan dalam membentuk pasukan pengawal.

Tahun 1832 Pangeran Djonet genap berusia 17 tahun, usia yang cukup dewasa bagi seorang keturunan Sultan untuk segera memulai hidup berumah tangga. Maka pada tahun 1832 Pangeran Djonet mempersunting Putri Kapitein keturunan Tionghoa dari Marga Tan yang bernama BUN NIOH kemudian berganti nama menjadi NYI MAS AYU FATMAH (tidak ada literature yang menyebutkan dimana proses pertemuannya). Kalau mengacu kepada usia Nabi Muhammad SAW menikah, usia tersebut masih terlalu muda, akan tetapi karena kondisi saat itu sedang dalam proses bersembunyi ataupun penyamaran (incognito) ditambah lagi kebiasan Raja-raja Kasultanan Yogyakarta anak lelaki tertua menikah pada saat usia menginjak dewasa. Setelah berumah tangga Pangeran Djonet pindah ke pinggiran Kota Bogor, akan tetapi komunikasi dengan masyarakat Matraman tetap terjalin dengan sangat baik, dan sering mengahdiri acara-acara keagamaan yang diadakan di Masjid Jami Mataram.

Berdirinya Masjid Jami Matraman memang tak lepas dari aktivitas bekas pasukan Sultan Agung Mataram yang menetap di Batavia. Nama wilayah Matraman pun disinyalir karena dahulunya merupakan tempat perkumpulan bekas pasukan Mataram. Untuk menjalankan aktivitas keagamaan bekas pasukan Mataram mendirikan sebuah Masjid di kawasan tersebut. Masjid yang didirikan pada tahun 1837 diberi nama Masjid Jami Mataram yang artinya Masjid yang digunakan para abdi dalem Keraton Mataram. Selain itu, pemberian nama tersebut dimaksudkan untuk menandakan bahwa masjid itu didirikan oleh para bekas pasukan Mataram. Keaslian Masjid Jami Matraman masih terlihat dari bagian depan gedung masjid yang belum pernah direnovasi. Pada jaman dahulu masjid itu merupakan masjid paling bagus di kawasan tersebut, dengan perpaduan gaya arsitektur masjid dari Timur Tengah dan India. Jika dilihat dari depan akan nampak bangunan seperti benteng dan pada dinding tembok mimbarnya dipenuhi dengan tulisan kaligrafi serta terlihat pula bentuk kubah bundar. Pada tahun 1837, masjid itu diresmikan oleh Pangeran Jonet (ahli waris Pangeran Diponegoro).


PANGERAN DJONET DI BOGOR (Tahun 1832 - 1885)

Tempat Tinggal Di Bogor

Pangeran Djonet pindah dari pelariannya di Batavia ke daerah pinggiran kota Bogor sekitar tahun 1832. Bersama pengikutnya keturunan bekas tentara kerajaan Mataram di Batavia (Daerah Matraman – Jakarta Timur), Pangeran Djonet membuka perkampungan baru yang akhirnya dikenal dengan nama Kampung JABARU, kependekan dari Jawa Baru.

Sarana transportasi darat yang umum pada masa itu kebanyakan menggunakan Kuda tunggang, kereta kuda, sepeda, sedikit kereta api dan mobil. Pangeran Djonet seperti halnya bangsawan di Keraton Yogyakarta tentunya sangat terlatih menggunakan kuda tunggang, oleh karenanya di sekitar kampong Jabaru, disuatu tempat yang bernama "Pasir Kuda" (Pasir, nama lain dari Bukit) Pangeran Djonet dan para pengikutnya biasa menambatkan kuda-kudanya (kemungkinan besar, dipasir inilah dibangun Istal).


Melihat cerita di atas, dan mempelajari Silsilah yang ada serta mencermati keberadaan RM. Djonet pada masa perjuangan Pangeran Diponegoro setelah saya lakukan analisis dengan seksama dengan mengacu kepada artikel dan buku-buku diperoleh berbagai macam kemungkinan sebagai berikut :

  • RM. Djonet adalah putra sulung dari pasangan Pangeran Diponegoro dengan RA. Maduretno yang lahir pada tahun 1815 M. Ketika Diponegoro berusia 42 tahun, beliau dinobatkan sebagai Sultan Abdulhamid, RA. Maduretno diangkat sebagai permaisuri bergelar Kanjeng Ratu Kedaton l pada tanggal 18 Pebruari 1828, pada saat itu RM. Djonet berumur 13 tahun.
  • Sejarah Pangeran Djonet menurut cerita kutipan dari buku karangan Peter Carey menyebutkan bahwa Pangeran Djonet dibunuh oleh Belanda dalam sebuah peperangan pada tahun 1837. Cerita tersebut dapat beralasan :

  • Dalam artikel : “Jejak Sultan Agung Mataram di Masjid Jami Matraman” disebutkan bahwa Masjid Jami Mataram dibangun dan diresmikan pada tahun 1837 oleh Pangeran Jonet (ahli waris Pangeran Diponegoro). Pada tahun 1837 Masjid Jami tersebut tergolong bangunan mewah arsitktur bangunannya menyerupai Taj Mahal, sehingga menjadi pusat perhatian Belanda. Informasi peresmian Masjid tersebut oleh keturunan langsung Pangeran Diponegoro sampai melalui mata-mata Belanda yang pada akhirnya Belanda melakukan penyergapan (kemungkinan dikediaman Pangeran Djonet di kampung Jabaru (Jawa Baru), di daerah Selatan Bogor. Dalam penyergapan tersebut akhirnya terjadi peperangan antara tentara Belanda dengan Pangeran Djonet dan pengikutnya. Di lain pihak, pada tahun yang sama 1837 Pangeran Djonet sudah berumah tangga dan mempunyai anak 7 ( 5 laki -laki dan 2 perempuan ).
  • Mungkin saja data yang diperoleh Peter Carey sumbernya berasal dari pihak Belanda atau referensi lain yang ada di Inggris, dimana baik Belanda maupun Inggris membukukan sejarah pemberontakan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya lebih mengutamakan keberhasilannya semata, sehingga Pangeran Diponegoro dan keluarganya berikut pengikutnya dianggap “BAD GUY” yang sudah dan harus dikalahkan (dibunuh) sedangkan pihak Belanda maupun Inggris sebagai “GOOD GUY” yang patut mendapatkan penghargaan.
  • Pangeran Djonet menetap di Batavia mulai tahun 1830, pada saat beliau berumur 15 tahun.Kalau mengacu kepada cerita versi “makam” (di Cikaret, Bogor), Pangeran Djonet termasuk dalam kelompok yang akan dibuang ke Makassar yang akhirnya dapat melarikan diri dan menetap di Batavia. Dimana pangeran Djonet tinggal di Batavia?, sampai tahun berapa tinggal di Batavia?, kapan pindah ke Bogor? Tahun berapa menikah?, Siapa isterinya? Berapa orang istrinya? Berapa orang putra-putrinya? dimana tinggalnya di Bogor? Jawabannya adalah :

  • Di Batavia pangeran Djonet tinggal di perkampungan mantan prajurit Mataram (Sultan Agung Mataram menyerang VOC ke Batavia pada April 1628 - Mei 1629). Pada tahun 1837 perkampungan tersebut sudah berubah nama menjadi kampung MATRAMAN karena sudah berusia 218 tahun. Di Matraman inilah Pangeran Djonet menetap dan mendapatkan perlindungan dari keterunan tentara Mataram, sampai usia beliau mencapai 17-22 tahun.
  • Pangeran Djonet pindah ke Bogor antara tahun 1832-1837, dimana pada usia tersebutlah menikah dengan puteri Kapitein keturunan Tionghoa dari Marga TAN yang bernama BOEN NIOH kemudin bermualaf dengan nama NYI MAS AYU FATMAH. Mengenai jumlah isterinya dapat diperkirakan sebagai berikut : apabila mengacu kepada buku Peter Carey pangeran Djonet terbunuh pada saat usia perkawinan 5 tahun (1837) dengan jumlah putra-putri 7 orang, berarti pangeran Djonet beristri minimal 2 orang, sedangkan kalau mengacu versi makam, Pangeran Djonet meninggal di usia 70 tahunan meninggalkan 2 orang isteri, 7 orang anak.
  • Di Bogor Pangeran Djonet tinggal di pinggiran Kota ± 5 km dari Istana Belanda. Disana beliau dibantu para pengikutnya keturunan Mataram yang ada di Batavia membuka perkampungan baru yang pada akhirnya dikenal dengan sebutan Kampung JABARU kepanjangan dari Kampung Jawa Baru. Di kampung Jabaru inilah pangeran Djonet membentuk pasukan dan beranak-pinak. Kuda-kuda pangeran Djonet dan pasukannya ditambatkan di Istal Kuda didaerah pasir (bukit) yang pada akhirnya daerah tersebut dikenal dengan nama Kampung Pasir Kuda (kampung diatas bukit yang banyak Kuda). Dari Kampung Jabaru keturunan Pangeran Djonet meluas dan membuka perkampungan baru di sebelah Timurnya yang juga dikenal dengan nama Kampung Dukuh Jawa.
  • Menurut kesaksian keturunan Pangeran Djonet generasi ke 5 Rd.Hj. SITI MARIAM (IIH) & Rd.Hj. SITI JUARIAH (UWE), pada saat ayahnya RM.H. RANA MENGGALA (generasi 4) meninggal sekitar tahun 1970an, ada prajurit utusan Kraton Yogyakarta membawa peti berukir yang berisi antara lain uang. Pada saat itu keturunan Pangeran Djonet sampai generasi ke 5 belum banyak yang mengetahui asal-usul yang mengarah kepada Pangeran Diponegoro. Hal ini dapat diartikan bahwa, pihak Kraton Yogyakarta mengetahui keberadaan Pangeran Djonet di Bogor dan ada kemungkinan sebetulnya pada saat Pangeran Djonet tinggal pertama di Bogor pun sudah ada komunikasi rahasia antara telik sandi kraton Yogyakarta dengan pasukan Pangeran Djonet di Bogor (mengapa masih rahasia, mengingat di kalangan kerabat Pangeran Diponegoro di Yogyakarta pada saat itu disinyalir masih banyak yang pro-kolonial). Sejauh ini diantara keturunan 7 anak Pangeran Djonet, sampai dengan generasi kelima (lahir 1930an-1950an) silsilah keluarga yang lebih rinci tentang keturunan Pangeran Djonet masih memerlukan verifikasi dan penyempurnaan,
  wallahu alam bi sawab.  

SILSILAH KELUARGA BESAR KETURUNAN RM. DJONET DIPAMENGGALA

Putra-putri

No. Nama Tempat/Lahir
1. RM. NGABEHI DIPAMENGGALA Jabaru, C-1833
2. RM. HARJO DIPOMENGGOLO Jabaru, C-1834
3. RM. HARJO DIPOTJOKRO / PANGERAN GRINGSING I Jabaru, C-1835
4. RM. HARJO ABDUL MANAP Jabaru, C-1836
5. RM. KH. SAHID ANGKRIH Jabaru, C-1835
6. NYI MAS RAy. UKIN Jabaru, C-1836
7. NYI MAS RAy. OKAH Jabaru, C-1837

Cucu

  1. 1.1. RM.KH. USMAN BAKHSAN (Lebak pasar, C-1854)
  2. 2.1. RM.H. BRODJOMENGGOLO
  3. 2.2. RAy.Hj. GONDOMIRAH
  4. 2.3. RM.H. ABAS
  5. 2.4. RM.H. ABDULRACHMAN ADIMENGGOLO
  6. 2.5. RM.H. MUHAMMAD HASAN
  7. 3.1. RM. HARJO DIPOTJOKRO HADIMENGGOLO / P.GRINGSING II
  8. 4.1. RM.H. EDOJ
  9. 4.2. RM.H. SAYYID YUDOMENGGOLO
  10. 4.3. NYI RAy.Hj. SARODJA
  11. 4.4. NYI RAy.Hj. AMANUNG
  12. 5.1. RM. ASMINI
  13. 5.2. RM. IDRIS
  14. 5.3. RM. ONDUNG

Buyut / Cicit

  1. 1.1.1. RM.H. RANA MENGGALA (Lebakpasar, C-1877)
  2. 1.1.2. RM.H. ABDULGHANI MENGGALA (Lebakpasar, C-1878)
  3. 1.1.3. RM.H. MUHAMMAD HASYIR (C-1879)
  4. 1.1.4. RAy. Hj. Harisun (C-1880
  5. 1.1.5. RAy.Hj. ITI (Gg Wahir-Empang, C-1882
  6. 1.1.6. RM. Ahmad (Natsir), C-1884
  7. 2.1.1. RM.H. WONGSOMENGGOLO (Ciomas)
  8. 2.1.2. RM.H. SOEROMENGGOLO (Ciomas)
  9. 2.1.3. RM.H. ADIMENGGOLO (Ciomas)
  10. 2.1.4. RAy.Hj.UNAN (Loji)
  11. 2.2.1. RM.H. IBRAHIM\RM. ABD.ROCHMAN WIRADIMENGGOLO\RM. WIRADINEGARA
  12. 2.2.2. NYI RAy.Hj. ASMAYA
  13. 2.2.3. NYI RAy.Hj. ENTING AISYAH
  14. 2.2.4. NYI RAy.Hj. SITI FATIMAH
  15. 2.2.5. NYI RAy.Hj. ANTAMIRAH
  16. 2.2.6. RM. TJANDRANINGRAT\RM. ARIO MAD SURODHININGRAT (Zelfstandig Patih Buitenzorg 1916-1925)
  17. 2.2.7. RM. YAHYA GONDONINGRAT
  18. 2.2.8. RM. INDRIS TIRTODIRDJO/RM. IDRUS TIRTODIRDJO
  19. 2.2.9. NYI RAy.Hj. RAJAMIRAH/RAy.Hj. MIRAH
  20. 2.3.1. RM.H. ARDJA
  21. 2.3.2. RM.H. SUMINTA (MALIK)
  22. 2.3.3. RAy.Hj. PATIMAH <menikah dgn> DJUARSA (Ayahnya Mayjen. ISHAK DJUARSA)
  23. 2.3.4. RAy.Hj. FATMAH <menikah dgn> 1.1.1. RM.H. RANA MENGGALA Cucu RM. NGABEHI DIPOMENGGOLO
  24. 2.3.5. RM.H. YACUB
  25. 2.3.6. RAy.Hj. SITI MARIJAM (Loji)
  26. 2.4.1. RAy.Hj. SUKIYAMAH
  27. 3.1.1. RM. HARJO DIPOHADIKUSUMO / P. GRINGSING III
  28. 4.1.1. RM.H. SINTOMENGGOLO
  29. 4.2.1. RM.H. SADIRI GONDOMENGGOLO
  30. 4.3.1. RM.H. SUMAWIDJAJA
  31. 4.3.2. NYI RAy.Hj. DANANG
  32. 4.3.3. NYI RAy.Hj. ANOK
  33. 4.3.4. NYI RAy.Hj. ENGKO
  34. 4.3.5. NYI RAy.Hj. TOJO (Ibu Bandung)
  35. 5.1.1. RM.H. ASMININ
  36. 5.1.2. RM.H. MALI
  37. 5.1.3. RM.H. MINAU
  38. 5.1.4. RM.H. IKING
  39. 5.1.5. RAy.Hj. UMI

Canggah
  1. 1.1.1.1. R.H. RAIS
  2. 1.1.1.2. R.Hj. ECIN
  3. 1.1.1.3. R.Hj. HALIMAH
  4. 1.1.1.4. R.Hj. SITI KHODIJAH
  5. 1.1.1.5. R.Hj. SITI MUKMINAH
  6. 1.1.1.6. R.Hj. SITI JUARIAH (Uwa UWE, Sempur)
  7. 1.1.1.7. R.H. MAHBUB
  8. 1.1.1.8. R.Hj. SITI MAEMUNAH
  9. 1.1.1.9. R.Hj. SITI MARIAM (Ibu KARIM/Uwa IIH, Gg. Menteng)
  10. 1.1.1.10. R.IYAN RIDWAN
  11. 1.1.2.1. R.H. YASIN (C-1910
  12. 1.1.2.2. R.H. ALI
  13. 1.1.2.3. R.H. ABDUL MANAN (Adung)
  14. 1.1.2.4. R.Hj. SUPIAH (Siti)
  15. 1.1.2.5. R.Hj. ENCUNG
  16. 1.1.2.6. R.MASDIR. JAYAKUSUMAH (Jaya, C-1911)
  17. 1.1.2.7. R.MASDIR KARTANINGRAT (Tata)
  18. 1.1.2.8. R.MASDIR KURNAEN (Aeng)
  19. 1.1.2.9. R.MASDIR MOCHAMAD ARIEF
  20. 1.1.2.10. R.MASDIR SUMANTRI (Ati)
  21. 1.1.2.11. R.MASDIR EMAN SULAEMAN
  22. 1.1.3.1. R. BUSTOMI
  23. 1.1.3.2. R. ISMAIL
  24. 1.1.3.3. R. MUDJITABA
  25. 1.1.3.4. NYI R. SUAEBAH
  26. 1.1.3.5. NYI R. MAEMUNAH
  27. 1.1.4.1. R. ILYAS DAJIR
  28. 1.1.5.1. R. ILYAS DAJIR
  29. 1.1.5.2. R. ILYAS DAJIR
  30. 1.1.6.1. .............
  31. 1.1.6.2. R. SOLEH
  32. 1.1.6.3. R. SOFYAN ATS SAURI / YUSUF
  33. 1.1.6.4. R. ARIFIN
  34. 2.1.1.1. R.H. SOLEH SURODIMENGGOLO (Ciomas)
  35. 2.1.1.2. R.H. UMAR SURIODIRDJO (Ciomas)
  36. 2.1.1.3. R.H. MUSA SUMODIRDJO Ciomas)
  37. 2.1.1.4. R.H. EMBIH SASTRODIRDJO
  38. 2.1.2.1. R.H. ICAN SUROMENGGOLO (Ciomas)
  39. 2.1.2.2. NYI. R. AMOE (Ciomas)
  40. 2.1.2.3. R.H. ARJOMENGGOLO (Ciomas)
  41. 2.1.3.1. R.H. MOH. SYAFEI (Ciomas)
  42. 2.1.3.2. R.H. JAMSARI ADIMENGGOLO (Ciomas)
  43. 2.1.4.1. NYI Rd.Hj. ENUNG (Loji)
  44. 2.2.1.1. R.H. KURAESIN
  45. 2.2.1.2. R.H. ADJID MANGKUWIJAYA
  46. 2.2.1.3. R.H. MUH. ISA (Ciomas)
  47. 2.2.6.1. R.H. PANJI
  48. 2.2.6.2. R.H. PANDU
  49. 2.2.6.3. R.H. HASAN
  50. 2.2.6.4. R.H. KURAESIN
  51. 2.2.7.1. NYI Rd. Hj. RATNA KANCANA (Ciomas) <menikah dengan> Ir. H. MARAH ROESLI (Pujangga Nasional
  52. 2.2.8.1. R.H. ACO UMAR
  53. 2.2.9.1. Rd.H. YASIN WINATADIREDJA (Enceng)
  54. 2.2.9.2. NYI Rd.Hj. SITI RAHMAT (Titi)
  55. 2.2.9.3. Rd.H. TATANG MUCHTAR (Ciluar)
  56. 2.2.9.4. NYI Rd. ICHA AISYAH (Di Belanda sejak 1935)
  57. 2.3.6.1. Drs.H.R. MANSYUR
  58. 2.3.6.2. H.R. SANUSI (Gunung Batu)
  59. 2.3.6.3. Drs.H.R. ENTJEP WAHAB (Jakarta)
  60. 3.1.1.1. R. DR. HARTO PURWOWASONO DIPONEGORO / P. GRINGSING IV (Magetan)
  61. 4.1.1.1. NYI Rd. HJ. S. AISYAH
  62. 4.1.1.2. NYI Rd. HJ. INA
  63. 4.1.1.3. NYI Rd. HJ. SITI
  64. 4.1.1.4. Rd. H. MARANA
  65. 4.1.1.5. NYI Rd. HJ. ARISAH
  66. 4.1.1.6. Rd. H. BARNAS SINTOMENGGOLO
  67. 4.1.1.7. NYI Rd. HJ. UTI
  68. 4.1.1.8. NYI Rd. HJ. UTA
  69. 4.1.1.9. NYI Rd. HJ. HATIMAH
  70. 4.1.1.10.Rd. H. SIDIQ SINTOMENGGOLO
  71. 4.2.1.1. Rd. H. KARTA
  72. 4.2.1.2. NYI Rd. HJ. JUHA
  73. 4.2.1.3. Rd. H. DARMA
  74. 4.2.1.4. Rd. H. DARNA
  75. 4.3.1.1. R.H. ENTUNA PARTAWIJAYA
  76. 4.3.2.1. R.H. PRAWIRA SOMANTRI
  77. 5.1.1.1. R. ABDUL LATIF
  78. 5.1.1.2. R. ARMANI
  79. 5.1.1.3. NYI Rd. JENAB
  80. 5.1.1.4. R. MURNAS
  81. 5.1.1.5. R. ABDURROHIM
  82. 5.1.1.6. R. ABDURROHMAN

26314/5 <138+146!> 5. Raden Mas Roub / Raden Mas Raab (Pangeran Hasan) [Hamengku Buwono III]
الميلاد: 1816, Solo
الوفاة: 1894, Wanagopa, Tegal
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Raden Mas Roub/Raib/Raab/Pangeran Hasan 1816

Adalah adik kandung Raden Mas Joned. Usianya sekitar sembilan tahun ketika mengikuti ayahnya dalam medan perang. Bersama kakaknya dia ikut merasakan bagaimana kehidupan dalam pengungsian. Raden Mas Roub selalu mengikuti perjalanan ayahnya dalam medan perang. Selain karena putera dari isteri permaisuri kedua, Pangeran Diponegoro menyiapkan Raden Mas Roub agar kelak sebagai seorang pemimpin agama. Sampai di sini dapat dijelaskan bahwa ada 4 (empat) putera Pangeran Diponegoro yang dibuang ke Ambon. Pada buku The Power of Prophecy tulisan Peter F Carey halaman 746 dijelaskan bahwa pada akhir tahun 1848 Pangeran Diponegoro menanyakan kepada gubernur jenderal di Makassar perihal tiga anaknya yaitu Pangeran Dipokusumo, Raden Mas Raib serta Pangeran Diponingrat yang diberitakan mengalami sakit tekanan jiwa. Pangeran Diponegoro juga menanyakan anaknya yang tertua yang mengalami pembuangan di Sumenep pada tahun 1834 setelah memberontak di Kedu, dan belum pernah berkirim kabar.

Segudang Misteri dari Dukuh Wanagopa (27 Maret 2015)

Dukuh Wanagopa terletak di Desa Kreman, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal. Berjarak ± 4,5 KM di barat daya pusat Kecamatan Warureja. Dukuh Wanagopa juga berada di perbatasan antara Kecamatan Warureja dan Suradadi. Letak yang strategis dengan tiga sungai yang mengalir di dalamnya, antara lain : Sungai Kunci, Sungai Pedati, dan Sungai Jimat, membuat mayoritas penduduk Dukuh Wanagopa memilih bekerja sebagai petani.

Dukuh Wanagopa memiliki salah satu peninggalan sejarah yaitu Makam Kyai Hasan atau yang dikenal warga setempat dengan nama Mbah Wana. Menurut sejarah, Kyai Hasan merupakan anak kedua dari Pangeran Diponegoro dari istri keempatnya, yaitu Raden Ayu Manduretno. Kyai Hasan memiliki nama lain Raden Mas Raib atau Pangeran Hasan. Pada saat perang Diponegoro berlangsung Kyai Hasan berumur 9 tahun, beliau sering membantu ayah dan kakak kandungnya yang bernama Mas Joned. Akhirnya mereka ditangkap oleh pihak Belanda pada tanggal 18 Maret 1830 dan diasingkan ke Ambon. Namun pada tahun 1848, Kyai Hasan pun kembali ke tanah Jawa atas seizin Van den Bosch, kemudian beliau mengembara sembari menyebarkan agama Islam di sekitar lereng Gunung Slamet, dan sampailah di sebuah Desa yang ketika itu sudah dibangun oleh Mbah Ibrohim seorang pendatang dari Desa Bumiharja pada tahun 1870. Kemudian desa itu diberi nama Wanagopa. Menurut Bapak Abdul Salam, S.Ag sejarawan wanagopa mengatakan bahwa Wanagopa berasal dari dua kata yaitu Wana dan Gopak. Wana berarti hutan dan Gopak berarti petak, jadi disimpulkan bahwa Wanagopa dibuat dengan menebang hutan secara berpetak-petak. Selain itu nama Wanagopa merupakan bentuk penghargaan Mbah Ibrohim kepada Kyai Hasan/Mbah Wana. Disisa hidupnya Kyai Hasan menghabiskan waktunya dengan mendekatkan diri pada Allah. Pada tahun 1896-an beliau wafat dan dimakamkan di Dukuh Wanagopa, Desa Kreman, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal. Tetapi beberapa pihak mengatakan bahwa Kyai Hasan meninggal di Panggung Tegal. Namun kenyataannya, makam Kyai Hasan sendiri berada di Dukuh Wanagopa, Desa Kreman.
25115/5 <179+139!> Kanjeng Sultan Hamengku Buwono V / Gusti Raden Mas Gathot Menol [Hb.4.6] (Sinuhun Menol) [Hamengku Buwono V]
الميلاد: 24 يناير 1820
الزواج: <149> Gusti Kanjeng Ratu Sultan [Gp.Hb.6.2] / Gusti Kanjeng Ratu Hageng (Roromunting) [Prawirorejoso]
الزواج: <282!> Kanjeng Mas Hemawati [Hamengku Buwono]
الزواج: <150> Bendoro Raden Ayu Panukmowati [Ga.Hb.5.2] [?]
الزواج: <151> Bendoro Raden Ayu Dewaningsih [Ga.Hb.5.1] [?]
الزواج: <152> Bendoro Raden Ayu Retno Sriwulan [Ga.Hb.5.3] [?]
اللقب المميّز: 19 ديسمبر 1823 - 17 أغسطس 1826, Yogyakarta, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwana V Senopati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid'din Panatagama Khalifatu'llah Ingkang Jumeneng Kaping V
اللقب المميّز: 17 يناير 1828 - 5 يونيو 1855, Yogyakarta, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwana V Senopati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid'din Panatagama Khalifatu'llah Ingkang Jumeneng Kaping V
الزواج: <182!> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Hb.2.52.2] / Bendoro Raden Ajeng Suradinah [Gp.Hb.5.1] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
اللقب المميّز: 1839, Yogyakarta, Letnan Kolonel
اللقب المميّز: 1847, Yogyakarta, Kolonel
الطلاق: <182!> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Hb.2.52.2] / Bendoro Raden Ajeng Suradinah [Gp.Hb.5.1] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
الزواج: <256!> Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton [Hb.3.2.22] / Bendoro Raden Ayu Andaliya [Gp.Hb.5.2] [Hamengku Buwono III] م 1834 و 25 مايو 1919, Yogyakarta
الوفاة: 5 يونيو 1855, Yogyakarta
Sri Sultan Hamengkubuwana V (Bahasa Jawa:Sri Sultan Hamengkubuwono V, lahir: 20 Agustus 1821 – wafat: 1855) adalah sultan kelima Kesultanan Yogyakarta, yang berkuasa tanggal 19 Desember 1823 - 17 Agustus 1826, dan kemudian dari 17 Januari 1828 - 5 Juni 1855 yang diselingi oleh pemerintahan Hamengkubuwana II karena ketidakstabilan politik dalam Kesultanan Yogyakarta saat itu.

Riwayat pemerintahan Nama asli Sri Sultan Hamengkubuwana V adalah Raden Mas Mustoyo, putra Hamengkubuwana IV yang lahir pada tanggal 20 Agustus 1821. Sewaktu dewasa ia bergelar Pangeran Mangkubumi. Ia juga pernah mendapat pangkat Letnan Kolonel tahun 1839 dan Kolonel tahun 1847 dari pemerintah Hindia Belanda.Melihat tahun pemerintahannya dimulai tahun 1823 sedang lahirnya adalah tahun 1821 maka Sultan Hamengku Buwono V waktu permulaan bertahta berumur 2 (dua) tahun.

Hamengkubuwana V sendiri mendekatkan hubungan Keraton Yogyakarta dengan pemerintahan Hindia-Belanda yang berada di bawah Kerajaan Belanda, untuk melakukan taktik perang pasif, dimana ia menginginkan perlawanan tanpa pertumpahan darah. Sri Sultan Hamengkubuwana V mengharapkan dengan dekatnya pihak keraton Yogyakarta dengan pemerintahan Belanda akan ada kerjasama yang saling menguntungkan antara pihak keraton dan Belanda, sehingga kesejahteraan dan keamanan rakyat Yogyakarta dapat terpelihara.

Kebijakan Hamengkubuwana V tersebut ditanggapi dengan tentangan oleh beberapa kanjeng abdi dalem dan adik Sultan HB V sendiri, yaitu Raden Mas Ariojoyo (nantinya Hamengkubuwana VI). Mereka menganggap tindakan Sultan HB V adalah tindakan yang mempermalukan Keraton Yogyakarta sebagai pengecut, sehingga dukungan terhadap Sultan Hamengkubuwana V pun berkurang dan banyak yang memihak adik sultan untuk menggantikan Sultan dengan Raden mas Ariojoyo.

Keadaan semakin menguntungkan Raden Mas Ariojoyo setelah ia berhasil mempersunting putri Kesultanan Brunai dan menjalin ikatan persaudaraan dengan Kesultanan Brunai. Kekuasaan Sultan Hamengkubuwana V semakin terpojok setelah timbul konflik di dalam tubuh keraton yang melibatkan istri ke-5 Sultan sendiri, Kanjeng Mas Hemawati. Sri Sultan Hamengkubuwana V hanya mendapatkan dukungan dari rakyat yang merasakan pemerintahan yang aman dan tenteram selama masa pemerintahannya.

Sri Sultan Hamengkubuwana V wafat pada tahun 1855 dalam sebuah peristiwa yang hanya sedikit diketahui orang, peristiwa itu dikenal dengan wereng saketi tresno ("wafat oleh yang dicinta"), Sri Sultan meninggal setelah ditikam oleh istri ke-5-nya, yaitu Kanjeng Mas Hemawati, yang sampai sekarang tidak diketahui apa penyebab istrinya berani membunuh Sri Sultan suaminya.[2]

Ketika insiden pembunuhan itu terjadi, permaisuri Sultan HB V yakni Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, sedang hamil tua. 13 hari pasca sultan tewas, lahirlah anak yang dikandungnya itu dan seharusnya menjadi penerus tahta Yogyakarta. Putra mahkota Sultan HB V tersebut diberi nama Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad.

https://id.wikipedia.org/wiki/Hamengkubuwana_V

Peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono V Salah satu mahakarya yang lahir di era beliau adalah Serat Makutha Raja. Di dalamnya memuat tentang prinsip-prinsip dasar menjadi raja yang baik. Dari karya ini dapat dilihat visi ke depan Sultan Hamengku Buwono V yang sangat memihak kepada rakyat.

Serat Makutho Raja ini pula yang nantinya menjadi pedoman bagi raja-raja selanjutnya, dan juga menjadi rujukan bagi pemimpin-pemimpin di luar keraton. Serat Makutho Raja ini kurang lebih mengandung nasehat-nasehat dari Kitab Tajussalatin.

Kitab Tajussalatin diterjemahkan di era Sri Sultan Hamengku Buwono V. Kemudian lahir pula karya lain seperti Suluk Sujinah, Serat Syeh Tekawardi dan Serat Syeh Hidayatullah.

Sri Sultan Hamengku Buwono V juga menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap kegiatan-kegiatan seni, terutama seni tari. Beliau memimpin sendiri komunitas tari di istana. Bahkan, beberapa sumber juga mengatakan ia turut menjadi penari.

Disamping tarian, Sri Sultan Hamengku Buwono V memprakarsai Gendhing Gati yang memadukan alat musik diatonis seperti terompet, trombon, suling dan jenis drum atau tambur dengan karawitan Jawa. Gendhing Gati ini lazimnya digunakan dalam gerak Kapang-Kapang pada tari Bedaya atau Serimpi, yaitu komposisi ketika masuk atau keluar dari ruang tari.

Pada era pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono V juga terdapat keunikan-keunikan lain dalam pelembagaan tari. Beliau membentuk kelompok penari Bedaya yang biasanya ditarikan oleh para penari wanita, digantikan oleh sekelompok penari laki-laki yang disebut kelompok Bedaya Kakung.

Karya seni tari lain yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono V adalah Tari Serimpi Renggawati yang ditarikan oleh lima orang penari, yang salah satunya berperan sebagai Dewi Renggawati. Jalan cerita tari ini menggambarkan kisah Prabu Anglingdarma.

Selain itu, Sri Sultan Hamengku Buwono V juga mengembangkan seni wayang orang. Pada masanya tak kurang dari lima judul lakon yang sering dipertunjukkan yakni Pragulamurti, Petruk Dadi Ratu, Angkawijaya Krama, Jaya Semedi dan Pregiwa-Pregiwati.

Media:https://www.kratonjogja.id/raja-raja/6/sri-sultan-hamengku-buwono-v
25216/5 <179+139!> Kanjeng Sultan Hamengku Buwono VI / Gusti Raden Mas Mustojo [Hb.4.12] (Sinuhun Mangkubumi) [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 10 أغسطس 1821, Yogyakarta
الزواج: <153> Putri Kerajaan Brunei [?]
الزواج: <154> Bendoro Raden Ayu Retnodiningrum [Ga.Hb.6.7] [?]
الزواج: <155> Bendoro Raden Ayu Murtiningrum [Ga.Hb.6.6] [?]
الزواج: <156> Bendoro Raden Ayu Pujoretno [Ga.Hb.6.2] [?]
الزواج: <157> Bendoro Raden Ayu Dewiningrum [Ga.Hb.6.8] [?]
الزواج: <158> Bendoro Raden Ayu Puspitoningrum [Ga.Hb.6.5] [?]
الزواج: <159> Bendoro Raden Ayu Retnoningdiah [Ga.Hb.6.3] [?]
الزواج: <160> Bendoro Raden Ayu Sasmitaningrum [Ga.Hb.6.4] [?]
الزواج: <161> Bendoro Raden Ayu Tedjaningsih [Ga.Hb.6.1] [?]
الزواج: <149!> Gusti Kanjeng Ratu Sultan [Gp.Hb.6.2] / Gusti Kanjeng Ratu Hageng (Roromunting) [Prawirorejoso]
الزواج: <162> Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Gp.Hb.6.1] ? (Gusti Kanjeng Ratu Hamengku Buwono, Pakubuwono VIII) [Pakubuwono VIII] , Yogyakarta
اللقب المميّز: 5 يوليو 1855 - 20 يوليو 1877, Yogyakarta, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwana VI Senopati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid'din Panatagama Khalifatu'llah Ingkang Jumeneng Kaping VI
الزواج: <578!> Gusti Bendoro Raden Ayu Angabehi [Hb.5.1] / Bendoro Raden Ayu Gondokusumo [Gp.Hb.6.3] [Hamengku Buwono V] , Yogyakarta
الطلاق: <578!> Gusti Bendoro Raden Ayu Angabehi [Hb.5.1] / Bendoro Raden Ayu Gondokusumo [Gp.Hb.6.3] [Hamengku Buwono V]
الوفاة: 20 يوليو 1877, Yogyakarta
Sri Sultan Hamengkubuwana VI (Bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengkubuwono VI, lahir: 1821 – wafat: 20 Juli 1877) adalah sultan ke-enam Kesultanan Yogyakarta yang memerintah pada tahun 1855 – 1877. Dia menggantikan kakaknya, Hamengkubuwana V yang meninggal di tengah ketidakstabilan politik dalam tubuh Keraton Yogyakarta.

Riwayat Pemerintahan Nama asli Sultan Hamengkubuwana VI adalah Raden Mas Mustojo, putra Hamengkubuwana IV yang lahir pada tahun 1821.

Hamengkubuwana VI naik takhta menggantikan kakaknya, yaitu Hamengkubuwana V pada tahun 1855, setelah Hamengkubuwana V meninggal secara misterius. Pada masa pemerintahannya terjadi gempa bumi yang besar yang meruntuhkan sebagian besar Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Tugu Golong Gilig, Masjid Gede (masjid keraton), Loji Kecil (sekarang Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta) serta beberapa bangunan lainnya di Kesultanan Yogyakarta.

Pada masa Hamengkubuwana V, Raden Mas Mustojo adalah seorang penentang keras kebijakan politik perang pasif kakaknya yang menjalankan hubungan dekat dengan pemerintahan Hindia-Belanda yang ada di bawah Kerajaan Belanda. Namun setelah kakaknya meninggal dan dia dinobatkan menjadi Hamengkubuwana VI, semasa pemerintahannya dia justru melanjutkan kebijakan dari kakaknya yang sebelumnya dia tentang keras.

Semasa pemerintahan Hamengkubuwana VI kemudian mulai timbul pemberontakan-pemberontakan yang tidak mengakui masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VI, namun pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat diredam dan dibersihkan. Hal ini berkat kepemimpinan dan ketangguhan Danuredjo V, patih Keraton Yogyakarta saat itu. Hubungan dengan berbagai kerajaan pun terjalin kuat pada masa pemerintahan HB VI, apalagi setelah dia menikah dengan putri Kesultanan Brunai.

Walaupun sempat menimbulkan beberapa sengketa dengan kerajaan-kerajaan lain, tercatat bahwa Sultan HB VI dapat mengatasinya dengan arif bijaksana. Tapi lambat laun hubungan dengan pemerintahan Hindia-Belanda agak mulai menuai konflik tertama karena keraton Yogyakarta kala itu banyak menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang menjadi musuh pemerintah Hindia-Belanda dan Kerajaan Belanda.

Pemerintahan Hamengkubuwana VI berakhir ketika ia meninggal dunia pada tanggal 20 Juli 1877. Ia digantikan putranya sebagai sultan selanjutnya bergelar Hamengkubuwana VII.
29117/5 <189> 4. Raden Mas Haryo Madyowijoyo / Muhammad Irfan Ba'abud Madyowijoyo [Ba'abud]
الميلاد: 1827
الوفاة: 1902
27018/5 <138+93> 12. Raden Mas Kindar / Pangeran Abdurrahman [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1832
25619/5 <149> Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton [Hb.3.2.22] / Bendoro Raden Ayu Andaliya [Gp.Hb.5.2] [Hamengku Buwono III]
الميلاد: 1834
الزواج: <251!> Kanjeng Sultan Hamengku Buwono V / Gusti Raden Mas Gathot Menol [Hb.4.6] (Sinuhun Menol) [Hamengku Buwono V] م 24 يناير 1820 و 5 يونيو 1855, Yogyakarta
الوفاة: 25 مايو 1919, Mahakeret, Manado
27120/5 <138+93> 13. Raden Mas Sarkuma [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1834
الوفاة: 1849
27221/5 <138+93> 14. Raden Mas Mutawaridin / Pangeran Abdurrahim [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1835
27322/5 <138+93> 15. Raden Ayu Putri Munadima / Raden Ayu Setiokusumo [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1836
27423/5 <138+93> 16. Raden Mas Dulkabli / Pangeran Abdulgani [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1836
27524/5 <138+93> 17. Raden Mas Rajab / Abdulrajab (Pangeran Abdulrajak) [Hamengku Buwono]
الميلاد: > 1836
27625/5 <138+93> 18. Raden Mas Ramaji / Pangeran Abdulgafur [Hamengku Buwono]
الميلاد: > 1836
28426/5 <140> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam IV / Raden Mas Nataningrat (Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Surya Sasraningrat) [Paku Alam IV]
الميلاد: 25 October 1840, Yogyakarta
الزواج: <516!> Gusti Kanjeng Ratu Ayu [Hb.6.10] [Gp.Pa.4.1] [Hamengku Buwono VI]
الزواج: <163> Raden Ayu Pujaningrum [Ga.Pa.4.1] [?]
الزواج: <164> Raden Ayu Pujoretno [Ga.Pa.4.2] [?]
الزواج: <165> Raden Ayu Rengganingsih [Ga.Pa.4.3] [?]
اللقب المميّز: 1 ديسمبر 1864 - 24 ديسمبر 1878, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Surya Sasraningrat bergelar Prabu Paku Alam IV
الوفاة: 24 ديسمبر 1878, Yogyakarta
RM Nataningrat dilahirkan 25 Oktober 1841 (versi lain 1840) di Yogyakarta. Ia diperjuangkan GK Ratu Ayu permaisuri PA II untuk menjadi pewaris tahta. Di sini sekali lagi dapat dilihat peranan perempuan dalam mengatur pemerintahan pada zaman kerajaan (bandingkan dengan pengaruh besar ibu Hamengkubuwono III dalam mendudukkan putranya dengan mendongkel kedudukan suaminya).

Pada 1 Desember 1864 RM Nataningrat ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Surya Sasraningrat menggantikan almahrum pamannya. Masa pemerintahannya ditandai dengan kemunduran Kadipaten Pakualaman. Banyak dari kebijakan Surya Sasraningrat [Paku Alam IV] menimbulkan ketidakpuasan. Selain itu ia tidak begitu mahir dalam hal kesusastraan dan kebudayaan. Di keluarga besar Paku Alam pun terjadi beberapa perubahan yang cenderung kurang baik akibat sering bergaul dengan orang-orang Belanda. Kemewahan dan foya-foya menjadi penyebab kehancuran beberapa anggota keluarga Paku Alam.

Namun disamping itu, dengan perjanjian politik 1870, Kadipaten Pakualaman diperkenankan memiliki setengah batalyon infantri dan satu kompi kavaleri. Legiun ini lebih besar dari angkatan perang yang diperbolehkan pada masa para pendahulunya. Perlu ditambahkan pula, KGPA Surya Sasraningrat [Paku Alam IV] mengirim seorang pegawai laki-lakinya untuk menuntut ilmu di Kweekschool Surakarta dan seorang pegawai perempuannya untuk menuntut ilmu kebidanan di Jakarta. Agaknya inilah yang akan mendorong para Paku Alam selanjutnya untuk menyekolahkan anggota keluarga besar Paku Alam ke sekolah Belanda.

KGPA Surya Sasraningrat [Paku Alam IV] menikah pertama kali dengan Putri Bupati Banyumas yang kemudian diceraikan karena sakit. Perkawinan yang kedua dengan GK Ratu Ayu putri Hamengkubuwono VI. Namun lagi-lagi seperti perkawinan yang pertama ia tidak memperoleh anak. GK Ratu Ayu selanjutnya juga diceraikan. Perlu dicatat GK Ratu Ayu kemudian menikah dengan Bupati Demak dan melahirkan Bupati Jepara, ayah RA Kartini. KGPA Surya Sasraningrat [Paku Alam IV] hanya memiliki 2 putra-putri yang berasal dari selir. Pada 24 September 1878 ia mangkat dan dimakamkan di Kota Gede Yogyakarta.
25327/5 <142+113> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VI / Kanjeng Gusti Pangeran Notokusumo [Pakualam V]
الميلاد: 9 ابريل 1856
الزواج: <471!> Gusti Kanjeng Ratu Timur [Paku Alam III]
اللقب المميّز: 11 ابريل 1901 - 9 يونيو 1902, Yogyakarta, Gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VI
الوفاة: 9 يونيو 1902, Kulon Progo
KPH Notokusumo dilahirkan pada 9 April 1856 (versi lain 1860). Ia adalah putra Paku Alam V dari permaisuri. Walaupun tidak sampai selesai dalam menuntut ilmu, Notokusumo pernah sekolah di HBS. Ia merupakan tokoh yang representatif dan dapat baca-tulis dalam bahasa Belanda. Notokusumo ditahtakan menggantikan almahrum ayahnya pada 11 April 1901 dan langsung menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VI. Dari Pemerintah Hindia Belanda ia juga mendapat pangkat Kolonel tituler. Sungguh sayang kondisinya yang kurang sehat menyebabkan banyak tugas yang diserahkan kepada adiknya, KPH Notodirojo. KGPAA Paku Alam VI memiliki 9 putra-putri. Secara mendadak penguasa Kadipaten Paku Alaman ini meninggal pada 9 Juni 1902 dan dimakamkan di Girigondo, Adikarto (sekarang Kabupaten Kulon Progo bagian selatan). Banyak tugas yang belum dapat ia kerjakan selama memegang tampuk pemerintahan yang sangat singkat.
28128/5 <176+500!> Gusti Kanjeng Ratu Hemas [Hb.7.61] [Hamengku Buwono VII]
الزواج: <166> Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X / Sunan Panutup (Raden Mas Malikul Kusno) [Pakubuwono X] م 29 نوفمبر 1866 و 1 فبراير 1939, Yogyakarta
الوفاة: 28 مايو 1944
25429/5 <143> R. Pangulu Kamaludiningrat [Hamengku Buwono]
Official Link. Adm: Ir H Hilal Achmar.

Sebagai pecahan kerajaan Islam Mataram, Keraton Yogyakarta mempunyai abdi dalem (pegawai) yang khusus mengurusi soal keagamaan. Pegawai khusus keagamaan ini disebut pegawai kepenguluan. Oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, para pegawai kepenguluan diberi tempat khusus, yakni dekat Masjid Agung Kesultanan.

Kepenguluan berfungsi sebagai lembaga yang mengurusi keagamaan sekaligus berfungsi semacam Dewan Daerah. Kepenguluan dipimpin oleh seorang dengan jabatan penghulu. Semua petugas di bawah pimpinan penghulu ini sering disebut sebagai abdi dalem putihan, yakni orang-orang yang ahli dalam agama. Khusus masalah kemasjidan, tetap dibawah koordinasi penghulu dengan dibantu oleh ketib (khatib) yang terdiri dari sembilan. Semua khatib berfungsi sederajat, sebagai imam shalat dan pengajar agama kecuali khatib anom, jabatan wakil penghulu yang berfungsi menggantikan jabatan penghulu suatu saat bila penghulu wafat.

Oleh pihak Kraton, para abdi dalem Kepenguluan ini diberi tanah `gaduhan'. Semacam tanah tinggal dinas yang berlokasi di dekat Masjid Agung. Oleh Kraton, tanah perkampungan para abdi dalem putihan dan para pegawai keagamaan didekat masjid inilah yang kemudian dijuluki dengan sebutan pakauman, diambil dari kata Qoimuddin (orang yang menjalankan agama). Belakangan, nama pakauman lebih dikenal dengan sebutan Kauman.

Para khatib itu kemudian mendirikan pusat kegiatan pendidikan keagamaan bernama langgar (mushola). Setiap khatib memiliki satu langgar. Langgar para khatib inilah yang menyelenggarakan berbagai bentuk keagamaan seperti pengajian.
25530/5 <144+114> Raden Ayu Gondokusumo [Hamengku Buwono III]
Hilal Achmar Link
26031/5 <147+112> Raden Mas Tumenggung Adipati Tjokroadisoerjo [Hamengku Buwono II]
26132/5 <143> R. Ay. Imanadi [Hamengku Buwono]
Official Link. Adm: Ir H Hilal Achmar Suaminya bernama KH Imanadi
26433/5 <138+92> 6. Raden Ayu Impun / Raden Ayu Basah Mertonegoro [Hamengku Buwono]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


R.A Impun/R.A. Basah Mertonegoro

Raden Ayu Impun adalah puteri Pangeran Diponegoro dengan Raden Ayu Retnodewati. Ketika perang Diponegoro mulai pecah, Raden Ayu Impun dinikahkan dengan kakak Sentot Prawiro Dirjo yang bernama Raden Abdul Kamil Alibasyah yang juga merupakan pejuang Pangeran Diponegoro yang bertugas bergerilya di wilayah Barat Sungai Progo. Raden Abdul Kamil Alibasyah kemudian diberikan gelar Notodirjo dan diberikan kedudukan setingkat tumenggung dan biasa dipanggil raden Basah.

Setelah Raden Abdul Kamil tewas dalam peperangan, kemudian dinikahi oleh Tumenggung Mertonegoro atau Jayapermadi anak laki-laki tertua Patih Danurejo II sehingga terkenal dengan nama Raden Ayu Basah Mertonegoro.
26534/5 <138+95> 7. Raden Ayu Joyokusumo [Hamengku Buwono II]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


R.A. Joyokusumo

Nama sebenarnya tidak diketahui dan tidak pernah tersurat dalam Babad Diponegoro. R.M.Joyokusumo adalah anak Raden Ngabehi Joyokusumo, paman Pangeran Diponegoro. Raden Ngabehi Joyokusumo adalah salah satu pengatur strategi perang. Baik Raden Ngabehi Joyokusumo maupun Raden Mas Joyokusumo tewas di tangan Belanda pada pertempuran di tepi sungai Bogowonto di dusun Sengir.

Atas permintaan Pangeran Diponegoro melalui surat yang ditulis bulan Mei 1830 di Batavia, R.A Joyokusumo dinikahkan dengan Basah Gondokusumo, adik Basah Mertonegoro. Surat tersebut ditujukan kepada Diponegoro Anom. Dalam surat tersebut Pangeran Diponegoro menyarankan apabila ada masalah agar mengadu pada Kapten Johan Jacob Roeps. Dalam surat tersebut Pangeran Diponegoro menuliskan bahwa dia menaruh kepercayaan besar pada kapten Roeps berkaitan dengan nasib anak-anaknya.
26635/5 <138+92> 8. Raden Ayu Munteng / Raden Ayu Gusti (Raden Ayu Siti Fadilah) [Hamengku Buwono III]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


R.A Munteng/R.A Gusti/RA. Siti Fadilah/Nyai Musa

Dalam sebuah penyergapan Belanda di Kreteg daerah Kedu Utara Ibu Pangeran Diponegoro tertangkap bersama RA. Gusti. Mereka terpisah dari rombongan ketika perang di Bagelen. Kedunya lalu diserahkan ke Kasultanan Yogyakarta dan menjalani kehidupan di kraton. Dalam perjalanan terpisah dari rombongan itu mereka mendapat bantuan dari Kyai Setrodrono ayah Kyai Musa seorang ulama di wilayah Merden yang masih keturunan dari keluarga besar Danurejan.
26736/5 <138+96> 9. Raden Ayu Herjuminten [Hamengku Buwono]
26837/5 <138+96> 10. Raden Ayu Herjumerot [Hamengku Buwono]
27738/5 <141> Kanjeng Pangeran Haryo Suryaningrat [Paku Alam III]
27839/5 <142> Kanjeng Gusti Pangeran Notodirojo [Paku Alam V] 27940/5 <142> Kanjeng Pangeran Adipati Anom Kusumoyudo [Paku Alam V]
28041/5 <159> Kanjeng Raden Tumenggung Purwodiningrat [Hb.3.14.3] [Hamengku Buwono III] 28242/5 <180> Kanjeng Mas Hemawati [Hamengku Buwono]
28343/5 <175> Gusti Kanjeng Ratu Kencana [Gp.Hb.7.1] (Bendara Raden Ayu Retno Sriwulan) [Sentot Alibasa]
28544/5 <219> Kanjeng Pangeran Haryo Purwonegoro / Kanjeng Pangeran Haryo Purbokusumo [Hamengku Buwono III] 28645/5 <176+500!> Gusti Kanjeng Ratu Chondrokirono II [Hb.7.54] [Hamengku Buwono VII] 28746/5 <169> Raden Mas Notodiksono [Hamengku Buwono III]
28847/5 <189+?> 1. Raden Mas Haryo Wongsodipuro [Ba'abud]
28948/5 <189> 2. Raden Ayu Ali Alatas [Ba'abud]
29049/5 <189> 3. Raden Mas Haryo Kusumoatmojo [Ba'abud]
29450/5 <190+?> Mas Ayu Loano [Ba'abud]
29651/5 <191> 2. RM. Kyai Muh. Idris [Cakraatmaja]
29752/5 <191> 3. Nyi RAy. Abas [Cakraatmaja]
29853/5 <191> 4. Raden Mas Kyai Muhammad Musa [Cakraatmaja] 30054/5 <147+112> Raden Ayu Djojoatmojo [Hamengku Buwono]
30155/5 <149> Raden Ayu Glenter [Hb.3.2.1] [Hamengku Buwono III]
30256/5 <149> Raden Mas Santog [Hb.3.2.2] [Hamengku Buwono III]
30357/5 <149> Raden Mas Suryonegoro [Hb.3.2.3] [Hamengku Buwono III]
30458/5 <149> Raden Ayu Bahusosro [Hb.3.2.4] [Hamengku Buwono III]
30559/5 <149> Raden Ayu Basah Prawirokusumo [Hb.3.2.5] [Hamengku Buwono III]
30660/5 <149> Raden Ayu Diponegoro [Hb.3.2.6] [Hamengku Buwono III]
30761/5 <149> Kanjeng Pangeran Haryo Basah Abdul Fatah Kusumonegoro [Hb.3.2.7] [Hamengku Buwono III]
30862/5 <149> Raden Ayu Pusponegoro [Hb.3.2.8] [Hamengku Buwono III]
30963/5 <149> Raden Mas Rio Suryotaruno [Hb.3.2.9] [Hamengku Buwono III]
31064/5 <149> Raden Mas Lurah [Hb.3.2.10] [Hamengku Buwono III]
31165/5 <149> Raden Mas Rio Suryoatmojo [Hb.3.2.11] [Hamengku Buwono III]
31266/5 <149> Raden Ayu Sentotprawirodirjo [Hb.3.2.12] [Hamengku Buwono III] 31367/5 <149> Kanjeng Raden Tumenggung Kusumonegoro [Hb.3.2.13] [Hamengku Buwono III]
31468/5 <149> Raden Ajeng Berek [Hb.3.2.14] [Hamengku Buwono III]
31569/5 <149> Raden Mas Rio Kusumowijoyo [Hb.3.2.15] [Hamengku Buwono III]
31670/5 <149> Raden Ayu Glentok [Hb.3.2.16] [Hamengku Buwono III]
31771/5 <149> Raden Ayu Menik [Hb.3.2.17] [Hamengku Buwono III]
31872/5 <149> Raden Ayu Jogoharjo [Hb.3.2.18] [Hamengku Buwono III]
31973/5 <149> Raden Ayu Sabit [Hb.3.2.19] [Hamengku Buwono III]
32074/5 <149> Raden Mas Danuwiryo [Hb.3.2.20] [Hamengku Buwono III]
32175/5 <149> Raden Mas Tumenggung Kusumodiningrat [Hb.3.2.21] [Hamengku Buwono III]
32276/5 <149> Raden Mas Puspoasmoro [Hb.3.2.23] [Hamengku Buwono III]
32377/5 <149> Raden Ayu Projodirjo [Hb.3.2.24] [Hamengku Buwono III]
32478/5 <149> Raden Ayu Kusumodipuro [Hb.3.2.25] [Hamengku Buwono III]
32579/5 <149> Raden Mas Kusumodirejo [Hb.3.2.26] [Hamengku Buwono III]
32680/5 <149> Raden Ayu Mangunatmojo [Hb.3.2.27] [Hamengku Buwono III]
32781/5 <149> Raden Mas Joyosaputro [Hb.3.2.28] [Hamengku Buwono III]
32882/5 <149> Raden Mas Kusumodipuro [Hb.3.2.29] [Hamengku Buwono III]
32983/5 <149> Raden Mas Suro [Hb.3.2.30] [Hamengku Buwono III]
33084/5 <139+109> Bendoro Pangeran Haryo Suryonegoro [Hb.4.17] [Hamengku Buwono IV]
33185/5 <179+139!> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Hanom Hamengkunegoro [Hb.4.1] [Hamengku Buwono IV]
33286/5 <139+103> Bendoro Raden Mas Tritrustho [Hb.4.2] [Hamengku Buwono IV]
33387/5 <139+103> Bendoro Raden Mas (No Name) [Hb.4.3] [Hamengku Buwono IV]
33488/5 <139+103> Bendoro Raden Mas (No Name) [Hb.4.4] [Hamengku Buwono IV]
33589/5 <139+105> Bendoro Raden Ayu Danurejo [Hb.4.8] [Hamengku Buwono IV] 33690/5 <150> Kanjeng Pangeran Haryo Suryobronto [Hb.3.3.1] [Hamengku Buwono III]
33791/5 <150> Raden Ayu Dipokusumo [Hb.3.3.2] [Hamengku Buwono III]
33892/5 <150> Kanjeng Raden Tumenggung Poncokusumo [Hb.3.3.3] [Hamengku Buwono III]
33993/5 <150> Raden Mas Darsono [Hb.3.3.4] [Hamengku Buwono III]
34094/5 <150> Raden Ayu Danukusumo [Hb.3.3.5] [Hamengku Buwono III]
34195/5 <150> Raden Rio Purwokusumo [Hb.3.3.6] [Hamengku Buwono III]
34296/5 <150> Raden Ayu Notoatmojo [Hb.3.3.7] [Hamengku Buwono III]
34397/5 <151+116> Raden Ayu Rio Danukusumo [Hb.3.4.1] [Hamengku Buwono III]
34498/5 <151+116> Raden Ayu Resosentono [Hb.3.4.2] [Hamengku Buwono III]
34599/5 <151+116> Raden Ayu Adipati Danurejo [Hb.3.4.3] [Hamengku Buwono III] 346100/5 <151+116> Raden Ayu Reksonegoro [Hb.3.4.4] [Hamengku Buwono III]
347101/5 <151+116> Raden Mas Mertowijoyo [Hb.3.4.5] [Hamengku Buwono III]
348102/5 <151+116> Raden Mas Hakekat [Hb.3.4.6] [Hamengku Buwono III]
349103/5 <145+345!> Raden Ayu Suryoprawiro [Hb.3.4.3.1] [Hamengku Buwono III / Danurejo IV]
350104/5 <145+345!> Raden Mas Karmeni [Hb.3.4.3.2] [Hamengku Buwono III / Danurejo IV]
351105/5 <145+345!> Raden Mas Suleman [Hb.3.4.3.3] [Hamengku Buwono III / Danurejo IV]
352106/5 <145+345!> Raden Ajeng Parkis [Hb.3.4.3.4] [Hamengku Buwono III / Danurejo IV]
353107/5 <145+345!> Raden Ayu Mertonegoro [Hb.3.4.3.5] [Hamengku Buwono III / Danurejo IV]
354108/5 <145+345!> Raden Ayu Dipokusumo [Hb.3.4.3.6] [Hamengku Buwono III / Danurejo IV]
355109/5 <152+117> Raden Lurah Ronowinoto [Hb.3.5.1] [Hamengku Buwono III]
356110/5 <152+117> Raden Ayu Somonegoro [Hb.3.5.2] [Hamengku Buwono III]
357111/5 <152+117> Raden Ayu Joyoprayitno [Hb.3.5.3] [Hamengku Buwono III]
358112/5 <152+117> Raden Ayu Pekih Brahum [Hb.3.5.5] [Hamengku Buwono III]
359113/5 <152+117> Raden Ayu Prawirodilogo [Hb.3.5.6] [Hamengku Buwono III]
360114/5 <155> Raden Lurah Mangkudiprojo [Hb.3.8.1] [Hamengku Buwono III]
361115/5 <144+114> Raden Ayu Cokrodiwiryo [Hb.3.10.1] [Hamengku Buwono III]
362116/5 <144+114> Raden Ayu Atmokusumo [Hb.3.10.3] [Hamengku Buwono III]
363117/5 <144+114> Raden Mas Mangunnegoro [Hb.3.10.4] [Hamengku Buwono III]
364118/5 <156+119> Raden Ayu Riyokusumo [Hb.3.12.1] [Hamengku Buwono III]
365119/5 <156+119> Raden Ayu Rio Prawiroatmojo [Hb.3.12.2] [Hamengku Buwono III]
366120/5 <158> Raden Ayu Sosrokusumo [Hb.3.13.1] [Hamengku Buwono III]
367121/5 <158> Raden Mas Puspohadisosro [Hb.3.13.2] [Hamengku Buwono III]
368122/5 <159> Raden Ayu Sindunegoro [Hb.3.14.1] [Hamengku Buwono III]
369123/5 <159> Raden Ayu Mangkuwinoto [Hb.3.14.2] [Hamengku Buwono III]
370124/5 <159> Kanjeng Raden Tumenggung Sosromenduro [Hb.3.14.4] [Hamengku Buwono III]
371125/5 <159> Raden Bagus Mangkurejo [Hb.3.14.5] [Hamengku Buwono III]
372126/5 <159> Raden Ayu Danudimejo [Hb.3.14.6] [Hamengku Buwono III]
373127/5 <159> Raden Lurah Kertoatmojo [Hb.3.14.7] [Hamengku Buwono III]
374128/5 <160+120> Raden Ayu Sindudiprojo [Hb.3.15.1] [Hamengku Buwono III]
375129/5 <160+120> Raden Mas Notowijoyo [Hb.3.15.2] [Hamengku Buwono III]
376130/5 <162> Raden Ayu Gondowedoyo [Hb.3.17.1] [Hamengku Buwono III]
377131/5 <162> Raden Rio Notoatmojo [Hb.3.17.2] [Hamengku Buwono III]
378132/5 <162> Raden Ayu Manyar [Hb.3.17.3] [Hamengku Buwono III]
379133/5 <165+124> Raden Ayu Suryonegoro [Hb.3.20.1] [Hamengku Buwono III]
380134/5 <165+124> Raden Rio Joyowinoto [Hb.3.20.2] [Hamengku Buwono III]
381135/5 <165+124> Raden Mas Atmowinoto [Hb.3.20.3] [Hamengku Buwono III]
382136/5 <165+124> Raden Mas Yudowinoto [Hb.3.20.4] [Hamengku Buwono III]
383137/5 <167> Raden Lurah Sumodipuro [Hb.3.22.1] [Sumodipuro]
384138/5 <167+125> Raden Bagus Sumoatmojo [Hb.3.22.2] [Kusumodipuro]
385139/5 <201+127> Raden Mas Ambiyo [Hb.3.29.1] [Hamengku Buwono III]
386140/5 <201+127> Raden Mas Koci [Hb.3.29.2] [Hamengku Buwono III]
387141/5 <202+128> Raden Lurah Mangkupermadi [Hb.3.30.1] [Hamengku Buwono III]
388142/5 <203+129> Raden Ayu Tirtoatmojo [Hb.3.31.1] [Hamengku Buwono III]
389143/5 <203+129> Raden Ayu Somodimejo [Hb.3.31.2] [Hamengku Buwono III]
390144/5 <203+129> Raden Ayu Joyowirono [Hb.3.31.3] [Hamengku Buwono III]
391145/5 <203+129> Raden Mas Kadiran [Hb.3.31.4] [Hamengku Buwono III]
392146/5 <204+130> Kanjeng Raden Tumenggung Wiryokusumo [Hb.3.32.1] [Hamengku Buwono III]
393147/5 <204+130> Raden Ayu Brojoatmojo [Hb.3.32.2] [Hamengku Buwono III]
394148/5 <204+130> Raden Ngabehi Dipowedono [Hb.3.32.3] [Hamengku Buwono III]
395149/5 <204+130> Raden Panji Sutomenggolo [Hb.3.32.4] [Hamengku Buwono III]
396150/5 <204+130> Raden Bagus Prawiroatmojo [Hb.3.32.5] [Hamengku Buwono III]
397151/5 <164+123> Raden Ayu Sosrowinoto [Hb.3.19.1] [Hamengku Buwono III]
398152/5 <164+123> Raden Bagus Mangunsuro Wibowo [Hb.3.19.2] [Hamengku Buwono III]
399153/5 <164+123> Bendoro Raden Ayu Susilowaty [Hb.3.19.3] [Hamengku Buwono III]
400154/5 <139+103> Bendoro Raden Mas Sunadi [Hb.4.7] [Hamengku Buwono IV]
401155/5 <139+106> Bendoro Raden Ayu Nitinegoro [Hb.4.9] [Hamengku Buwono IV] 402156/5 <139+107> Bendoro Pangeran Haryo Suryodinigrat [Hb.4.10] / Bendoro Pangeran Hangabehi [Hamengku Buwono IV]
403157/5 <139+110> Bendoro Raden Ayu Mutoinah [Hb.4.15] [Hamengku Buwono IV]
404158/5 <139+105> Bendoro Raden Mas Samadikun [Hb.4.18] [Hamengku Buwono IV]
405159/5 <139+109> Bendoro Pangeran Haryo Maloyokusumo [Hb.4.17] [Hamengku Buwono IV]
406160/5 <139+109> Bendoro Raden Mas Pringadi [Hb.4.16] [Hamengku Buwono IV]
407161/5 <139+110> Bendoro Raden Ayu Jayaningrat [Hb.4.11] [Hamengku Buwono IV] 408162/5 <139+104> Bendoro Raden Ayu Gusti Maduretno [Hb.4.5] [Hamengku Buwono IV] 409163/5 <179+139!> Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton [Hb.4.14] [Hamengku Buwono IV]
410164/5 <166> Raden Ayu Mangun Broto [Hb.3.25.1] [Hamengku Buwono III]
411165/5 <166> Raden Ayu Joyopertomo [Hb.3.25.2] [Hamengku Buwono III]
412166/5 <166> Raden Rio Prawirodiningrat [Hb.3.25.3] [Hamengku Buwono III]
413167/5 <166> Raden Mas Ngusman [Hb.3.25.4] [Hamengku Buwono III]
414168/5 <166> Raden Ayu Brotoprawiro [Hb.3.25.5] [Hamengku Buwono III]
415169/5 <166> Raden Ayu Brotoatmojo [Hb.3.25.6] [Hamengku Buwono III]
416170/5 <166> Raden Ayu Riyokusumo [Hb.3.25.7] [Hamengku Buwono III]
417171/5 <166> Raden Mas Salim [[Hb.3.25.8] [Hamengku Buwono III]
418172/5 <166> Raden Ayu Suratinah [Hb.3.25.9] [Hamengku Buwono III]
419173/5 <166> Raden Mas Surojo [Hb.3.25.10] [Hamengku Buwono III]
420174/5 <166> Raden Ajeng Surati [Hb.3.25.11] [Hamengku Buwono III]
421175/5 <166> Raden Ajeng Satinah [Hb.3.25.12] [Hamengku Buwono III]
422176/5 <166> Raden Mas Salikin [Hb.3.25.13] [Hamengku Buwono III]
423177/5 <166> Raden Ajeng Asiyah [Hb.3.25.14] [Hamengku Buwono III]
424178/5 <166> Raden Ajeng Satijah [Hb.3.25.15] [Hamengku Buwono III]
425179/5 <199> Raden Rio Purwodipuro [Hb.3.26.1] [Hamengku Buwono III]
426180/5 <199> Raden Ayu Mangkudilogo [Hb.3.26.2] [Hamengku Buwono III]
427181/5 <199> Raden Mas Setap [Hb.3.26.3] [Hamengku Buwono III]
428182/5 <199> Raden Mas Karjan [Hb.3.26.4] [Hamengku Buwono III]
429183/5 <199> Raden Ayu Murtejaningrum [Hb.3.26.5] [Hamengku Buwono III]
430184/5 <199> Raden Mas Agung [Hb.3.26.6] [Hamengku Buwono III]
431185/5 <200> Raden Rio Suryadi [Hb.3.27.1] [Hamengku Buwono III]
432186/5 <200> Raden Ayu Prawiroatmojo [Hb.3.27.2] [Hamengku Buwono III]
433187/5 <200> Raden Ayu Suronegoro [Hb.3.27.3] [Hamengku Buwono III]
434188/5 <200> Raden Ayu Honggowongso [Hb.3.27.4] [Hamengku Buwono III]
435189/5 <200> Raden Ayu Kusumowinoto [Hb.3.27.5] [Hamengku Buwono III]
436190/5 <200> Raden Ayu Sastrowijoyo [Hb.3.27.6] [Hamengku Buwono III]
437191/5 <200> Raden Ayu Notohamiprojo [Hb.3.27.7] [Hamengku Buwono III]
438192/5 <200> Raden Ajeng Saparinah [Hb.3.27.8] [Hamengku Buwono III]
439193/5 <169> Raden Ayu Danupernoto [Hb.3.28.1] [Hamengku Buwono III]
440194/5 <169> Raden Ayu Puspodirojo [Hb.3.28.2] [Hamengku Buwono III]
441195/5 <169> Raden Ayu Pusposenjoyo [Hb.3.28.3] [Hamengku Buwono III]
442196/5 <169> Raden Ayu Tirtodimejo [Hb.3.28.4] [Hamengku Buwono III]
443197/5 <169> Raden Ayu Joyowinoto [Hb.3.28.5] [Hamengku Buwono III]
444198/5 <169> Raden Ayu Prawirowecono [Hb.3.28.6] [Hamengku Buwono III]
445199/5 <169> Raden Mas Pusporejuno [Hb.3.28.7] / Raden Rio Notobroto [Hamengku Buwono III]
446200/5 <169> Raden Ayu Mangunprawiro [Hb.3.28.8] [Hamengku Buwono III]
447201/5 <169> Raden Mas Notodilogo [Hb.3.28.9] [Hamengku Buwono III]
448202/5 <169> Raden Ayu Resowirono [Hb.3.28.10] [Hamengku Buwono III]
449203/5 <169> Raden Mas Kusumodilogo [Hb.3.28.12] [Hamengku Buwono III]
450204/5 <169> Raden Mas Sumarjo [Hb.3.28.13] / Raden Bagus Mangundigdo [Hamengku Buwono III]
451205/5 <169> Raden Ajeng Saparinah [Hb.3.28.14] [Hamengku Buwono III]
452206/5 <169> Raden Mas Murtijan [Hb.3.28.15] / Raden Mas Mukri [Hamengku Buwono III]
453207/5 <169> Raden Ajeng Soblem [Hb.3.28.16] [Hamengku Buwono III]
454208/5 <169> Raden Ajeng Katijah [Hb.3.28.17] [Hamengku Buwono III]
455209/5 <139+108> Bendoron Raden Ayu Suryoatmojo [Hb.4.13] [Hamengku Buwono IV]
456210/5 <176+500!> Gusti Kanjeng Ratu Timur [Hb.7.65] (Bendoro Raden Ajeng Mursudarya) [Hamengku Buwono VII]
الزواج: <173> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegara VII [Mangkunegara VII] م 15 أغسطس 1855 و 19 يوليو 1944, Surakarta
457211/5 <176+500!> Gusti Kanjeng Ratu Bendoro I [Hb.7.22] [Hamengku Buwono VII]
458212/5 <145+335!> Raden Ayu Suryoprawiro [Hb,4.8.1] [Hamengku Buwono IV]
459213/5 <145+335!> Raden Mas Karmeni [Hb.4.8.2] [Hamengku Buwono IV]
460214/5 <173> Raden Ayu Sosrodipuro [Pa.2.1.1] [Paku Alam II]
461215/5 <210+135> Raden Ayu Supartmirah [Pa.2.9.1] [Paku Alam II]
462216/5 <210+135> Raden Mas Suryo Jonokusumo [Pa.2.9.2] [Paku Alam II]
463217/5 <210+135> Raden Mas Harjowiloyo [Pa.2.9.3] [Paku Alam II]
464218/5 <210+135> Raden Mas Ario Harjokusumo [Pa.2.9.4] [Paku Alam II] 465219/5 <176+500!+?> Gusti Kanjeng Ratu Bendoro III [Hb.7.51] [Hamengku Buwono VII] 466220/5 <176+500!> Gusti Raden Ajeng Mursamsilah [Hb.7.44] [Hamengku Buwono VII]
467221/5 <176+500!> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Buminoto [Hb.7.69] [Hamengku Buwono VII]
468222/5 <176+500!> Gusti Raden Mas Suhardi [Hb.7.35] [Hamengku Buwono VII]
469223/5 <176+500!> Gusti Pangeran Haryo Notoprojo [Hb.7.31] (Gusti Raden Mas Admiral) [Hamengku Buwono VII]
470224/5 <176+500!> Gusti Kanjeng Ratu Dewi [Hb.7.38] [Hamengku Buwono VII]
471225/5 <141+205!> Gusti Kanjeng Ratu Timur [Paku Alam III] 472226/5 <247> Raden Mas Hardjodikromo [Hamengku Buwono II]
473227/5 <230> R.Pj. Mangunrejo [?]
474228/5 <147> Raden Ayu Pringgoloyo I [Hamengku Buwono II] 475229/5 <231> Raden Mas Adipati Pringgoloyo [Hamengku Buwono II] 476230/5 <141> Bendoro Raden Mas Suryohudoyo [Paku Alam III]
477231/5 <141> Kanjeng Pangeran Haryo Purwoseputro [Paku Alam III]
478232/5 <141> Bendoro Raden Ayu Sosropawiro [Paku Alam III]
479233/5 <141> Bendoro Raden Mas Haryo Suryokusumo [Paku Alam III]
480234/5 <141> B.r.m.a. Nototaruno [Paku Alam III]
481235/5 <141> B. R. A. Notoatmojo [Paku Alam III]
482236/5 <141+205!> Bendoro Pangeran Haryo Sosroningrat [Paku Alam III] 483237/5 <141> Bendoro Raden Ayu Notodirjo [Paku Alam III] 484238/5 <178+264!> Kanjeng Raden Tumenggung Mertonegoro II [Danurejo II]
485239/5 <233> Ψ Raden Ayu Qosim [Hamengku Buwono]
486240/5 <234> Raden Ayu Sariyah Joyodikromo [Hamengku Buwono II]
487241/5 <235> Raden Tumenggung Atmokusumo II [Hamengkubuwono II]
489242/5 <237> Raden Mas Ronoduriyo [Hamengku Buwono II]
490243/5 <241> Raden Mas Tafsir Iman [Tafsir Iman]
492244/5 <167+125> Raden Mas Riyo Surodiningrat [Kusumodipuro]
493245/5 <245+145> Raden Ngabehi Mangun Hutoko [Mangoen Hutoko] 494246/5 <246> Raden Ngabehi Medarsih [Medarsih] 495247/5 <248> KRT Kertonegoro II [?]
496248/5 <150> Raden Ayu Djoyosantoso [BPH Purwadiningrat]

6

5871/6 <269> Raden Mas Suparna Djajasoemarta [Hamengku Buwono]
الميلاد: Diputus Ibunya : 848550 (Karena double dengan 689940
7552/6 <488+146> Raden Bendoro Prawirotjokro [Alap-alap]
الدفن: Ngudikan, Wilangan, Nganjuk
Wedana di Gemenggeng (kini Bagor), Nganjuk
7753/6 <497> RM Kyai Muhammad Syarkowi [Cakraatmaja]
الميلاد: Pesantren, Banjarnegara
7764/6 <498> R. Muhammad Karnen Martadirja [Hamengku Buwono]
الميلاد: Yogyakarta
5315/6 <262+148> RM. Ngabehi Dipomenggolo / KH. Safawi [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1831c, Bogor (Jabaru)
الزواج: <182> Nyi Mas Ngabey [?] م 1836c
الوفاة: 1896, Banten
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

== ASAL-USUL ==

RADEN NGABEHI DIPOMENGGOLO alias KH. SAFAWI, lahir di Jabaru-Bogor sekitar tahun 1833 putra ke 1 dari 
7 bersaudara dari pasangan orang tua RADEN MAS DJONET DIPOMENGGOLO (Generasi ke 2 dari Sultan HB III) dengan 
NYIMAS AYU FATMAH / BUN NIOH (Putri Kapiten Tionghoa dari Marga TAN) dikaruniai 1 orang anak :
1. RM. KH. USMAN BAKHSAN Dipomenggolo
Image:Kraton3.jpg  SILSILAH KELUARGA (Dari Pancer Bapak)

#0. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING III ING NGAYOGYAKARTA
#1. BPH. Diponegoro
#2. RM. Djonet Dipamenggala
#3. RM. Ngabehi Dipamenggala
 

KETURUNAN

#1. RM. NGABEHI DIPAMENGGALA (C-1833)   
    1.1. RM.KH. USMAN BAKHSAN (Lebakpasar, C-1854)><Nyi Rd Kuraesin (Cucu RA. Mangkuwidjaja, Bupati Bogor tahun 1865-1870)
         1.1.1. RM.H. RANA MENGGALA (Lebakpasar, C-1877)
                1.1.1.1.  RA.DJUHRO
                1.1.1.2.  RA.DJUHRIAH
                1.1.1.3.  RM.H. RAIS
                1.1.1.4.  RA.Hj. ECIN
                1.1.1.5.  RA.Hj. HALIMAH
                1.1.1.6.  RM. ACEP USMAN
                1.1.1.7.  RA. DJUBAEDAH
                1.1.1.8.  RM. HASBULLOH
                1.1.1.9.  RA.Hj. SITI KHODIJAH
                1.1.1.10. RA.Hj. SITI MUKMINAH
                1.1.1.11. RM.H. MAHBUB
                1.1.1.12. RA.Hj. NENENG MAEMUNAH
                1.1.1.13. RA.Hj. SITI MARIAM (Ibu KARIM/Uwa IIH, Gg. Menteng)
                1.1.1.14. RM.IYAN RIDWAN
                1.1.1.15. RM. IBRAHIM
         1.1.2. RM.H. ABDULGHANI MENGGALA (Lebakpasar, C-1878)
                1.1.2.1.  R.H. YASIN (C-1910
                          1.1.2.1.1. R. ENDUS
                          1.1.2.1.2. R. SALMAH (Encal)
                                     1.1.2.1.2.1.  R. HARUN AL-RASYID
                          1.1.2.1.3. R. SUHANDA (Kang AA)
                          1.1.2.1.4. R. ARSYAD (Kang OO)
                          1.1.2.1.5. R. SUKARNA (Kang UU)
                                     1.1.2.1.5.1.  R. ENEN
                                     1.1.2.1.5.2.  R. DIDING
                                     1.1.2.1.5.3.  R. ENTIN
                          1.1.2.1.6. R. SUKARNI (Kang Ani)
                                     1.1.2.1.6.1.  R. SUKANTA
                          1.1.2.1.7. R. MUTHOLIB (Toto)
                                     1.1.2.1.7.1.  R. DEDI NURTHOLIB (Nunuy)  
                                     1.1.2.1.7.1.  R. IIS  
                                     1.1.2.1.7.1.  R. DEDE
                1.1.2.2.  R.H. ALI
                          1.1.2.2.1.  R.H. JUMENA
                1.1.2.3.  R.H. ABDUL MANAN (Adung)
                          1.1.2.3.1.  R. SASTRA (Caca)
                          1.1.2.3.2.  R. ENOH
                          1.1.2.3.3.  R.H DIDIH
                          1.1.2.3.4.  R. CICIH
                          1.1.2.3.5.  R. SUPARTI
                                      1.1.2.3.5.1. Kang Eddy
                                      1.1.2.3.5.2. R.Pepen Supendi
                                      1.1.2.3.5.3. R.Neni
                                      1.1.2.3.5.4. R.Yeti 
                1.1.2.4.  R.Hj. SUPIAH (Siti)
                          1.1.2.4.1.  R. DJAKA
                                      1.1.2.4.1.1. R. Abdul Kadir (Oding)
                          1.1.2.4.2.  R. ANONG KRAMAATMAJA <menikah dengan> MA. SALMUN RAKYADIKARIA (Pujangga Sunda, asal Banten)
                                      1.1.2.4.2.1. R. Jatayu Wiyati Salmun (Uyu)
                                                   1.1.2.5.2.1.1. R. Riefa Sayyidina
                                                   1.1.2.5.2.1.2. R. Yutimma Dewiaty
                                      1.1.2.4.2.2. R. Yeti
                                      1.1.2.4.2.3. R. Parti
                                      1.1.2.4.2.4. R. Iwan
                                      1.1.2.4.2.5. R. Aas
                                      1.1.2.4.2.6. R. Neni
                                      1.1.2.4.2.7. R. Hedi
                                      1.1.2.4.2.8. R. Ented
                          1.1.2.4.3.  R.Hj. HALIMAH (Emah)
                          1.1.2.4.4.  R.Hj. EMPIN (Rapi'ah)
                          1.1.2.4.5.  R.H. DJAJUSMAN (Jayus)
                          1.1.2.4.6.  R. SOLEH
                1.1.2.5.  R.Hj. ENCUNG
                          1.1.2.5.1.  R. NANI (Eneng)
 
                1.1.2.6.  R.MASDIR. JAYAKUSUMAH (Jaya, C-1911)
                          1.1.2.6.1.  R. JATNIKA JAYAKUSUMAH (Enjat)
                                      1.1.2.6.1.1. R. EDI WAHYUDI
                                                   1.1.2.6.1.1.1.  R. YUDHA
                                                   1.1.2.6.1.1.2.  R. ENENG
                                                   1.1.2.6.1.1.3.  R. TATI
                                                   1.1.2.6.1.1.4.  Rb. MOCH HAPI 
                          1.1.2.6.2.  R. LUKMAN JAYAKUSUMAH (Maman)
                          1.1.2.6.3.  R. NYIMAS TUTI TRISNAWATI JAYAKUSUMAH (Enis)
                                      1.1.2.6.3.1. R. PEPEN RUSPENDI DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.1.1.  Rb. YANA RUBIYANA DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.1.2.  Rb. AGUSTANJAYA DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.1.3.  Rr. NURWINA SEPTI DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.1.4.  Rr. RIZKI MELINA DIPONEGORO
                                      1.1.2.6.3.2. R. ENDANG SUHENDAR DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.2.1.  Rr. INESIA VIOLINA DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.2.2.  Rb. M. HARPA RAMADHAN DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.2.3.  Rb. M. GITAR RAMADHAN DIPONEGORO
                                      1.1.2.6.3.3. R. SUPRIATINI DIPONEGORO (Tintin)
                                                   1.1.2.6.3.3.1.  R. EKA SANDRA DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.3.2.  R. AIDA NANDARA DIPONEGORO
                                      1.1.2.6.3.4. R. LILIH SURYYA DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.4.1.  Rb. RANDY ADITYANA DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.4.2.  Rr. ALIN NURGIANTY DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.4.3.  Rr. DITA TRIJAYANTI DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.4.4.  Rb. IVAN WIRANATA DIPONEGORO
                                      1.1.2.6.3.5. R. MARYATI DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.5.1.  Rb. NIKI ADRIAN PURNAMA DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.5.2.  Rr. RANTI DWILESTARI DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.5.3.  Rb. JODI TRIADI DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.5.4.  Rr. GITA SEPTIA PERMATA DIPONEGORO
                                                   1.1.2.6.3.5.5.  Rr. VERDA FAUZIYAH RACHMAN DIPONEGORO
                                      1.1.2.6.3.6. R. DENI SUPRAMANA DIPONEGORO(Wafat 2012)
                          1.1.2.6.4.  R.H. SURYA KUSUMAH (Cecep)
                                      1.1.2.6.4.1. R. Hedi Hadiwinata 
                                                   1.1.2.6.4.1.1.  Rr. Anisa Nurditasari  
                                                   1.1.2.6.4.1.2.  Rb. Muhammad Arditya Hadiwinata
                                      1.1.2.6.4.2. R. Henny Handayani
                                                   1.1.2.6.4.1.1.  Rr. Afifah Rachmalia
                                                   1.1.2.6.4.1.2.  Rr. Nabila RAchmani
                                                   1.1.2.6.4.1.3.  Rb. M. Rizki Asidiq
                                      1.1.2.6.4.3. R. Adi Karyadi
                                                   1.1.2.6.4.1.1.  Rb. Moh. Raghit Putra Karyadi
                                                   1.1.2.6.4.1.2.  Rb. Moh. Rehan Putra Karyadi
                          1.1.2.6.5.  R. HARJA SUTISNA JAYAKUSUMAH (Entis)
                                      1.1.2.6.5.1. R. Toto
                                                   1.1.2.6.5.1.1.  Putra Toto ke 1
                                                   1.1.2.6.5.1.2.  Putra Toto ke 2
                                      1.1.2.6.5.2. R. Yayat
                                                   1.1.2.6.5.2.1.  Putra Yayat ke 1
                                                   1.1.2.6.5.2.2.  Putra Yayat ke 2
                                      1.1.2.6.5.3. R. Tina Herlina (Nina)
                                                   1.1.2.6.5.3.1.  Putra Nina ke 1
                                                   1.1.2.6.5.3.2.  Putra Nina ke 2
                                      1.1.2.6.5.4. R. Kurnia
                                                   1.1.2.6.5.4.1.  Putra Kurnia ke 1
                                                   1.1.2.6.5.4.2.  Putra kurnia ke 2
                                      1.1.2.6.5.5. R. Hira
                          1.1.2.6.6.  R. MUSLIHAT JAYAKUSUMAH (Emung)
                                      1.1.2.6.6.1. R. Bambang Meirano
                                                   1.1.2.6.6.1.1.  Rb. M. Arul 
                                                   1.1.2.6.6.1.2.  Rr. Luthfiah (Lulut)
                                      1.1.2.6.6.2. R. Irwan Junarsa
                                      1.1.2.6.6.3. R. Nur Endah Noviani (Nuri)
                                                   1.1.2.6.6.3.1.  Rb. Sihabuddin
                                                   1.1.2.6.6.3.2.  Rb. Fachri
                          1.1.2.6.7.  R. MULYADI JAYAKUSUMAH (Yadi)
                                      1.1.2.6.7.1. R. Dian Mardiana
                                                   1.1.2.6.7.1.1.  Rr. Sifa
                                                   1.1.2.6.7.1.2.  Rb. Defa
                                      1.1.2.6.7.2. R. Fitria Yulianti
                                                   1.1.2.6.7.2.1.  Rr. Dea
                                                   1.1.2.6.7.2.2.  Rb. Yofa
                                                   1.1.2.6.7.2.3.  Rr. Deean Coco
                                      1.1.2.6.7.3. R. Mulya Saputra
                                                   1.1.2.6.7.3.1.  Rb. Axel Alvito Meola
                          1.1.2.6.8.  R. DODY SUYATNA JAYAKUSUMAH (Dodot/Dody)
                                      1.1.2.6.8.1. R. Irene Anggraeni
                                                   1.1.2.6.8.1.1.  Rb. Daffa Adillah
                                                   1.1.2.6.8.1.2.  Rr. Syahla Dheandra Zahran
                                                   1.1.2.6.8.1.3.  Rr. Alma Hiraku Pramuditha
                                      1.1.2.6.8.2. R. Rangga Permana Kusumah (Angga)
                                                   1.1.2.6.8.2.1.  Putra Angga Ke 1
                          1.1.2.6.9.  R. RIDWAN JAYAKUSUMAH (Wawang)
                                      1.1.2.6.9.1. R. Bahraini Riza
                                                   1.1.2.6.9.1.1. Rr. Bahraini Putri
                                                   1.1.2.6.9.1.2. Rb. Bahraini putra
                                      1.1.2.6.9.2. R. Budhi Nusantara
                                                   1.1.2.6.9.2.1. Rb. Budhi Putra
                                                   1.1.2.6.9.2.2. Budhi Putra ke 2
                                      1.1.2.6.9.3. R. Bella Kusnandar
                                                   1.1.2.6.9.3.1. Rb. Nizar Maulana
                                                   1.1.2.6.9.3.2. Rb. Aqeela
                                                   1.1.2.6.9.3.3. Rr. Bella Putri
                                      1.1.2.6.9.4. R. Rina Kusmawati
                                                   1.1.2.6.9.4.1. Putra ke 1 Rina
                                                   1.1.2.6.9.4.2. Putra ke 2 Rina
                          1.1.2.6.10. R. RAFIUDIN JAYAKUSUMAH (Dingding, tidak berputra)
                          1.1.2.6.11. R. SUDRAJAT JAYAKUSUMAH (Jajat)
                                      1.1.2.6.11.1. Rr. Rina Oktaviani
                                      1.1.2.6.11.2. Rr. Debi Aprianti
                                      1.1.2.6.11.3. Rb. Heri (tidak berputra)
                                      1.1.2.6.11.4. R. Hari Sephandri (AO)    
                                                    1.1.2.6.11.3.1. Putra Ari ke 1
                1.1.2.7.  R.MASDIR KARTANINGRAT (Tata)
                          1.1.2.7.1.  R.Hj. NUNUNG NURJUARIAH
                          1.1.2.7.2.  R.Hj. NINIH NURJANAH
                          1.1.2.7.3.  R. YAYAH
                          1.1.2.7.4.  R. ENDANG
                          1.1.2.7.5.  R. ODIN
                1.1.2.8.  R.MASDIR KURNAEN (Aeng)
                          1.1.2.8.1.  R.Hj. KURNIATI (Iis) <menikah dengan> DR.Ir.H. FACHRUDDIN (Rektor UNHAS)
                          1.1.2.8.2.  R. KASWATI (Kotih)
                                      1.1.2.8.2.1. Drs. R. Deddi Fardillah
                                      1.1.2.8.2.2. R. Finny Redjeki, SE, MM
                                      1.1.2.8.2.3. R. Arif Budiman
                1.1.2.9.  R.MASDIR MOCHAMAD ARIEF
                          1.1.2.9.1.  R. MEMET SAPUTRA (Ahmad)
                          1.1.2.9.2.  R. YEYET RUSMIATI
                1.1.2.10. R.MASDIR SUMANTRI (Ati)
                          1.1.2.10.1. R. HEDI SUMARDI
                          1.1.2.10.2. R. EMBED SUHARLI
                          1.1.2.10.3. R. SOPIAH (Iyong)
                1.1.2.11. R.MASDIR EMAN SULAEMAN
                          1.1.2.11.1. R. HAYATI (Titi)
         1.1.3. RM.H. MUHAMMAD HASYIR (C-1879)
                1.1.3.1. R. Bustomi
                1.1.3.2. R. Ismail
                1.1.3.3. R. Mudjitaba
                1.1.3.4. Nyi R. Suaebah
                1.1.3.5. Nyi R. Maemunah
         
         1.1.4. RAy. Hj. Harisun (C-1880
                1.1.4.1. RH. Drs. Ilyas Dajir (Ciawi-Seuseupan)
         1.1.5. RAy.Hj. ITI (Gg Wahir-Empang, C-1882
         1.1.6. RM. Ahmad (Natsir), C-1884
                1.1.6.1. .........................
                1.1.6.2. R. Sholeh
                1.1.6.3. R. Sofyan Ats Sauri
                         1.1.6.3.1. R. Ahmad Qohar
                1.1.6.4. R. Arifin
== PEKERJAAN ==
5326/6 <262> RM. Harjo Dipomenggolo [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1832c, Bogor (Jabaru)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

ASAL-USUL

RADEN MAS HARJO DIPOMENGGOLO alias AYAH KULON, lahir di Jabaru-Bogor sekitar tahun 1834 putra ke 2 dari 
7 bersaudara dari pasangan orang tua RADEN MAS DJONET DIPOMENGGOLO (Generasi ke 2 dari Sultan HB III) dengan 
NYIMAS AYU FATMAH / BUN NIOH (Putri Kapiten Tionghoa dari Marga TAN) dikaruniai  orang anak :
1. RM. H. Brodjomenggolo
2. RAy. Hj. Gondomirah
3. RM. H. Abbas
4. RM. H. Abdurrahman Adi Menggolo
5. RM. H. Muhamad Hasan  
Image:Kraton3.jpg  SILSILAH KELUARGA (Dari Pancer Bapak)

#0. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING III ING NGAYOGYAKARTA
#1. BPH. Diponegoro
#2. RM. Djonet Dipomenggolo
#3. RM. Harjo Dipomenggolo
 

KETURUNAN

#2. RM. HARJO DIPOMENGGOLO (C-1834)   
    2.1. RM.H. BRODJOMENGGOLO
         2.1.1. RM.H. WONGSOMENGGOLO (Ciomas)
                2.1.1.1. R.H. SOLEH SURODIMENGGOLO (Ciomas)
                         2.1.1.1.1. R.H. Djunaeni
                         2.1.1.1.2. R.H. Masca Suroatmojo
                                    2.1.1.1.2.1. R. Suratmi
                                    2.1.1.1.2.2. R. Sukendar
                                    2.1.1.1.2.3. R. Sulaeman
                                    2.1.1.1.2.4. R. Suhardi
                                    2.1.1.1.2.5. R. Sudarjat
                                    2.1.1.1.2.6. R. Suheni
                                    2.1.1.1.2.7. R. Supiati
                                    2.1.1.1.2.8. R. Surachman
                2.1.1.2. R.H. UNENG SURIODIRDJO (Ciomas)
                         2.1.1.2.1. R.H. Dadang Pandji
                                    2.1.1.2.1.1. R. Sudjatna
                                                 2.1.1.2.1.1.1. R. Enda Juanda
                                                                2.1.1.2.1.1.1.1. R. Najla Ramadhani
                                                 2.1.1.2.1.1.2. R. Irma Resmiati
                                                 2.1.1.2.1.1.3. R. Dudi Kurnia
                                                 2.1.1.2.1.1.4. R. Adi Purnama 
                                    2.1.1.2.1.2. R. Juwariyah
                                                 2.1.1.2.1.2.1. R. Denny Rusian Achmed
                                                                2.1.1.2.1.2.1.1. R. Firdha Sapta Erlina
                                                                2.1.1.2.1.2.1.2. R. Sukma Harining Cakraningrat
                                                 2.1.1.2.1.2.2. R. Ebbet Surya Subakti
                                                                2.1.1.2.1.2.2.1. R. Dewi Suryani Oktaviana
                                                                2.1.1.2.1.2.2.2. R. Endang Dewa Supana
                                                                2.1.1.2.1.2.2.3. R. Siti Zahra Subakti
                                                 2.1.1.2.1.2.3. R. Triana Jaka Lesmana
                                                                2.1.1.2.1.2.3.1. R. Syechnoor Faris Lesmana
                                                                2.1.1.2.1.2.3.2. R. Rivanny Bunga Lesmana
                                                 2.1.1.2.1.2.4. R. Tita Novita Skartika
                                                                2.1.1.2.1.2.4.1. R. Rizky Pradana
                                                                2.1.1.2.1.2.4.2. R. Reza Purnama
                                                                2.1.1.2.1.2.4.3. R. Rasyid Fadillah
                                                 2.1.1.2.1.2.5. R. Rikky Nandang Permana
                                                                2.1.1.2.1.2.5.1. R. Aidah Faizah Permana
                                                                2.1.1.2.1.2.5.2. R. Aisyah Raihanah Permana
                                                                2.1.1.2.1.2.5.3. R. Raihan Permana
                                                 2.1.1.2.1.2.6. R. Muchammad Ichwan Karunia
                                                                2.1.1.2.1.2.6.1. R. Zidane Nayadikara Karunia
                                                                2.1.1.2.1.2.6.2. R. Keysha Jasmine Karunia
                                    2.1.1.2.1.3. R. Muhammad Hidayat 
                                                 2.1.1.2.1.3.1. R. Fitri Yanti
                                                                2.1.1.2.1.3.1.1. R. Tommy Faisal
                                                 2.1.1.2.1.3.2. R. Fatmawati
                                                                2.1.1.2.1.3.2.1. R. Audry Velma Calysta
                                                                2.1.1.2.1.3.2.2. R. Zyhan Kameylia Calysta
                                                 2.1.1.2.1.3.3. R. Anah Yuliastanti
                                                                2.1.1.2.1.3.3.1. R. Lolita Wibiyono
                                                                2.1.1.2.1.3.3.2. R. Angreini Wibiyono
                                                                2.1.1.2.1.3.3.3. R. Andini Wibiyono
                                                                2.1.1.2.1.3.3.4. R. Kanaya Wibiyono
                                                 2.1.1.2.1.3.4. R. Sari Komalasari
                                                 2.1.1.2.1.3.5. R. Ratna Dewi
                                                 2.1.1.2.1.3.6. R. Meti Rahmawati
                                                 2.1.1.2.1.3.7. R. Meta Melisa
                                    2.1.1.2.1.4. R. Euis Sukaesih
                                                 2.1.1.2.1.4.1. R.  Endang Kosasih
                                                                2.1.1.2.1.4.1.1. RR. Vernna Nurjannah
                                                                2.1.1.2.1.4.1.2. RR. Verlasya Khayira
                                                 2.1.1.2.1.4.2. R.  Dede Komariah
                                                 2.1.1.2.1.4.3. R. Agus Supriatna 
                                    2.1.1.2.1.5. R. Siti Juleha
                                                 2.1.1.2.1.5.1. R. Muhammad Effendi (alm)
                                                 2.1.1.2.1.5.2. R. Dewi Puspa Sari (alm)
                                                 2.1.1.2.1.5.3. R. Abdul Azis
                                                                2.1.1.2.1.5.3.1. R. Muhammad Rassya Pratama
                                                                2.1.1.2.1.5.3.2. R. Muhammad Faza Adzima
                                                 2.1.1.2.1.5.4. R. Suprihatini (alm)
                                                 2.1.1.2.1.5.5. R. Rahmah Rahayu
                                                                2.1.1.2.1.5.4.1. R. Muhammad Azzam Fahrezi
                                                 2.1.1.2.1.5.6. R. Arif Bahtiar
                                    2.1.1.2.1.6. R. Muhammad Taufik
                                                 2.1.1.2.1.6.1. R. Dinda Nur Ayu Lestari
                                                                2.1.1.2.1.6.1.1. RR. Nayla Syakila
                                                 2.1.1.2.1.6.2. R. Adietya Dwi Cahyadi
                                                                2.1.1.2.1.6.2.1. RR. Audrey Izzatunnisa Cahyani
                                    2.1.1.2.1.7. R. Neneng Sukemi
                                                 2.1.1.2.1.7.1. R. Endang Fadillah
                                                 2.1.1.2.1.7.2. R. Lina Aprilia
                                    2.1.1.2.1.8. R. Muhammad Lukman
                                                 2.1.1.2.1.8.1. R. Leni Kurnia Sari
                                    2.1.1.2.1.9. R. Indah Ratnawati 
                                    2.1.1.2.1.10.R. Dedeh Juwita 
                                    2.1.1.2.1.11.R. Nur Aini Oktavia 
                                    2.1.1.2.1.12.R. Dedi Priatna
                                                 2.1.1.2.1.12.1.R. Muhammad Axelle
                2.1.1.3. R.H. MUSA SUMODIRDJO (Ciomas)
                         2.1.1.3.1. R. H. Ading
                         2.1.1.3.2. R. Djohariah
                         2.1.1.3.3. R. H. Djajasukarta
                         2.1.1.3.4. R. Djumirah
                         2.1.1.3.5. R. Djula
                         2.1.1.3.6. R. Nurbaja
                2.1.1.4. R.H. EMBIH SASTRODIRDJO
                         2.1.1.4.1. R. Eem Suhaimi <menikah dgn 2.1.1.2.1.1. R. Sudjatna
                         2.1.1.4.2. R. Endjuh
                         2.1.1.4.3. R. H. MUH Sanusi
                         2.1.1.4.4. R. H. Sukardi
                         2.1.1.4.5. R. Enah
                         2.1.1.4.6. R. Endah 
         2.1.2. RM.H. SOEROMENGGOLO (Ciomas)
                2.1.2.1. R.H. ICAN SUROMENGGOLO (Ciomas)
                         2.1.2.1.1. R. Djamhari Djunaedi Mantarena
                                    2.1.2.1.1.1 R. Endjoh Danumihardja
                                                2.1.2.1.1.1.1. R. Lukman Danumihardja
                                                               2.1.2.1.1.1.1.1. R. Mohamad Aliyudin Danumihardja (Yudhi)
                                    2.1.2.1.1.2 R. Ahmad Sanusi
                                    2.1.2.1.1.3 R. Ningrum
                                    2.1.2.1.1.4 R. Rukminah
                2.1.2.2. NYI. R. AMOE (Ciomas) 
                2.1.2.3. R.H. ARJOMENGGOLO (Ciomas)
                         2.1.2.3.1. R. Narijah
                         2.1.2.3.2. R. Hawirodja
                         2.1.2.3.3. R. Ningrat
         2.1.3. RM.H. ADIMENGGOLO (Ciomas)
                2.1.3.1. R.H. MOH. SYAFEI ADINATA (Ciomas)
                         2.1.3.1.1. R. Muhammad ALI
                         2.1.3.1.2. R. Muhammad Soleh
                         2.1.3.1.3. R. Muhammad Sidik
                         2.1.3.1.4. R. Muhammad As'ari
                                    2.1.3.1.4.1. R.Anwar Basari
                                                 2.1.3.1.4.1.1. R. Hamdhani Zul Faqor
                         2.1.3.1.5. R. Romlah
                         2.1.3.1.6. R. Djuhro
                         2.1.3.1.7. R. Aisyah 
                2.1.3.2. R.H. JAMSARI ADIMENGGOLO (Ciomas)
                         2.1.3.2.1. R. Muchtar
                         2.1.3.2.2. R. Syafaat
                         2.1.3.2.3. R. Munajat
                         2.1.3.2.4. R. Hasanah
                         2.1.3.2.5. R. Abdullah
                         2.1.3.2.6. R. Habibah
                         2.1.3.2.7. R. Jajaria
                         2.1.3.2.8. R. Jenab
                         2.1.3.2.9. R. Sidah
                         2.1.3.2.10.R. Sarah 
         2.1.4. RAy.Hj.UNAN (Loji)
                2.1.4.1. NYI Rd.Hj. ENUNG (Loji)
                         2.1.4.1.1. NYI Rd.UHA (loji)
                         2.1.4.1.2. NYI Rd.Anung
                         2.1.4.1.3. NYI Rd.Atjih
     2.2. RAy.Hj. GONDOMIRAH <menikah dgn> Rd. SURYADIMENGGALA (KRT. Buitenzorg, Trah Sumedang)
         2.2.1. RM.H. IBRAHIM\RM. ABD.ROCHMAN WIRADIMENGGOLO\RM. WIRADINEGARA 
                2.2.1.1. R.H. KURAESIN
                         2.2.1.1.1. R. Mama Jaya
                         2.2.1.1.2. R. Muhammad Tohir
                         2.2.1.1.3. NYI R. Ratnasari 
                2.2.1.2. R.H. ADJID MANGKUWIJAYA
                         2.2.1.2.1. R. Wiradikusumah
                         2.2.1.2.2. R. Moh. Toha
                                    2.2.1.2.2.1. NYI R. Soleha
                                    2.2.1.2.2.2. R. Musa
                         2.2.1.2.3. R. Achmad
                                    2.2.1.2.3.1. NYI R. Sukarsih
                                    2.2.1.2.3.2. R. Gunawan
                                    2.2.1.2.3.3. R. Harun
                                    2.2.1.2.3.4. NYI R. Supiah
                                    2.2.1.2.3.5. NYI R. Siti Entit
                                    2.2.1.2.3.6. R. Jamil
                                    2.2.1.2.3.7. NYI R. Sumini
                         2.2.1.2.4. R. Muh Agus
                                    2.2.1.2.4.1. NYI R. Juhro
                         2.2.1.2.5. R. Hasan
                                    2.2.1.2.5.1. R. Amirsyah
                                    2.2.1.2.5.2. NYI R. Harsinah
                                    2.2.1.2.5.3. NYI R. Jumiati
                                    2.2.1.2.5.4. R. Jaenalludin
                         2.2.1.2.6. NYI R. Julaeha
                         2.2.1.2.7. NYI R. Salmah
                         2.2.1.2.8. NYI R. Mari
                         2.2.1.2.9. NYI R. Juhro
                         2.2.1.2.10.NYI R. Hadijah 
                2.2.1.3. R.H. MUH. ISA (Ciomas) 
         2.2.2. NYI RAy.Hj. ASMAYA
         2.2.3. NYI RAy.Hj. ENTING AISYAH
         2.2.4. NYI RAy.Hj. SITI FATIMAH
         2.2.5. NYI RAy.Hj. ANTAMIRAH
         2.2.6. RM. TJANDRANINGRAT\RM. ARIO MAD SURODHININGRAT
                2.2.6.1. R.H. PANJI 
                2.2.6.2. R.H. PANDU 
                2.2.6.3. R.H. HASAN 
                2.2.6.4. R.H. KURAESIN 
         2.2.7. RM. YAHYA GONDONINGRAT
                2.2.7.1. NYI Rd. Hj. RATNA KANCANA (Ciomas) <menikah dengan> Dr. H. MARAH ROESLI (Pujangga Nasional
                         2.2.7.1.1. R. Mayjen (pur) Roeshan Roesli
                                    2.2.7.1.1.1. R. dr Ratwini Roesli, SpTHT
                                    2.2.7.1.1.2. R. dr Utami Roesli, SpA, Ibclc, Fabm
                                    2.2.7.1.1.3. R. Prof. Dr. dr Rully MA Roesli, SpPD.KGH
                                    2.2.7.1.1.4. R. Prof. Dr. Harry Roesli \ Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli  
         2.2.8. RM. INDRIS TIRTODIRDJO/RM. IDRUS TIRTODIRDJO
                2.2.8.1. R.H. ACO UMAR 
         2.2.9. NYI RAy.Hj. RAJAMIRAH/RAy.Hj. MIRAH
                2.2.9.1. Rd.H. YASIN WINATADIREDJA (Enceng)
                         2.2.9.1.1. Nyi Rd. Halimah 
                2.2.9.2. NYI Rd.Hj. SITI RAHMAT (Titi)
                         2.2.9.2.1. Rd.H.A.B. Yogapranatha (Alm)
                         2.2.9.2.2. Rd. Syafei (Alm)
                         2.2.9.2.3. Nyi Rd. Tuti Guritna
                                    2.2.9.2.3.1. Rd. H. Adang Yusuf Martadiredja <menikah dgn> 2.2.9.3.1.1. Nyi Rd. Mundiyah
                                                 2.2.9.2.3.1.1. Rd. Damon Yusuf Martadiredja
                                                                2.2.9.2.3.1.1.1. Rd. M.Yasin Vahreza Yusuf Martadiredja (Reza Wahyu Martadiredja)
                                                                2.2.9.2.3.1.1.2. Rd. M.Yasin Vahrezi Yusuf Martadiredja (Rezi Wahyu Martadiredja)
                                                                2.2.9.2.3.1.1.3. Rd. Nur Illahi Vahriva Mudaim (Riva Wahyu Martadiredja)
                                                                2.2.9.2.3.1.1.4. Rd. Nur Husna Dewinda Fatmah (Winda Fatmah Martadiredja)
                                                                2.2.9.2.3.1.1.5. Rd. Nazwa Mustika Negara (Ica Wahyu Martadiredja)
                                                 2.2.9.2.3.1.2. Rd. Gunawan Yusuf Martadiredja
                                                                2.2.9.2.3.1.2.1. Rd. Rahmania Purwagunifa
                                                                2.2.9.2.3.1.2.2. Rd. Fathan Adi Gunawan
                                                 2.2.9.2.3.1.3. Rd. Ade Nine Siti Mariam ( Wafat Saat Bayi )
                                                 2.2.9.2.3.1.4. Rd. Nanang Firman Safari Yusuf Martadiredja SP,M.Si
                                                                2.2.9.2.3.1.4.1. Rd. Nanang Junior
                                    2.2.9.2.3.2. Rd. Syarif Kusnadi Jamal Martadiredja
                                                 2.2.9.2.3.2.1. Rd. Tetet Dian Indria Rahayu (wafat th 2002)
                                                                2.2.9.2.3.2.1. Rd. Syamil Hilminiandra Budiman
                                                 2.2.9. .3.2.2. Rd. Rully Ramdhani Kusumah
                                                                2.2.9.2.3.2.2.1. Rd. Sekar Rahayu Kusumah
                                                 2.2.9.2.3.2.3. Rd. Kusnadi Wisnu Yogasuwara (Wisnu)
                                    2.2.9.2.3.3. Nyi.Rd. Yuliani Wahyu Martadiredja
                                                 2.2.9.2.3.3.1. Rd. Julkifli Rustita ( Wafat th 2012)
                                    2.2.9.2.3.4. Nyi Rd. Mimi Wahyu Martadiredja (Wafat Bayi)
                         2.2.9.2.4. Rd. Hanafi (Alm)
                         2.2.9.2.5. Rd. Ali M. Ali Widyapranatha
                         2.2.9.2.6. Nyi Rd. Neneng Kulsum
                         2.2.9.2.7. Nyi Rd. Hj. Iyoh Roswati
                         2.2.9.2.8. Rd. U. Effendi Madyaprana
                         2.2.9.2.9. Nyi Rd. Dewi Sarah
                                    2.2.9.2.9.1.  Rd. Teddy Sao Wirakusumah
                                    2.2.9.2.9.1.1. Rd. Devita Rizqi Yulianty
                                    2.2.9.2.9.1.2. Rd. Dwi Dorozatun Samaniaty Ramadhona, S.I.Kom
                         2.2.9.2.10.Rd. H. Usman Satiaprana (Alm) 
                         2.2.9.2.11.Rd. Enen Sutresna Yogaprana
                                    2.2.9.2.11.1. Rd. Narayana Yoga Pertama
                                                  2.2.9.2.11.1.1. NR. Laras (Almh)
                                                  2.2.9.2.11.1.2. NR. NR. Ermalia Nuryanti
                                                  2.2.9.2.11.1.3. Rd. Moch, Riyan Chandra (Alm)
                                                  2.2.9.2.11.1.4. NR. Elma Nathania Yalanda                                                  
                                    2.2.9.2.11.2. Rd. Yadi Indra Mulyadi Yogaprana
                                                  2.2.9.2.11.2.1. Rd. Zulqiar Ramdan
                                    2.2.9.2.11.3. NR. Rengganis Kurniawati Yogaprana
                                                  2.2.9.2.11.3.1. NR. Fadhilah Istiqomah Yogandena
                                                  2.2.9.2.11.3.2. Rd. Firza Finaldien Yogandena (Alm)
                                                  2.2.9.2.11.3.3. Rd. Farly Nugraha Yogandena
                                    2.2.9.2.11.4. NR. Popi Yuliawati Yogaprana
                                    2.2.9.2.11.5. Rd. Tedi Wibisana Yogaprana
                                    2.2.9.2.11.6. Rd. Ruhyat Apandi Yogaprana
                                                  2.2.9.2.11.6.1. NR. Keyla Azka Kireina
                                                  2.2.9.2.11.6.2. Rd. Fadlan Danish Ryogaprana
                                    2.2.9.2.11.7. Rd. Rimau Gumelar Yogaprana
                                                  2.2.9.2.11.7.1. Rd. Aldebaran Nabhan Pradipta
                                    2.2.9.2.11.8. Rd. Banyu Dewanata Yogaprana
                                    2.2.9.2.11.9. Rd. Surya Tirta Bayu Yogaprana
                                    2.2.9.2.11.10.Rd. Purnama Alam Yogaprana
                2.2.9.3. Rd. Tatang Muhtar (Ciluar)    
                         2.2.9.3.1. Nyi Rd. Siti Aminah 
                                    2.2.9.3.1.1. Nyi Rd. Mundiyah 
                                    2.2.9.3.1.2. R Hidayat 
                                    2.2.9.3.1.3. R Ruhiyat
                                                 2.2.9.3.1.3.1. R. Dadang Darmayadi
                                                                2.2.9.3.1.3.1.1. Nyi Rr. Sriastuty Handayani Kyla Khu'mairah
                                                                2.2.9.3.1.3.2.2. Nyi Rr. Rezky Pertiwi
                                                 2.2.9.3.1.3.2. Nyi Rd. Sriyat
                                                                2.2.9.3.1.3.2.1. Nyi Rr. Ika
                                                                2.2.9.3.1.3.2.2. R. Aldi
                                                                2.2.9.3.1.3.2.3. Nyi Rr. Fia
                                                                2.2.9.3.1.3.2.4. Nyi Rr. Linda
                                                 2.2.9.3.1.3.3. Nyi Rd. Rodiah
                                                                2.2.9.3.1.3.3.1. R. Yudi
                                                                2.2.9.3.1.3.3.2. Nyi Rr. Ririn
                                                                2.2.9.3.1.3.3.3. R. LILI
                                                 2.2.9.3.1.3.4. R. Darmawan
                                                                2.2.9.3.1.3.4.1. R. Ekal
                                                                2.2.9.3.1.3.4.2. R. Zirul
                         2.2.9.3.2. Nyi Rd. Umriyah 
                                    2.2.9.3.2.4. R. Iskandar 
                                                 2.2.9.3.2.4.1. R. Asep 
                                                 2.2.9.3.2.4.2. Nyi Rr. Rosi 
                                                 2.2.9.3.2.4.3. R. Irfan 
                                    2.2.9.3.2.5. Nyi R. ETI
                                                 2.2.9.3.2.5.1. R. Rizki
                                                 2.2.9.3.2.5.2. R. Agung          
                                    2.2.9.3.2.6. Nyi Rd. ENI Rohaeni
                                                 2.2.9.3.2.6.1. Nyi Rr. Gita
                                                 2.2.9.3.2.6.2. Nyi Rr. Gina
                                                 2.2.9.3.2.6.3. Nyi Rr. Garnia
                                                 2.2.9.3.2.6.4. Nyi Rr. Gian
                                    2.2.9.3.2.7. R Saleh Sudrajat
                                                 2.2.9.3.2.7.1. R. Fredi
                                                 2.2.9.3.2.7.2. ................
                                                 2.2.9.3.2.7.3. Nyi Rr. Annisa
                                    2.2.9.3.2.8. R. ADE
                                                 2.2.9.3.2.8.1. R. Agung
                                                 2.2.9.3.2.8.2. R. DEDE
                                                 2.2.9.3.2.8.3. Rr. Eneng
     2.3. RM. H. Abas (Penghulu Ciomas) <menikah dgn> [[Person:628329|Putri Pertama H. Daeng Jarbi (putra Raja Gowa ke 32)) 
          2.3.1. RM. H. Ardja
          2.3.2. RM. H. Suminta (Malik)
          2.3.3. RAy. Patimah Ibunya Mayjen Ishaq Djuarsa
          2.3.4. RAy. Fatmah <menikah dgn> 1.1.1. RM. H. Moch. Rana Menggala
          2.3.5. RM. Yacub
          2.3.6. RAy. Siti Mariyam (loji)
                 2.3.6.1. Drs. H. R. Mansyur (Mama)
                          2.3.6.1.1. HR. Syarif Arifin
                          2.3.6.1.2. R. Surachman
                          2.3.6.1.3. R. Suherman S
                                     2.3.6.1.3.1.  R. ADITYA TIRTA WIGUNA   
                                     2.3.6.1.3.2.  R. INDAH PRANASARI HERNANINGTIAS
                          2.3.6.1.4. R. Suratmi
                                     2.3.6.1.4.1.  R. AGUNG RAHMADI
                                     2.3.6.1.4.2.  R. MAHENDRA
                                     2.3.6.1.4.3.  R. KRESNA HADIWIJAYA 
                                     2.3.6.1.4.4.  R. RETNO A. WULANDARI
                          2.3.6.1.5. R. Suparman
                                     2.3.6.1.5.1.  R. AYU
                                     2.3.6.1.5.2.  R. PUSPA
                                     2.3.6.1.5.3.  R. ARIEF
                          2.3.6.1.6. R. Sudirman
                                     2.3.6.1.6.1.  R. RACHMAT C. WINATA
                                     2.3.6.1.6.2.  R. DODDY A. KUSUMAH
                                     2.3.6.1.6.3.  R. DICKY SAPUTRA
                                     2.3.6.1.6.4.  R. FANNY SARASWATI
                          2.3.6.1.7. R. Suhartini
                                     2.3.6.1.7.1.  R. ASTRI FITRIA ASTUTI S.
                                     2.3.6.1.7.2.  R. MARAHDOMU S.
                                     2.3.6.1.7.3.  R. MARAHDIKA S.
                                     2.3.6.1.7.4.  R. PUTRI SARASWATI
                                     2.3.6.1.7.5.  R. YUSUF IBRAHIM
                 2.3.6.2. H. R. Sanusi (Momo)
                          2.3.6.2.1. R. Juwita
                          2.3.6.2.2. R. Rosita
                          2.3.6.2.3. ...............
                 2.3.6.3. Drs. HR. Entjep Wahab
                          2.3.6.3.1. .................
     2.4. RM. H. Abdulrachman ADI Menggolo (Camat Ciomas)
          2.4.1. R.Ay. Sukiamah
     2.5. RM. H. Muhammad Hasan
     
== PEKERJAAN ==
5337/6 <262> RM. Harjo Dipotjokromenggolo [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1833c, Bogor (Jabaru)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

ASAL-USUL

RADEN MAS HARJO DIPOTJOKRO MENGGOLO alias PANGERAN GRINGSING I, lahir di Jabaru-Bogor sekitar tahun 1835 putra ke 3 dari 7 bersaudara dari pasangan orang tua RADEN MAS DJONET DIPOMENGGOLO (Generasi ke 2 dari Sultan HB III) dengan NYIMAS AYU FATMAH / BUN NIOH (Putri Kapiten Tionghoa dari Marga TAN) dikaruniai orang anak : 1. RM. Harjo Dipotjokro Hadimenggolo


Image:Kraton3.jpg SILSILAH KELUARGA (Dari Pancer Bapak)

#0. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING III ING NGAYOGYAKARTA
#1. BPH. Diponegoro
#2. RM. Djonet Dipomenggolo
#3. RM. Harjo Dipotjokro Menggolo
 

KETURUNAN

#3. RM. HARJO DIPOMENGGOLO (PANGERAN GRINGSING I)   
 3.1. RM. HARJO DIPOTJOKRO HADIMENGGOLO (PANGERAN GRINGSING II)
 3.1.1. RM.HARJODIPO HADIKUSUMA (PANGERAN GRINGSING III)
 3.1.1.1. R.DR. HARTO PURWOWASONO DIPONEGORO (Eyang Hertog)
 3.1.1.1.1. R.Ngt. SRI DEWI Diponegoro (Magetan)
 3.1.1.1.1.1. R.Wisnu Wibowo Diponegoro (Magetan)
 3.1.1.1.1.1.1. R.Ngt. Kartika Ishianan Wisnu Wardhani Diponegoro (Magetan)
 3.1.1.1.1.1.2. Rb.Nafi Wianditra Hafri Nugraha Diponegoro (Magetan)
 3.1.1.1.1.2. R.Krisna Putra Diponegoro (Cilegon)
 3.1.1.1.1.2.1. Rb.Satrio Bagus Eka Putra Diponegoro (Cilegon)
 3.1.1.1.1.2.2. Rb.Bimo Bagaskoro Diponegoro (Cilegon)
 3.1.1.1.1.2.3. Rr.Aisya Rahmania Putri Diponegoro (Cilegon)
 3.1.1.1.1.3. R.Ngt. Dewi Pancawati Diponegoro (Surabaya)
 3.1.1.1.1.3.1. Rb.Hade Pratama Diponegoro (Surabaya)
 3.1.1.1.1.3.2. Rr.Alya Nismara Cayadewi Diponegoro (Surabaya)
 3.1.1.1.1.3.3. Rb.Muhammad Ayman Arshq Ramadhan Diponegoro (Surabaya) 
 
 3.1.1.1.2. R.Heno Erlangga Diponegoro, SH (Karanganyar)
 3.1.1.1.2.1. R.Wibowo Kusumo Winoto Diponegoro, SH (Karanganyar)
 3.1.1.1.2.2. R.Ngt. Retno Wulandari Diponegoro, SH (Karanganyar)
 3.1.1.1.2.3. R.Ngt. Kustini Kusumo Wardhani Diponegoro, S.Sn (Karanganyar)
 3.1.1.1.2.4. R.Putra Wisnu Wardhana Diponegoro (Karanganyar)
 3.1.1.1.2.5. R.Bayu Giri Prakosa Diponegoro, SE. MSi (Karanganyar)
 3.1.1.1.3. R. Putra Wisnu Agung Diponegoro (Agung Dipo)
 3.1.1.1.3.1. R. Putra Wisnu Agung Diponegoro (Agung Dipo)
 3.1.1.1.3.2. R. Putra Wisnu Agung Diponegoro (Agung Dipo)
 3.1.1.1.3.3. R. Putra Wisnu Agung Diponegoro (Agung Dipo)
 
 3.1.1.1.4. R. Ngt. Gusti Laksmi Mahadewi Sri Diponegoro
 3.1.1.1.5. R. Ngt. Gusti Maya Brahma Diponegoro
 3.1.1.1.6. R. Nalendro Wibowo Diponegoro
 
 3.1.1.1.7. R. Ngt. Dwi Wahyuni Kusuma Wardhani Diponegoro
 3.1.1.1.7.1. Rb. Supratama Dwipa Diponegoro
 3.1.1.1.7.2. Rb. Gusti Atmojo Suryo Menggolo Diponegoro
 3.1.1.1.7.3. Rr. Ambar Rukmini Diponegoro
 3.1.1.1.8. R. Putra Kusuma Wardhana Diponegoro
 3.1.1.1.9. R. Kesuma Hendra Putra Diponegoro
3.1.1.1.10.R. Ngt. Putri Laksmini Murni Diponegoro
5348/6 <262> RM. H. Harjo Abdul Manap Dipomenggolo [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1834c, Bogor (Jabaru)
5359/6 <262+?> RM. Sahid Angkrih [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1835c, Bogor (Jabaru)
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

ASAL-USUL

RADEN MAS SAHID ANKRIH lahir di Jabaru-Bogor sekitar tahun 1835 putra ke 4 dari 7 bersaudara dari pasangan orang tua RADEN MAS DJONET DIPOMENGGOLO (Generasi ke 2 dari Sultan HB III) dengan NYIMAS AYU FATIMAH (asli Bogor) dikaruniai 3 orang anak : 1. RM. ASMINI 2. RM. IDRIS 3. RM. ONDUNG


Image:Kraton3.jpg SILSILAH KELUARGA (Dari Pancer Bapak)

#0. KANJENG SULTAN HAMENGKU BUWANA KAPING III ING NGAYOGYAKARTA
#1. BPH. Diponegoro
#2. RM. Djonet Dipomenggolo
#3. RM. Sahid Ankrih
 

KETURUNAN

#4. RM. SAHID ANKRIH   
 4.1. RM. ASMINI
 4.1.1. RM. ASMININ
 4.1.1.1. R. Abdul Latif
 4.1.1.1.1. R. Komarudin
 4.1.1.1.1.1. R. Muhammad
 4.1.1.1.1.2. R. Aah Mafahir
 4.1.1.1.1.3. R.Ust. Abdul Wafa
 4.1.1.1.1.4. R. Ahmad Hujatullah
 4.1.1.1.1.5. R. Euis Nurhayati
 4.1.1.1.1.6. R. Bunyamin
 4.1.1.1.1.7. R. Nikmatullah
  
 4.1.1.2. R. Armani
 4.1.1.2.1. R. AL. KH. Darma
 4.1.1.2.1.1. R. KH. Maksum
 4.1.1.3. R. Jenab
 4.1.1.4. R. Murnas
 4.1.1.5. R. Abdurrohim
 4.1.2.6. R. Abdurrohman
 
 4.1.2.  R. Mali
 4.1.3. RM. MINAU
 4.1.4. RM. IKING
 4.1.5. NYIMAS RAy. UMMI
 4.2. RM. IDRIS
4.3. RM. ONDUNG
53010/6 <251+151> Bendoro Raden Ayu Adipati Mangkubumi [Hb.5.8] / Bendoro Raden Ayu Sukinah [Gp.Hb.7.11.1] [Hamengku Buwono V]
53611/6 <262+?> NYI MAS RAy. Ukin [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1836c, Bogor (Jabaru)
53712/6 <262+?> Raden Ayu Okah / Nyi Mas Okah [Hamengku Buwono III]
الميلاد: 1837c, Bogor (Jabaru)
50013/6 <252+149> Kanjeng Sultan Hamengku Buwono VII / Gusti Raden Mas Murtejo [Hb.6.1] (Sinuhun Behi) [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 4 فبراير 1839, Yogyakarta
الزواج: <183> Gusti Kanjeng Ratu Mas ? ([Gp.Hb.7.2], Joyodipuro) [?] و 1892
الزواج: <184> Bendoro Raden Ayu Retnojuwito ? (Ga.Hb.7.6) [?]
الزواج: <176!> 2. Gusti Kanjeng Ratu Kencono II [Gp.Hb.7.3] (Bendoro Raden Ayu Ratna Sri Wulan) [Hamengku Buwono II]
الزواج: <185> Bendoro Raden Ayu Ratnaningsih ? (Ga.Hb.7.1) [?]
الزواج: <186> Bendoro Raden Ayu Ratnaningdia ? ([Ga.Hb.7.2]) [?]
الزواج: <187> Bendoro Raden Ayu Retnohadi ? (Ga.Hb.7.3) [?]
الزواج: <188> Bendoro Raden Ayu Retnodewati [Ga.Hb.7.5] [?]
الزواج: <1467!> Bendoro Raden Ayu Rukmidiningdia [Ga.Hb.8.5] [Hb.6.9.3.1] (Bendoro Raden Ayu Rukhihadiningdyah) [Hamengku Buwono VI]
الزواج: <189> Bendoro Raden Ayu Retnosangdiah ? ([Ga.Hb.7.4]) [?]
الزواج: <190> Bendoro Raden Ayu Pujoretno [Ga.Hb.7.9] [?]
الزواج: <191> Bendoro Raden Ayu Pujoretno [Ga.Hb.7.9] [?]
الزواج: <192> Kanjeng Bendoro Raden Ayu Retnopurnomo [Ga.Hb.7.10] [?]
الزواج: <193> Bendoro Mas Ayu Retnojumanten [Ga.Hb.7.11] [?]
الزواج: <194> Bendoro Raden Ayu Retnodewati [Ga.Hb.7.5] [?]
الزواج: <195> Bendoro Raden Ayu Retnomurcito [Ga.Hb.7.8] [?]
الزواج: <855!> Bendoro Raden Ayu Retnomandoyo [Ga.Hb.7.13] [Danurejo] و 30 ديسمبر 1931
الزواج: <196> Bendoro Raden Ayu Dewo Retno [Ga.Hb.7.7] [?]
الزواج: <197> Raden Ajeng Centhung [Pl.Hb.7.1] [?]
الزواج: <198> Raden Roro Sumodirejo [Pl.Hb.7.2] [?]
الزواج: <199> Bendoro Raden Ayu Retnoliringhasmoro [Ga.Hb.7.16] [?]
الزواج: <200> Bendoro Raden Ayu Retnosetyohasmoro [Ga.Hb.7.15] [?]
الزواج: <201> Bendoro Raden Ayu Retnorenggohasmoro [Ga.Hb.7.14] [?]
الزواج: <202> Bendoro Raden Ayu Retnowinardi [Ga.Hb.7.12] [?]
الزواج: <530!> Bendoro Raden Ayu Adipati Mangkubumi [Hb.5.8] / Bendoro Raden Ayu Sukinah [Gp.Hb.7.11.1] [Hamengku Buwono V] م 1836, Yogyakarta
الطلاق: <530!> Bendoro Raden Ayu Adipati Mangkubumi [Hb.5.8] / Bendoro Raden Ayu Sukinah [Gp.Hb.7.11.1] [Hamengku Buwono V] م 1836
الزواج: <283!> Gusti Kanjeng Ratu Kencana [Gp.Hb.7.1] (Bendara Raden Ayu Retno Sriwulan) [Sentot Alibasa] , Yogyakarta
اللقب المميّز: 13 أغسطس 1877 - 29 يناير 1920, Yogyakarta, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwana Senopati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid'din Panatagama Khalifatu'llah Ingkang Jumeneng Kaping VII
الطلاق: <203> Bendoro Raden Ayu Tejaningrum [?] , Yogyakarta
الوفاة: 30 ديسمبر 1921, Yogyakarta
Image:hb-vii.jpeg

Sri Sultan Hamengkubuwana VII (Bahasa Jawa:Sri Sultan Hamengkubuwono VII, lahir: 1839 – wafat: 1931 adalah raja Kesultanan Yogyakarta yang memerintah pada tahun 1877 – 1920. Ia dikenal juga dengan sebutan Sultan Ngabehi atau Sultan Sugih.(Bahasa Jawa:Sri Sultan Hamengkubuwono VII, lahir: 1839 – wafat: 1931 adalah raja Kesultanan Yogyakarta yang memerintah pada tahun 1877 – 1920. Ia dikenal juga dengan sebutan Sultan Ngabehi atau Sultan Sugih.

Riwayat Pemerintahan Nama aslinya adalah Raden Mas Murtejo, putra Hamengkubuwono VI yang lahir pada tanggal 4 Februari 1839. Ia naik takhta menggantikan ayahnya sejak tahun 1877.

Pada masa pemerintahan Hamengkubuwono VII, banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta, yang seluruhnya berjumlah 17 buah. Setiap pendirian pabrik memberikan peluang kepadanya untuk menerima dana sebesar Rp 200.000,00. Hal ini mengakibatkan Sultan sangat kaya sehingga sering dijuluki Sultan Sugih[rujukan?].

Masa pemerintahannya juga merupakan masa transisi menuju modernisasi di Yogyakarta. Banyak sekolah modern didirikan. Ia bahkan mengirim putra-putranya belajar hingga ke negeri Belanda.

Pada tanggal 29 Januari 1920 Hamengkubuwono VII yang saat itu berusia 81 tahun memutuskan untuk turun takhta dan mengangkat putra mahkota sebagai penggantinya. Konon peristiwa ini masih dipertanyakan keabsahannya karena putera mahkota(GRM. Akhadiyat, putra HB VII nomor 14) yang seharusnya menggantikan tiba-tiba meninggal dunia dan sampai saat ini belum jelas penyebab kematiannya.

Dugaan yang muncul ialah adanya keterlibatan pihak Belanda yang tidak setuju dengan putera Mahkota pengganti Hamengkubuwono VII yang terkenal selalu menentang aturan-aturan yang dibuat pemerintah Batavia.

Biasanya dalam pergantian takhta raja kepada putera mahkota ialah menunggu sampai sang raja yang berkuasa meninggal dunia. Namun kali ini berbeda karena pengangkatan Hamengkubuwono VIII dilakukan pada saat Hamengkubuwono VII masih hidup.<--, bahkan menurut cerita masa lalu sang ayah diasingkan oleh anaknya pengganti putera mahkota yang wafat ke Pesanggrahan Ngambarrukma di luar keraton Yogyakarta.-->

Hamengkubuwono VII dengan besar hati mengikuti kemauan sang anak (yang di dalam istilah Jawa disebut mikul dhuwur mendhem jero) yang secara politis telah menguasai kondisi di dalam pemerintahan kerajaan. Setelah turun takhta, Hamengkubuwono VII pernah mengatakan "Tidak pernah ada raja yang meninggal di keraton setelah saya" yang artinya masih dipertanyakan. Sampai saat ini ada dua raja setelah dirinya yang meninggal di luar keraton, yaitu Hamengkubuwono VIII meninggal dunia di tengah perjalanan ke luar kota dan Hamengkubuwono IX meninggal di Amerika Serikat. Bagi masyarakat Jawa adalah suatu kebanggaan jika seseorang meninggal di rumahnya sendiri. Hamengkubuwono VII meninggal di Pesanggrahan Ngambarrukma pada tanggal 30 Desember 1931 dan dimakamkan di Imogiri. Silsilah Anak tertua dari Sultan Hamengkubuwana VI dan istri pertamanya RAy Sepuh/GKR Sultan/GKR Agung dan diangkat anak oleh Ratu Kencana. Memiliki delapan belas istri: 1.BRA Sukina/BRA Mangku Bumi (b. 1836), putri termuda Sultan Hamengkubuwana V dengan istri keduanya BRAy Dewaningsih. 2.GKR Mas, putri dari KRT Jayadipura atau dari Pangeran Suryadiningrat. 3.GKR Kencana/GKR Wandhani, putri dari Raden 'Ali Basa 'Abdu'l-Mustafa Senthot Prawiradirja. 4.GKR Kencana II/BRAy Ratna Sri Wulan, putri dari BPH Adi Negara. 5.BRAy Ratnaningsi. 6.BRAy Ratnaningdia. 7.BRAy Ratna Adi. 8.BRAy Ratnasangdia. 9.BRAy Ratnajiwata. 10.BRAy Puryaningdia. 11.BRAy Devaratna. 12.BRAy Puspitaningdiya. 13.BRAy Srengkara Adinindia. 14.BRAy Rukmidiningdia. 15.BRAy Ratna Adiningrum. 16.BRAy Ratna Puspita. 17.BRAy Tejaningrum. 18.BRAy Ratna Mandaya, putri dari Patih Dhanuraja VI.

Versi lain mengatakan bahwa Hamengkubuwono VII meminta pensiun kepada Belanda untuk madeg pandito (menjadi pertapa) di Pesanggrahan Ngambarrukma (sekarang Ambarrukma). Sampai saat ini bekas pesanggrahan itu masih ada dan di sebelah timurnya dulu pernah berdiri Hotel Ambarrukma yang sekarang sudah tidak ada lagi.
52614/6 <252+149> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi [Hb.6.11] (Gusti Pangeran Haryo Hadikusumo) [Hamengku Buwono VI]
52915/6 <251+256!> Kanjeng Gusti Timur Muhammad Suryengalogo [Hb.5.9] / Raden Mas Muhammad [Hb.3.2.22.1] [Hamengku Buwono V]
Pada saat Sultan Hamengku Buwono ke V wafat, beliau belum mempunyai anak laki-laki sebagai pewaris kesultanan, karena anaknya yang ada, semuanya wanita, sedang permaisuri yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Sekar Kedaton sedang hamil tua, yang kemudian 13 hari setelah Sultan Hamengku Buwono V wafat, melahirkan seorang anak laki-laki dan anak tersebut diberi nama Gusti Timur Muhammad, dimana setelah berumur 12 tahun mendapat gelar Gusti Pangeran Haryo (GPH) Suryengalogo.

Karena Gusti Muhammad masih bayi, dan untuk mengisi kekosongan tahta kesultanan maka diangkatlah Pangeran Mangkubumi (adik dari Sultan Hamengku Buwono V) menjadi Sultan Hamengku Buwono ke VI, dengan persyaratan bahwa apabila setelah dewasa Gusti Muhammad akan diangkat menjadi Sultan berikutnya. Namun ternyata Sultan lebih memilih menunjuk putranya menjadi pengganti (putra mahkota) yang nantinya akan menjadi Sultan Hamengku Buwono VII.

Hal tersebut menimbulkan kekecewaan pada keluarga Hamengku Buwono V, terutama GKR Sekar Kedaton dan GPH Suryengalogo yang kemudian memulai perlawanan kepada Sultan Hamengku Buwono VII. Kemudian GKR Sekar Kedaton dan GPH Suryengalogo diputuskan bersalah telah memberontak dan “DIPINDAHKAN DARI YOGYAKARTA KE MANADO SELEBES” dengan Surat Keputusan dari Kesultanan Yogyakarta Hamengku Buwono VII yang disampaikan melalui Dipati Danureja dan Residen Befembag berbunyi sebagai berikut: “Surat Peringatanku aku Kanjeng Narendra, yang menguasai negeri Kerajaan Ngayogya, sabdaku ini : Tuan Kanjeng Prameswari dan Kangmas Pangeran Suryengalogo berdua, aku pindahkan dari negeri Ngayogya ke negeri Menado, sebab uwa, kangmas berani membangkang (mbalelo) pada Raja. Pergi dari kota tanpa pamit, serta berbuat perang sabil; membunuh perajurit Usar, abdi Kanjeng Gupermen Belanda. Karena itu Kangmas serta Uwa Jeng Prameswari kesalahan membangkang pemerintahan Raja. Tanggal 11 April 1883.”

Dengan berdasarkan Surat Keputusan dari Kesultanan tersebut diatas GKR Sekar Kedaton dan GPH Suryengalogo beserta istri pertama berikut anaknya, dan juga semua pengikutnya, berangkat dengan diantar oleh Residen untuk naik kapal laut dari Semarang menuju Manado. Di Manado bertemu dengan saudara-saudaranya yang telah lebih dahulu dipindahkan dari Yogyakarta ke Manado, yaitu Bendoro Pangeran Haryo Hadiwijoyo (putra Sultan Hamengku Buwono VI dan saudara dari Sultan Hamengku Buwono VII) beserta istri dan anaknya, menjemput rombongan dari Jogyakarta di kapal dan mempersilahkan agar Prameswari dan GPH Suryengalogo menempati rumah mereka di kampung Pondol.

GPH Suryengalogo, 4 tahun kemudian memanggil istri keduanya yaitu Raden Ayu Dayaningsih yang ada di Yogyakarta untuk tinggal di Manado, dan setahun kemudian mempunyai 1 anak laki-laki yang elok rupanya. Tetapi Raden Ayu Dayaningsih cepat meninggalkan segala-galanya. GPH Suryengalogo akhirnya wafat di Manado pada tanggal 12 Januari 1901. Setelah beliau meninggal dunia, GKR Sekar Kedaton dibelikan rumah oleh Sultan Hamengku Buwono VII untuk ditempati oleh beliau bersama anak dan cucunya. Kanjeng Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Hadiwijoyo sudah dianggap sebagai anaknya sendiri oleh GKR Sekar Kedaton, apalagi setelah GPH Suryengalogo meninggal dunia.

BPH Hadiwijoyo pun akhirnya meninggal dunia pada tahun 1916, dan dimakamkan di Manado, tetapi kemudian oleh para keturunannya makamnya dipindahkan ke Hastorenggo Kotagede Yogyakarta.
52716/6 <252+149> Gusti Pangeran Haryo Puger [Hb.6.20] [Hamengku Buwono VI]
57817/6 <251+151> Gusti Bendoro Raden Ayu Angabehi [Hb.5.1] / Bendoro Raden Ayu Gondokusumo [Gp.Hb.6.3] [Hamengku Buwono V]
60418/6 <299> Kanjeng Pangeran Adipati Aryo Danurejo VII / Raden Mas Bambang Ryanto (Kanjeng Raden Tumenggung Yudonegoro V) [Danurejo]
الميلاد: 20 نوفمبر 1869
الزواج: <1147!> Gusti Kanjeng Ratu Ayu [Hb.7.36] [Hamengku Buwono VII]
الزواج: <1150!> Gusti Bendoro Raden Ayu Yudonegoro II [Hb.7.19] (Bendoro Raden Ayu Cokdrodiningrat) [Hamengku Buwono VII]
العمل: 1 مارس 1912 - October 1933, Yogyakarta, Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta bergelar Kanjeng Pangeran Haryo Adipati Danurejo VII
الوفاة: 1933, Yogyakarta, Dimakamkan di makam Cendonosari dusun Wonocatur, Banguntapan, Bantul
KPAA Danurejo VII atau KPH Tjokordiningrat, seniman yang pertama kali mengadakan pertunjukan wayang wong di luar Kraton Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwana VII penyelenggaraan pergelaran wayang wong di luar kraton tidak mudah seperti sekarang ini. Itulah sebabnya KPH Tjokrodiningrat mencari akal supaya dapat mementaskan wayang wong di luar Kraton, tetapi tidak menyamai wayang wong di dalam Kraton. Karena itu diciptakan Langen Mandra Wanara dimana semua tarian-tarian dilakukan dengan jongkok dan dialognya dengan tembang. Ternyata dengan terciptanya ” Langen Mandra Wanara ” dapat mengobati rakyat yang telah lama menunggu dan haus akan wayang wong asli di luar benteng kraton . Maka tiap-tiap latihan, rakyat dari segala penjuru kasultanan berduyun-duyun membanjiri halaman halaman Yudonegaran untuk menyaksikannya. Lebih-lebih jika ada ” Langen Mandara Wanara ” untuk setiap keperluan dimana para pemain berpakaian wayang lengkap dengan segala alat-alatnya, rakyat antusias menyaksikannya.
73019/6 <277> Raden Mas Soerjopranoto [Paku Alam III]
الميلاد: 11 يناير 1871, Yogyakarta
الزواج: <226> Djauharin Insjiah [Abdussakur] و 1951
الوفاة: 15 October 1959, Cimahi
52420/6 <252+149> Gusti Pangeran Haryo Suryoputro [Hb.6.22] [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 1872?
51721/6 <252+149> Gusti Kanjeng Ratu Bendoro [Hb.6.13] [Hamengku Buwono VI]
58122/6 <283+500!> Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkukusumo [Hb.7.17] (Gusti Raden Mas Puntoaji) [Hamengku Buwono VII]
50123/6 <253+471!> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VII / Bendoro Raden Mas Aryo Surarjo [Paku Alam VII]
الميلاد: 9 ديسمبر 1882, Yogyakarta
اللقب المميّز: 16 October 1906, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo
اللقب المميّز: 16 October 1906 - 16 فبراير 1937, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VII
الزواج: <237> Gusti Bendoro Raden Ayu Retno Puwoso [Pakubuwono X] , Yogyakarta
الوفاة: 16 فبراير 1937, Kulon Progo
الدفن: 18 فبراير 1937, Kulon Progo
BRMH Surarjo (lahir di Yogyakarta, 9 Desember 1882 – meninggal 16 Februari 1937 pada umur 54 tahun) adalah putra Paku Alam VI dari permaisuri. Ia ditinggal mangkat oleh ayahnya saat masih menyelesaikan studi di HBS Semarang. Sambil menunggu Surarjo menyelesaikan studi, Pemerintah Hindia Belanda mengangkat sebuah Raad van Beheer/Dewan Perwalian Pakualaman untuk menyelenggarakan pemerintahan Pakualaman sehari-hari. Akhirnya pada 16 Oktober 1906 ia diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai penguasa tahta Pakualaman dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo. Namun upacara resmi pentahtaan baru dilaksanakan pada 17 Desember tahun yang sama.

Setelah bertahta Prabu Suryodilogo, bekerjasama dengan Pemerintah Hindia Belanda, mengadakan beberapa pembaruan dibidang sosial dan agraria. Kemudian ia juga mereformasi bidang pemerintahan dengan mulai menerbitkan rijksblad (semacam lembaran Negara) untuk daerah Pakualaman. Pengertian yang konservatif secara berangsur digantikan dengan pikiran yang modern dan berpandangan luas. Pada 10 Oktober 1921 pengganti Paku Alam VI menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VII dan oleh Pemerintah Hindia Belanda diberi pangkat Kolonel tituler. Pembaruan tidak berhenti pada tahun itu tetapi terus berlanjut, terutama dalam penyempurnaan pengelolaan anggaran keuangan. Pemerintah desa pun tidak luput dari pembenahan dan reorganisasi. Status kewarganegaraan penduduk dipertegas dengan membedakan antara warga Negara (kawulo kerajaan/kadipaten) dan bukan warga Negara (kawulo gubermen).

Disamping pemerintahan perhatian Paku Alam VII juga tertuju pada kesenian. Pagelaran wayang orang berkembang dengan baik. Dalam kesempatan menerima tamu-tamu dari luar negeri ia acapkali menjamu mereka dengan wayang orang dan beksan (tari-tarian klasik). Dalam bidang pendidikan ia mengijinkan sekolah-sekolah berdiri di daerah Adikarto (bagian selatan Kabupaten Kulon Progo sekarang) serta mengadakan sebuah lembaga beasisiwa untuk menjamin kelanjutan studi bagi mampu melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi.

Pada 5 Januari 1909 Paku Alam VII menikah dengan GBRA Retno Puwoso, Putri dari Pakubuwono X, Sunan Surakarta. Seluruh putra-putrinya ada 7 orang. Ketika putra mahkota berkunjung ke Nederland untuk menghadiri pesta perkawinan Putri Mahkota Belanda Juliana dan Pangeran Bernard, Paku Alam mangkat. Ia meninggal pada 16 Februari 1937 dan dimakamkan pada 18 Februari tahun yang sama di Girigondo Adikarto (sekarang bagian selatan Kabupaten Kulon Progo).
75924/6 <483+278!> w Raden Mas Noto Soeroto [Paku Alam V]
الميلاد: 5 يونيو 1888, Yogyakarta
الزواج: <238> Johanna Adriana Catharina Wilhelmina Meijer [Meijer] م 15 سبتمبر 1897
الوفاة: 25 نوفمبر 1951, Surakarta
49925/6 <277> Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) [Paku Alam III]
الميلاد: 2 مايو 1889, Yogyakarta, Indonesia
الزواج: <738!> R. A. Soetartinah [Paku Alam III] م 14 سبتمبر 1890
الوفاة: 26 ابريل 1959, Yogyakarta
73826/6 <482+750!> R. A. Soetartinah [Paku Alam III]
الميلاد: 14 سبتمبر 1890
الزواج: <499!> Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) [Paku Alam III] م 2 مايو 1889 و 26 ابريل 1959
74627/6 <482+750!> Raden Mas Johannes Soedarto Sosroningrat [Paku Alam III]
الميلاد: 25 ديسمبر 1895, Yogyakarta
الزواج: <751!> Raden Ajeng Siti Pailah [Paku Alam III] م 17 يوليو 1902
74728/6 <482+750!> R. A. Maria Soelastri Sosroningrat [Paku Alam III]
الميلاد: 22 ابريل 1898, Yogyakarta
الزواج: <239> Raden Mas Jacobus Soejadi Darmosapoetro [Darmosapoetro]
الوفاة: 18 سبتمبر 1975, Semarang
الدفن: Kompleks Gua Maria Kerep, Ambarawa, Semarang
Sedari kanak-kanak hingga remaja, Maria Soelastri begitu tertarik mempelajari budaya bangsa lain, termasuk diantaranya budaya barat, untuk menjawab rasa ingin tahu beliau kenapa tanah air Indonesia dikuasai bangsa barat. Sebaliknya, ayahanda beliau, Pangeran Sasraningrat, sangat menaruh minat pada Kesusasteraan Jawa Kuno dengan pergolakan-pergolakan dan perubahan jamannya. Kegiatan beliau dalam bidang jurnalistik membawa beliau berkenalan dengan tamu-tamu dari luar daerah, juga dari Batavia. Salah satunya adalah Dr. Hazeu, penasehat urusan pemerintahan jajahan, yang membawa serta seorang anggota Misi Gereja Katolik untuk Jawa Tengah yaitu Romo van Lith. Romo van Lith yang kemudian sering berkunjung untuk mempelajari Sastra Jawa, adat istiadat dan kebudayaan Jawa.

Th. 1906 dengan rekomendasi Romo van Lith dan disetujui ibunda B.R.A. Sasraningrat masuklah Ibu Maria Soelastri ke Europeese Meisjesschool dari Ordo Suster Fransiskanes Kidul Loji Mataram, Yogyakarta.

Dari sejarah keluarga Maria Soelastri ini, dan dari lingkungan dan komunitas keluarga yang banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh pendidikan pada masa itu, tentu menjadi mudahlah bagi kita untuk dapat memahami sifat dan sikap nasionalisme Maria Soelastri yang kental, amat peduli pada rakyat kecil dan berpikiran maju. Perasaannya yang halus dan mudah tersentuh pada penderitaan kaum lemah begitu kuat, yang kemudian mendorong untuk melakukan suatu tindakan nyata bagi orang-orang di sekitarnya. Secara khusus perhatiannya tercurah pada buruh perempuan di pabrik cerutu Negresco dan pabrik gula di Yogyakarta dan usaha untuk mencarikan jalan keluar bagi kesejahteraan dan masa depan mereka. Dari kaum buruh inilah usaha peningkatan derajat dan martabat wanita pada umumnya dan wanita katolik pada khususnya dimulai.

Saat awal didirikannya Poesara Wanita Katholiek – kelak menjadi Wanita Katolik RI – bersama teman-temannya pada tanggal 26 Juni 1924, yang terpilih sebagai ketua pertamanya adalah adik Maria Soelastri, yaitu R.A. Catharina Soekirin Sasraningrat karena R.A. Maria Soelastri bertempat tinggal di Magelang. Terlihat betapa Maria Soelastri ini amat ‘sepi ing pamrih’ (tak punya pamrih atau ambisi pribadi), namun sepak terjangnya dalam membela kaum buruh dan kegigihannya itu membuatnya mendapat julukan ‘singa betina’ yang amat disegani.

Th. 1914 Ibu R.Ay. Maria Soelastri Sasraningrat dipersunting oleh Dokter Hewan R.M. Jacobus Soejadi Darmosapoetro, yang meskipun seorang pegawai negeri dalam pemerintahan tetapi berideologi politik melawan Politik Kapitalis Kolonial.

Ketika Wanita Katolik RI merayakan ulangtahunnya yang ke-50 di tahun 1974, Maria Soelastri menuliskan sebagian dari pengalaman perjuangannya, dengan antara lain menulis :

Sebagai langkah perjuangan yang pertama Ibu (Maria Soelastri – red) menemui pengusaha-pengusaha Belanda dari Pabrik Cerutu dan Pabrik Gula di Yogyakarta yang kedua-duanya juga beragama katolik. Buruh kedua pabrik ini sebagian besar terdiri dari buruh wanita. Pertemuan berlangsung dalam suasana damai. Pembicaraan diadakan dari hati ke hati dengan berpedoman pada Ensiklik-ensiklik Gereja Katolik, antara lain Rerum Novarum dari Bapak Leo ke XIII di Roma dan Quadragesimo Anno dari Paus Pius XI. Sebagai hasil pembicaraan, dengan segera dibentuklah peraturan-peraturan di kedua belah pabrik tersebut untuk perbaikan nasib para buruhnya pada umumnya dan buruh wanita pada khususnya. Langkah berikutnya dari Organisasi Wanita Katolik meliputi kerja sama dengan Usahawan-usahawan Katolik Belanda untuk mengadakan segala macam perbaikan nasib para buruh. … (Maria Soejadi Darmosaputro Sasraningrat, 24-6-1974) – oleh Iswanti, Kodrat yang Bergerak

Kini buah pikiran dan gagasan ibu R.A. Maria Soelastri Soejadi Sasraningrat telah semakin dikembangkan dan diwujud-nyatakan secara meluas. Dari gagasan yang muncul dari seorang perempuan ningrat yang peduli pada kaumnya, dari sebuah tempat ikrar di Kidul Loji, Yogyakarta, kini telah meluas ke seluruh nusantara. Dan gagasan itu semakin dikembangkan oleh srikandi-srikandi masa kini yang mengambil tongkat estafet dari para pendahulunya, namun sampai sekarang gagasan inti tetap tak lekang oleh waktu, tertuang dalam visi misi organisasi Wanita Katolik RI : demi tercapainya kesejahteraan bersama serta tegaknya harkat dan martabat manusia, dengan dilandasi nilai-nilai Injil dan Ajaran Sosial Gereja.

R.A. Maria Soelastri wafat di Semarang tanggal 8 September 1975 dan dimakamkan di Kompleks Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA).
52529/6 <408+170> Kanjeng Raden Adipati Danurejo VI / Kanjeng Pangeran Haryo Yudonegoro II (Pangeran Haryo Cakraningrat) [Danurejo]
الزواج: <518!> Gusti Kanjeng Ratu Hangger [Hb.6.3] [Hamengku Buwono VI]
الزواج: <1150!> Gusti Bendoro Raden Ayu Yudonegoro II [Hb.7.19] (Bendoro Raden Ayu Cokdrodiningrat) [Hamengku Buwono VII]
العمل: 17 مارس 1900 - 21 October 1911, Yogyakarta, Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta bergelar Kanjeng Raden Adipati Danurejo VI
75130/6 <476> Raden Ajeng Siti Pailah [Paku Alam III]
الميلاد: 17 يوليو 1902, Yogyakarta
الزواج: <746!> Raden Mas Johannes Soedarto Sosroningrat [Paku Alam III] م 25 ديسمبر 1895
50231/6 <254> Kyai Penghulu R. M. Haji Muhammad Cholil Kamaludiningrat [Hamengku Buwono]
الوفاة: 1914
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Ir. H. Hilal Achmar (Hamengku Buwono, b. 19 Mei). Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.



KAUMAN Islam~c Village bertengger di atas pintu gerbang utama masuk kampung Kauman dari sisi selatan. Di kampung sumpek berpenduduk 4.500 jiwa itulah, lahir Kiai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Kampung Kauman di jantung Yog~yakarta hampir sarlla tuanya dengan keraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Keraton Y~gyakarta secara resmi ditempati Sultan Hamengku Buwono I pada 7 Oktober 1756, dilengkapi beberapa bangunan penunjang. Masjid Agung, salah satu di antaranya, dibangun di bagian depan keraton, di barat Alun-Alun Utara. Fungsi masjid itu tidak hanya untuk tempat ibadah, melainkan juga untuk keperluan kemasyarakatan lainnya. Masjid itu berada di bawah pengawasan lembaga Kepengulon, sebuah lembaga yang mengurusi urusan keagamaan kerajaan Yogyakarta. Lembaga ini dipimpin oleh seorang penghulu, yang di dalam birokrasi keraton dipegang oleh seorang abdi Bupati Nayaka. Penghulu dan seluruh aparatnya ini disebut dengan Abdi Dalem Pamethakan, abdi dalem putih. Para abdi dalem yang mengurusi masjid ini mendapat fasilitas tanah gaduhan di sekitar masjid tersebut. Tanah seluas 1~2.000 m2 yang digunakan sebagai tempat tinggal para pengelola masjid itu disebut Tanah Pakauman, yang selanjut~ya ~disebut Kauman. Kata Kauman itu berasal dari kata Arab Qoimuddin (~Qoim dan Addin), artinya penegak agama. Dari pendekatan antropologi, masyarakat Kauman, termasuk masyarakat endogami. Sebuah masyarakat y~ang melaksanakan pernikahan dengan orang sekampung. Menurut Drs. Ahmad Adaby Darban, putra Kauman, dosen Sejarah Kauman UGM "Akibat ikatan kea~gamaan dan pertalian darah itu pergaulan sosial lebih intim." Di kampung Kauman itulah lahir Muhammad Darwisy, yan~g kelak dikenal dengan nama Kiai Haji Ahmad Dahlan. Putra Kiai Abu Bakar imam dan khatib Masjid Agung Keraton Yogyakarta, itu sejak 1~910 berusaha memurnikan Islam, m~engembalikan kehidupan agama kepada sumber aslinya, Quran dan Sunah. Secara terbuka, saat itu, Kiai Dahlan memberantas hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam. Misalnya perbuatan menyekutukan Tuhan (syirik), bidah khurafat, melakukan upacara peribadatan yang tidak diajarkan Quran. Salah satu tindakan nyata yang dilakukan Kiai Ahmad Dahlan, waktu itu, adalah memperbaiki arah kiblat yang semula lurus ke barat tapi kemudian dengan mengacu pada ilmu falak dibuat agak condong ke utara 22 derajat. Pembetulan arah kiblat ini dimulai dari Langgar Kidul, milik Kiai Ahmad Dahlan, dengan membuat garis saf. Anjuran pembetulan arah kiblat ini kemudian memberi semangat pada para santrinya untuk membuat garis-garis saf arah kiblat di Masjid Agung Yogyakarta. Akibatnya, sebagai abdi dalem Ketib, Kiai Ahmad Dahlan dinyatakan bersalah, melanggar kewenangannya dan birokrasi, karena Masjid Agung adalah wewenang kesultanan. Kanjeng Penghulu Cholil Kamaluddiningrat, penghulu Masjid Agung, bertambah marah ketika tahu bahwa Langgar Kidul baru saja diubah bangunannya, diluruskan dengan kiblat condong ke utara 22 derajat. Dia memerintah tukang-tukang dengan dikawal polisi Belanda merusak Langgar Kidul. Kiai Ahmad Dahlan sangat terpukul. Gerakan Pembaruan (Tajdid) yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan menjadi mulus setelah empat dari lima langgar yang ada di Kauman itu mengikuti jejaknya. Usaha reformasi lebih lancar lagi setelah Kiai Cholil meninggal 1914, dan diganti oleh Kanjeng Penghulu Muhammad Sa'idu Kamaludiningrat. Kiai Penghulu Sa'idu inilah memberi nama gerakan itu Muhammadiyah, artinya pengikut Nabi Muhammad, 1912. Dan, Kanjeng Penghulu Muhammad Sa'idu menjadi anggota Muhammadiyah dengan nomor stambuk 00001. Lalu, Kiai Penghulu mengizinkan pendopo Pengulon untuk aktivitas gerakan Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, usaha Muhammadiyah sangat menonjol. Pada 1913 di Kauman lahir sekolah kiai, sekolah yang amat asing bagi masyarakat Kauman saat itu, yang lebih mengenal sistem pesantren. Karena meniru Belanda, Kiai Ahmad Dahlan dituduh kafir dan dicap sebagai Kiai Palus serta 'Kristen Alus'. Tapi, Ahmad Dahlan jalan terus. Pada 1918 juga di Kauman berdiri sekolah tingkat lanjut Al-Qismul Arqo. Sebuah sekolah dengan sistem modern. Sekolah inilah kemudian diubah menjadi Pondok Muhammadiyah, selanjutnya diubah lagi menjadi Kweekschool M~uhammadiyah dan Kweek~school Istri. Karena sekolah yang dise~lenggakan oleh bumiputra tidak dibolehkan memakai nama mirip sekolah Belanda, lalu berubah lagi menjadi Madrasah Mu~alimin Muhammadiyah dan Madrasah Mualimat Muhammadiyah. Da~ri Langgar Kidul itu berm~uculan organisasi kemuhammadiyah. Antara lain, 1917, berdiri organisasi wanita Muhammadiyah, yang diberi Aisiyah. Lalu, 191~7, berdiri organisasi kepanduan Hizbul Wathon, dan 1922, di Dalem Pengulon berdiri pendidikan kanak-kanak yang diberi nama Bus~~tanul A~tfal. Dan tumbuh pula organisasi pencak silat Ci Kauman (1915, yang kemudian bernama Tapak Suci. Kauman sekarang masih merupakan kampung santri dan kampung perjuangan. Di sana ada pengajian malam Selasa yang terkenal. Pengajian itu sudah ada sejak zaman Kiai Ahmad Dahlan, yang dahulu sering dihadiri oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Kauman telah melahirkan empat pahlawan nasional: Kiai H. Ahmad Dahlan, Nyai Ahmad Dahlan, Kiai H. Fachruddin, dan Kiai H. Bagus Hadikoesoemo. Syahril Chili dan M. Ajie Surya (http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/12/15/NAS/mbm.19901215.NAS20135.id.html)

KH Kholil & KH. Achmad Dachlan Tahun 1868 – 1910

1868 · Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta dengan nama Muhammad Darwis. Berayahkan K.H. Abu Bakar, seorang Ketib Masjid Besar Kauman Yogyakarta. Ibunya Siti Aminah adalah anak K.H. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta. · Darwis kanak-kanak dikenal sebagai memiliki keahlian membuat barang kerajinan dan mainan. Sebagaimana anak laki-laki lain, ia juga memiliki kegemaran bermain layang-layang dan gasing · Saat remaja ia belajar agama Islam tingkat lanjut. Belajar fiqh dari K.H. Muhammad Saleh, belajar nahwu dari K.H. Muhsin, juga pelajaran lainnya didapatkan dari K.H. Abdul Hamid di Lempu­yangan dan K.H. Muhammad Nur. · Sebelum haji, jenis kitab yang dibaca Dahlan lebih banyak pada kitab-kitab Ahlussunnah wal jamaah dalam ilmu aqaid, dari madzhab Syafii dalam ilmu fiqh, dan dari Imam Ghazali dalam ilmu tasawuf.

1883-88 · Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji yang pertama. Di tanah suci ia belajar kepada banyak ulama. Untuk ilmu hadits belajar kepada Kyai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, Ia juga belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang. Selain dengan guru-guru di atas, selama delapan bulan di tanah suci, ia sempat bersosialisasi dengan Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, Kyai Nawawi dari Banten, para ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari selama mukim di di Mekah.

1888 · Sepulang dari ibadah haji yang pertama, ia membelanjakan sebagian dari modal dagang sebesar f 500 (lima ratus gulden) yang diberi ayahnya, untuk membeli buku.

1889 · Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah yang kemudian dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, pendiri organisasi perempuan ‘Aisyiyah.

1896 · Ayahnya yang menjabat Ketib Amin meninggal. Sesuai dengan kebiasan yang berlaku di Kraton Yogyakarta sebagai anak laki-laki yang paling besar Ahmad Dahlan diangkat sebagai Ketib Amin menggantikan ayahnya.

1898 · Dahlan mengundang 17 ulama di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di musholla milik keluarganya di Kauman. Masalah arah kiblat adalah masalah yang peka pada saat itu. Pembicaraan itu berlangsung hingga shubuh tanpa menghasilkan kesepakatan. Tetapi diam-diam dua orang yang mendengarkan pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan jemaah salat dzuhur waktu itu. Kyai Penghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang yang melakukan itu.

1900-1910 · Panitia Zakat pertama. · Panitia kurban pertama. · Penggunaan metode hisab menggantikan metode aboge dan melihat hilal. · Peristiwa dirobohkannya surau Kyai A. Dahlan.

1903 · Ahmad Dahlan menunaikan haji yang kedua. Ia kembali memperdalam ilmu agamanya kepada guru-guru yang telah mengajarnya saat haji pertama. Ia belajar fiqh kepada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa’id Yamani, dan Syekh Sa’id Babusyel. Belajar ilmu hadis kepada Mufti Syafi‘I, ilmu falaq pada Kyai Asy’ari Bawean, ilmu qiraat pada Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Dahlan juga mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para ulama Indonesia yang telah lama bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.


1909 · Ahmad Dahlan resmi menjadi Anggota Budi Utomo. Selanjutnya, ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta

1910 · Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair, organisasi Islam yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab. · Melalui R. Budiharjo dan R Sosrosugondo (pengurus dan anggota Budi Utomo), yang tertarik pada masalah agama Islam, Ahmad Dahlan mendapat kesempatan mengajar agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis. · Keinginan Ahmad Dahlan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum terwujud. Sekolah pertama itu dimulai dengan 8 orang siswa, bertempat di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x 6 m, di ia sendiri bertindak sebagai guru. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan lancar. Selain ada pemboikotan masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya 8 orang tersebut juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasinya, Ahmad Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk kembali. (http://www.muhammadiyah.or.id/content-154-det-timeline-muhammadiyah.html).

Catatan Hilal Achmar: Masalah arah kiblat ini, sampai tahun 2000-2010 masih menjadi perdebatan, apakah masjid yang tidak tepat mengarah ke Ka'bah, harus dibenarkan atau tidak arah kiblatnya. Saya fikir, memang harus dibenarkan arah kiblatnya, tetapi dengan catatan: 1. Disosialisasikan dahulu kepada masyarakat sekitar Masjid. 2. Masyarakat diberitahu tentang arah kiblat yang benar dengan dasar ilmu yang dapat dimengertinya. 3. Berhati-hati, sehingga tidak menimbulkan konflik. Dibawah ini ada cara penentuan arah kiblat yang akurat dan sederhana, dimana masyarakat akan mengerti, dan menyadari arah kiblat mereka:

KIBLAT Kiblat adalah kata Arab yang merujuk arah yang dituju saat seorang Muslim mendirikan salat. Sejarah

Pada mulanya, kiblat mengarah ke Yerusalem. Menurut Ibnu Katsir,[1] Rasulullah SAW dan para sahabat salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Namun, Rasulullah lebih suka salat menghadap kiblatnya Nabi Ibrahim, yaitu Ka'bah. Oleh karena itu beliau sering salat di antara dua sudut Ka'bah sehingga Ka'bah berada di antara diri beliau dan Baitul Maqdis. Dengan demikian beliau salat sekaligus menghadap Ka'bah dan Baitul Maqdis.

Setelah hijrah ke Madinah, hal tersebut tidak mungkin lagi. Ia salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Ia sering menengadahkan kepalanya ke langit menanti wahyu turun agar Ka'bah dijadikan kiblat salat. Allah pun mengabulkan keinginan beliau dengan menurunkan ayat 144 dari Surat al-Baqarah: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Maksudnya ialah Nabi Muhammad SAW sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah).[2]

Juga diceritakan dalam suatu hadits riwayat Imam Bukhari:[3] Dari al-Bara bin Azib, bahwasanya Nabi SAW pertama tiba di Madinah beliau turun di rumah kakek-kakek atau paman-paman dari Anshar. Dan bahwasanya beliau salat menghadap Baitul Maqdis enam belas atau tujuh belas bulan. Dan beliau senang kiblatnya dijadikan menghadap Baitullah. Dan salat pertama beliau dengan menghadap Baitullah adalah salat Ashar dimana orang-orang turut salat (bermakmum) bersama beliau. Seusai salat, seorang lelaki yang ikut salat bersama beliau pergi kemudian melewati orang-orang di suatu masjid sedang ruku. Lantas dia berkata: "Aku bersaksi kepada Allah, sungguh aku telah salat bersama Rasulullah SAW dengan menghadap Makkah." Merekapun dalam keadaan demikian (ruku) mengubah kiblat menghadap Baitullah. Dan orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab senang beliau salat menghadap Baitul Maqdis. Setelah beliau memalingkan wajahnya ke Baitullah, mereka mengingkari hal itu. Sesungguhnya sementara orang meninggal dan terbunuh sebelum berpindahnya kiblat, sehingga kami tidak tahu apa yang akan kami katakan tentang mereka. Kemudian Allah yang Maha Tinggi menurunkan ayat "dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu" (al-Baqarah, 2:143).[2]

Hal itu terjadi pada tahun 624. Dengan turunnya ayat tersebut, kiblat diganti menjadi mengarah ke Ka'bah di Mekkah. Selain arah salat, kiblat juga merupakan arah kepala hewan yang disembelih, juga arah kepala jenazah yang dimakamkkan.

Penentuan arah kiblat

Dalam 1000 tahun terakhir, sejumlah matematikawan dan astronom Muslim seperti Biruni telah melakukan perhitungan yang tepat untuk menentukan arah kiblat dari berbagai tempat di dunia. Seluruhnya setuju bahwa setiap tahun ada dua hari dimana matahari berada tepat di atas Ka'bah, dan arah bayangan matahari dimanapun di dunia pasti mengarah ke Kiblat. Peristiwa tersebut terjadi setiap tanggal 28 Mei pukul 9.18 GMT (16.18 WIB) dan 16 Juli jam 9.27 GMT (16.27 WIB) untuk tahun biasa. Sedang kalau tahun kabisat, tanggal tersebut dimajukan satu hari, dengan jam yang sama.

Tentu saja pada waktu tersebut hanya separuh dari bumi yang mendapat sinar matahari. Selain itu terdapat 2 hari lain dimana matahari tepat di "balik" Ka'bah (antipoda), dimana bayangan matahari pada waktu tersebut juga mengarah ke Ka'bah. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 28 November 21.09 GMT (4.09 WIB) dan 16 Januari jam 21.29 GMT (4.29 WIB)

Pranala luar Indonesia) Sensitifnya Arah Kiblat Kiblat Kiblat Qiblah Qiblah in north america Al-Quds About.com Second Year of the Hijra di al-islam.org Menentukan arah kiblat pakai Google Earth di youtube

Catatan ^ (Arab)Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Surat al-Baqarah. ^ a b (Arab)Al-Qur'an Al-Karim. ^ (Arab)Al-Bukhari. Shahih al-Bukhari, hadits no. 41 dalam Fath al-Bari.

Kyai Penghulu R. M. Haji Muhammad Cholil Kamaludiningrat digantikan oleh Kiai Muhammad Sangidu/Kiai Penghulu Kanjeng Raden Haji Muhammad Kamaludiningrat, yaitu seorang penghulu keraton Yogyakarta sejak tahun 1914 sampai tahun 1940. Penghulu Kanjeng Raden Haji Muhammad Kamaludiningrat dikenal sebagai pemegang kartu anggota Muhammadiyah stanboek No. 1, dan juga pendukung gerakan KH. Ahmad Dahlan.

Kiai Penghulu Kanjeng Raden Haji Muhammad Kamaludiningrat mempunyai anak Muhammad Wardan dilahirkan pada tanggal 19 Mei 1911 di Kampung Kauman, Yogyakarta. Dia anak ketiga dari tujuh bersaudara seayah-seibu. Adapun enam saudaranya adalah Umniyah, Muhammad Darun, Muhammad Jannah, Muhammad Jundi, Burhanah dan Wari`iyah. Selain itu, dia juga mempunyai saudara yang berlainan ibu, yaitu Djalaluddin, Siti Salaman dan Siti Nafi`ah. Di lingkungan masyarakat Kauman, keluarga PKRH Muhammad Kamaluddiningrat dikenal sebagai Dani (keluarga) ketib Tengah yang tinggal di wilayah Kauman bagian barat. Sebagai keluarga abdi dalem santri mereka memiliki pusat kegiatan di Langgar Dhuwur. Dengan demikian, Muhammad Wardan secara sosio kultural berasal dari lingkungan keluarga abdi dalem santri.

Foto Insert: Keturunan Kyai Penghulu R. M. Haji Muhammad Cholil Kamaludiningrat, saat silaturahmi Idhul Fithri Tahun 2011
50732/6 <252+154> Bendoro Pangeran Haryo Hadiwijoyo [Hb.6.17] [Hamengku Buwono VI]
الزواج: <240> Gusti Raden Ayu Hadiwijoyo / Raden Ajeng Jimah [Hadiwijoyo] و 10 فبراير 1939
الوفاة: 9 فبراير 1916, Mahakeret Manado, Disarekan kembali di Pasarean Hasta Renggo Kotagede Yogyakarta pada Hari Minggu Legi 22 Juli 1990
Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Hadiwijoyo adalah putra ke-17 dari Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwono VI. Beliau mempunyai 6 orang putra/putri dari Garwo Padmi yang bernama R.Aj. Jimah (GRA. Hadiwijoyo). BPH. Hadiwijoyo difitnah dan dibuang oleh Belanda ke Manado pada tahun 1875 karena dianggap membenci tindakan baginda Sultan HB VII, Media:https://kanjengratusekarkedaton.blogspot.com/p/sejarah.html sampai wafatnya pada 9 Februari 1916 dan dimakamkan di Mahakeret Manado.

Pada tahun 1883, BPH. Hadiwijoyo bersama istri dan anaknya, menjemput rombongan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Sekar Kedaton (permaisuri Sultan Hamengku Buwono V) dan putranya Gusti Raden Mas (GRM) Timur Muhammad/Gusti Pangeran Haryo (GPH) Suryengalogo di pelabuhan kapal di Manado, dan mempersilahkan mereka menempati rumah beliau di kampung Pondol. Selama di pengasingan, BPH. Hadiwijoyo ditemani putranya yang bernama RM. Menot. Kemudian disana lahir putra no.6 yang diberi nama RM. Joko Sangkolo. Setelah GPH. Suryengalogo meninggal dunia (1901), GKR. Sekar Kedaton dibelikan rumah oleh Sultan Hamengku Buwono VII sebagai tempat tinggal beliau bersama anak dan cucunya. BPH. Hadiwijoyo sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh GKR. Sekar Kedaton.

Kemudian GRA. Hadiwijoyo kembali ke Yogyakarta sampai dengan wafatnya dan dimakamkan di Pasarean Hasta Renggo Kota Gede Yogyakarta (di luar cungkup). BPH. Hadiwijoyo bersumpah tidak akan kembali ke Yogyakarta sebelum saudara yang memfitnahnya wafat, namun ternyata beliau wafat terlebih dahulu. Setelah sekian lama, akhirnya para anggota Trah Hadiwijoyo (Hadiwijayan) bersepakat untuk memindahkan makam BPH. Hadiwijoyo dari Mahakeret Manado ke Pasarean Hasta Renggo Yogyakarta. Rencana ini terelisasi pada tanggal 21 Juli 1990 dimana sebelumnya makam GRA. Hadiwijoyo dibongkar terlebih dahulu dan disandingkan dengan peti BPH. Hadiwijoyo untuk kemudian secara bersama-sama dimakamkan kembali di dalam cungkup.

Keenam Putra/Putri BPH. Hadiwijoyo adalah: 1. RA. Kustiyah (w.VI.17.1) 2. RM. Sutijo / RM. L. Prawirodipuro / RMW. Hatmodijoyo (w.VI.17.2) 3. RM. Subroto / RM. Dutodiprojo / RM. Rio Projomardowo (w.VI.17.3) 4. RA. Sriyati (w.VI.17.4) 5. RM. Sujono / RM. Menot (w.VI.17.5)

6. RM. Joko Sangkolo (w.VI.17.6)
52833/6 <281+166> Kanjeng Pangeran Haryo Djatikusumo [Pb.10.23] (Bendoro Kanjeng Pangeran Haryo Purbonegoro) [Pakubuwono X]
الميلاد: 1 يوليو 1917, Solo
الزواج: <1026!> Bendoro Raden Ayu Jatikusumo [Hb.7.78] (R. A. Soeharsi Widianti) [Hamengku Buwono VII] , Yogyakarta
الميلاد: 1 يونيو 1946 - 1 مارس 1948, Rembang, Panglima Divisi V Ronggolawe
العمل: 1948 - 1949, Jakarta, Kepala Staf TNI Angkatan Darat I
العمل: 1958 - 1960, Singapura, Duta Besar RI untuk Singapura
العمل: 1959 - 1960, Jakarta, Menteri Muda Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon Kabinet Kerja I
العمل: 1960 - 1962, Jakarta, Menteri Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon Kabinet Kerja II
العمل: 1962 - 1963, Jakarta, Menteri Muda Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon Kabinet Kerja III
الوفاة: 4 يوليو 1992
75334/6 <281+166> G. K. R. Pembajoen [Pakubuwono X]
الميلاد: 25 مارس 1919
الزواج: <241> R. A. A. M. Sis Tjakraningrat [Cakraadiningrat II] و 24 سبتمبر 1992
الوفاة: 10 يوليو 1988, Ciputat, Tangerang Selatan
الدفن: Imogiri, Bantul
72635/6 <456+173> Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumawardhani / Gusti Noeroel [Mangkunegara VII]
الميلاد: 17 سبتمبر 1921, Surakarta
الزواج: <242> Raden Mas Soerjosoejarso [Mangkunegara V]
الوفاة: 10 نوفمبر 2015, Bandung
Gusti Noeroel terkenal memiliki paras yang cantik. Karena kecantikannya, pada saat itu Gusti Noeroel menjadi primadona di Kota Solo dan didambakan para tokoh negara. Mulai dari mantan Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang biasa mengirimkan kado melalui sekretarisnya ke kediaman Gusti Noeroel di Pura Mangkunegaran ketika rapat kabinet digelar di Yogyakarta. Gusti Noeroel juga didambakan oleh Kolonel GPH Djatikusumo, salah seorang prajurit militer. Yang menarik adalah mantan Presiden Soekarno yang juga tertarik dengan Gusti Noeroel namun konon kalah bersaing dengan Sutan Sjahrir.[3] Tokoh negara lainnya yang mencoba meminang Gusti Noeroel adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang memiliki 9 orang selir. Namun semua tokoh tersebut tidak ada satupun yang berhasil memikat hati Gusti Noeroel. Putri bangsawan ini memutuskan untuk menerima pinangan seorang militer berpangkat letnan kolonel yang bernama RM Soerjo Soejarso.

Kecantikan Gusti Noeroel yang termasyhur ini juga dibarengi dengan kepiawaiannya menari. Suatu kali, di usianya yang masih 15 tahun, Gusti Noeroel diminta datang secara khusus untuk menari di hadapan Ratu Wilhelmina di Belanda. Tarian tersebut dipersembahkan sebagai kado pernikahan Putri Juliana. Menariknya, saat itu rombongan dari Mangkunegaran tidak membawa gamelan untuk mengiringi tarian Gusti Nurul. Tarian itu diiringi alunan gamelan yang dimainkan dari Pura Mangkunegaran dan dipancarkan melalui Solosche Radio Vereeniging, yang siarannya bisa ditangkap dengan jernih di Belanda[4].

Gusti Noeroel juga dikenal sebagai salah satu tokoh yang membidani berdirinya Solosche Radio Vereeniging, stasiun radio pertama di Indonesia.
52236/6 <252+149> Gusti Pangeran Haryo Buminoto [Hb.6.18] [Hamengku Buwono VI]
72537/6 <472> Raden Mas Soekemi Sosrodihardjo [Hamengku Buwono II]
الزواج: <258> Ida Ayu Nyoman Rai [?] م 1881 و 12 سبتمبر 1958
الوفاة: 18 مايو 1945, Jakarta
Raden Soekemi Sosrodihardjo adalah seorang guru di Surabaya dan ayah dari presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno. Ia diangkat sebagai guru pada bulan Agustus 1898 di Surabaya. Tanggal ini berdasarkan tulisan ia yang bersumber dari buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, karya Cindy Adam. R. Soekeni sebagai guru pemerintah Kolonial Belanda tinggal di kampung Pandean, dan sungai Kali Mas masih berfungsi sebagai jalur transportasi.

Pada tanggal 28 Desember 1901 R. Soekeni menerima besluit untuk di pindah tugas ke kecamatan Ploso di Jombang sebagai Mantri Guru. Lingkungan Ploso pada masa itu masih sangat desa sekali. Selanjutnya pada tanggal 23 November 1907 ia menerima besluit dari Kementrian Pendidikan Kolonial Belanda di Batavia untuk di pindah tugas ke Sidoarjo kota kecil pada waktu itu yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Surabaya.

Pada tanggal 22 Januari 1909 R. Soekeni menerima besluit lagi untuk di pindah tugas ke Mojokerto, selanjutnya di pindah tugas lagi ke Blitar sebagai guru di Normaalschool berdasarkan besluit tertanggal 2 Februari 1915 dari Batavia.

Pada saat ke Jakarta merupakan perjalanan yang terakhir dari R. Soekeni, pada saat itu ia diminta datang ke Jakarta oleh putranya Soekarno untuk melihat kelahiran Cucunya yang pertama Guntur, saat berjalan-jalan menghirup hangatnya udara Jakarta R. Soekeni terjatuh dan sakit keras sampai meninggal pada tanggal 18 Mei 1945.
50338/6 <254> R.M.Haji Adam [Hamengku Buwono II]
50439/6 <254> R.Ay.Hj. Sodik [Hamengku Buwono II]
50540/6 <254> R.Ay.Jaed [HBO III]
50641/6 <255> Sulaeman [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
50842/6 <252+154> Bendoro Raden Ayu Mangkuyudo [Hb.6.19] [Hamengku Buwono VI]
50943/6 <252+158> Bendoro Pangeran Haryo Hadiwinoto [Hb.6.12] [Hamengku Buwono VI]
51044/6 <252+157> Bendoro Raden Ayu Suryomurcito [Hb.6.21] [Hamengku Buwono VI]
51145/6 <252+160> Bendoro Raden Ayu Purwodiningrat [Hb.6.8] [Hamengku Buwono VI]
51246/6 <252+159> Bendoro Pangeran Haryo Puruboyo [Hb.6.6] [Hamengku Buwono VI]
51347/6 <252+156> Bendoro Raden Mas Suleman [Hb.6.4] [Hamengku Buwono VI]
51448/6 <252+155> Bendoro Raden Ayu Notoyudo [Hb.6.16] [Hamengku Buwono VI] 51549/6 <252+155> Raden Ajeng Karsinah / Sedo Timur [Hamengku Buwono VI]
51650/6 <252+155> Gusti Kanjeng Ratu Ayu [Hb.6.10] [Gp.Pa.4.1] [Hamengku Buwono VI]
51851/6 <252+149> Gusti Kanjeng Ratu Hangger [Hb.6.3] [Hamengku Buwono VI]
51952/6 <252+149> Gusti Kanjeng Ratu Hanom [Hb.6.7] [Hamengku Buwono VI]
52053/6 <252+149> Gusti Kanjeng Ratu Pembayun [Hb.6.5] [Hamengku Buwono VI]
52154/6 <252+149> Gusti Pangeran Haryo Anom [Hb.6.23] [Hamengku Buwono VI]
52355/6 <252+149> Gusti Pangeran Haryo Suryomataram I [Hb.6.9] [Hamengku Buwono VI]
53856/6 <260> Raden Mas Tumenggung Soerjodikoesoemo [?]
53957/6 <261+?> Nyi Jawahir [Hamengku Buwono]
Official Link. Adm: Hilal Achmar Nyi jawahir peputra ; 1.Ali Mustafa peputra ; 1. Sastra 2. H. Muhson 3. Imam Pura 4. Sarbini 5. Dalail 6. Munirah 7. Nyai Madmarja
54058/6 <261+?> H. Ahmad [Hamengku Buwono]
Official Link. Adm: Hilal Achmar.

1.Ibunipun Nyi. H. Ali 2.Nyi Mangku 3.Madnur 4.Toyib

Buku alit punika kaparingan asma PUSTAKA PERDHIKAN. Dipun anggit dinten Jumat Kliwon, 11 Safar 1430 H/ taun JE 1942 utawi 06 Februari 2009 dening R. Muh. Rafi Ananda Basaiban kanti ngempalaken riwayat saha silsilah saking pra turunipun Suwargi KH. Imanadi ugi kanti penyelidikan awujud sumber – sumber kawontenan ing sejarah. Riwayat kakempalaken saking panjenenganipun ;

1.KH. Sayyid R. Salim Al Mator Jatisari 2.Sayyid R. Sugeng Assyamsi Kauman

Buku kacetak kanti sederhana supados saged dipun waos dening pra putra wayahipun KH. Imanadi ingkang mbetahaken. Kagem Pra putra wayah ingkang dereng kaserat wonten ing mriki kersaha nyerat piyambak – piyambak lan kahaturaken dhateng Sayyid R. Muh. Rafi Ananda wonten alamat Jalan Garuda 13 Kebumen Jawa – Tengah. Wasana Buku Pustaka Perdhikan punika sageda manfangati kagem kita sami. Amin.

Buku Pustaka Perdhikan nyariosaken riwayatipun KH. Imanadi saha silsilahipun dumugi putra wayah turunipun.

KH. Imanadi putranipun Pangeran Nurudin / Syekh Nurmadin bin Pangeran Marbut / Syekh Abdurrahman Rawareja. Dipun carioasaken bilih Pangeran Marbut punika salah satunggaling pangeran saking Mataram Kartasura. Pangeran Marbut rayinipun Pangeran Said / Syekh Mursyid Legok. Pangeran Marbut dipun tugasi supados madosi Pangeran Said ingkang langkung rumiyin kesah saking kraton amargi mboten remen kaliyan Walandi ingkang pengaruhipun sampun mlebet wonten keluarga kraton wekdal samanten. Pangeran Marbut lajeng tindak mangilen madosi keng Raka ngantos dumugi kepanggih wonten ing Rawareja. Siti Rawa dados dhusun ingkang reja sak sampunipun Pangeran Said lenggah wonten ing mriku. Sak sampunipun kepanggih kalian keng Raka, Pangeran Marbut lajeng nyuwun dhumateng Pangeran Said kondur dhateng Mataram, ananging Pangeran Marbut malah dipun suwun ndherek merangi Walandi. Pangeran Marbut kagungan satunggal pemanggih kaliyan Pangeran Said, lajeng mboten sios kondur dhateng Mataram lan ndherek keng Raka merangi Walandi. Pangeran Marbut kasuwun supados lenggah wonten Rawareja, dene Pangeran Said lajeng jengkar saking Rawareja supados mboten dipun curigani dening Walandi. Pageran Said tindak mangilen dumugi Legok, lajeng lenggah wonten ing mriku ngatos dumugi sedanipun ( pesarehanipun wonten sak wingkingipun masjid Legok ). Pangeran marbut peputra Pangeran Nurudin / Syekh Nurmadin. Syekh Nurmadin ugi kados dene ingkang rama, tansah nglampahaken syiar Islam kanti mucali ngaos piwulang agami Islam wonten Rawareja lan tansah merangi Walandi, asring kanti dhedhemitan ( gerilya ).

Pangeran Nurmadin Peputra KH. Imam Manadi / Imanadi ingkang sak sampunipun dhiwasa lajeng lenggah wonten ing siti Perdhikan / Keputihan inggih punika siti ingkang merdhika, bebas saking pajeg. Siti punika lajeng kawastan siti Pesucen, ingkang sak terusipun dados dhusun nami Pesucen.

Wonten ing Pesucen KH. Imanadi ugi tansah nerasaken perjuanganipun ingkang Rama lan Eyangipun. KH. Imanadi nglampahaken syiar Islam wonten ing dhusun Pesucen. Panjenenganipun ugi sampun nate tindak dhateng Mekah kagem nglampahi haji lan ngaos Agami Islam, mila ngantos lenggah wonten ing Mekah sawatawis dangu. Sak Konduripun saking Mekah KH. Imanadi dipun dadosaken panglima perang dening Pangeran Dhiponegara kagem wilayah Kebumen lan sak kiwa - tengenipun. Wondene panglima perang pusat dipun asta dening putranipun KH. Nur Iman Mlangi / KGPH. Sandeyo ( antawis taun 1825 – 1830 ).

Kh. Imanadi sanget misuwur dados setunggaling priyantung ingkang Linangkung, tangguh ugi ahli strategi perang, ingkang asring kanti dhedhemitan ( gerilya ), Mila Panjenenganipun mboten gampil dipun cepeng dening Walandi. Walandi ngantos kuwalahan ngadhepi KH. Imanadi. Wonten satunggaling wekdal, KH. Imanadi perang mengsah Walandi wonten sakpinggiring lepen LUKULA / Kali Gending. Panjenenganipun kepepek mboten saged mlajar malih. KH. Imanadi lajeng mlebet wonten ing lepen ( silem ) ngantos dangu mboten katingal. Walandi ingkang sumerep kalangkunganipun KH. Imanadi lajeng kanti sabar madosi turut lepen ngantos dumugi wekasanipun lepen LUKULA. Wonten ing mriku KH. Imanadi lajeng ngetingal lan lajeng dipun cepeng.

Kalangkunganipun KH. Imanadi sanesipun babagan agami, inggih babagan politik, hukum, sosial lan ketatanegaraan ( pemerintahan ), ndadosaken Walandi sanget hormatipun lan sae dhumateng panjenenganipun sanajan wonten ing tahanan.

Ngleresi jaman Adipati Arung Binang IV ( 1833 – 1861 ) ingkang wekdal samanten ngasta pemerintahan Kebumen, wonten satunggaling wekdal sang Adipati pikantuk sasmita “ menawi badhe kiyat pemerintahanipun kedah manggihi lan sesarengan kaliyan KH. Imanadi ingkang wekdal samanten taksih dados tahanan politik. Adipati Lajeng ngedalaken KH. Imanadi saking tahanan lan ndadosaken panjenenganipun Pengulu Landrat I Kebumen. KH. Imanadi kersa dipun dadosaken Pengulu Landrat kanti syarat ingkang dados wakilipun inggih punika KH. Zaenal Abidin Banjursari Buluspesatren ingkang wekdal samanten taksih wonten tahanan amargi dados badalipun KH. Imanadi wekdal merangi Walandi.

Kh Imanadi ngasta dados Pengulu Landrat I Kebumen lan lenggah wonten ing Kebumen. Panjenenganipun mundhut siti sak kilenipun alun – alun Kebumen ingkang sak lajengipun kawastanan kampung Kauman. Siti ingkang pernah Tengah lajeng dipun dadosaken Mesjid ingkang sak mangke dados nami Masjid Agung Kauman Kebumen ( antawis taun 1832 ). Masjid ingkang sepindah dipun damel kanti modhel Joglo inggih punika ngagem 4 saka guru. KH. Imanadi damel saka guru saking kajeng jati ingkang dipun dugikaken saking kabupaten Ambal. Dipun cariosaken bilih adegipun saka 4 punika namung satunggal dalu inggih amargi angsal bantuan saking jin Islam saking Timur Tengah ingkang kawon juritipun kaliyan KH. Imanadi nalika wonten ing Mekah. Jin punika asma Syekh Abdurrahman ingkang katelah ugi Mbah Wangsa. Jin punika nyuwun tumut KH. Imanadi kondur dhateng Kebumen. Panjenenganipun marengaken kanti syarat mboten hangganggu damel sedaya putra wayah lan turunipun.

Sekawan saka guru punika hingga sak punika taksih, ananging sampun dipun biantu cor. Wiwit taun 1832 M dumugi sak punika Masjid sampun dipun renovasi ambal kaping 5. Renovasi paling ageng wonten ing warsa 2005.

Dumugi sak punika Imam Masjid sampun gantos ambal kaping 10, ingkang sedaya taksih kalebet putra wayahipun KH. Imanadi.

KH. Imanadi lenggah wonten Kauman ngantos dumugi sedanipun, ananging lajeng dipun sarekaken wonten pesarean Pesucen Wonosari, mboten sesarengan kaliyan Pangeran Nurmadin ( Ramananipun ) ugi Pangeran Marbut ( Eyangipun ) ingkang sumare wonten ing dhusun Rawareja.




Sak surutipun KH. Imanadi, Pengulu Landrat II dipun asta dening KH. Moh. Alwi ( salah satunggaling putra KH. Imanadi ).

Pengulu Landrat III dipun asta dening KH. Ali Khusen ( Ingkang sak lajengipun dados marasepuhipun KH. Ali Awal ) amargi wekdal samanten pra putra KH. Alwi taksih sanget timur.

Penguli landrat IV dipun asta dening KH. Ali Awal ( salah satunggaling putra KH. Alwi ).

Pengulu Landrat V dipun asta dening Kh. Abdul Fatah ,( amargi pra putra KH. Ali Awal taksih sanget timur )

Pengulu landrat VI / Pungkasan dipun asta dening KH. Abdullah Ibrahim ( putra pembajeng KH. Ali Awal kaliyan garwa ingkang kaping kalih ).

Wiwit taun 1946 Pengulu landrat dipun gantos dados Kantor Urusan Agama ( KUA ). Ingkang ngasta sepindah wonten KUA kebumen inggih punika KH. Efendi.

SILSILAH KH. IMANADI KEBUMEN

Pangeran Marbut / Syekh Abdurrahman ( Pesarehanipun wonten ing Rawareja ) peputra ; Pangeran Nurudin / Syekh Nurmadin ( Pesarehanipun wonten ing Rawareja ) peputra ; KH. Imanadi ( Pesarehanipun wonten ing Pesucen ) peputra ; saking Garwa I ( Pringtutul Rawareja ) 1.Nyi. Warna 2.Kyai Basar Kahfi 3.Moh. Alwi 4.Ali Khusen 5.Zakariya 6.H. Chasan 7.Bafiroh 8.Nyi Yohana

Saking Garwa II ( Putrinipun RA. Kamaludin / Garwanipun Pengulu Kraton Jogja binti BPA. Dipowiyono bin Sinuwun Hamengku Buwana II kaliyan garwa kaping 4 / RA. Erawati ) peputra ;

1.Nyi Jawahir 2.H. Ahmad



Nyi Warna peputra ;


Kyai Basar Kahfi peputra ;

Moh. Alwi ( pesarehanipun wonten ing Pesucen ) peputra ; 1.Ali Awal Kauman 2.Alwi Pesucen 3.Hanawawi Kauman 4.Abdul Fatah

Ali Khusen peputra ; 1.Nyi Ali Awal Kauman ( turunipun mriksani turunipun Ali Awal Kebumen Garwa I ) 2.Munada Prembun peputra : 1.Madrejo / Muh. Ikhsan peputra : 1. Mad Idris 2. Sumowiyoto 3. Datun 4. Kasim peputra : 1. Sumiati 2. Suprapti 3. Ciptadi Prembun peputra : 1. Ayu Muzayyanah 2. Rosi Ruvaida 4. Isni peputra : 1. Nuryaningsih 2. Dewi Anjarsari 5. Chomsiatun peputra : 1. Intan Heri Purwoko 2. Setyo Nugroho 6. Sri Rochimah 7. Sri Rasmini peputra : 1. Sunikmah 2. M. Mudrik As. 3.Bagus Ulinuha 4. M. Habiburrohman 5. M. Ulil Azmi 6. M. Ali Wafa 7. S. U. Sa'adah 8. M. Huda 9. Ayu 10. Afriyani 11. M. Fikri 8. M. Marsudi 9. Siti Jumarni 10. Sarmini peputra : 1. Aji Mustofa 2. S.A. Tsani 3. Fuad 5. Madinah 6. Poniah 7. Sarikem 8. Siti Asiyah

2.Dalil 3.Ardjo Mutofa 4.Saminem Zakariya peputra ; 1.Nyi H. Ilyas Kutoarjo 2.H. Muh. Ilham Suraturunan 3.H. Muh. Aspan Suraturunan 4.H. Muh. Yusuf Kauman

H. Chasan peputra ;

Bafiroh peputra ;

Nyi Yohana peputra ;

Nyi jawahir peputra ; 1.Ali Mustafa peputra ; 1. Sastra 2. H. Muhson 3. Imam Pura 4. Sarbini 5. Dalail 6. Munirah 7. Nyai Madmarja

2.SanMunawar ( Lurah Pesucen ) 3.Nyi Basar Kahfi 4.Nyi Sanmustafa 5.Ali Muntaha peputra ; 1. Muhsin 2. Muhson 3. Muhsonah 4. Munsarip 5. Munisah 6. Mutnginah

6.Mustahal 7.Abdul Anwar ( Siwedi Kutowinangun ) 8.Marjuned ( Banjarnegara ) 9.Nyi Madmurja ( Kenteng Karangsari Kutowinangun ) 10.Nyi Badariyah ( Nyi H. Nawawi ) peputra ; 1. Nyai Carik jetis 2. Nyai Ahmad 3. Nyai Badriyah 4. Haji Masyhud 5. Nyai Trafas 6. Maklum

11.Nyi Ramadipura ( Buluspesantren ) 12.Nyi Satirah 13.Badarudin peputra ; 1. Nyi Ali Tsani Kauman ( Garwa I ) peputra ; 1. Siti Khalimah Kauman peputra ; 1. Mutoharoh

2. Chafsoh Pekalongan peputra ; 1. Arifin Pekalongan

2. Makmun Kauman peputra ; 1. Rokhimah Tasikmalaya peputra ;

2. Kharisoh Rantewringin peputra ; 1. Nurul Kauman 2. Retno Rantewringin 3. Beni 3. Khotmah Tasikmalaya peputra ;

4. Halimah Tasikmalaya peputra ;

5. Honimah Kebumen peputra ; 1. R. Muh. Rafi Ananda / Tuti Khusniati Al Maki 2. Aila Rezannia / Poedjo Raharjo 6. Soimah Kauman peputra ; 1. Arif Hidayat 2. Titin Rahayuningsih 3. Teguh Priyatno 4. Nur Fatmawati 5. Diyah Kurniasari

3. Nyi Maklum Kauman

H. Ahmad peputra ; 1.Ibunipun Nyi. H. Ali 2.Nyi Mangku 3.Madnur 4.Toyib

KH. Ali Awal bin Moh. Alwi kaliyan Garwa I peputra ;

1.Nyi Abdul Manan I ( Sepuh )Kemangguan Alian 2.Kyai Ismail Karanganyar Kebumen 3.Nyi Abdul manan II Kemangguan Alian 4.Nyi Zaenudin Pekeyongan 5.Nyi Hanan Plumbon peputra ; 1. Pengulu Ridwan/ Rilwan peputra ; 1. Rughoyah / Makmun Kauman 2. Rofqoniyah / Kyai Matori Jatisari peputra ; 1. KH. Sayyid R. Salim Al Mator peputra ; 1. Tobagus Muslihudin Aziz 2. Hikmatul Hasanah 3. Maksumah Kurniawati 4. Musyafa Firman Iswahyudi 5. Retno Auliyatussangadah 6. Eta Fatmawati Auliyatul Ummah

2. Songidah peputra ;

3. Sangadatun Diniyah peputra ;

4. Kyai Khumsosi Al Matori peputra ; 1. Siti Khulasoh 2. Siti Fatimah 3. Lukman Zein 4. Anis Siti Karimah 5. Siti Khomsiati 6. Anas Mufadhol

5. H. Makmuri peputra ;

6. Muslim peputra ;

3. Sanusi Prembun peputra ; 1. Sol 2. Salamah Balingasal Prembun

4. Sugeng peputra ;

5. Dulkodir peputra ;

6.Kyai Tohir Kedungtawon Kutowinangun peputra ;

Kyai Kosim Kedungtawon Kutowinangun peputra ;

KH. Ali Awal kaliyan Garwa II peputra ; 1.KH. Abdullah Ibrahim Kauman ( Pengulu Landrat terakhir ) peputra ; 1. Siti Khotijah / Zaenal Kauman 2. Siti hajatiyah / Mbah Jamaksari Somalangu 3. Ashariyah / Mustofa Banjarnegara 4. Umi Kulsum / Sumbono 5. Maimunah / Ali Siroj ( Purworejo ) 6. Mariyah / Sumbono 7. Hasim 8. Maryatini / Masngudin 9. Johariyah / kagarwa Sururudin, lajeng kagarwa dening Kyai Jamaksari Somalangu 10. Sri Kartini

2.Moh. Soleh peputra ; 1. Yusuf Soleh 2. Taslimah / Daqir Pekeyongan 3. Slamet Soleh 4. Musngidah / Masngud Prembun peputra ; 1. Dalail 5. Makmunah / Tahrir 6.Asyiah / Ngalimun Prembun

3.Siti Khalimah Wanasara / Abdullah sepuh peputra ; 1. Aminah Wanasara peputra ; 1. Muhtar

2. Mutiah Krakal peputra ; 1. Roh

4.H. Ali Tsani Kauman peputra ; Garwa I 1. Siti Khalimah Kauman peputra ; 1. Mutoharoh 2. Chafsoh Pekalongan peputra ; 1. Arifin Pekalongan

Garwa II ( Sayyidah Isti Sangadah binti Sayyid Muh. Fadil bin Sayyid Muh. Zein Solotiang bin Sayyid Muh. Alim Bulus Purworejo ) 1.Mahmud Ali Kauman peputra ; 1. Arif Mustofa

2.Isti Chamidah peputra ; 1. M. Sudjangi 2. Sugeng Assyamsi 3. Abdul Rozak 4. Lukman Hakim 5. Abdus Somad 6. M. Mahfud 7. M. Murtadlo

5.Abdul Wahab peputra ; 1. Moh Alwi Tejasari Kawedusan peputra ; 1. Ikhsan Alwi

2. Syamsi / Isti Chamidah

Khoul KH. Imanadi dipun wontenaken saben tanggal 14 Ruwah wonten ing serambi Masjid Pesucen Wonosari.

Wasana sinigeg semanten kemawon riwayat saha silsilahipun KH. Imanadi. Mugi – mugi handadosaken pepenget saha tuladhanipun khusus dhateng pra dharahipun, dhateng pra kathah umumipun. Amin

Kebumen, 06 Februari 2009 Sayyid R. Muh. Rafi Ananda

http://sayyidmuhammadraffie.blogspot.com/2009/12/pustaka-perdikan-riwayat-kh-imanadi.html
54159/6 <252+161> Gusti Raden Ajeng Samilah [Hb.6.2] [Hamengku Buwono VI]
54260/6 <252+162> Gusti Raden Ajeng Kusdilah [Hb.6.14] [Hamengku Buwono VI]
54361/6 <252+162> Gusti Kanjeng Ratu Sasi [Hb.6.15] [Hamengku Buwono VI]
54462/6 <258> Raden Ayu Aminah [Diponegoro]
54563/6 <270> Raden Mas Abdul Mutalib Diponegoro [Hamengku Buwono]
54664/6 <270> Raden Ayu Hafsyah [Hamengku Buwono]
54765/6 <276> 1. RM. Sumitra [Hamengku Buwono]
54866/6 <276> 2. RM. Pringadi [Hamengku Buwono]
54967/6 <276> 3. RA. Rualiyah [Hamengku Buwono]
55068/6 <276> 4. RA. Hashyah [Hamengku Buwono]
55169/6 <276> 5. Ramallah [Hamengku Buwono]
55270/6 <276> 6. Maryamah [Hamengku Buwono]
55371/6 <275> 1. RM. Muhammad [Hamengku Buwono]
55472/6 <275> 2. RM. Ismangun [Hamengku Buwono]
55573/6 <275> 3. RM. Sumantri [Hamengku Buwono]
55674/6 <275> 4. RA. Impung [Hamengku Buwono]
55775/6 <275> 5. RA. Sayang [Hamengku Buwono]
55876/6 <275> 6. RA. Mariamah [Hamengku Buwono]
55977/6 <275> 7. RA. Maryati [Hamengku Buwono]
56078/6 <275> 8. RA. Maryani [Hamengku Buwono]
56179/6 <274> 1. RM.Madi [Hamengku Buwono]
56280/6 <274> 2. RM. Panjikusumah [Hamengku Buwono]
56381/6 <274> 3. RM. Jaya Adisaputra [Hamengku Buwono]
56482/6 <274> 4. RM. Nursiwan [Hamengku Buwono]
56583/6 <274> 5. RM. Junata [Hamengku Buwono]
56684/6 <274> 6. RA. Patimah [Hamengku Buwono]
56785/6 <274> 7. RA. Supiah [Hamengku Buwono]
56886/6 <274> 8. RA. Rubiyah [Hamengku Buwono]
56987/6 <274> 9. RA. Munirah [Hamengku Buwono]
57088/6 <274> 10. RA. Juriah [Hamengku Buwono]
57189/6 <274> 11. RA. Halimah [Hamengku Buwono]
57290/6 <274> 12. RA. Halidah [Hamengku Buwono]
57391/6 <257> 1. Raden Mas Achmad Diponegoro ? (Pangeran Ahmad) [Hamengku Buwono III]
57492/6 <257> 2. Raden Mas Muhammad Diponegoro [Hamengku Buwono III]
57593/6 <257> 3. Raden Mas Abdullah Diponegoro [Hamengku Buwono III]
57694/6 <257> 4. Raden Mas Abdul Rachman Diponegoro [Hamengku Buwono III]
57795/6 <251+151> Bendoro Raden Mas Sepuh [Hb.5.2] [Hamengku Buwono V]
57996/6 <251+151> Bendoro Raden Ayu Timur [Hb.5.3] [Hamengku Buwono V]
58097/6 <251+150> Bendoro Raden Ayu Hadiwinoto [Hb.5.7] [Hamengku Buwono V]
58298/6 <283+500!> Gusti Pangeran Haryo Tejokusumo [Hb.7.27] (Gusti Raden Mas Sugiri) [Hamengku Buwono VII]
58399/6 <283+183> Gusti Raden Mas Sukirna [Hamengku Buwono VII]
584100/6 <283> Gusti Pangeran Haryo Notoproyo [Hamengku Buwono VII]
585101/6 <283> Gusti Raden Mas Suhardi [Hamengku Buwono VII]
586102/6 <253> Putri [Pakualam VI] 588103/6 <287> Raden Mas Notodiprojo [Hb.3.28.11.1] [Hamengku Buwono III]
589104/6 <294+288!> 1. Raden Ayu Djojowinoto [Ba'abud]
590105/6 <291> 1. Raden Mas Soendoro Djojowinoto / Ya'kub Ba'abud [Ba'abud]
591106/6 <291> 2. Raden Mas Madiowinoto / Dja'far Ba'abud [Ba'abud]
592107/6 <291> 3. Raden Ayu Suropranoto [Ba'abud]
593108/6 <291> Ψ 4. [Ba'abud]
594109/6 <291> Ψ 5. [Ba'abud]
595110/6 <291> Ψ 6. [Ba'abud]
596111/6 <291> Ψ 7. [Ba'abud]
597112/6 <291> Ψ 8. [Ba'abud]
598113/6 <291> Ψ 9. [Ba'abud]
599114/6 <291> Ψ 10. [Ba'abud]
600115/6 <291> Ψ 11. [Ba'abud]
601116/6 <298+266!> 1. RM. Kyai Muh.Kholifah [Setrodrono]
602117/6 <298+266!> 2. Nyi RAy. Hasan Tuba [Setrodrono]
603118/6 <298+266!> 3. Nyi RAy. Muhyiddin [Setrodrono]
605119/6 <300+?> Raden Tumenggung Mangkuprodjo [Raden Patah]
606120/6 <307> Raden Ayu Notosuro [Hb.3.2.7.1] [Hamengku Buwono III]
607121/6 <318> Raden Ayu Kusumoharjo [Hb.3.2.18.1] [Hamengku Buwono III]
608122/6 <318> Raden Mas Joyodigdo [Hb.3.2.18.2] [Hamengku Buwono III]
609123/6 <318> Raden Mas Notoharjo [Hb.3.2.18.3] [Hamengku Buwono III]
610124/6 <318> Raden Ayu Mertopangarso [Hb.3.2.18.4] [Hamengku Buwono III]
611125/6 <318> Raden Ayu Harjodipuro [Hb.3.2.18.5] [Hamengku Buwono III]
612126/6 <318> Raden Ayu Prawiroharjo [Hb.3.2.18.6] [Hamengku Buwono III]
613127/6 <318> Raden Mas Kusumowilogo [Hb.3.2.18.7] [Hamengku Buwono III]
614128/6 <251+150> Bendoro Raden Ayu Suwardi [Hb.5.4] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
615129/6 <251+150> Bendoro Raden Ayu Rabingu [Hb.5.5] [Hamengku Buwono V]
616130/6 <251+152> Bendoro Raden Ayu Bumisalamah [Hb.5.6] [Hamengku Buwono V]
617131/6 <360> Raden Rio Cokrodiprojo [Hb.3.8.1.1] [Hamengku Buwono III]
618132/6 <368> Raden Ngabehi Kromodeksono [Hb.3.14.1.1] [Hamengku Buwono III]
619133/6 <280> Raden Bagus Surobroto [Hb.3.14.3.1] [Hamengku Buwono III]
620134/6 <280+511!> Raden Mas Atmosutejo [Hb.3.14.3.2] / [Hb.6.8.1] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
621135/6 <280+511!> Raden Ayu Klayunedeng [Hb.3.14.3.3] / [Hb.6.8.2] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI] 622136/6 <398> Raden Bagus Mangunsuro Wibowo II [Hb.3.19.2.1] [Hamengku Buwono III]
623137/6 <398> Raden Bagus Mangunsuroto [Hb.3.19.2.2] [Hamengku Buwono III]
624138/6 <398> Raden Mas Atmoyujono [Hb.3.19.2.3] [Hamengku Buwono III]
625139/6 <408> Raden Lurah Atmodirjo [Hb.4.5.1] [Hamengku Buwono IV]
626140/6 <408> Raden Ayu Ronodiningrat [Hb.4.5.2] [Hamengku Buwono IV]
627141/6 <408> Raden Ayu Mangunjoyo [Hb.4.5.3] [Hamengku Buwono IV]
628142/6 <408> Raden Ayu Mertohadinegoro [Hb.4.5.4] [Hamengku Buwono IV]
629143/6 <408> Raden Ayu Prawirodiningrat [Hb.4.5.5] [Hamengku Buwono IV]
630144/6 <408> Raden Ayu Wiryodiningrat [Hb.4.5.6] [Hamengku Buwono IV]
631145/6 <408> Raden Lurah Atmoprawiro [Hb.4.5.7] / Raden Panji Joyoprawiro [Hamengku Buwono IV]
632146/6 <408> Raden Ayu Mangundikoro [Hb.4.5.8] [Hamengku Buwono IV]
633147/6 <408> Kanjeng Raden Tumenggung Prawirodirjo [Hb.4.5.9] [Hamengku Buwono IV]
634148/6 <408> Raden Ngabehi Ronopragoto [Hb.4.5.10] [Hamengku Buwono IV]
635149/6 <408> Raden Ayu Kertowerdoyo [Hb.4.5.11] [Hamengku Buwono IV]
636150/6 <408> Raden Ayu Dutopranoto [Hb.4.5.12] [Hamengku Buwono IV]
637151/6 <408> Raden Mas Atmodimulyo [Hb.4.5.13] [Hamengku Buwono IV]
638152/6 <407+169> Raden Ayu Sosroatmojo [Hb.4.11.1] [Hamengku Buwono IV]
639153/6 <407+169> Kanjeng Raden Tumenggung Jayaningrat [Hb.4.11.2] [Hamengku Buwono IV]
640154/6 <407+169> Raden Lurah Mangunsentono [Hb.4.11.3] [Hamengku Buwono IV]
641155/6 <426> Raden Ngabehi Pusporejoso [Hb.3.26.2.1] / Raden Mas Achmad Dahlan Mustahal [Hamengku Buwono III]
642156/6 <426> Raden Ayu Sontorejo [Hb.3.26.2.2] [Hamengku Buwono III]
643157/6 <426> Raden Ngabehi Bau Setiko [Hb.3.26.2.3] [Hamengku Buwono III]
644158/6 <426> Raden Ayu Retno Pringgo Asmoro [Hb.3.26.2.4] / [Ga.Hb.4.14] [Hamengku Buwono III] 645159/6 <426> Raden Ayu Sudiratmojo [Hb.3.26.2.5] [Hamengku Buwono III]
646160/6 <426> Raden Mas Atmosentono [Hb.3.26.2.6] [Hamengku Buwono III]
647161/6 <432> Raden Ayu Mangkusentono [Hb.3.27.2.1] [Hamengku Buwono III]
648162/6 <450> Raden Mas Atmosedarmo [Hb.3.28.13.1] [Hamengku Buwono III]
649163/6 <450> Raden Ayu Atmosetoto [Hb.3.28.13.2] [Hamengku Buwono III]
650164/6 <451> Raden Mas Jumeno [Hb.3.28.14.1] [Hamengku Buwono III]
651165/6 <451> Raden Mas Mangun [Hb.3.28.14.2] [Hamengku Buwono III]
652166/6 <451> Raden Mas Jumali Abdul Safari [Hb.3.28.14.3] [Hamengku Buwono III]
653167/6 <451> Raden Mas Mukri [Hb.3.28.14.4] [Hamengku Buwono III]
654168/6 <353> Kanjeng Raden Tumenggung Gondokusumo [Hb.3.4.3.5.1] [Hamengku Buwono III / Danurejo IV] 655169/6 <401+168> Bendoro Pangeran Haryo Cakraningrat [Hb.4.9.1] / Kanjeng Raden Tumenggung Danurejo [Hamengku Buwono IV]
656170/6 <401+168> Raden Mas Panenggak [Hb.4.9.2] [Hamengku Buwono IV]
657171/6 <401+168> Raden Panji Ronowinoto [Hb.4.9.3] [Hamengku Buwono IV]
658172/6 <401+168> Raden Lurah Mangunpragolo [Hb.4.9.4] [Hamengku Buwono IV]
659173/6 <401+168> Raden Penewu Sindusentono [Hb.4.9.5] [Hamengku Buwono IV]
660174/6 <401+168> Raden Ajeng Rabingah [Hb.4.9.6] [Hamengku Buwono IV]
661175/6 <401+168> Raden Ayu Mangkusemedi [Hb.4.9.7] [Hamengku Buwono IV]
662176/6 <401+168> Raden Lurah Suryoprawiro [Hb.4.9.8] [Hamengku Buwono IV]
663177/6 <401+168> Raden Lurah Atmosuwarno [Hb.4.9.9] / Raden Lurah Dipodiprojo [Hamengku Buwono IV]
664178/6 <402> Kanjeng Raden Tumenggung Suryotaruno [Hb.4.10.1] [Hamengku Buwono IV]
665179/6 <402> Kanjeng Raden Tumenggung Danundiningrat [Hb.4.10.2] [Hamengku Buwono IV]
666180/6 <402> Raden Lurah Atmokusumo [Hb.4.10.3] [Hamengku Buwono IV]
667181/6 <402> Raden Ayu Pusposedarmo [Hb.4.10.4] [Hamengku Buwono IV]
668182/6 <402> Raden Ayu Puruboyo [Hb.4.10.5] [Hamengku Buwono IV]
669183/6 <402> Raden Ayu Sosrodirjo [Hb.4.10.6] [Hamengku Buwono IV]
670184/6 <402> Raden Ayu Mangkudilogo [Hb.4.10.7] [Hamengku Buwono IV]
671185/6 <402> Raden Ngabehi Puspoprawiro [Hb.4.10.8] [Hamengku Buwono IV]
672186/6 <402> Raden Ayu Danudipuro [Hb.4.10.9] [Hamengku Buwono IV]
673187/6 <402> Raden Ayu Sosroasmoro [Hb.4.10.10] [Hamengku Buwono IV]
674188/6 <402> Raden Ayu Sosrokusumo [Hb.4.10.11] [Hamengku Buwono IV]
675189/6 <402> Raden Ayu Mangunyudo [Hb.4.10.12] [Hamengku Buwono IV]
676190/6 <402> Raden Ayu Wongsodirjo [Hb.4.10.13] [Hamengku Buwono IV]
677191/6 <455+172> Raden Ayu Atmokusumo [Hb.4.13.4] [Hamengku Buwono IV]
678192/6 <455+172> Raden Lurah Mangkutaruno [Hb.4.13.3] [Hamengku Buwono IV]
679193/6 <455+172> Raden Lurah Mangunpramujo [Hb.4.13.2] [Hamengku Buwono IV]
680194/6 <455+172> Raden Ayu Bahudirjo [Hb.4.13.1] [Hamengku Buwono IV] 681195/6 <330> Kanjeng Raden Tumenggung Suryonegoro [Hb.4.17.1] [Hamengku Buwono IV]
682196/6 <330> Raden Panji Joyowiloyo [Hb.4.17.2] [Hamengku Buwono IV]
683197/6 <330> Raden Ajeng Siyami Atmopuspito [Hb.4.17.15] [Hamengku Buwono IV]
684198/6 <330> Raden Mas Pringadi [Hb.4.17.14] [Hamengku Buwono IV]
685199/6 <330> Raden Mas Sayidiman [Hb.4.17.13] [Hamengku Buwono IV]
686200/6 <330> Raden Ayu Jayengatmojo [Hb.4.17.12] [Hamengku Buwono IV]
687201/6 <330> Raden Mas Beskuwit [Hb.4.17.11] [Hamengku Buwono IV]
688202/6 <330> Raden Mas Bluder [Hb.4.17.10] [Hamengku Buwono IV]
689203/6 <330> Raden Ajeng Sumirah [Hb.4.17.9] [Hamengku Buwono IV]
690204/6 <330> Raden Ayu Pusposetoto [Hb.4.17.8] [Hamengku Buwono IV]
691205/6 <330> Raden Ayu Behi [Hb.4.17.7] [Hamengku Buwono IV]
692206/6 <330> Raden Ayu Manguntaruno [Hb.4.17.6] [Hamengku Buwono IV]
693207/6 <330> Raden Ayu Joyopuspito [Hb.4.17.5] [Hamengku Buwono IV]
694208/6 <330> Raden Ayu Mangkupertomo [Hb.4.17.4] [Hamengku Buwono IV]
695209/6 <330> Raden Panji Nitidiwiryo [Hb.4.17.3] [Hamengku Buwono IV]
696210/6 <283+500!> Gusti Kanjeng Ratu Condrokirono I [Hb.7.8] [Hamengku Buwono VII]
697211/6 <457+927!> Raden Ayu Gunopranoto [Hb.7.22.8] [Hamengku Buwono VII]
698212/6 <457+927!> Raden Ayu Suryohalpito [Hb.7.22.7] [Hamengku Buwono VII]
699213/6 <457+927!> Raden Ayu Prawirodiningrat [Hb.7.22.6] [Hamengku Buwono VII]
700214/6 <457+927!> Raden Panji Partowiyono [Hb.7.22.2] [Hamengku Buwono VII]
701215/6 <457+927!> Raden Bekel Suryohalpito [Hb.7.22.3] [Hamengku Buwono VII]
702216/6 <457+927!> Raden Lurah Atmocondropuspito [Hb.7.22.4] [Hamengku Buwono VII]
703217/6 <457+927!> Raden Ajeng Kusmaryati [Hb.7.22.5] [Hamengku Buwono VII]
704218/6 <457+927!> Kanjeng Raden Tumenggung Sindurejo [Hb.7.22.1] [Hamengku Buwono VII] 705219/6 <286+801!> Raden Mas Samsurohini [Hb.7.54.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 706220/6 <286+801!> Raden Mas Mursanto [Hb.7.54.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
707221/6 <286+801!> Raden Mas Sakuntolo [Hb.7.54.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
708222/6 <286+801!> Raden Ajeng Suyadilah [Hb.7.54.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 709223/6 <286+801!> Raden Ayu Suyatilah [Hb.7.54.5] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
710224/6 <284> Bendoro Raden Mas Haryo Notodiningrat [Pa.4.1] [Paku Alam IV]
711225/6 <284> Bendoro Raden Ayu Surodiningrat [Pa.4.2] [Paku Alam IV]
712226/6 <284> Bendoro Raden Ayu Surodirjo [Pa.4.3] [Paku Alam IV]
713227/6 <460> Raden Mas Nataningrat [Pa.2.1.1.1] [Paku Alam II]
714228/6 <464+174> Raden Ayu Sosroseputro [Pa.3.1.3] [Pa.2.9.4.1] [Paku Alam III] 715229/6 <469+177> Raden Mas Sinduseputro [Hb.7.31.1] (Raden Mas Jonkheer Marineer) [Hamengku Buwono VII] 716230/6 <471+253!> Bendoro Raden Ajeng Amiratna [Pa.6.2] (Bendoro Raden Ayu Mangkudiningrat) [Paku Alam VI] 717231/6 <469+179> Raden Mas Suteki [Hb.7.31.5] [Hamengku Buwono VII]
718232/6 <469+177> Raden Mas Jonkheer Infanterie [Hb.7.31.3] [Hamengku Buwono VII]
719233/6 <469+177> Raden Ajeng Siti Kadarinah [Hb.7.31.2] (Raden Ayu Projosemadi) [Hamengku Buwono VII]
720234/6 <469+178> Raden Ajeng Siti S. Kamarukmi [Hb.7.31.4] (Raden Ayu Irawan Atmojokusumo) [Hamengku Buwono VII] 721235/6 <469+179> Raden Ajeng Siti Sutyasning [Hb.7.31.6] (Raden Ayu Sugeng Suprobo) [Hamengku Buwono VII] 722236/6 <259> 1. RM. Krama Dipa [Hamengku Buwono III]
KPA Diponegoro , tertangkap oleh pasukan Belanda pada tanggal 8 Januari 1830, dan dilepas menjelang perundingan dg Jenderal De Kock, (tetap tinggal di jawa). Salah satunya keturunan yang tercerai-berai karena dikejar-kejar Belanda adalah Keluarga RM Krama Dipa yg sebagian besar tinggal di Desa Ledug, kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas ( Purwokerto ).
723237/6 <259> 2. RM Haji Ali Dipowongso [Hamengku Buwono III]
724238/6 <253> Bendoro Raden Mas Haryo Surtiyo [Pa.6.1] [Paku Alam VI]
727239/6 <321> Taruno Atmojo [Hamengku Buwono III]
728240/6 <473> Raden Sutadiwirya [?]
729241/6 <476> Raden Mas Brotosudirjo [Paku Alam III]
731242/6 <277> Raden Mas Soerjosisworo [Paku Alam III]
732243/6 <277> R. A. Soewartijah Bintang [Paku Alam III]
733244/6 <277> R. A. Soewardinah Soerjopratiknjo [Paku Alam III]
734245/6 <277> Raden Mas Djoko Soewarto [Paku Alam III]
735246/6 <277> Raden Mas Soewarman Soerjaningrat [Paku Alam III]
736247/6 <277> Raden Mas Soertiman Soerjodipoetro [Paku Alam III]
737248/6 <277> Raden Mas Haroen Al Rasid [Paku Alam III]
739249/6 <482+750!> Raden Mas Prawironingrat [Paku Alam III]
740250/6 <482+750!> Raden Mas Notoningrat Soetjipto [Paku Alam III]
741251/6 <482+750!> Raden Mas Soeprapto [Paku Alam III] 742252/6 <482+750!> R. A. Martodirdjo [Paku Alam III]
743253/6 <482+750!> Raden Mas Soerojo Sosroningrat [Paku Alam III]
744254/6 <482+750!> R. A. Soekapsilah [Paku Alam III]
745255/6 <482+750!> Raden Mas Soejatmo [Paku Alam III]
748256/6 <482+750!> Raden Mas Santjojo Sosroningrat [Paku Alam III]
749257/6 <482+750!> R. A. Catharina Soekirin Sosroningrat [Paku Alam III]
750258/6 <484> R. A. Mutmainah [Danurejo II] 752259/6 <485> Ψ Raden Ayu Zakaria [Hamengku Buwono]
754260/6 <487> Raden Ayu Joyowisastro [Hamengkubuwono II]
756261/6 <489> Raden Mas Martowirono [Hamengku Buwono II]
757262/6 <489> Raden Moeljono [Hamengku Buwono II]
758263/6 <490> Raden Lurah Balad [Balad]
760264/6 <491+147> Raden Pandji Hardjowinoto [Hamengku Buwono II]
761265/6 <491+147> Raden Ayu Kartokaskojo [Hamengku Buwono II / Surodiningrat]
762266/6 <491+147> Raden Ayu Sinduwardojo [Hamengku Buwono II / Surodiningrat]
763267/6 <491+147> Kanjeng Raden Tumenggung Notopradjarto [Hamengku Buwono II / Surodiningrat]
764268/6 <491+147> Raden Ayu Umirah [Hamengku Buwono II / Surodiningrat]
765269/6 <491+147> Raden Pandji Notowirodipuro [Hamengku Buwono II / Surodiningrat]
766270/6 <491+147> Raden Pandji Mangunwihardjo [Hamengku Buwono II / Surodiningrat]
767271/6 <491+147> Raden Purwowilojo [Hamengku Buwono II / Surodiningrat]
768272/6 <491+147> Raden Mas Juwono [Hamengku Buwono II / Surodiningrat]
769273/6 <492> Raden Ayu Bahutenoyo [Kusumodipuro]
770274/6 <493+181> Raden Mangunsukarjo [Mangoensoekardjo] 771275/6 <494+772!> Raden Ayu Mangunsukarjo [Mangunsukarjo] 772276/6 <321> Raden Ayu Medarsih [Medarsih] 773277/6 <442+495!> Raden Penewu Tirtodilogo [KRT Kertonegoro II]
Raden Penewu Tirtodilogo dimakamkan di Demakijo
774278/6 <496> Raden Ayu Tirtodilogo [?]
dimakamkan di Demakijo

7

12791/7 <755> Raden Tjokrowinoto [Alap-alap]
الزواج: <286> R. A. Tjokrowinoto [Tjokrowinoto] و 1954
الدفن: Ngudikan, Wilangan, Nganjuk
12982/7 <681> Raden Ajeng Surodiningrat [Hb.4.17.1.1] [Hamengku Buwono IV / Surjonegoro]
الزواج: <147!> Raden Tumenggung Surodiningrat [?] و 1856
الوفاة: Yogyakarta, Disarekan Pasarean Kuncen Yogyakarta
13223/7 <775> RM Kyai Moehammad Thoha Cokro Atmodjo [Cakraatmaja]
الميلاد: Pesantren, Banjarnegara, Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Cilacap Tahun 1951-1953
الزواج: <287> 6. Raden Roro Siti Wuryani [Arungbinang]
Menikah Dengan Rr Siti Wuryani Banjarnegara Bin Raden Mas Hoedawikarta Bin Raden Mas Soemodiwirjo Bin Raden Mas Wongsodikromo ( Penewu di Surakarta ) Bin Kanjeng Raden Mas Tumenggung Arungbinang 1 / Joko Sangkrib
13234/7 <776> R Muhammad Rangga Wijaya [Hamengku Buwono]
الميلاد: Yogyakarta
8105/7 <531+182> RM. KH. Usman Bakhsan Dipomenggolo [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1849c, Jabaru, Ciomas
الزواج: <288> 10. Nji R. Kuraesin [Kasultanan Banten] م 1864c
8116/7 <532> 1. RM. H. Brodjomenggolo [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1850c
8127/7 <532> 2. RAy. Gondomirah [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1852c
الوفاة: 5 يوليو 1908
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

mengenai Kalkulasi usia perkawinan dan status perkawinan :

  • Perbedaan usia antara RTA. Suradimenggala dengan RAy. Gondomirah sebanyak (1852-1819) = 33 tahun, ini dapat diartikan bahwa RAy. Gondomirah adalah isteri ke 2 / ke 3.
  • Pernikahan berlangsung pada saat usia RAy Gondomirah mencapai 26 tahun atau pada tahun 1878, dimana RTA. Suradimenggala sudah berusia (1878-1819) = 59 tahun.
8138/7 <532> 3. RM. H. Abas (Penghulu Ciomas) [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1854c
العمل:  ?, 1893-1903 Penghoeloe Tjiomas
8179/7 <532> 4. RM. H. Abdulrachman ADI Menggolo (Camat Ciomas) [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1855c
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Gerakan Perlawanan Sosial di Tanah Partikelir Ciomas Bogor Tahun 1886

Gerakan perlawanan sosial dikenal juga dengan istilah “gerakan melawan pemerasan”, “gerakan melawan keadaan”, atau “gerakan melawan peraturan yang tidak adil”. Dalam istilah kolonial, peristiwa perlawanan semacam itu dikategorikan sebagai “ganguan ketentraman”, “huru-hara”, “kerusuhan”, atau “gerakan rohani”. Suatu ciri umum, bahwa hampir semua gerakan perlawanan sosial peristiwanya terjadi di tanah Partikelir (particultire landerijen). Sebab – sebab timbulnya gerakan tersebut, dipengaruhi oleh terbentuknya tanah partikelir dan situasi – situasi yang mempengaruhinya, antara lain:

Tanah partikelir muncul sejak awal jaman VOC sampai perempatan pertama abad ke-19, sebagai akibat adanya praktik penjualan tanah yang dilakukan oleh orang – orang Belanda. Tanah – tanah tersebut berlokasi disekitar Batavia, dan sebagaian besar berada di daerah pedalaman antara Batavia dan Bogor, daerah Banten, Karawang, Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Pada awal kekuasaan VOC tanah tadi dihadiahkan kepada penanggung jawab kententraman dan keamanan di sekitar daerah Batavia, sedangkan sebagian kecil ada yang diberikan kepada kepala – kepala pribumi. Khusus untuk tanah partikelir di daerah Bogor, status kepemilikannya berada ditangan pribadi para Gubernur Jendral yang berlangsung secara berturut – turut. Bagi orang yang menerima tanah tersebut secara leluasa mereka bertindak sebagai tuan tanah dan segera menguasai penggarap anah dengan dikenakan beban berupa pajak tanah (cuke) yang tinggi, serta penyerahan wajib kerja yang berat. Tindakan pemerasan tuan tanah di wilayah pemilikan tanahnya itu membangkitkan gerakan perlawanan sosial yang penampilannya lebih cenderung bermotifkan perasaan dendam yang bersifat milenaristis atau mesianistis. Untuk menghilangkan kegelisahan para petani di daerah tersebut pada masa pemerintahan Deandeles dan Raffles pernah dikeluarkan larangan kepada tuan – tuan tanah untuk memperoleh sepersepuluh dari hasil tanah atau menentukan penyerahan tenaga kerja yang berat. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah tahun 1836, dinyatakan bahwa pemerintah mempunyai hak untuk melindungi para petani dan mengatur suatu peradilan di tanah partikelir. Tetapi dalam menghadapi kecurangan tuan – tuan tanah, termasuk para pembantunya, pihak pemerintah sangat sulit mengawasinya, sehingga kegelisahan dikalangan petani semakin cenderung untuk mencetuskan gagasan dengan jalan melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk perlawanan yang berkesinambungan. Kasus perlawanan petani di tanah partikelir pada periode abad ke-19, banyak terjadi dan seolah – olah merupakan hal yang lumrah.

Menurut letak geografisnya, tanah partikelir Ciomas berada di lereng sebelah utara Gunung Salak. Tanah tersebut menjadi milik tuan tanah setelah dijual oleh Gubernur Jendral Deandels, dengan meliputi areal tanah seluas 9.00 bau (1 bau = 0,8 hektar). Tanah seluas itu dihuni oleh penduduk ± 15.000 jiwa. Seperti di tanah partikelir lainnya di daerah Ciomas pun para petani dihadapkan pada kondisi – kondisi sosial-ekonomi yang tidak menguntungkan, karena tenaganya dieksploitasi oleh tuan tanah, para pengawas, dan petugas tuan tanah lainnya yang menuntut pelayanan kerja yang berat, serta pemenuhan pajak (cuke) yang tinggi. Sebelum meletusnya gerakan petani tersebut, keadaan politik dan ekonomi yang berlaku di daerah Ciomas sendiri, antara lain :

1) Para pemungut pajak sering melakukan praktik, bahwa untuk menuai panen para petani diharuskan menunggu waktu yang ditentukan oleh tuan tanah. Untuk mengawasi panen, tuan tanah menunjuk petugas – petugas dan penjaga yang ditempatkan di sawah – sawah. Oleh karena petugas – petugas dan penjaga tersebut tidak diawasi secara langsung oleh tuan tanah, mereka cenderung untuk menggunakan kedudukannya dengan praktik yang curang terhadap petani. Berbeda dengan kebiasaan yang berlaku di tanah partikelir lainnya, bahwa pada saat panen tiba, penuaian hanya dilakukan oleh petani di daerah itu. Hal ini akan membawa akibat, bahwa sebagian dari hasil panen dapat diserap ke tempat lain, dan dengan sendirinya mengurangi pendapatan petani di Ciomas.

2) Kekurangan pendapatan petani di Ciomas, ditambah lagi dengan kewajiban untuk mengangkut hasil panen milik tuan tanah dari sawah – sawah ke lumbung – lumbung (gudang – gudang padi), yang jaraknya antara 10 sampai 12 paal (= 15 sampai 18 km).

3) Di kebun – kebun dan pabrik – pabrik kopi Ciomas, berlau juga sistem perbudakan yang lebih berat, sehingga berlaku juga kerja paksa, dan kepada buruh yang tidak hadir atau datang terlambat dikenakan peraturan yang keras.

4) Kepada para petani dikenakan juga kewajiban untuk menyerahkan jenis barang tertentu, antara lain penyerahan dua butir kelapa untuk setiap pohon, penyerahan sebatang bambu untuk setiap petak sawah, penyerahan seluruh hasil pohon enau dan kopi yang diwajibkan ditanam di kebun petani yang jumlahnya mencapai 250 batang.

5) Petani dilarang mengekspor padi, kerbau, dan hasil bumi lainnya.

6) Jika petani tidak dapat membayar huangnya, maka akan dikenakan penyitaan atas tanah, rumah, dan kerbaunya.

7) Perluasan kekuasan tuan tanah terhadap petani sampai juga pada pengawasan mengenai penjualan ternak, rumput, kayu, dan penebangan pohon – pohon.

8) Kaum wanita dan anak – anak pun diharuskan bekerja selama sembilan hari untuk setiap bulannya.

Adanya dominasi politik, ekonomi, dan sosial yang dilakukan oleh tuan tanah terhadap kaum petani, telah membawa iklim yang lebih buruk dan pada akhirnya sampai mencapai konflik yang tajam. Salah satu akibat dari pelaksanaan eksploitasi tenaga kerja yang berat dan pemungutan cuke yang tinggi menjelang pecahnya perlawanan petani ialah terjadinya migrasi penduduk dari daerah itu. Bagi mereka yang tidak tahan lagi dengan praktik pemerasan tuan tanah dan merasa terancam akan kehancuran ekonominya segeralah angkat kaki meninggalkan tanah partikelir di Ciomas. Perasaan tidak puas petani untuk bekerja di tanah partikelir lebih nampak nyata ketika menolak kerja paksa di perkebunan kopi, dan mulailah mencetuskan perlawanan secara terbuka yang ditandai dengan tindakan kekerasan.

Perlawanan secara langsung diawali dengan melancarkan pemberontakan tanggal 22 Februari 1886, ketika mereka membunuh Camat Ciomas, Haji Abdurrachim (RM. H. ABDURRACHMAN ADI MENGGOLO), dan masih pada bulan Februari itu juga Arpan bersama kawan – kawannya mengundurkan diri ke Pasir Paok, dan di sana mereka menolak untuk menyerah kepada tentara pemerintah kolonial.

Sebulan sebelum terjadinya kedua peristiwa tadi, Mohammad Idris telah mengundurkan diri ke Gunung Salak. Sekalipun ia lahir di Ciomas, namun dalam perjuangan hidupnya ia selalu berpindah – pindah tempat, seperti ke Sukabumi dan Ciampea. Ia termasuk salah seorang yang sangat membenci tuan tanah dan kaki tangannya. Karena sikapnya itu, maka semakin banyaklah petani pelarian dari tanah partikelir untuk menggabungkan diri. Setelah diadakan pertemuan besar di pondok kecilnya, Idris bersama pengikutnya bersepakat untuk melancarkan penyerangan ke Ciomas. Dan tepat pada hari Rabu malam, tanggal 19 Mei 1886 sesuai dengan rencana semula Idris bersama pengikutnya berhasil menduduki daerah Ciomas bagian selatan. Selama menduduki daerah tersebut mereka tidak melakukan perampokan terhadap gudang – gudang di Sukamantri, Gadong, dan Warungloa. Bahkan sebaliknya mereka menyatakan, bahwa serangan yang dilancarkannya itu tidak dimaksudkan untuk merampok kekayaan, tetapi serangan tersebut hanya ditujukan khusus bagi pribadi tuan tanah. Tanggal 20 Mei 1886 para pemberontak menyelenggarakan upacara sedekah bumi di Gadong, yang dihadiri juga oleh semua pegawai tuan tanah. Upacara tersebut sebenarnya merupakan perayaan tahunan yang dimeriahkan dengan permainan musik, tari – tarian, dan atraksi – atraksi lainnya. Sebagai penutup dari perayaan itu, seolah – olah seperti diberikan aba – aba, bahwa kaum pemberontak setelah melihat pegawai – pegawai tuan tanah yang sesungguhnya bertindak sebagai penindas dan memeras mereka, beberapa diantara pengikut Mohamad Idris segera melampiaskan kemarahannya menyerang agen – agen tuan tanah secra membabi buta. Perayaan sedekah bumi itu berakhir dengan pembunuhan besar – besaran yang ditujukan kepada pegawai – pegawai tuan tanah. Dari peristiwa pembunuhan tersebut, diketahui bahwa sejumlah 40 orang mati dibunuh, dan 70 orang lainnya luka – luka. Tuan tanah beserta keluarganya selamat, karena secara kebetulan mereka tidak hadir dalam upacara itu.

Dari panggung peristiwa perlawanan petani Ciomas itu, jelaslah bahwa yang menjadi sasaran utama dan sebgai musuhnya adalah tuan tanah, pegawai pemerintah kolonial baik asing maupun pribumi, para pedagang, dan lintah darat.

Gerakan perlawanan petani Ciomas memperlihatkan adanya spontanitas baik waktu timbul maupun selama masa berkembangnya, yang ditunjang juga dengan iklim atau situasi politik yang benar – benar telah diperhitungkan akan timbulnya gerakan perlawanan. Peristiwa perlawanan petani Ciomas merupakan suatu corak atau model perjuangan yang berlatar belakang perbedaan kepentingan dan tujuan anara tuan tanah, pemerintah, dan pegawai – pegawai lainnya dengan kaum petani di lain pihak. Pertentangan kepentingan dan tujuan itu, pada akhirnya dapat dilakukan dalam bentuk perlawanan secara keras dari pihak petani sebagai protes akibat tekanan – tekanan yang berat.
81810/7 <532> 5. RM. H. Muhammad Hasan [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1856c
80711/7 <523+268> Kanjeng Raden Tumenggung Purboningrat [Hb.6.9.4] [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 10 مارس 1865
87812/7 <523+268> Kanjeng Adipati Prawiropurbo [Hb.6.9.10] (Ndoro Purbo / Raden Mas Kusrin) [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 1869, Yogyakarta
الزواج: <289> Nyi Kasihan [?]
الزواج: <290> Nyai Prawiro Purbo ? (Jiwaningsih) [?] و 1896?
الوفاة: 4 مارس 1933, Yogyakarta
الدفن: 5 مارس 1933, Yogyakarta
80813/7 <500+183> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengkunegoro I [Hb.7.14] (Gusti Raden Mas Akhadiyat) [Hamengku Buwono VII]
الميلاد: 1873, Yogyakarta
الزواج: <291> Raden Ayu Hamengkunegoro [?]
الزواج: <1032!> Raden Ayu Kusumodilogo / Raden Ajeng Siti Rokhiyah [Hb.6.11.30] [Hamengku Buwono VI]
اللقب المميّز: 5 مارس 1883, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengkunegoro Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram
102514/7 <526+207> Raden Mas Subarjo [Hb.6.11.8] (Raden Tumenggung Wiroguno) [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 3 نوفمبر 1876, Yogyakarta
الزواج: <2166!> Raden Ayu Wiroguno [Hb.7.4.1] [Hamengku Buwono VII]
Kanjeng Raden Tumenggung Wiroguno. Putra dari KGPA Mangkubumi dan RAY. Tejomurti ini dilahirkan pada tanggal 3 Nopember 1876 di Yogyakarta. Beliau mempunyai kegemaran melukis dengan cat air dan cat minyak. Beberapa lukisannya terpancang di Kraton Yogyakarta.

K.R.T Wiroguno menjabat Bupati Patih Kadipaten Yogyakarta termasuk empu gendhing yang unggul. Disamping itu beliau masih melanjutkan membina corak pagelaran tari ciptaan ayahnya , Pangeran Mangkubumi, yaitu Langendriya. Beliau juga menciptakan dan mengembangkan tari golek putri, ikut serta membina Perkumpulan Tari Krida Beksa Wirama dan aktif membina penyiaran gendhing-gendhing atau seni suara melalui siaran radio pada masa itu.

Hasil Karya K.R.T Wiroguno antara lain : 1) menyusun teori dan pedoman seni gendhing dan suara gaya Mataraman, 2) menciptakan notasi gendhing gaya Mataraman dengan not balok, 3) menyusun suatu lokasi gendhing-gendhing Mataram dalam suatu buku tulisan tangan mulai tahun 1919,

4) mencipta dan menggubah tidak kurang dari 100 buah gendhing, baik gendhing Ageng maupun gendhing alit.
79515/7 <507+240> Raden Mas Wedana Hatmodidjojo [Hb.6.17.2] Raden Mas Lurah Puspoatmojo [Hamengku Buwono VI / Hadiwijoyo]
الميلاد: 1878, Yogyakarta
الوفاة: 27 ابريل 1943, Yogyakarta
100416/7 <500+183> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengkunegoro III [Hb.7.20] (Gusti Raden Mas Putro) [Hamengku Buwono VII]
Sampeyan Dalem Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (SDKGPAA) Hamengkunegoro Sudibyo Raja Putra Narendra Mataram (III) adalah putra dari Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati ing Alogo Abdulrachman Sayidin Panatagama Kalifatulah Ingkang Jumeneng Kaping VII (Sri Sultan Hamengku Buwono VII), Keraton Yogyakarta.

Terlahir dengan nama Gusti Raden Mas (GRM) Putro, dari permaisuri, Gusti Kanjeng Ratu Hemas, pada tanggal 8 Maret 1879.

GRM Putro yang telah menyandang gelar Gusti Pangeran Harya (GPH) Purubaya dilantik menjadi Putra Mahkota Keraton Yogyakarta bergelar SDKGPAA Hamengkunegoro III menggantikan kakandanya SDKGPAA Hamengkunegoro II yang dikarenakan kesehatannya kurang memadai, dilepaskan haknya sebagai Putera Mahkota dan diturunkan derajat kepangeranannya menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Juminah. Gelar GPH Purubaya diwariskan kepada adindanya GRM Sujadi.

Sebagai Putra Mahkota, SDKGPAA Hamengkunegoro III memiliki seorang patih Kadipaten yaitu Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Wiroguno. Bendera yang digunakan adalah Kyai Pare Anom, yang berwarna Hijau dan Kuning sebagai lambang Putra Mahkota. Seluruh kakandanya dan sanak saudaranya yang lebih tua memanggilnya dengan sebutan Kanjeng Gusti, sedangkan adik-adiknya menyebutnya dengan Rama Gusti sebagai tanda wakil dari ayahandanya selaku Sultan.

Di bidang seni & sastra, selain aktif sebagai penari Keraton dengan membawa tokoh sebagai Raden Gatutkaca / Purubaya, SDKGPAA Hamengkunegoro III juga menulis Serat Bharatayudha.

Di bidang pendidikan, SDKGPAA Hamengkunegara III mendirikan sekolah bagi para putra bangsawan keraton dan juga keluarga para sentana dalem di Pagelaran Keraton Yogyakarta, yang kemudian terkenal dengan nama Sekolah Keputran. ( Keputran diambil dari nama kecil beliau, PUTRO )

Di bidang lingkungan hidup & industri, SDKGPAA Hamengkunegoro III didampingi pamandanya KGPA Mangkubumi, membangun industri perkebunan vanilli di Pakem dan mereboisasikan Kaliurang. Disamping itu beliau juga membangun Pabrik Gula di Madukismo dan tambang Mangaan di Kulon Progo untuk meningkatkan perekonomian kerajaan dan sekaligus menciptakan lapangan kerja juga menaikkan taraf hidup rakyat.

Seringkali SDKGPAA Hamengkunegoro III berbenturan pendapat dan pemikiran dengan pihak penjajah Belanda, yang selalu mencoba menahan kemajuan dan kemandirian Keraton Yogyakarta.

Demikian ikhtisar singkat biografi SDKGPAA Hamengkunegoro III, namun sebelum beliau memenuhi keinginan ayahandanya Sri Sultan Hamengku Buwono VII untuk menggantikannya, beliau wafat dalam usia 34 tahun tepatnya pada tanggal 21 Februari 1913, akibat sakit keras sekembalinya beliau dari Kulon Progo dan Gunung Kidul.

Sumber: https://www.facebook.com/pages/KGPAAnom-Hamengkunegoro-III/135924553106257?sk=info
80617/7 <500+184> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Suryodiningrat [Hb.7.24] (Bendoro Raden Mas Kujono) [Hamengku Buwono VII]
Bersama G.B.H Tedjokusumo mendirikan Kridha Beksa Wirama pada tanggal 17 Agustus 1918. Pada seputar tahun 1926 Pangeran Suryodiningrat mendirikan Pamulangan Pedhalangan Habirandha, dan membuat patokan pewayangan gaya Yogyakarta.

Pada tahun 1925-an mulai mensubsidi dan mengembangkan tari-tari topeng karena menghawatirkan kepunahan tari topeng rakyat di zaman malaise perang dunia pertama. Tari Topeng kemudian banyak dipagelarkan dengan lakon-lakon panji dan sejarah Jenggala dan Kediri, bahkan penampilan topeng tar-tar, sebagai suatu adengan dizaman Kertanegara. Beliau juga merintis memecahkan larangan putri-putri kalangan atas belajar menari. Yang pada zamannya dianggap merendahkan martabat wanita karena pencemaran tledek, dengan jalan mendidik putri-putrinya sendiri menari dan mementaskannya.

Dalam perjuangan politik peranannya cukup besar antara lain : memimpin rakyat pedesaan, berhasil mengayomi rakyat kecil pedesaan, mendidik pemberantasan buta huruf. Berhasil mengangkat rakyat yang dipimpinnya menduduki kursi pemerintahan, serta perwakilan di MPRS, Parlemen, Konstituante, Badan Pemerintah Harian, DPRD. Karena Ketokohannya dalam seni budaya, ia menerima piagam penghargaan seni Wijaya Kusuma dari Pemerintah Republik Indonesia.
77718/7 <500+183> Sri Sultan Hamengku Buwono VIII [Hb.7.23] (Gusti Raden Mas Sujadi / Bendoro Pangeran Haryo Purboyo) [Hamengku Buwono VII]
الميلاد: 3 مارس 1880, Yogyakarta
الزواج: <796!> Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom Amangku Negara [Gp.Hb.8.1] [Hb.6.11.14] (Raden Ajeng Katinah / Kanjeng Alit) [Hamengku Buwono VI]
الزواج: <300> Bendoro Raden Ayu Purya Aningdiya [Ga.Hb.8.2] [?]
الزواج: <301> Bendoro Raden Ayu Puspitoningdiah [Ga.Hb.8.3] [?]
الزواج: <302> Bendoro Raden Ayu Srengkoro Adiningdya [Ga.Hb.8.4] [?]
الزواج: <303> Bendoro Raden Ayu Rukmi Aningdiya [?]
الزواج: <304> Kanjeng Bendoro Raden Ayu Ratna Adiningrum [Ga.Hb.8.6] ? (Raden Ayu Retnohadiningrum) [?]
الزواج: <1602!> Raden Ayu Siti Umiramtilah / Umiramsilah [Ga.Hb.8.6] [Hb.6.20.5.5] (Bendoro Raden Ayu Retnopuspito) [Pugeran]
الزواج: <803!> Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegoro [Gp.Hb.8.1] (Raden Ajeng Kustilah [Hb.6.11.21]) [Hamengku Buwono VI]
الزواج: <1467!> Bendoro Raden Ayu Rukmidiningdia [Ga.Hb.8.5] [Hb.6.9.3.1] (Bendoro Raden Ayu Rukhihadiningdyah) [Hamengku Buwono VI]
الزواج: <1590!> Raden Ayu Pustinah [Hb.6.20.9.3] (Bendoro Raden Ayu Retno Wilanten) [Pugeran]
الزواج: <856!> Raden Ayu Siti Katina [Ga.Hb.8.1] [Hb.6.11.1] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI] , Yogyakarta
اللقب المميّز: 8 فبراير 1921 - 22 October 1939, Yogyakarta, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwana VIII Senopati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid'din Panatagama Khalifatu'llah Ingkang Jumeneng Kaping VIII
الوفاة: 22 October 1939, Yogyakarta
80119/7 <522+245> Kanjeng Pangeran Haryo Adipati Danurejo VIII / [Hb.6.18.3] (Raden Mas Subari) [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 3 سبتمبر 1882, Yogyakarta
العمل: 1909, Kalasan, Diangkat menjadi Panewu Palang Negari (Sekretaris) di Kabupaten Kalasan dan bergelar Raden Panewu Mangundimejo
العمل: 1914, Gunung Kidul Regency, Menjadi Panji Kepala Distrik) di Semanu Kabupaten Gunung Kidul dan bergelar Raden Panji Harjodipuro yang kemudian diubah menjadi Harjokusumo
العمل: 1919, Kalasan, Menjadi Bupati Pangreh Praja Kalasan dan bergelar Raden Tumenggung Harjokusumo
العمل: 1927, Yogyakarta, Menjadi Bupati Kabupaten Kota Yogyakarta yang merupakan gabungan Kabupaten Sleman, Kalasan, dan Kota Yogyakarta
اللقب المميّز: 3 نوفمبر 1933, Yogyakarta, Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta bergelar Kanjeng Pangeran Haryo Adipati Danurejo VIII
الزواج: <286!> Gusti Kanjeng Ratu Chondrokirono II [Hb.7.54] [Hamengku Buwono VII] , Yogyakarta
التقاعد: 14 يوليو 1945, Yogyakarta
Patih of Yogyakarta 1933-1945
87920/7 <500+855!> w Bendoro Pangeran Haryo Suryomataram [Hb.7.55] Bendoro Raden Mas Kudiarmadji (Notodongso) [Hamengku Buwono VII / Danurejo]
الميلاد: 20 مايو 1892, Yogyakarta
الزواج: <1796!> Raden Ayu Surtiadiwati Suryomataram [Hb.6.9.14.1] [Hamengku Buwono VI] و 1921
الزواج: <305> Nyai Ageng Suryomataram [?] , Salatiga
الوفاة: 18 مارس 1962, Yogyakarta
88221/7 <500+185> Bendoro Pangeran Haryo Hadikusumo II [Hb.7.58] (Gusti Raden Mas Hario) [Hamengku Buwono VII] 88522/7 <500+183> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Jumino / Gusti Raden Mas Pratisto (Gusti Djuminah) [Hamengku Buwono VII]
اللقب المميّز: 9 نوفمبر 1893, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangkunegara Sudibya Rajaputra Nalendra ing Mataram
Ir.R.M. Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo
Ir.R.M. Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo
82423/7 <538> Raden Mas Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo [Tjokroadisoerjo]
الميلاد: 30 أغسطس 1894, Wonosobo
الوفاة: 1954
الدفن: Pemakaman Candiwulan
109024/7 <500> Bendoro Pangeran Haryo Hadinegoro II [Hb.7.68] (Bendoro Raden Mas Sujanadi) [Hamengku Buwono VII]
124325/7 <725+258> Soekarmini [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 29 مارس 1898, Bali
84726/7 <527+221> Raden Ayu Roostamtiyah [Hb.6.20.21] (Raden Ayu Sindudipuro) [Pugeran]
الميلاد: 3 ديسمبر 1898, Yogyakarta
الزواج: <308> Raden Wedana Sindudipuro [?] م 14 سبتمبر 1901 و 11 مايو 1951
الوفاة: 2 October 1968, Yogyakarta
124227/7 <725+258> Soekarno / Koesno Sosrodihardjo [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 6 يونيو 1901, Surabaya
الزواج: <309> Siti Oetari Tjokroaminoto [Kyai Muhammad Besari Tegalsari - Ponorogo] و 1981, Surabaya
الزواج: <310> Inggit Garnasih [?] م 17 فبراير 1888, Bandung
الطلاق: <310!> Inggit Garnasih [?] م 17 فبراير 1888
الزواج: <311> Fatmawati [?] م 5 فبراير 1923 و 14 مايو 1980, Jakarta
العمل: 18 أغسطس 1945 - 20 فبراير 1967, Jakarta, Presiden Republik Indonesia
الزواج: <312> Hartini [?] م 20 سبتمبر 1924 و 12 مارس 2002, Istana Cipanas
الزواج: <313> Kartini Manoppo [Manoppo] م 1939 و 1990
الزواج: <314> Ratna Sari Dewi [?] م 6 فبراير 1940
الزواج: <315> Haryati [?]
الزواج: <316> Yurike Sanger [Sanger] , Jakarta
الطلاق: <315!> Haryati [?]
الزواج: <317> Heldy Djafar [Djafar] م 11 يونيو 1947 و 10 October 2021
الوفاة: 21 يونيو 1970, Jakarta
Dr.(H.C.) Ir. H. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun)[note 1][note 2] adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966.[5]:11, 81 Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[6]:26-32 Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.[6]

Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya —berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat— menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.[6] Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.[6] Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.[6]

Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno oleh orangtuanya.[5] Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur sebelas tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.[5][7]:35-36 Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna.[5][7] Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".[7]

Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[7]:32. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah, selain itu tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun[7]:32. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno. Achmed Soekarno

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?"[butuh rujukan] karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga.

Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji.[8] Dalam beberapa versi lain,[butuh rujukan] disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (terjemahan Syamsu Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta: Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-7-9) halaman 32 dijelaskan bahwa namanya hanya "Sukarno" saja, karena dalam masyarakat Indonesia bukan hal yang tidak biasa memiliki nama yang terdiri satu kata.
77828/7 <501+237> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII / Bendoro Raden Mas Haryo Sularso Kunto Suratno (Kanjeng Pangeran Haryo Prabu Suryodilogo) [Pakualaman]
الميلاد: 10 ابريل 1910, Yogyakarta
الزواج: <318> Kanjeng Bendoro Raden Ayu Purnamaningrum [Pakualaman]
الزواج: <319> Kanjeng Raden Ayu Ratnaningrum [?]
اللقب المميّز: 13 ابريل 1937, Yogyakarta, Kanjeng Pangeran Haryo Prabu Suryodilogo
اللقب المميّز: 1942 - 11 سبتمبر 1998, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII
العمل: 1 October 1988 - 3 October 1998, Yogyakarta, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
الوفاة: 11 سبتمبر 1998, Yogyakarta
Pendidikan yang ditempuh adalah Europesche Lagere School Yogyakarta, Christelijk MULO Yogyakarta, AMS B Yogyakarta, Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta - sampai tingkat candidaat). Pada 13 April 1937 ia ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo menggantikan mendiang ayahnya. Setelah kedatangan Bala Tentara Jepang pada tahun 1942 ia mulai menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII.

Pada 19 Agustus 1945 bersama Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mengirimkan telegram kepada Sukarno dan Hatta atas berdirinya RI dan terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pada 5 September 1945 secara resmi KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan Amanat/Maklumat (semacam dekrit kerajaan) bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan Negara Republik Indonesia. Sejak saat itulah kerajaan terkecil pecahan Mataram ini menjadi daerah Istimewa. Melalui Amanat Bersama antara Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII dan dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Daerah Yogyakarta pada tanggal 30 Oktober tahun yang sama, ia berdua sepakat untuk menggabungkan Daerah Kasultanan dan Kadipaten dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jabatan yang dipangku selanjutnya adalah Wakil Kepala Daerah Istimewa, Wakil Ketua Dewan Pertahanan DIY (Oktober 1946), Gubernur Militer DIY dengan pangkat Kolonel (1949 setelah agresi militer II). Mulai tahun 1946-1978 Paku Alam VIII sering menggantikan tugas sehari-hari Hamengkubuwono IX sebagai kepala daerah istimewa karena kesibukan Hamengkubuwono IX sebagai menteri dalam berbagai kabinet RI. Selain itu ia juga menjadi Ketua Panitia Pemilihan Daerah DIY dalam pemilu tahun 1951, 1955, dan 1957; Anggota Konstituante (November 1956); Anggota MPRS (September 1960) dan terakhir adalah Anggota MPR RI masa bakti 1997-1999 Fraksi Utusan Daerah.

Setelah Hamengkubuwono IX mangkat pada tahun 1988, Paku Alam VIII menggantikan sang mendiang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sampai akhir hayatnya pada tahun 1998. Perlu ditambahkan bahwa pada 20 Mei 1998 ia bersama Hamengkubuwono X mengeluarkan Maklumat untuk mendukung Reformasi Damai untuk Indonesia. Maklumat tersebut dibacakan di hadapan masyarakat dalam acara yang disebut Pisowanan Agung. Beberapa bulan setelahnya ia menderita sakit dan meninggal pada tahun yang sama. Sri Paduka Paku Alam VIII tercatat sebagai wakil Gubernur terlama (1945-1998) dan Pelaksana Tugas Gubernur terlama (1988-1998) serta Pangeran Paku Alaman terlama (1937-1998).
128829/7 <759+238> Raden Mas Rawindro Noto Soeroto [Paku Alam V]
الميلاد: 11 October 1918, Den Haag
الزواج: <320> Theodora Eland [Eland] م 7 نوفمبر 1919 و 18 مارس 2011
الوفاة: 30 October 1945, Laren
128930/7 <759+238> R. A. Dewatia Noto Soeroto [Paku Alam V] 126931/7 <499+738!> Soediro Alimoerto [Paku Alam III]
الميلاد: 9 أغسطس 1925
127032/7 <746> R. A. Maria Siti Soedarti Sosroningrat [Paku Alam III]
الميلاد: 8 سبتمبر 1925, Dobo, Kepulauan Aru
Bersekolah di Middelbare Handelsschool, Tempelstraat 4 (kini Jl. Kepanjen), Surabaya. Lalu bekerja sebagai pegawai Tata Usaha di Fak. Teknik Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta
129033/7 <759+238> Raden Mas Harindro Dirodjo Noto Soeroto [Paku Alam V]
الميلاد: 1928
127134/7 <746> Raden Ajeng Elisabeth Soeparti Sosroningrat [Paku Alam III]
الميلاد: 19 نوفمبر 1928, Donggala
Bersekolah di Kweekschool (sekolah guru atas) Stella Duce, Jl. Sumbing no. 1, Yogyakarta. Selulus kweekschool, melanjutkan pendidikan ke Belanda. Lalu bekerja sebagai guru di SLB A, Bandung. RA. Elisabeth Soeparti Sosroningrat tidak menikah.
126635/7 <499+738!> Bambang Sokawati Dewantara [Paku Alam III]
الميلاد: 9 مارس 1930
127236/7 <746> w Raden Mas Fransiskus Harsono Sosroningrat [Paku Alam III]
الميلاد: 27 يوليو 1931, Yogyakarta
الزواج: <322> R. A. Clara Siti Katijah Mangoenwinoto [Mangoenwinoto]
85537/7 <525> Bendoro Raden Ayu Retnomandoyo [Ga.Hb.7.13] [Danurejo]
الزواج: <500!> Kanjeng Sultan Hamengku Buwono VII / Gusti Raden Mas Murtejo [Hb.6.1] (Sinuhun Behi) [Hamengku Buwono VI] م 4 فبراير 1839 و 30 ديسمبر 1921
الوفاة: 30 ديسمبر 1931, Yogyakarta
126538/7 <499+738!> Sjailendra Widjaja [Paku Alam III]
الميلاد: 28 سبتمبر 1932
127339/7 <746> R. A. Theresia Hartini Goestin Sosroningrat [Paku Alam III]
الميلاد: 1 ديسمبر 1932, Semarang
Menempuh pendidikan keperawatan di RS St. Elizabeth, Candi Baru, Semarang
80940/7 <525> Kanjeng Raden Adipati Danurejo VIII / Subari Wiro Haryodirgo Danurejo VI [?]
الزواج: <286!> Gusti Kanjeng Ratu Chondrokirono II [Hb.7.54] [Hamengku Buwono VII]
العمل: 30 نوفمبر 1933 - 14 يوليو 1945, Yogyakarta, Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta bergelar Kanjeng Pangeran Haryo Adipati Danurejo VIII
110941/7 <529+1122!> Bendoro Raden Ayu Mariam Suryengalogo [Suryengalogo]
الزواج: <323> Raden Mas Soeryodinegoro [?]
الوفاة: 23 يونيو 1934, Manado, Mahakeret, Manado
127442/7 <746> Raden Mas Maria Benediktus Soeprapto Sosroningrat [Paku Alam III]
الميلاد: 11 يونيو 1936, Semarang
Mengecap pendidikan di IKIP Bandung.
127543/7 <746> Raden Mas Maria Emanuel Jaktiawa Amir Katamsi Sosroningrat [Paku Alam III]
الميلاد: 24 ديسمبر 1938, Yogyakarta
Bersekolah di SMA De Brito, Yogyakarta
94444/7 <529+1122!> Bendoro Raden Mas Abdul Razak Suryengalogo [Hb.3.2.22.1.1] [Hamengkubuwono]
الزواج: <324> Aminah [?]
الزواج: <325> Ema Sondakh [Sondakh]
الوفاة: 31 أغسطس 1940, Manado
127645/7 <746> Raden Mas Agustinus Maria Widodo Sosroningrat [Paku Alam III]
الميلاد: 22 يناير 1941, Surabaya
86346/7 <573> 6. Raden Mas Daud [Hamengku Buwono III]
الوفاة: 1943, Ambon
80547/7 <762> Raden Mas Iljas Notodirdjo [Surodiningrat]
الزواج: <792!> Raden Ayu Sriyati [Hb.6.17.4] [Hadiwijoyo] و 26 فبراير 1955
الوفاة: 8 أغسطس 1945, Yogyakarta, Disarekan Pasarean Kuncen Yogyakarta
79248/7 <507+240> Raden Ayu Sriyati [Hb.6.17.4] [Hadiwijoyo]
الزواج: <805!> Raden Mas Iljas Notodirdjo [Surodiningrat] و 8 أغسطس 1945
الوفاة: 26 فبراير 1955, Yogyakarta, Disarekan Pasarean Kuncen Yogyakarta
79049/7 <507+240> Raden Mas Menot [Hb.6.17.5] (Raden Mas Sujono) [Hamengku Buwono VI / Hadiwijoyo]
الزواج: <326> Erna Frederika Bolang [Bolang] م 13 أغسطس 1894 و 4 نوفمبر 1967
الوفاة: 25 ديسمبر 1973, Jakarta
77950/7 <502> R.Ngt.Brahim [Hamengku Buwono]
Hilal Achmar Link
78051/7 <502> R. Acmad Wajidi [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
78152/7 <502> R. Acmad Jaeli [Hamengku Buwono]
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
78253/7 <502> R. Ngt. Achsanah [Hamengku Buwono]
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Ir. H. Hilal Achmar (Hamengku Buwono, b. 19 Mei). Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
78354/7 <503> R. Jayangulama [HBO II]
78455/7 <503> R.Ngt.Mashuri [Hamengku Buwono II]
78556/7 <503> R.Junaedah [Hamengku Buwono II]
78657/7 <504> R. Haji Hasim [Hamengku Buwono II]
78758/7 <505> R. Wahab [Hamengku Buwono II]
78859/7 <505> R.Ngt.Daroyah [Hamengku Buwono II]
78960/7 <506> R. Martoatmojo [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
79161/7 <507+240> Raden Ayu Kustiyah [Hb.6.17.1] / Raden Ayu Kawindrodipuro [Hamengku Buwono VI / Hadiwijoyo]
79362/7 <507+240> Raden Mas Djoko Sangkolo [Hb.6.17.6] [Hamengku Buwono VI / Hadiwijoyo]
79463/7 <507+240> Raden Mas Dutodiprojo [Hb.6.17.3] / Raden Mas Rio Projomardowo (Raden Rio Kusumomardowo) [Hamengku Buwono VI / Hadiwijoyo]
79664/7 <526+207> Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom Amangku Negara [Gp.Hb.8.1] [Hb.6.11.14] (Raden Ajeng Katinah / Kanjeng Alit) [Hamengku Buwono VI] 79765/7 <526+204> Raden Ayu Mangunjoyo II [Hb.6.11.15] [Hamengku Buwono VI]
79866/7 <526+204> Raden Bagus Suryokusumo [Hb.6.11.18] [Hamengku Buwono VI]
79967/7 <526+206> Kanjeng Raden Tumenggung Jogonegoro III / Kanjeng Raden Tumenggung Ronodiningrat [Hb.6.11.17] [Hamengku Buwono VI] 80068/7 <526+204> Raden Tumenggung Suryoatmojo / Raden Mas Murjono [Hb.6.11.12] [Hamengku Buwono VI]
80269/7 <526+205> Raden Mas Sutandar [Hb.6.11.1] (Kanjeng Pangeran Haryo Purwodiningrat) [Hamengku Buwono VI]
80370/7 <526+204> Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegoro [Gp.Hb.8.1] (Raden Ajeng Kustilah [Hb.6.11.21]) [Hamengku Buwono VI] 80471/7 <527+217> Raden Ayu Hatmodijoyo I [Hb.6.20.4] / Raden Ajeng Roostinah (Raden Ayu Puspohatmojo) [Pugeran]
81472/7 <535> RM. Asmini [Hamengku Buwono]
81573/7 <535> RM. Idris [Hamengku Buwono]
81674/7 <535> RM. Ondung [Hamengku Buwono]
81975/7 <534> 1. RM. H. Edoy [Hamengku Buwono]
82076/7 <534> 2. RM. H. Sayid Yudomenggolo [Hamengku Buwono]
82177/7 <534> 3. RAy. Saroja [Hamengku Buwono]
82278/7 <534> 4. RAy. Amanung [Hamengku Buwono]
82379/7 <533> RM. Harjo Dipotjokro Hadimenggolo / P. Gringsing II [Hamengku Buwono]
82580/7 <516+262> Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat [Tjondronegoro IV] 82681/7 <527+223> Raden Mas Sudiro [Hb.6.20.30] (Kanjeng Raden Tumenggung Sastrokusumo) [Pugeran] 82782/7 <527+217> Raden Mas Saepur [Hb.6.20.1] (Raden Panji Joyopermadi) [Pugeran]
82883/7 <527+217> Raden Mas Rujali [Hb.6.20.2] (Raden Panji Joyopragolo) [Pugeran]
82984/7 <527+217> Raden Ayu Roostijah [Ga.Hb.7.20.3] [Hb.6.20.3] (Bendoro Raden Ayu Doyopurnamaningrum) [Pugeran] 83085/7 <527+217> Raden Mas Saeran [Hb.6.20.5] (Raden Bagus Gambiranom) [Pugeran]
83186/7 <527+217> Raden Mas Karamal [Hb.6.20.6] [Pugeran]
83287/7 <527+217> Raden Mas Sukapjo [Hb.6.20.7] (Raden Bagus Suryowinoto) [Pugeran]
83388/7 <527+217> Raden Mas Palis [Hb.6.20.10] [Pugeran]
83489/7 <527+217> Raden Mas Saerun [Hb.6.20.13] [Pugeran]
83590/7 <527+217> Raden Mas Sukapdiman [Hb.6.20.14] [Pugeran]
83691/7 <527+218> Raden Ajeng Roosdinah [Hb.6.20.9] (Raden Ayu Kertonadi) [Pugeran] 83792/7 <527+219> Raden Ayu Rooskiyati [Hb.6.20.12] (Raden Ayu Padmodiprojo) [Pugeran]
83893/7 <527+219> Raden Mas Supandi [Hb.6.20.15] [Pugeran]
83994/7 <527+219> Raden Mas Gurnosuwendo [Hb.6.20.17] [Pugeran]
84095/7 <527+220> Raden Ayu Roostijah [Hb.6.20.8] [Pugeran]
84196/7 <527+220> Raden Mas Dipomenggolo [Hb.6.20.11] [Pugeran]
84297/7 <527+220> Raden Mas Yusuf [Hb.6.20.23] (Kanjeng Raden Tumenggung Kusumaningrat) [Pugeran] 84398/7 <527+224> Raden Ayu Roosyayi [Hb.6.20.16] (Raden Ayu Darmowinoto) [Pugeran] 84499/7 <527+221> Raden Ayu Roostamtinah [Hb.6.20.18] (Raden Ayu Suryodiningrat) [Pugeran] 845100/7 <527+221> Raden Mas Ibrahim Ibnu Rustam [Hb.6.20.19] [Pugeran]
846101/7 <527+221> Raden Mas Sayid Imran / Kanjeng Raden Tumenggung Purwonegoro [Hb.6.20.20] (Kanjeng Raden Tumenggung Joyonegoro II) [Pugeran] 848102/7 <527+222> Raden Ayu Roosinah [Hb.6.20.22] (Raden Ayu Purbocaroko) [Pugeran] 849103/7 <527+222> Raden Mas Suwondo [Hb.6.20.24] (Raden Ngabehi Purwodiprojo) [Pugeran]
850104/7 <527+222> Raden Mas Suwandi [Hb.6.20.25] (Raden Wedana Suryowimono) [Pugeran]
851105/7 <527+222> Raden Ayu Roostirah [Hb.6.20.26] (Raden Ayu Suryodirjokusumo) [Pugeran] 852106/7 <527+222> Raden Ajeng Roosimah [Hb.6.20.27] (Raden Ayu Suryodirjokusumo) [Pugeran]
853107/7 <527+222> Raden Ayu Roosjiyah [Hb.6.20.28] (Raden Ayu Wigyokusumo) [Pugeran] 854108/7 <527+222> Raden Ayu Roossiyah/Roosijah [Hb.6.20.29] (Raden Ayu Suwandhi H.) [Pugeran] 856109/7 <526+530!> Raden Ayu Siti Katina [Ga.Hb.8.1] [Hb.6.11.1] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI] 857110/7 <545> RM. Muhammad Diponegoro [Hamengku Buwono]
858111/7 <573> 1. Raden Ayu Khalidjah [Hamengku Buwono III]
859112/7 <573> 2. Raden Mas Ibrahim [Hamengku Buwono III]
860113/7 <573> 3. Raden Ayu Djahro [Hamengku Buwono III]
861114/7 <573> 4. Raden Ayu Secha [Hamengku Buwono III]
862115/7 <573> 5. Raden Mas Ismael [Hamengku Buwono III]
864116/7 <573> 7. Raden Mas Muhammad [Hamengku Buwono III]
865117/7 <573> 8. Raden Mas Sulaeman [Hamengku Buwono III]
866118/7 <575> 1. RM. Yusuf Diponegoro [Hamengku Buwono]
867119/7 <575> 2. RM. Syawal Diponegoro [Hamengku Buwono]
868120/7 <575> 3. RM. Suja Diponegoro [Hamengku Buwono]
869121/7 <575> 4. RA. Marjam Diponegoro [Hamengku Buwono]
870122/7 <575> 5. RM. Muhammad Diponegoro [Hamengku Buwono]
871123/7 <575> 6. RM. Yunus Diponegoro ) [Hamengku Buwono]
872124/7 <575> 7. RM. Achmad Diponegoro (Bandung) [Hamengku Buwono]
873125/7 <575> 8. RM. Murtasa Diponegoro [Hamengku Buwono]
874126/7 <575> 9. RA. Murtinah Diponegoro [Hamengku Buwono]
875127/7 <575> 10. RA. Supinah Diponegoro [Hamengku Buwono]
876128/7 <575> 11. RA. Murjani Diponegoro [Hamengku Buwono]
877129/7 <575> 12. RA. Supatni Diponegoro [Hamengku Buwono]
880130/7 <500> Bendoro Raden Ayu Danunegoro [Hb.7.4] [Hamengku Buwono VII]
881131/7 <500+185> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Hangabehi [Hb.7.1] [Hamengku Buwono VII]
883132/7 <500+189> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Joyokusumo I [Hb.7.7] [Hamengku Buwono VII]
884133/7 <500+186> Bendoro Pangeran Haryo Hadinegoro I [Hb.7.13] [Hamengku Buwono VII]
886134/7 <500> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Pakuningrat [Hb.7.41] [Hamengku Buwono VII]
887135/7 <500> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Hadisuryo [Hb.7.49] [Hamengku Buwono VII]
888136/7 <500> Bendoro Raden Mas Hirawan [Hb.7.48] [Hamengku Buwono VII]
889137/7 <586> Raden Mas Emawan Brotokoesoemo [Pakualam VI] 890138/7 <587> Raden Mas Kumbulkatja Djajawasita [Hamengku Buwono]
891139/7 <588> Raden Mas Setyaharjo [Hb.3.28.11.1.1] / Kanjeng Raden Tumenggung Dirjonegoro [Hamengku Buwono III]
892140/7 <589+590!> 1. Raden Hasan Manadi Madiokusumo [Ba'abud]
893141/7 <591> 1. R.Ngt. Siti Kaltum [Ba'abud]
894142/7 <592+?> Raden Ngantin Ambiah Suropranoto [Suropranoto]
895143/7 <589+590!> 2. Ba'abudiah [Ba'abud]
896144/7 <601> 1. Nyi RAy. Hasan Munthalib [Setrodrono]
897145/7 <601> 2. Nyi RAy. Hasan Mukmin [Setrodrono]
898146/7 <601> 3. Nyi RAy. Muryadi [Setrodrono]
899147/7 <601> 4. RM. Kyai Syuhada [Setrodrono]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


SEJARAH SINGKAT PERGURUAN SILAT TAPAK SUCI

Di Banjarnegara, Jawa Tengah, Kiyai Haji (K.H.) Syuhada pada tahun 1872 memiliki seorang putera yang diberi nama Ibrahim. Sejak kecil ia menerima ilmu pencak dari ayahnya. Ibrahim tumbuh menjadi Pendekar yang menguasai pencak ragawi dan batin / inti tetapi sekaligus Ulama yang menguasai banyak ilmu, kemudian berganti nama menjadi K.H. Busyro Syuhada.

Pada awalnya K.H.Busyro Syuhada mempunyai 3 murid, yaitu : •Achyat ( adik misan ), yang kemudian dikenal dengan K.H. Burhan •M.Yasin ( adik kandung ), yang dikenal dengan K.H. Abu Amar Syuhada •Soedirman, yang dikemudian hari mencapai pangkat Jenderal dan pendiri Tentara Nasional Indonesia, bahkan bergelar Panglima Besar Soedirman.

Pada tahun 1921 di Yogyakarta, bertemulah K.H. Busyro Syuhada dengan kakak beradik Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib. Dalam kesempatan itu mereka adu ilmu pencak antara M. Wahib dan M. Burhan. Kemudian A. Dirnyati dan M. Wahib dengan pengakuan yang tulus mengangkat K.H. Busyro Syuhada sebagai guru dan mewarisi ilmu pencak dari K.H. Busyro Syuhada yang kemudian menetap di Kauman. Menelusuri jejak gurunya, Ahmad Dimyati mengembara ke barat sedang M. Wahib mengembara ketimur sampai ke Madura untuk menjalani adu kaweruh ( uji ilmu ). Pewaris ilmu banjaran, mewarisi juga sifat-sifat gurunya M. Wahib sebagaimana K.H. Busyro Syuhada, bersifat keras, tidak kenal kompromi, suka adu kaweruh. Untuk itu sangat menonjol nama M. Wahib dari pada A. Dimyati. Sedang A. Dimyati yang banyak dikatakan ilmunya lebih tangguh dari pada adiknya M. Wahib tetapi karena pendiam dan tertutup maka tidak banyak kejadian-kejadian yang dialami. Sebagaimana M. Burhan yang mempunyai sifat dan pembawaan sama dengan A. Dimyati.

K. H. Busyro Syuhada pernah menjadi guru pencak untuk kalangan bangsawan dan keluarga Kraton Yogyakarta. Salah satu diantara muridnya adalah R.M. Harimurti, seorang pangeran kraton, yang dikemudian hari beberapa muridnya mendirikan perguruan–perguruan pencak silat yang beraliran Harimurti.

Kauman, Seranoman dan Kasegu

Pendekar Besar KH Busyro Syuhada memberi wewenang kepada pendekar binaannya, A. Dimyati dan M. Wahib untuk membuka perguruan dan menerima murid. Perguruan baru yang didirikan pada tahun 1925 itu diberi nama Perguruan "Kauman", yang beraliranBanjaran.

Perguruan Kauman mempunyai peraturan bahwa murid yang telah selesai menjalani pendidkan dan mampu mengembangkan ilmu pencak silat diberikan kuasa untuk menerima murid.

M. Syamsuddin yang menjadi murid kepercayaan Pendekar Besar M..Wahib diangkat sebagai pembantu utama; dan dizinkan menerima murid. Kemudian mendirikan perguruan ”Seranoman". Perguruan Kauman menetapkan menerima siswa baru, setelah siswa tadi lulus menjadi murid di Seranoman. Perguruan Seranoman melahirkan pendekar muda Moh. Zahid, yang juga lulus menjalani pendidikan di perguruan Kauman. Moh. Zahid yang menjadi murid angkatan ketiga (3) bahkan berhasil pula mengembangkan pencak silat yang berintikan kecepatan; kegesitan, dan ketajaman gerak. Tetapi murid ketiga ini pada tahun 1948, wafat pada usia yang masih sangat muda. Tidak sempat mendirikan perguruan baru tetapi berhasil melahirkan murid, Moh. Barie lrsjad.

Pendekar Besar KH Busyro Syuhada berpulang ke Rahmatullah pada bulan Ramadhan 1942. Pendekar Besar KH Busyro Syuhada bahkan tidak sempat menyaksikan datangnya perwira Jepang, Makino, pada tahun 1943 yang mengadu ilmu beladirinya dengan pencak silat andalannya. Makino mengakui kekurangannya dan menyatakan menjadi murid Perguruan Kauman sekaligus menyatakan masuk Islam kemudian berganti nama menjadi Omar Makino. Pada tahun 1948 Pendekar Besar KH Burhan gugur bersama dengan 20 muridnya dalam pertempuran dengan tentara Belanda di barat kota Yogyakarta. Kehilangan besar pesilatnya menjadikan perguruan Kauman untuk beberapa sa’at berhenti kegiatannya dan tidak menampakkan akan muncul lagi Pendekar. Moh. Barie lrsjad sebagai murid angkatan keenam (6) yang dinyatakan lulus dari tempaan ujian Pendekar M. Zahid, M. Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati kemudian dalam perkembangan berikutnya mendirikan perguruan "Kasegu"

Kalau perguruan-perguruan sebelumnya diberi nama sesuai dengan tempatnya. Perguruan Kasegu diberikan nama sesuai dengan senjata yang diciptakan oleh Pendekar Moh. Barie Irsjad.

Lahirnya Tapak Suci

Moh. Barie lrsjad akhirnya mengeluarkan gagasan agar semua aliran Banjaran yang sudah berkembang dan terpecah-pecah dalam berbagai perguruan, disatukan kembali ke wadah tunggal.

Pendekar Besar M. Wahib merestui berdirinya satu Perguruan yang menyatukan seluruh perguruan di Kauman. Restu diberikan dengan pengertian Perguruan nanti adalah kelanjutan dari Perguruan Kauman yang didirikan pada tahun 1925 yang berkedudukan di Kauman.

Pendekar M. Wahib mengutus 3 orang muridnya. dan M. Syamsuddin mengirim 2 orang muridnya untuk bergabung. Maka Pendekar M. Barie Irsjad bersama sembilan anak murid menyiapkan segala sesuatunya untuk mendirikan Perguruan.

Dasar-dasar perguruan Kauman yang dirancang oleh Moh. Barie lrsjad, Moh. Rustam Djundab dan Moh. Djakfal Kusuma menentukan nama Tapak Suci. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dikonsep oleh Moh Rustam Djundab. Do’a dan lkrar disusun oleh H. Djarnawi Hadikusuma. Lambang Perguruan diciptakan oleh Moh. Fahmie Ishom, lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Suja', lambang Regu Inti "Kosegu" diciptakan Adjib Hamzah. Sedang bentuk dan warna pakaian dibuat o!eh Moh. Zundar Wiesman dan Anis Susanto. Maka pada tanggal 31 Juli 1963 lahirlah Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci
900148/7 <601> 5. RM. Kyai Suraji [Setrodrono]
901149/7 <601> 6. Nyi RAy. Hasby [Setrodrono]
902150/7 <601> 7. Nyi RAy. Ishaq [Setrodrono]
903151/7 <601> 8. RM. Kyai Abdul Manan [Setrodrono]
904152/7 <604> Kanjeng Raden Tumenggung Yudonegoro IV ? (Raden Mas Gandakusumo) [Danurejo]
905153/7 <605> Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo [Raden Patah]
906154/7 <606> Raden Mas Yusuf [Hb.3.2.7.1.1] [Hamengku Buwono III]
907155/7 <613> Raden Ayu Taruno [Hb.3.2.18.7.1] [Hamengku Buwono III] 908156/7 <611> Raden Mas Cokrodipuro [Hb.3.2.18.5.1] [Hamengku Buwono III]
909157/7 <611> Raden Mas Suryodipuro [Hb.3.2.18.5.2] [Hamengku Buwono III]
910158/7 <611> Raden Mas Harjoseputro [Hb.3.2.18.5.3] [Hamengku Buwono III]
911159/7 <611> Raden Ayu Cokrodirono [Hb.3.2.18.5.4] [Hamengku Buwono III]
912160/7 <611> Raden Ayu Sumosastro [Hb.3.2.18.5.5] [Hamengku Buwono III]
913161/7 <611> Raden Ayu Kartowisastro [Hb.3.2.18.5.6] [Hamengku Buwono III]
914162/7 <607> Raden Ayu Jayengsari [Hb.3.2.18.1.1] [Hamengku Buwono III]
915163/7 <607> Raden Ayu Jayaningsih [Hb.3.2.18.1.2] [Hamengku Buwono III]
916164/7 <607> Raden Mas Seloharjo [Hb.3.2.18.1.3] [Hamengku Buwono III]
917165/7 <607> Raden Ayu Jayengsari II [Hb.3.2.18.1.4] [Hamengku Buwono III]
918166/7 <607> Raden Mas Sumoharjo [Hb.3.2.18.1.5] [Hamengku Buwono III]
919167/7 <607> Raden Ayu Sumodigdoyo [Hb.3.2.18.1.6] [Hamengku Buwono III]
920168/7 <607> Raden Mas Jumadi [Hb.3.2.18.1.7] [Hamengku Buwono III]
921169/7 <612> Raden Ayu Sukinah Sabar Martowiyoto [Hb.3.2.18.6.1] [Hamengku Buwono III]
922170/7 <612> Raden Ayu Abdullah [Hb.3.2.18.6.2] [Hamengku Buwono III]
923171/7 <612> Kanjeng Raden Tumenggung Joyodiningrat [Hb.3.2.18.6.3] [Hamengku Buwono III]
924172/7 <612> Raden Ayu Kusniyah Harjoseputro [Hb.3.2.18.6.4] [Hamengku Buwono III]
925173/7 <612> Raden Ayu Tirtoharjo Kusdi [Hb.3.2.18.6.5] [Hamengku Buwono III]
926174/7 <612> Raden Mas Harjosunoto [Hb.3.2.18.6.6] [Hamengku Buwono III]
927175/7 <526+530!> Kanjeng Pangeran Haryo Suryadi [Hb.6.11.9] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI] 928176/7 <526+204> Raden Ayu Mangunjoyo I [Hb.5.8.2] [Hb.6.11.11] (Raden Ajeng Mustinah) [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI]
929177/7 <526+530!> Raden Lurah Suryodiprojo I [Hb.5.8.3] [Hb.6.11.13] (Raden Mas Jiwanjono) [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI]
930178/7 <526+530!> Kanjeng Raden Tumenggung Puspodiningrat [Hb.5.8.4] [Hb.6.11.20] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI]
931179/7 <526+530!> Raden Ayu Mangkukusumo [Ga.Hb.7.17.1] [Hb.6.11.22] (Raden Ajeng Kusdilah) [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI] 932180/7 <526+530!> Raden Ayu Hatmosutejo [Hb.5.8.6] [Hb.6.11.23] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI]
933181/7 <526+530!> Raden Ayu Sujono Tirtokusumo [Hb.5.8.7] / Raden Ajeng Kadawarwati [Hb.6.11.24] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI] 934182/7 <526+530!> Raden Ayu Wironegoro [Hb.5.8.8] / Raden Ajeng Sumardiyah [Hb.6.11.25] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI]
935183/7 <526+530!> Raden Panji Joyowiloyo [Hb.5.8.9] / Raden Mas Dekok Van Lewen [Hb.6.11.26] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI]
936184/7 <543+529!> Raden Mas Soecipto Hadiwijoyo [Hb.5.9.1] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
937185/7 <543+529!> Raden Mas Soengkowo Hadiwijoyo [Hb.5.9.2] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
938186/7 <543+529!> Raden Mas Dracman Sahid Hadiwijoyo [Hb.5.9.3] [Hamengku Buwono V]
939187/7 <582+277> Raden Ayu Brotojoyo [Hb.7.27.12] [Hamengku Buwono VII] 940188/7 <529> Raden Ayu Jaenab [Hb.3.2.22.1.2] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
941189/7 <529> Raden Ayu Maemunah [Hb.3.2.22.1.3] [Hamengku Buwono V]
942190/7 <529> Raden Ayu Khatijah [Hb.3.2.22.1.4] [Hamengku Buwono V]
943191/7 <529+1122!> Raden Ayu Salamah Soetomo [Hb.3.2.22.1.5] [Hamengku Buwono V]
945192/7 <617> Raden Mas Sosrodarmo [Hb.3.8.1.1.1] [Hamengku Buwono III]
946193/7 <618> Raden Ayu Cokrowinoto [Hb.3.14.1.1.1] [Hamengku Buwono III] 947194/7 <621+279> Raden Ayu Siti [Hb.3.14.3.3.3] / [Hb.6.8.2.3] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
948195/7 <621+279> Raden Ayu Dirjo [Hb.3.14.3.3.1] / [Hb.6.8.2.1] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
949196/7 <621+279> Raden Ayu Plat [Hb.3.14.3.3.2] / [Hb.6.8.2.2] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
950197/7 <620> Raden Mas Sutejo [Hb.3.14.3.2.1] / [Hb.6.8.1.1] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
951198/7 <620> Raden Mas Sutikno [Hb.3.14.3.2.2] / [Hb.6.8.1.2] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
952199/7 <620> Raden Ayu Sastro Utomo [Hb.3.14.3.2.3] / [Hb.6.8.1.3] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
953200/7 <620> Raden Mas Mujamal [Hb.3.14.3.2.4] / [Hb.6.8.1.4] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
954201/7 <620> Raden Ayu Joyo Indro [Hb.3.14.3.2.5] / Raden Ayu Martania [Hb.6.8.1.5] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI] 955202/7 <620> Raden Mas Suryomursand I [Hb.3.14.3.2.6] / [Hb.6.8.1.6] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
956203/7 <620> Raden Mujalal [Hb.3.14.3.2.7] / [Hb.6.8.1.7] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono VI]
957204/7 <622> Bendoro Raden Ayu Pujokusumo [Hb.3.19.2.1.1] [Hamengku Buwono III]
958205/7 <622> Raden Suberubiah [Hamengku Buwono III]
959206/7 <622> Kanjeng Raden Tumenggung Sasmitodipuro [Hb.3.19.2.1.3] [Hamengku Buwono III]
960207/7 <622> Raden Ayu Sukirahayu [Hb.3.19.2.1.4] [Hamengku Buwono III]
961208/7 <622> Raden Ayu Sukimah [Hb.3.19.2.1.5] [Hamengku Buwono III]
962209/7 <622> Raden Sukirno [Hb.3.19.2.1.6] [Hamengku Buwono III] 963210/7 <641> Raden Ayu Mastari [Hb.3.26.2.1.1] [Hamengku Buwono III] 964211/7 <641> Raden Mas Subronto [Hb.3.26.2.1.2] [Hamengku Buwono III]
965212/7 <641> Raden Ayu Masdilah [Hb.3.26.2.1.3] [Hamengku Buwono III]
966213/7 <641> Raden Ayu Masdinah [Hb.3.26.2.1.4] [Hamengku Buwono III] 967214/7 <641> Raden Ayu Mastuti [Hb.3.26.2.1.5] [Hamengku Buwono III]
968215/7 <641> Raden Ayu Siti Sulastri [Hb.3.26.2.1.16] [Hamengku Buwono III]
969216/7 <647> Raden Ayu Puspopragoto [Hb.3.27.2.1.1] [Hamengku Buwono III]
970217/7 <649> Raden Ayu Suparti [Hb.3.28.13.2.1] [Hamengku Buwono III] 971218/7 <648> Raden Ayu Rubiyah [Hb.3.28.13.1.1] [Hamengku Buwono III] 972219/7 <650> Raden Ayu Siti [Hb.3.28.14.1.1] [Hamengku Buwono III]
973220/7 <650> Raden Mas Busro [Hb.3.28.14.1.2] [Hamengku Buwono III]
974221/7 <650> Raden Mas Abdul Majid [Hb.3.28.14.1.3] [Hamengku Buwono III]
975222/7 <650> Raden Ayu Robingah [Hb.3.28.14.1.12] [Hamengku Buwono III]
976223/7 <653> Raden Mas Suwignyo [Hb.3.28.14.4.1] [Hamengku Buwono III]
977224/7 <653> Raden Ayu Siti [Hb.3.28.14.4.2] [Hamengku Buwono III]
978225/7 <653> Raden Mas Mangkudikoro [Hb.3.28.14.4.3] [Hamengku Buwono III]
979226/7 <652> Raden Mas Kurdi [Hb.3.28.14.3.1] [Hamengku Buwono III]
980227/7 <652> Raden Mas Muhyidin [Hb.3.28.14.3.2] [Hamengku Buwono III]
981228/7 <652> Raden Mas Faizun [Hb.3.28.14.3.3] [Hamengku Buwono III]
982229/7 <652> Raden Ayu Sujinah [Hb.3.28.14.3.4] [Hamengku Buwono III]
983230/7 <652> Raden Mas Jamroni [Hb.3.28.14.3.5] [Hamengku Buwono III]
984231/7 <655> Raden Ayu Gondokusumo [Hb.4.9.1.1] [Hamengku Buwono IV] 985232/7 <654+984!> Kanjeng Raden Tumenggung Mulyokusumo [Hb.4.9.1.1.1] / Kanjeng Raden Tumenggung Dodipuro [Hb.4.8.5.1.1] [Hamengku Buwono IV]
986233/7 <654+984!> Kanjeng Raden Tumenggung Kromodeksono [Hb.4.9.1.1.2] / [Hb.4.8.5.1.2] [Hamengku Buwono IV]
987234/7 <665> Raden Ayu Ilham Dirjodiningrat [Hb.4.10.2.1] [Hamengku Buwono IV]
988235/7 <680+280> Raden Mas Harjotaruno [Hb.4.13.1.1] [Hamengku Buwono IV] 989236/7 <680+280> Raden Ayu Dwijoatmojo [Hb.4.13.1.1.4] [Hamengku Buwono IV]
990237/7 <680+280> Raden Mas Sumodiono [Hb.4.13.1.1.3] [Hamengku Buwono IV]
991238/7 <680+280> Raden Ayu Ranudimejo [Hb.4.13.1.1.2] [Hamengku Buwono IV]
992239/7 <520+264> Raden Mas Suryodirjo [Hb.6.5.8] [Hamengku Buwono VI]
993240/7 <520+264> Raden Ayu Projodipuro [Hb.6.5.7] [Hamengku Buwono VI] 994241/7 <520+264> Raden Ajeng Suyatinah [Hb.6.5.6] [Hamengku Buwono VI]
995242/7 <520+264> Raden Lurah Atmosuwarno [Hb.6.5.5] [Hamengku Buwono VI]
996243/7 <520+264> Kanjeng Raden Tumenggung Purbonegoro [Hb.6.5.4] [Hamengku Buwono VI] 997244/7 <696+281> Kanjeng Raden Tumenggung Projodipuro [Hb.7.8.2] [Hamengku Buwono VII] 998245/7 <520+264> Raden Ajeng Suyadiah [Hb.6.5.3] [Hamengku Buwono IV]
999246/7 <500+185> Bendoro Raden Ayu Purbonegoro [Hb.7.21] [Hamengku Buwono VII] 1000247/7 <520+264> Raden Ayu Purbokusumo [Hb.6.5.2] [Hamengku Buwono VI] 1001248/7 <520+264> Kanjeng Raden Tumenggung Danuhadiningrat [Hb.6.5.1] [Hamengku Buwono VI] 1002249/7 <523+268> Kanjeng Raden Tumenggung Purbokusumo [Hb.6.9.3] [Hamengku Buwono VI]
1003250/7 <500+186> Gusti Bendoro Raden Ayu Danuhadiningrat I [Hb.7.10] [Hamengku Buwono VII]
1005251/7 <523+266> Raden Wedono Atmowerdoyo [Hb.6.9.1] [Hamengku Buwono VI]
1006252/7 <523+267> Raden Lurah Sosrowirono [Hb.6.9.2] [Hamengku Buwono VI]
1007253/7 <523+268> Raden Lurah Sosrosebrongto [Hb.6.9.5] [Hamengku Buwono VI]
1008254/7 <523+268> Raden Mas Samsidi [Hb.6.9.16] [Hamengku Buwono VI]
1009255/7 <523+267> Raden Ayu Gondokusumo [Hb.6.9.6] [Hamengku Buwono VI]
1010256/7 <523> Raden Ayu Mangunkusumo [Hb.6.9.7] [Hamengku Buwono VI]
1011257/7 <523+268> Raden Ayu Purboningrat [Hb.6.9.8] [Hamengku Buwono VI]
1012258/7 <523+268> Raden Ayu Hadiningrat [Hb.6.9.9] [Hamengku Buwono VI]
1013259/7 <523+268> Raden Ayu Purbohadiningrat [Hb.6.9.11] [Hamengku Buwono VI]
1014260/7 <523+268> Raden Bekel Atmosudirjo [Hb.6.9.12] [Hamengku Buwono VI]
1015261/7 <523> Raden Ajeng Isdiyah [Hb.6.9.13] [Hamengku Buwono VI]
1016262/7 <523> Raden Lurah Atmosutejo [Hb.6.9.14] [Hamengku Buwono VI]
1017263/7 <523+268> Raden Ayu Kartokusumo [Hb.6.9.15] [Hamengku Buwono VI]
1018264/7 <500> Bendoro Raden Mas Subono [Hb.7.70] [Hamengku Buwono VII] 1019265/7 <526+206> Raden Ajeng Manyar [Hb.6.11.2] [Hamengku Buwono VI]
1020266/7 <526+206> Raden Mas Dikwanis [Hb.6.11.3] (Raden Tumenggung Prawirodirejo) [Hamengku Buwono VI]
1021267/7 <526+206> Raden Mas Kiswarin [Hb.6.11.4] [Hamengku Buwono VI]
1022268/7 <526+206> Raden Mas Kodrat Samadikun [Hb.6.11.5] [Hamengku Buwono VI] 1023269/7 <526+206> Raden Ajeng Karsinah [Hb.6.11.6] [Hamengku Buwono VI]
1024270/7 <526+206> Raden Mas Mursidi [Hb.6.11.7] (Raden Tumenggung Jogonegoro) [Hamengku Buwono VI]
1026271/7 <500+199> Bendoro Raden Ayu Jatikusumo [Hb.7.78] (R. A. Soeharsi Widianti) [Hamengku Buwono VII] 1027272/7 <526+204> Raden Sayid Ashar [Hb.6.11.10] [Hamengku Buwono VI]
1028273/7 <500> Bendoro Raden Ayu Jogonegoro [Hb.7.34] (Bendoro Raden Ayu Ronodiningrat) [Hamengku Buwono VII]
1029274/7 <526+204> Raden Tumenggung Condroprojo / Raden Mas Mursahadah [Hb.6.11.19] [Hamengku Buwono VI]
1030275/7 <526+214> Raden Mas Rebuahsasi [Hb.6.11.27] (Raden Bagus Kusumohalpito) [Hamengku Buwono VI]
1031276/7 <526+213> Raden Ajeng Siti Mardinah / Raden Ayu Projosastrokusumo [Hb.6.11.29] [Hamengku Buwono VI]
1032277/7 <526+212> Raden Ayu Kusumodilogo / Raden Ajeng Siti Rokhiyah [Hb.6.11.30] [Hamengku Buwono VI] 1033278/7 <526+213> Raden Ajeng Napsiah [Hb.6.11.31] [Hamengku Buwono VI]
1034279/7 <526+210> Raden Mas Mungsowarat / Raden Bekel Kawindrokusumo [Hb.6.11.32] [Hamengku Buwono VI]
1035280/7 <500> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Suryowijoyo [Hb.7.30] [Hamengku Buwono VII]
1036281/7 <704+1436!> Raden Mas Suandono [Hb.8.3.1] [Hamengku Buwono VIII]
1037282/7 <703> Raden Ajeng Kustamiyati [Hb.7.22.5.2] (Raden Ayu Bambang Dimulyo) [Hamengku Buwono VII] 1038283/7 <703> Raden Mas Murdiyanto Dipudiporo [Hb.7.22.5.1] [Hamengku Buwono VII]
1039284/7 <526+207> Raden Ajeng Sudarmi [Hb.6.11.16] [Hamengku Buwono VI]
1040285/7 <581+931!> Raden Ajeng Siti Yubeyinu [Hb.7.17.25] (Raden Ayu Pusponegoro) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1041286/7 <581+931!> Raden Mas Baninaslun [Hb.7.17.28] (Kanjeng Raden Tumenggung Danukusumo) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1042287/7 <581+931!> Raden Mas Abimanyu [Hb.7.17.30] (Kanjeng Raden Tumenggung Reksokusumo) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1043288/7 <581+931!> Raden Ajeng Kustamtinah [Hb.7.17.33] (Raden Ayu Sinduseputro) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1044289/7 <581+931!> Raden Mas Darmadi [Hb.7.17.35] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1045290/7 <526+212> Raden Mas Arwah [Hb.6.11.28] [Hamengku Buwono VI]
1046291/7 <522+244> Raden Ajeng Sapariyam [Hb.6.18.1] [Hamengku Buwono VI]
1047292/7 <522+253> Raden Ajeng Saparinten [Hb.6.18.2] [Hamengku Buwono VI]
1048293/7 <522+253> Raden Mas Suraji [Hb.6.18.6] [Hamengku Buwono VI]
1049294/7 <522+245> Raden Ayu Sapariah [Hb.6.18.5] [Hamengku Buwono VI]
1050295/7 <522+253> Raden Mas Sukarjo [Hb.6.18.7] [Hamengku Buwono VI]
1051296/7 <522+251> Raden Mas Suharji [Hb.6.18.43] [Hamengku Buwono VI]
1052297/7 <522+255> Raden Ajeng Atas Jinah [Hb.6.18.42] [Hamengku Buwono VI]
1053298/7 <522+255> Raden Mas Sudibyo [Hb.6.18.41] [Hamengku Buwono VI]
1054299/7 <522+255> Raden Ajeng Atas Diah [Hb.6.18.38] [Hamengku Buwono VI]
1055300/7 <522+252> Raden Mas Suhaji [Hb.6.18.40] [Hamengku Buwono VI]
1056301/7 <522+255> Raden Mas Sumintratmojo [Hb.6.18.37] [Hamengku Buwono VI]
1057302/7 <522+255> Raden Mas Sudarmo [Hb.6.18.36] [Hamengku Buwono VI]
1058303/7 <522+254> Raden Mas Sumadi [Hb.6.18.8] (Raden Mas Tirto Sudirjo) [Hamengku Buwono VI]
1059304/7 <522+254> Raden Ajeng Supardinah [Hb.6.18.10] [Hamengku Buwono VI]
1060305/7 <522+252> Raden Mas Sudibyo [Hb.6.18.39] [Hamengku Buwono VI]
1061306/7 <522+253> Raden Ajeng Atas Tinah [Hb.6.18.11] [Hamengku Buwono VI]
1062307/7 <522+252> Raden Ajeng Atas Tilah [Hb.6.18.18] [Hamengku Buwono VI]
1063308/7 <522+253> Raden Mas Subarjo [Hb.6.18.12] [Hamengku Buwono VI]
1064309/7 <522+253> Raden Mas Suparjo [Hb.6.18.30] [Hamengku Buwono VI]
1065310/7 <522+245> Raden Ajeng Atasilah [Hb.6.18.9] [Hamengku Buwono VI] 1066311/7 <522+245> Raden Ajeng Saparinah [Hb.6.18.26] [Hamengku Buwono VI]
1067312/7 <522+245> Raden Mas Sumitro [Hb.6.18.27] [Hamengku Buwono VI]
1068313/7 <522+252> Raden Mas Sudarsono [Hb.6.18.13] [Hamengku Buwono VI]
1069314/7 <522+249> Raden Mas Sumarman [Hb.6.18.15] (Kanjeng Pangeran Haryo Tirtodiningrat) [Hamengku Buwono VI] 1070315/7 <522+249> Raden Mas Sumantri [Hb.6.18.16] [Hamengku Buwono VI]
1071316/7 <522+252> Raden Mas Sutoatmojo [Hb.6.18.14] [Hamengku Buwono VI]
1072317/7 <522+249> Raden Ajeng Atas Tijah [Hb.6.18.17] [Hamengku Buwono VI]
1073318/7 <522+251> Raden Mas Sudiyono [Hb.6.18.19] [Hamengku Buwono VI]
1074319/7 <522+250> Raden Mas Suharjo [Hb.6.18.20] [Hamengku Buwono VI]
1075320/7 <522+251> Raden Mas Suhardi [Hb.6.18.21] [Hamengku Buwono VI]
1076321/7 <522+251> Raden Mas Sujoko [Hb.6.18.22] [Hamengku Buwono VI]
1077322/7 <522+247> Raden Mas Sumarjo [Hb.6.18.23] [Hamengku Buwono VI]
1078323/7 <522+243> Raden Mas Sumaryono [Hb.6.18.24] [Hamengku Buwono VI]
1079324/7 <522+246> Raden Ajeng Marinah [Hb.6.18.28] [Hamengku Buwono VI]
1080325/7 <522+243> Raden Mas Suprapto [Hb.6.18.25] [Hamengku Buwono VI]
1081326/7 <522+257> Raden Mas Kasan (Twins/Kembar) [Hb.6.18.33] [Hamengku Buwono VI]
1082327/7 <522+246> Raden Ajeng Suwarti [Hb.6.18.29] [Hamengku Buwono VI]
1083328/7 <522+257> Raden Mas Kusen (Twins/Kembar) [Hb.6.18.34] [Hamengku Buwono VI]
1084329/7 <522+256> Raden Ajeng Suparjiah [Hb.6.18.35] [Hamengku Buwono VI]
1085330/7 <522+246> Raden Mas Sudiro [Hb.6.18.31] [Hamengku Buwono VI]
1086331/7 <522+257> Raden Mas Jonobiraji [Hb.6.18.32] [Hamengku Buwono VI]
1087332/7 <522+249> Raden Ajeng Atas Pinah [Hb.6.18.44] [Hamengku Buwono VI]
1088333/7 <522+248> Raden Ajeng Atas Jinah [Hb.6.18.45] [Hamengku Buwono VI]
1089334/7 <522+243> Raden Ajeng Atas Warin [Hb.6.18.4] [Hamengku Buwono VI]
1091335/7 <709> Raden Ajeng Erawati [Hb.7.54.5.5] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1092336/7 <709> Raden Mas Dewandono [Hb.7.54.5.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1093337/7 <709> Raden Mas Chaerul Andovianto [Hb.7.54.5.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1094338/7 <709> Raden Ajeng Budi Rusdwitanti [Hb.7.54.5.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1095339/7 <709> Raden Mas Ary Murwanto [Hb.7.54.5.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1096340/7 <708+2020!> Raden Ajeng Sri Widuri Saryuniyati Pulungasri [Hb.7.54.4.1] [Hamengku Buwono VII]
1097341/7 <708+2020!> Raden Ajeng Krisna Widuri Saryuniyatni D. [Hb.7.54.4.2] [Hamengku Buwono VII]
1098342/7 <707> Raden Ajeng Siti Noowijayanti [Hb.7.54.3.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1099343/7 <706> Raden Mas Muskadaraji [Hb.7.54.2.1] [Hamengku Buwono VII]
1100344/7 <706> Raden Mas Bambang Trisulo [Hb.7.54.2.2] [Hamengku Buwono VII]
1101345/7 <706> Raden Ajeng Moorstiasasih [Hb.7.54.2.3] [Hamengku Buwono VII]
1102346/7 <705+282> Raden Mas Rohadi Sampurno [Hb.7.54.1.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1103347/7 <705+282> Raden Ajeng Siti Rochyati Kusmardirun [Hb.7.54.1.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1104348/7 <705+282> Raden Ajeng Siti Rochyati Ismardiyatun [Hb.7.54.1.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1105349/7 <705+282> Raden Mas Rochyadi Isrusamsi [Hb.7.54.1.6] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1106350/7 <705+282> Raden Mas Rochadi Samtoro Kusumo [Hb.7.54.1.5] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1107351/7 <705+282> Raden Ajeng Siti Rochyati Musamtirun [Hb.7.54.1.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1108352/7 <529> Bendoro Raden Mas Sayid Suryengalogo [Suryengalogo]
1110353/7 <529> Bendoro Raden Mas Soelaiman Suryengalogo [Suryengalogo]
1111354/7 <500+183> Gusti Kanjeng Ratu Hangger [Hb.7.16] [Hamengku Buwono VII]
1112355/7 <710> Raden Sayu Sukemi [Pa.4.1.4] [Paku Alam IV]
1113356/7 <710> Raden Ayu Widayatinah [Pa.4.1.3] [Paku Alam IV]
1114357/7 <710> Raden Ajeng Jumanten [Pa.4.1.1] ? (Raden Ayu Cokrokusumo) [Paku Alam IV]
1115358/7 <710> Raden Mas Rio Pujowinoto [Pa.4.1.2] [Paku Alam IV]
1116359/7 <582+272> Kanjeng Raden Tumenggung Condrodiningrat [Hb.7.27.1] (Raden Mas Ongkowijoyo) [Hamengku Buwono VII] 1117360/7 <521+265> Raden Ayu Yudodiningrat [Hb.6.23.1] [Hamengku Buwono VI]
1118361/7 <521+265> Raden Ayu Salsiah Padmosudirjo [Hb.6.23.2] [Hamengku Buwono VI] 1119362/7 <521+265> Raden Ayu Kusdinah Danuseputro [Hb.6.23.4] [Hamengku Buwono VI]
1120363/7 <521> Raden Wedono Puspodirjo [Hb.6.23.3] (Kanjeng Raden Tumenggung Padmodiningrat) [Hamengku Buwono VI]
1121364/7 <500> Bendoro Raden Ayu Mangunkusumo [Hb.7.71] [Hamengku Buwono VII] 1122365/7 <500+186> Bendoro Raden Ajeng Kusjinah [Hb.7.2] / Raden Ayu Kanjeng Gusti [Hamengku Buwono VII] 1123366/7 <500+186> Bendoro Raden Ayu Gusti Timur [Hb.7.3] (Gusti Raden Ayu Pembayun) [Hamengku Buwono VII]
1124367/7 <500+186> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Hadikusumo I [Hb.7.5] [Hamengku Buwono VII]
1125368/7 <500+187> Bendoro Raden Ajeng Partilah [Hb.7.6] [Hamengku Buwono VII]
1126369/7 <500+187> Gusti Bendoro Raden Ayu Mangkuyudo [Hb.7.9] [Hamengku Buwono VII]
1127370/7 <500+187> Gusti Bendoro Raden Ayu Sosronegoro [Hb.7.11] [Hamengku Buwono VII] 1128371/7 <500+192> Bendoro Raden Ajeng Murlintangpajar [Hb.7.50] [Hamengku Buwono VII]
1129372/7 <500+191> Gusti Bendoro Raden Ayu Brongtodiningrat I [Hb.7.47] [Hamengku Buwono VII] 1130373/7 <500+193> Gusti Bendoro Raden Ayu Joyodipuro [Hb.7.46] [Hamengku Buwono VII] 1131374/7 <500+192> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Suryobrongto [Hb.7.45] [Hamengku Buwono VII]
1132375/7 <500+183> Gusti Kanjeng Ratu Bendoro II [Hb.7.43] [Hamengku Buwono VII]
1133376/7 <500+191> Bendoro Raden Ayu Nitiprojo [Hb.7.42] (Gusti Bendoro Raden Ayu Prawirodiningrat) [Hamengku Buwono VII]
1134377/7 <500+183> Gusti Kanjeng Ratu Hanom [Hb.7.40] [Hamengku Buwono VII] 1135378/7 <500+184> Bendoro Raden Ayu Condroprojo [Hb.7.39] (Gusti Bendoro Raden Ayu Wiryokusumo) [Hamengku Buwono VII] 1136379/7 <500+198> Bendoro Radem Mas Samsuyobali [Hb.7.77] [Hamengku Buwono VII]
1137380/7 <500+855!> Bendoro Raden Mas Sumaulngirki [Hb.7.73] [Hamengku Buwono VII]
1138381/7 <500+192> Bendoro Raden Mas Pujiarjo [Hb.7.57] [Hamengku Buwono VII]
1139382/7 <500+200> Bendoro Raden Mas Prawoto [Hb.7.63] [Hamengku Buwono VII]
1140383/7 <500+201> Bendoro Raden Ajeng Murharidah [Hb.7.67] [Hamengku Buwono VII]
1141384/7 <500+855!> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Joyokusumo II [Hb.7.59] [Hamengku Buwono VII]
الزواج: <376> Raden Ajeng Suryadiya [?] , Yogyakarta
1142385/7 <500+190> Bendoro Raden Mas Timur [Hb.7.25] [Hamengku Buwono VII]
1143386/7 <500+196> Bendoro Raden Ajeng Murtinah [Hb.7.26] [Hamengku Buwono VII]
1144387/7 <500+183> Gusti Raden Ajeng Murhadiyah [Hb.7.28] [Hamengku Buwono VII]
1145388/7 <500+183> Gusti Raden Mas Sukirno [Hb.7.29] [Hamengku Buwono VII]
1146389/7 <500+185> Gusti Bendoro Raden Ayu Condronegoro [Hb.7.37] [Hamengku Buwono VII]
1147390/7 <500+190> Gusti Kanjeng Ratu Ayu [Hb.7.36] [Hamengku Buwono VII]
1148391/7 <500+190> Gusti Kanjeng Ratu Hangger II [Hb.7.33] [Hamengku Buwono VII]
الزواج: <378> Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Kusumoyudo [Pb.10.5] (Bendoro Raden Mas Abimanyu) [Pakubuwono X] م 17 يناير 1884 و 16 يناير 1956, <379> R. A. Setiopoespito [Setiopoespito] م 1894? و 16 مايو 1985
1149392/7 <500+195> Gusti Bendoro Raden Ayu Suronegoro [Hb.7.32] [Hamengku Buwono VII]
1150393/7 <500+184> Gusti Bendoro Raden Ayu Yudonegoro II [Hb.7.19] (Bendoro Raden Ayu Cokdrodiningrat) [Hamengku Buwono VII]
1151394/7 <500+194> Gusti Bendoro Raden Ayu Danuhadiningrat II [Hb.7.15] [Hamengku Buwono VII]
1152395/7 <500+183> Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton [Hb.7.12] (Gusti Kanjeng Ratu Maduretno) [Hamengku Buwono VII]
1153396/7 <500+201> Gusti Bendoro Raden Ayu Suryonegoro [Hb.7.76] [Hamengku Buwono VII] 1154397/7 <524> Kanjeng Raden Tumenggung Suryonegoro [Hb.6.22.2] [Hamengku Buwono VI] 1155398/7 <500> Gusti Bendoro Raden Ayu Brongtodiningrat II [Hb.7.74] [Hamengku Buwono VII]
1156399/7 <500+201> Gusti Bendoro Raden Ayu Suryowinoto [Hb.7.56] [Hamengku Buwono VII]
1157400/7 <500+855!> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Hadiwinoto [Hb.7.64] [Hamengku Buwono VII]
الزواج: <383> Raden Ajeng Atastila [?] , Yogyakarta
1158401/7 <500+855!> Gusti Bendoro Raden Ayu Mangunnegoro [Hb.7.52] [Hamengku Buwono VII]
1159402/7 <500> Gusti Bendoro Raden Ayu Purwonegoro [Hb.7.53] [Hamengku Buwono VII]
1160403/7 <500+191> Gusti Bendoro Raden Ayu Padmodiningrat [Hb.7.62] [Hamengku Buwono VIII]
1161404/7 <500+197> Gusti Bendoro Raden Ayu Purbodirjo [Hb.7.66] [Hamengku Buwono VII]
1162405/7 <500+200> Gusti Bendoro Raden Ayu Pringgodiningrat [Hb.7.60] [Hamengku Buwono VII]
1163406/7 <604+1150!> Raden Ajeng Suharti [Hb.7.19.1] (Bendoro Raden Ayu Suryohamijoyo) [Danurejo VII] 1164407/7 <525+518!> Raden Ayu Hadinegoro [Gp.Hb.7.13.1] [Hb.6.13.7] [Hamengku Buwono VI] 1165408/7 <581+229> Raden Ajeng Siti Suharjinah [Hb.7.17.1] (Raden Ayu Pringgowiyono) [Hamengku Buwono VII]
1166409/7 <581+229> Raden Ajeng Siti Hardiyah [Hb.7.17.2] (Raden Ayu Kasto) [Hamengku Buwono VII]
1167410/7 <581+229> Raden Mas Sudarmadi [Hb.7.17.4] (Raden Lurah Atmokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1168411/7 <581+230> Raden Mas Sumradono [Hb.7.17.6] [Hamengku Buwono VII]
1169412/7 <581+230> Raden Ajeng Siti Martiyah [Hb.7.17.7] [Hamengku Buwono VII]
1170413/7 <581+232> Raden Ajeng Siti Suminarjinah [Hb.7.17.12] [Hamengku Buwono VII]
1171414/7 <581+230> Raden Mas Wisnubroto [Hb.7.17.17] [Hamengku Buwono VII]
1172415/7 <581+233> Raden Mas Muryatmi [Hb.7.17.19] [Hamengku Buwono VII]
1173416/7 <581+229> Raden Mas Nayadi [Hb.7.17.20] [Hamengku Buwono VII]
1174417/7 <581> Raden Mas Wiyitmo [Hb.7.17.22] [Hamengku Buwono VII]
1175418/7 <581+233> Raden Mas Subardi [Hb.7.17.23] (Raden Wedono Atmocondroutomo) [Hamengku Buwono VII]
1176419/7 <581+230> Raden Mas Suyadi [Hb.7.17.26] [Hamengku Buwono VII]
1177420/7 <581+229> Raden Mas Sutiyardi [Hb.7.17.27] (Raden Bagus Atmosuryodiprojo) [Hamengku Buwono VII]
1178421/7 <581+230> Raden Ajeng Siti Partinah [Hb.7.17.29] (Raden Ayu Gondokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1179422/7 <581+235> Raden Mas Sumardi [Hb.7.17.36] (Kanjeng Raden Tumenggung Hastonokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1180423/7 <581+228> Raden Ajeng Siti Kadaretno [Hb.7.17.37] [Hamengku Buwono VII]
1181424/7 <581+236> Raden Ajeng Siti Isjarun [Hb.7.17.39] (Raden Ayu Notodiningrat) [Hamengku Buwono VII]
1182425/7 <581+228> Raden Ajeng Sri Kusumo [Hb.7.17.40] (Raden Ayu D. Susanto) [Hamengku Buwono VII]
1183426/7 <581> Raden Mas Alex Matram [Hb.7.17.41] (Raden Mas Sukoharjo) [Hamengku Buwono VII]
1184427/7 <581> Raden Ayu Constantia Sumekar [Hb.7.17.42] [Hamengku Buwono VII]
1185428/7 <581+228> Raden Ajeng Takiyatun [Hb.7.17.38] (Raden Ayu Warsonokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1186429/7 <581+228> Raden Ajeng Puntorini [Hb.7.17.34] (Raden Ayu Sosrokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1187430/7 <581+233> Raden Ajeng Siti Samtiyah [Hb.7.17.32] (Raden Ayu Jayengkusumo) [Hamengku Buwono VII]
1188431/7 <581+229> Raden Mas Daryadi [Hb.7.17.31] (Raden Bekel Atmocondrowardoyo) [Hamengku Buwono VII]
1189432/7 <581+232> Raden Ajeng Siti Kusumaningdyah [Hb.7.17.15] (Raden Ayu Cokrodipuro) [Hamengku Buwono VII]
1190433/7 <581+230> Raden Mas Gunardi [Hb.7.17.16] (Raden Lurah Projokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1191434/7 <581+230> Raden Mas Kusnadi [Hb.7.17.21] (Raden Wedono Pringgosastrokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1192435/7 <581+234> Raden Mas Jayadi [Hb.7.17.24] (Raden Mas Mangkuseputro) [Hamengku Buwono VII]
1193436/7 <581+234> Raden Mas Rusyadi [Hb.7.17.14] (Kanjeng Raden Tumenggung Kusumodilogo) [Hamengku Buwono VII] 1194437/7 <581+931!> Raden Mas Gendroyono [Hb.7.17.13] (Raden Lurah Atmocondroatmojo) [Hamengku Buwono VII]
1195438/7 <581+230> Raden Ajeng Siti Samsinah [Hb.7.17.11] (Raden Ayu Sumaryokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1196439/7 <581+231> Raden Ajeng Siti Samsiyah [Hb.7.17.10] (Raden Ayu Hendrobujono) [Hamengku Buwono VII] 1197440/7 <581+230> Raden Ajeng Siti Mukadar [Hb.7.17.9] (Raden Ayu Puspohasmoro) [Hamengku Buwono VII]
1198441/7 <581+231> Raden Ajeng Siti Samsirin [Hb.7.17.8] (Raden Ayu Suryosudirjo) [Hamengku Buwono VII] 1199442/7 <581+231> Raden Mas Sudayadi [Hb.7.17.5] (Kanjeng Pangeran Haryo Widyokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1200443/7 <581+230> Raden Ajeng Siti Joharin [Hb.7.17.3] (Raden Ayu Puspodiprojo) [Hamengku Buwono VII] 1201444/7 <581+230> Raden Mas Sunardi [Hb.7.17.18] (Raden Lurah Atmocondrowinoto) [Hamengku Buwono VII]
1202445/7 <582+272> Raden Ayu Sri Rahmani [Hb.7.27.4] (Raden Ayu Prawirodiningrat) [Hamengku Buwono VII] 1203446/7 <582+272> Raden Ayu Sarikirnen [Hb.7.27.2] (Raden Ayu Roestamdji Sorot) [Hamengku Buwono VII] 1204447/7 <582+273> Raden Ayu Widaninggar [Hb.7.27.3] (Raden Ayu Soedomo) [Hamengku Buwono VII] 1205448/7 <582+273> Raden Ayu Sri Sutengsu [Hb.7.27.5] (Raden Ayu Notohadiprawiro) [Hamengku Buwono VII] 1206449/7 <582+274> Raden Mas Hino Rimawan [Hb.7.27.6] (Raden Rio Kusumobroto) [Hamengku Buwono VII] 1207450/7 <582+272> Raden Mas Hari Murti [Hb.7.27.7] (Raden Rio Tejonegoro) [Hamengku Buwono VII]
1208451/7 <582+275> Raden Ayu Mardusari [Hb.7.27.8] (Raden Ayu Puruboyo) [Hamengku Buwono VII]
1209452/7 <582+276> Raden Mas Nimpuno [Hb.7.27.9] (Raden Wedono Wilopokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1210453/7 <582+272> Raden Ayu Sudyapti [Hb.7.27.10] [Hamengku Buwono VII]
1211454/7 <582+275> Raden Mas Sadono [Hb.7.27.11] [Hamengku Buwono VII]
1212455/7 <582+276> Raden Mas Sukesti [Hb.7.27.13] (Kanjeng Raden Tumenggung Tejohadiningrat) [Hamengku Buwono VII] 1213456/7 <582+277> Raden Mas Puntadewa [Hb.7.27.14] [Hamengku Buwono VII] 1214457/7 <719> Raden Mas Hernowo Hadiwongso [Hb.7.31.2.6] [Hamengku Buwono VII]
1215458/7 <719> Raden Mas Nadpodo [Hb.7.31.2.5] [Hamengku Buwono VII]
1216459/7 <719> Raden Mas Handogo [Hb.7.31.2.4] [Hamengku Buwono VII]
1217460/7 <719> Raden Mas Narantaka [Hb.7.31.2.3] [Hamengku Buwono VII]
1218461/7 <719> Raden Mas Kartolo [Hb.7.31.2.2] [Hamengku Buwono VII]
1219462/7 <719> Raden Mas Hinukartopati [Hb.7.31.2.1] [Hamengku Buwono VII]
1220463/7 <720+284> Raden Mas Y. Widoyoko [Hb.7.31.4.7] [Hamengku Buwono VII]
1221464/7 <720+284> Raden Mas Pujadi [Hb.7.31.4.6] [Hamengku Buwono VII]
1222465/7 <720+284> Raden Mas Samihaji [Hb.7.31.4.5] [Hamengku Buwono VII]
1223466/7 <720+284> Raden Mas Ign. Buntolo [Hb.7.31.4.4] [Hamengku Buwono VII]
1224467/7 <720+284> Raden Mas Suryoatmojo [Hb.7.31.4.3] [Hamengku Buwono VII]
1225468/7 <720+284> Raden Ajeng Surdiyati [Hb.7.31.4.2] (Raden Ayu Pujianto) [Hamengku Buwono VII] 1226469/7 <720+284> Raden Ajeng Suryati [Hb.7.31.4.1] (Raden Ayu Sutarjo) [Hamengku Buwono VII]
1227470/7 <721+285> Raden Mas Susilarjo Priyonirmolo [Hb.7.31.6.2] [Hamengku Buwono VII]
1228471/7 <721+285> Raden Mas Ranowo Marbudhingrat Rasbudi [Hb.7.31.6.3] [Hamengku Buwono VII]
1229472/7 <721+285> Raden Ajeng Yun Sri Purwanesti N. [Hb.7.31.6.1] [Hamengku Buwono VII]
1230473/7 <721+285> Raden Mas Istijab Prawendro Purwantoro [Hb.7.31.6.4] [Hamengku Buwono VII]
1231474/7 <721+285> Raden Ajeng Tyasning Ekartaji [Hb.7.31.6.9] [Hamengku Buwono VII]
1232475/7 <721+285> Raden Mas Sumirat Wisnu Pambudi [Hb.7.31.6.8] [Hamengku Buwono VII]
1233476/7 <721+285> Raden Ajeng Saroyini Wuryan Rahayu [Hb.7.31.6.7] [Hamengku Buwono VII]
1234477/7 <721+285> Raden Mas Ilham Reza Khan Pandugo [Hb.7.31.6.6] [Hamengku Buwono VII]
1235478/7 <721+285> Raden Ajeng Farida Sumiratun Qodri [Hb.7.31.6.5] [Hamengku Buwono VII]
1236479/7 <721+285> Raden Mas Susilo Heryanto Aji [Hb.7.31.6.14] [Hamengku Buwono VII]
1237480/7 <721+285> Raden Mas Firman Buntolo Aji [Hb.7.31.6.13] [Hamengku Buwono VII]
1238481/7 <721+285> Raden Mas Sedyo Aji [Hb.7.31.6.12] [Hamengku Buwono VII]
1239482/7 <721+285> Raden Ajeng Murjali Siti Antari Mintowati [Hb.7.31.6.11] [Hamengku Buwono VII]
1240483/7 <721+285> Raden Mas Sidik Pulunggonowati [Hb.7.31.6.10] [Hamengku Buwono VII]
1241484/7 <723> Muhammad Ilyas [Hamengku Buwono III]
1244485/7 <574> 1. Raden Mas Idris [Hamengku Buwono III]
1245486/7 <574> 2. Raden Mas Machmud [Hamengku Buwono III]
1246487/7 <574> 3. Raden Mas Abdul Gani [Hamengku Buwono III]
1247488/7 <574> 4. Raden Ayu Djuna (Ambon) [Hamengku Buwono III]
1248489/7 <576> 1. RM. Djafar [Hamengku Buwono]
1249490/7 <728> Raden Sunkiyah Kasan Ropingi [?]
1250491/7 <729> Raden Mas Soetardi Soerjohoedojo [Paku Alam III]
Jabatan terakhir:
  1. Kepala SMAN A1, Yogyakarta
  1. Kepala Sekolah Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama, Yogyakarta
1251492/7 <747+239> Raden Mas Benedictus Soetarjono [Darmosapoetro]
1252493/7 <747+239> R. A. Henriette Arbiati [Darmosapoetro]
1253494/7 <747+239> R. A. Georgia Srikanali [Darmosapoetro]
1254495/7 <747+239> Raden Mas Franciscus Xaverius Prahasto [Darmosapoetro]
1255496/7 <747+239> Raden Ajeng Melani [Darmosapoetro]
Meninggal saat bayi
1256497/7 <747+239> Raden Mas Augustinus Soejanadi [Darmosapoetro]
1257498/7 <747+239> Raden Mas Constantinus Satrijo [Darmosapoetro]
1258499/7 <747+239> R. A. Mardoesari [Darmosapoetro]
1259500/7 <747+239> Raden Mas Aloysius Prijohoetomo [Darmosapoetro]
1260501/7 <747+239> R. A. Catharina Soeharti [Darmosapoetro]
1261502/7 <747+239> Raden Mas Ignatius Soesanto [Darmosapoetro]
1262503/7 <747+239> Raden Mas Petrus Canisius Pulunggono [Darmosapoetro]
1263504/7 <747+239> R. A. Margareta Widihastoeti [Darmosapoetro]
1264505/7 <499+738!> Ratih Tarbijah [Paku Alam III]
1267506/7 <499+738!> Asti Wandansari [Paku Alam III]
1268507/7 <499+738!> Soebroto Aria Mataram [Paku Alam III]
1277508/7 <752> Ψ Raden Ayu Wachada [Hamengku Buwono]
1278509/7 <753+241> Bendoro Raden Mas Munier Tjakraningrat (K. P. H. Pakuningrat) [Cakraadiningrat II] 1280510/7 <639> Raden Mas Somodimejo [Jayaningrat]
1281511/7 <756> Raden Waloejo [Hamengku Buwono II]
1282512/7 <757> Raden Mohammad Sahri [Hamengku Buwono II]
1283513/7 <509> R. A. Drijopoero [Hamengku Buwono VI] 1284514/7 <753+241> B. R. A. Koes Siti Marlia [Tjakraningrat]
1285515/7 <753+241> B. R. A. Koes Sistijah Siti Mariana [Tjakraningrat]
1286516/7 <753+?> Bendoro Raden Mas Muhammad Malikul Adil Tjakraningrat [Cakraadiningrat II]
1287517/7 <758> Raden Sastroatmojo [Sastroatmojo]
1291518/7 <501+237> B. R. A. Koespinah [Paku Alam VII] 1292519/7 <726+242> Raden Mas Sularso Basarah Soerjosoejarso [Mangkunegara V]
1293520/7 <726+242> R. A. Parimita Wiarti Soerjosoejarso [Mangkunegara V]
1294521/7 <726+242> Raden Mas Adji Pamoso Soerjosoejarso [Mangkunegara V]
1295522/7 <726+242> R. A. Heruma Wiarti Soerjosoejarso [Mangkunegara V]
1296523/7 <726+242> R. A. Rasika Wiarti Soerjosoejarso [Mangkunegara V]
1297524/7 <726+242> R. A. Wimaja Wiarti Soerjosoejarso [Mangkunegara V]
1299525/7 <762> Raden Mas Prodjowardojo [Surodiningrat]
1300526/7 <762> Raden Mas Umarjo [Surodiningrat]
1301527/7 <501+237> B. R. A. Soelastri (B. R. A. Soegirwo) [Paku Alam VII]
1302528/7 <501+237> B. R. A. Koesbandinah (B. R. A. Soetardjo Kartoningprang) [Paku Alam VII]
1303529/7 <501+237> B. R. A. Koesdarinah (B. R. A. Harjono Djoeroemartani) [Paku Alam VII]
1304530/7 <501+237> B. R. A. Koesbinah (B. R. A. Soegoto Kartonegoro) [Paku Alam VII]
1305531/7 <770+771!> Raden Sigit Suwondo [Soewondo]
1306532/7 <770+771!> Raden Arbiyati Suwarsono [Suwarsono]
1307533/7 <539> R. Ali Musthofa [?]
1308534/7 <539> RA. Nyai San Munawar [?]
1309535/7 <539> RA. Nyai Musthofa [?]
1310536/7 <539> R. Ali Muntaha [?]
1311537/7 <539> RA. Nyai Mad Murja [?]
1312538/7 <539> RA. Nyai Nawawi [?]
1313539/7 <539> R. Mustahal [?]
1314540/7 <774+773!> Raden Ayu Djoyosedarso [Raden Penewu Tirtodilogo]
1315541/7 <774+773!> Raden Mas Prawiro Kardeni [Raden Penewu Tirtodilogo]
1316542/7 <774+773!> Raden Ayu Nitidimedjo [Raden Penewu Tirtodilogo]
1317543/7 <774+773!> Raden Ayu Prawirokartohardjo [Raden Penewu Tirtodilogo]
1318544/7 <773+774!> Raden Ayu Brodjodilogo [Raden Penewu Tirtodilogo]
1319545/7 <773+774!> Raden Mas Sosrowidagdo [Raden Penewu Tirtodilogo]
1320546/7 <773+774!> Raden Mas Mangunpawiro [Raden Penewu Tirtodilogo]
dimakamkan di Tamansari
1321547/7 <773+774!> Raden Mas Pringgowidigdo [Raden Penewu Tirtodilogo]

8

13251/8 <779+?> R.Samhudi [HB II: R. Samhudi]
الميلاد: Yogyakarta
الزواج: <405> Rina Anggraina [?]
الزواج: <406> Alm. Siti Aminah [?]
الوفاة: Tegal (Central Java)
13522/8 <789> Tatik [Hamengku Buwono]
الميلاد: Yogyakarta
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
13563/8 <790+326> Raden Mas Bobby Alexander Menot [Hb.6.17.5.2] (Bob) [Hamengku Buwono VI / Menot]
الميلاد: Ranomuut, Manado
الزواج: <407> Etty Hansen [?]
الوفاة: Brisbane, Australia
13594/8 <790+326> Raden Ayu Francina Louise Menot [Hb.6.17.5.5] (Wisa) [Hamengku Buwono VI / Menot]
الميلاد: Ranomuut, Manado
الزواج:
الزواج: <408> Eduard Kapel [Kapel]
الوفاة: Netherlands
13605/8 <790+326> Raden Ayu Mary Charlotte Menot [Hb.6.17.5.4] (Zus) [Hamengku Buwono VI / Menot]
الميلاد: Manado, Ronumuut
الزواج: <409> Olaf Nielsen [Nielsen]
الوفاة: Denmark
13816/8 <813+?> 5. RM. Yacub [Hamengku Buwono]
الميلاد: Loji
13917/8 <811> 3. RM. H. Ardimenggolo [Hamengku Buwono]
اللقب المميّز: Camat Tjiawi
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Sebagai Tjamat Tjiawi, pada saat kerusuhan Ciomas lihat : "Land Tjiomas", hal 61
14988/8 <892+893!> 1. RNgt. Siti S. [Ba'abud]
الميلاد: 11 bersaudara
15179/8 <904> MAS Ajeng Cakrawedana / Krat Tjokrowedono [?]
الميلاد: sepuh BUPATI BANYUMAS II/ BUPATI CILACAP I
244410/8 <865> 2. Raden Mas Ismail [Hamengku Buwono III]
الدفن: Bergota, Semarang
 RMH. Moch Rana Manggala
RMH. Moch Rana Manggala
137511/8 <810+288> 1. RM. H. Moch. Rana Menggala (Cucu RM. Ngabehi Dipomenggolo) [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1866c, Empang, Kota Bogor
العمل: 1916 - 1938, PENGHULU TJIAWI - BUITENZORG
الوفاة: 1938
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Silsilah Keturunan RMH. Moch Rana Manggala (Sumber: WA. R. UKE SUKMAWATI KARIM)

|

139312/8 <812+?> 1. Raden Mas H. Ibrahim \ Abdul Rochman Wiradimenggolo \ Raden Mas Wiradinegara [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1868c, Pasirkuda
الوفاة: 1917
137613/8 <810+288> 2. RM. H Abdul Ghani / Rm.h. Sarhun / Lurah Ihun [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1869c, Empang, Kota Bogor
الزواج:
العمل: 1906 ? 1923, LURAH LEBAK PASAR-BUITENZORG
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

orng:

Orang:629893|R.H. YASIN Orang:629895|R.H. ALI Orang:629896|R.H. ABDUL MANAN (Adung) Orang:629897|R.Hj. SUPIAH (Siti) Orang:629898|R.Hj. ENCUNG] Orang:629916|R.MASDIR KARTANINGRAT (Tata) Orang:629917|R.MASDIR KURNAEN (Aeng) Orang:629918|R.MASDIR MOCHAMAD ARIEF Orang:629920|R.MASDIR SUMANTRI (Ati) Orang:629934|R.MASDIR EMAN SULAEMAN

Abdul GHANI-2 : 1179717
138214/8 <810+288> 3. RM. H. Muhammad Hasyir [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1872c, Empang-Bogor
138315/8 <810+288> 4. RM. H. Harisun [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1875c, Empang-Bogor
139416/8 <812+?> 2. Nyi RAy. Asmaya (Maya) [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1879c, Pasirkuda
145917/8 <825+329> Raden Ajeng Kartini ? (Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat) [Sosroningrat]
الميلاد: 21 ابريل 1879, Jepara
الزواج: <410> Kanjeng Raden Mas Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat [Rembang]
عدّ الزواج: 12 نوفمبر 1903
الوفاة: 17 سبتمبر 1904, Rembang Regency
139518/8 <812+?> 3. Nyi RAy. Enting Aisyah [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1880c, Pasirkuda
248219/8 <810+?> 5. RAy. Titi Wasiah [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1880, Gg. Wahir-Empang
139620/8 <812+?> 4. Nyi RAy. Siti Patimah / NR. Empok Patimah [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1881c, Pasirkuda
139721/8 <812+?> 5. Nyi RAy. Antamirah [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1882c, Pasirkuda
LAMBANG           KABUPATEN  BOGOR
LAMBANG KABUPATEN BOGOR
139822/8 <812+?> 6. RA. M. Suradhiningrat (Tjandraningrat) [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1882c, Pasirkuda
العمل: 6 مايو 1916 - 29 أغسطس 1925, Zelfstandig Patih Buitenzorg
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

RA. M. Suradhiningrat (Tjandraningrat) adalah putra RTA Suradimanggala (Bupati Bogor Tahun 1876-1884). Beliau juga Generasi ke 4 dari Pangeran Diponegoro melalui Ibunya RAy Gondomirah binti RM. Haryo Dipomenggolo bin RM. Djonet Dipomenggolo bin Pangeran Diponegoro.

Afdeeling Buitenzorg

Assistent-resident: K. Kool (4 Nov. 1924)
Commies, tevens buitengewoon ambtenaaar van den burgerlijken stand: J. Loen (11 Maart 1919), eerste; P.O. Panhuyzen (24 Aug. 1923), eerste; H.C. Barkmeijer (29 April 1922), eerste
Ondercommissaris van politie: C.J. Martens
Politieopzieners der 1e klasse: J. Trilk; G.J. Peeters (Tjibaroesa)
Patih: Raden Aria Mohamad Soeradhiningrat (6 Mei 1916)
Wedana van het district:
Buitenzorg: Raden Koesoemadinata (6 Juni 1924)
Tjiawi: Mas Joedo Atmodjo (26 Aug. 1921)
Paroeng: Mas Aliredja (29 Jan. 1923)
Leuwiliang: Raden Adikoesoemah (23 Juni 1921)
Djasinga: Mas Martodimedjo (1 Nov. 1920)
Tjibinong: Mas Soeminta Atmadja (8 Oct. 1923)
Tjibaroesa: Raden Soeriakoesoemo (1 Maart 1921)
Kapitein der Chineezen: Tan Hong Yoe (13 Aug. 1919)
Luitenant der Chineezen: Tan Hong Tay (8 April 1913) (v.)
Luitenant der Arabieren: Sech Achmad bin Said Badjenet (13 Oct. 1921)
248323/8 <810+?> 6. RM. Ahmad (Natsir) [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1882
139924/8 <812+?> 7. RM. Yahya Gondoningrat [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1883c, Pasirkuda
DIPUTUS SEMENTARA : RATNA KENCANA 635110
140025/8 <812+?> 8. RM. Indris Tirtodiredjo [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1884c, Pasirkuda
140126/8 <812+?> 9. Nyi RAy. Rajamirah \ RAy Mirah [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1885c
الوفاة: Pasirkuda
178127/8 <878+290> Raden Ajeng Sukilah [Hb.6.10.1] (Raden Ajeng Sukiyi) [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 1890?
الوفاة: 1895?
145128/8 <825> Pangeran Adipati Ario Sosro Boesono / Pangeran Adipati Ario Sosrobusono [Sosroningrat]
العمل: 1905 - 1943, Ngawi, Bupati Ngawi
Bupati Ngawi
146829/8 <798> Bendoro Raden Ayu Pintokopurnomo [Ga.Hb.9.1] [Hb.6.11.18.1] (Kanjeng Ratu Ayu Pintokopurnomo) [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 22 نوفمبر 1910
الزواج: <1324!> Kanjeng Sultan Hamengku Buwono IX [Hb.8.16] (Gusti Raden Mas Dorodjatun) [Hamengku Buwono IX] م 12 ابريل 1912 و 1 October 1988, Yogyakarta
142330/8 <777+301> w Bendoro Raden Mas Tinggartala/Tingharto [Hb.8.14] (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Prabuningrat) [Hamengku Buwono VIII]
الميلاد: 8 يونيو 1911, Yogyakarta
العمل: Universitas Islam Indonesia, Rektor
الوفاة: 31 أغسطس 1982, Yogyakarta
132431/8 <777+803!> Kanjeng Sultan Hamengku Buwono IX [Hb.8.16] (Gusti Raden Mas Dorodjatun) [Hamengku Buwono IX]
الميلاد: 12 ابريل 1912, Ngasem (Kediri), Indonesia
الزواج: <411> Kanjeng Ratu Ayu Ciptomurti [Ga.Hb.9.4] [Hamengku Buwono VII] و 30 مارس 1980
اللقب المميّز: 1915, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putera Narendra ing Mataram
الزواج: <1468!> Bendoro Raden Ayu Pintokopurnomo [Ga.Hb.9.1] [Hb.6.11.18.1] (Kanjeng Ratu Ayu Pintokopurnomo) [Hamengku Buwono VI] م 22 نوفمبر 1910, Yogyakarta
اللقب المميّز: 18 مارس 1940 - 1 October 1988, Yogyakarta, Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga ing Ngayogyakarta Hadiningrat
الزواج: <412> Bendoro Raden Ayu Widyaningrum [Ga.Hb.9.2] ? (Kanjeng Ratu Ayu Widyaningrum / Raden Ayu Siti Kustina, Purwowinoto) [?] م 1928
العمل: 17 أغسطس 1945 - 1 October 1988, Yogyakarta, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
الزواج: <413> Kanjeng Ratu Ayu Hastungkoro [Ga.Hb.9.3] [Hb.7.13.18.2] (Bendoro Raden Ajeng Kusyadinah) [Hamengku Buwono VII] , Yogyakarta
العمل: 4 أغسطس 1949 - 20 ديسمبر 1949, Jakarta, Menteri Pertahanan Indonesia ke-5
العمل: 6 سبتمبر 1950 - 27 ابريل 1951, Jakarta, Wakil Perdana Menteri Indonesia ke-5
العمل: 3 ابريل 1952 - 30 يوليو 1953, Jakarta, Menteri Pertahanan Indonesia ke-5
العمل: 25 يوليو 1966 - 24 مارس 1973, Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia ke-1
العمل: 24 مارس 1973 - 23 مارس 1978, Jakarta, Wakil Presiden Indonesia ke-2
الزواج: <414> Kanjeng Ratu Ayu Nindyakirono [Ga.Hb.9.5] ? (Nurma Musa) [Widarna] م 3 ديسمبر 1930 و 3 سبتمبر 2015
الوفاة: 1 October 1988, Washington, DC, USA
الدفن: 8 October 1988, Imogiri
اللقب المميّز: 8 يونيو 2003, Jakarta, Mendapatkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia
Sri Sultan Hamengkubuwana IX (Bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengkubuwono IX), lahir di Sompilan Ngasem, Yogyakarta, Indonesia, 12 April 1912 – meninggal di Washington, DC, Amerika Serikat, 2 Oktober 1988 pada umur 76 tahun. Ia adalah salah seorang Sultan yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta (1940-1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama setelah kemerdekaan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Ia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

Biografi Lahir di Yogyakarta dengan nama G.R.M. Dorojatun pada 12 April 1912, Hamengkubuwana IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwana VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Di umur 4 tahun Hamengkubuwana IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Rijkuniversiteit (sekarang Universiteit Leiden), Belanda ("Sultan Henkie").

Hamengkubuwana IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga". Ia merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa".

[1] Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia 28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior Belanda Dr. Lucien Adams mengenai otonomi Yogyakarta. Di masa Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Pakualam adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia. Sultan yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I.

Peran dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 [2] Peranan Sultan Hamengkubuwana IX dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 oleh TNI masih tidak singkron dengan versi Soeharto. Menurut Sultan, beliaulah yang melihat semangat juang rakyat melemah dan menganjurkan serangan umum. Sedangkan menurut Pak Harto, beliau baru bertemu Sultan malah setelah penyerahan kedaulatan. Sultan menggunakan dana pribadinya (dari istana Yogyakarta) untuk membayar gaji pegawai republik yang tidak mendapat gaji semenjak Agresi Militer ke-2.

Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.

Beliau ikut menghadiri perayaan 50 tahun kekuasaan Ratu Wilhelmina di Amsterdam, Belanda pada tahun 1938

Minggu malam 2 Oktober 1988, ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Indonesia.

Sultan Hamengku Buwana IX tercatat sebagai Gubernur terlama yang menjabat di Indonesia antara 1945-1988 dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama antara 1940-1988.

Silsilah

Mata uang Indonesia yang bergambar Hamengkubuwana IXAnak kesembilan dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan istri kelimanya RA Kustilah/KRA Adipati Anum Amangku Negara/Kanjeng Alit. Memiliki lima istri: 1.BRA Pintakapurnama/KRA Pintakapurnama tahun 1940 2.RA Siti Kustina/BRA Windyaningrum/KRA Widyaningrum/RAy Adipati Anum, putri Pangeran Mangkubumi, tahun 1943 3.Raden Gledegan Ranasaputra/KRA Astungkara, putri Raden Lurah Ranasaputra dan Sujira Sutiyati Ymi Salatun, tahun 1948 4.KRA Ciptamurti 5.Norma Musa/KRA Nindakirana, putri Handaru Widarna tahun 1976

Memiliki lima belas putra: 1.BRM Arjuna Darpita/KGPH Mangkubumi/KGPAA Mangkubumi/Sri Sultan Hamengkubuwono X dari KRA Widyaningrum 2.BRM Murtyanta/GBPH Adi Kusuma/KGPH Adi Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Dr. Sri Hardani 3.BRM Ibnu Prastawa/GBPH Adi Winata dari KRA Widyaningrum, menikah dengan Aryuni Utari 4.BRM Kaswara/GBPH Adi Surya dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Andinidevi 5.BRM Arumanta/GBPH Prabu Kusuma dari KRA Astungkara, menikah dengan Kuswarini 6.BRM Sumyandana/GBPH Jaya Kusuma dari KRA Windyaningrum 7.BRM Kuslardiyanta dari KRA Astungkara, menikah dengan Jeng Yeni 8.BRM Anindita/GBPH Paku Ningrat dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Nurita Afridiani 9.BRM Sulaksamana/GBPH Yudha Ningrat dari KRA Astungkara, menikah dengan Raden Roro Endang Hermaningrum 10.BRM Abirama/GBPH Chandra Ningrat dari KRA Astungkara, menikah dengan Hery Iswanti 11.BRM Prasasta/GBPH Chakradiningrat dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Lakhsmi Indra Suharjana 12.BRM Arianta dari KRA Ciptamurti, menikah dengan Farida Indah. 13.BRM Sarsana dari KRA Ciptamurti 14.BRM Harkamaya dari KRA Ciptamurti 15.BRM Svatindra dari KRA Ciptamurti

Memiliki tujuh putri: 1.BRA Gusti Sri Murhanjati/GKR Anum dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan Kolonel Budi Permana/KPH Adibrata yang menjadi Gubernur Sulawesi Selatan 2.BRA Sri Murdiyatun/GBRAy Murda Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan KRT Murda Kusuma 3.BRA Dr Sri Kuswarjanti/GBRAy Dr. Riya Kusuma dari KRA Widyaningrum, menikah dengan KRT Riya Kusuma 4.BRA Dr Sri Muryati/GBRAy Dr. Dharma Kusuma dari KRA Pintakapurnama, menikah dengan KRT Dharma Kusuma 5.BRA Kuslardiyanta dari KRA Ciptomurti 6.BRA Sri Kusandanari dari KRA Astungkara 7.BRA Sri Kusuladewi/BRAy Padma Kusuma dari KRA Astungkara, menikah dengan KRT Padma Kusuma

Pendidikan Taman kanak-kanak atau Frobel School asuhan Juffrouw Willer di Bintaran Kidul Eerste Europese Lagere School (1925) Hogere Burger School (HBS, setingkat SMP dan SMU) di Semarang dan Bandung (1931) Rijkuniversiteit Leiden, jurusan Indologie (ilmu tentang Indonesia) kemudian ekonomi

Jabatan

Sultan Hamengkubuwana IX dalam masa Revolusi Nasional Indonesia sekitar akhir 1940-an.Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945) Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947) Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 - 11 November 1947 dan 11 November 1947 - 28 Januari 1948) Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1949) Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949) Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950) Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 - 27 April 1951) Ketua Dewan Kurator Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1951) Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956) Ketua Sidang ke 4 ECAFE (Economic Commision for Asia and the Far East) dan Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan (1957) Ketua Federasi ASEAN Games (1958) Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959) Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata (1963) Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966) Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966) Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968) Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI (1968) Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association (PATA) di California, Amerika Serikat (1968) Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 - 23 Maret 1978)

Pahlawan Nasional

Hamengkubuwana IX diangkat menjadi pahlawan nasional Indonesia tanggal 8 Juni 2003 oleh presiden Megawati Soekarnoputri
136132/8 <777+300> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Suryobrongto [Hb.8.23] (Bendoro Raden Mas Alposuatlamin) [Hamengku Buwono VIII]
الميلاد: 11 نوفمبر 1914, Yogyakarta
الزواج: <1357!> Raden Ayu Anjaswati / Bendoro Raden Ayu Siti Wahdaniah [Hb.6.17.3.3] [Hamengku Buwono VI / Dutodiprojo]
الوفاة: 13 يناير 1985
G.B.P.H. Suryobrongto. Putra Sri Sultan Hamengku Buwana VIII, lahir tanggal 11 Nopember 1914 dan menamatkan pendidikan AMS jurusan Sastra Timur tahun 1936. Beliau belajar menari sejak kecil dan terus mendalami tari hingga dewasa. Dalam pagelaran-pagelaran wayang wong di Kraton beliau pernah berperan sebagai Pathut Guritno, Bathara Bromo, dan R. Gathotkoco, dalam Beksan Lawung bertindak sebagai lurah.

Secara khusus beliau berguru tari kepada G.P.H Tedjokusumo, K.R.T Condrodiningrat, RM. Dutodiprojo, K.R.T. Padmodiningrat, R.W. Hatmodijoyo dan KPH Brongtodiningrat. Beliau pernah menjabat sebagai sekretaris pribadi Sri Sultan Hamengku Buwana IX, aktif ikut serta mengembangkan tari klasik gaya Yogyakarta. Pada Tahun 1933-1944 menjadi guru tari klasik di Krida Beksa Wirama, menjadi guru tari di Kraton Yogyakarta ( 1944-1945) dan menjadi guru tari di Among Beksa Kraton Yogyakarta dan pernah mengajar Akademi Tari Indonesia Yogyakarta ( 1967-1969).

Suryobrongto secara khusus juga menekuni filsafat Joged Mataram. Karya-karya tulis di bidang tari antara lain : Tari Klasik Gaya Yogyakarta, Kaidah Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Selain memberi ceramah-ceramah mengenai tari klasik, ikut mengembangkan dan membuat ragam tari golek menak. Beliau ikut serta melawat ke luar negeri sebagai Art Director dari tim kesenian Siswo Among Bekso antara lain ke Eropa Barat ( 1971), Hongkong dan Jepang (1973) dan ikut serta menangani perlawatan rutin Siswo Among Bekso berpentas di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Dalam Pergelaran Langen Bekso Gagrag Ngayogyakarta tahun 1981, GBPH Suryobrongto bertindak selaku penasehat tari.
162733/8 <905> R. Soemitro Djojohadikoesoemo [Raden Patah]
الميلاد: 29 مايو 1917, Kebumen
الوفاة: 9 مارس 2001, Jakarta
136434/8 <795+?> Raden Ayu Kustihadi [Hb.6.17.2.3] [Hamengku Buwono VI]
الميلاد: 19 يناير 1919, Yogyakarta
الزواج: <415> Ki Hadisukatno / ? (Ki Sukatno) [?] م 26 مايو 1915 و 12 نوفمبر 1983, Yogyakarta, Bertempat di Ndalem Tejokusuman
الوفاة: 1 October 1974, Yogyakarta, Dimakamkan di Taman Widyabrata, Yogyakarta
179635/8 <1016> Raden Ayu Surtiadiwati Suryomataram [Hb.6.9.14.1] [Hamengku Buwono VI]
146636/8 <790+326> Raden Ayu Sientje Menot [Hb.6.17.5.3] [Hamengku Buwono VI / Menot]
الميلاد: 1922, Ranomuut, Manado
الوفاة: 7 يونيو 1945, Ranomuut, Manado
248837/8 <905> R. Soebianto Djojohadikoesoemo [Raden Patah]
الميلاد: 1923
الوفاة: 23 يناير 1946, Serpong, Tangerang Selatan
R.A. Soerachti Tjokroadisoerjo
R.A. Soerachti Tjokroadisoerjo
141238/8 <824+?> Raden Ayu Soerachti Tjokroadisoerjo [Tjokroadisoerjo]
الميلاد: 1 فبراير 1923, Solo, Jawa Tengah
الزواج: <416> Dr. Afloes [?]
الوفاة: 4 نوفمبر 2011, RS Abdi Waluyo, Jakarta
الدفن: 5 نوفمبر 2011, Pemakaman Giritama, Tonjong
144539/8 <777+304> Bendoro Raden Ajeng Siti Sutyanti ? (Gusti Bendoro Raden Ayu Puspoharsono Jayaningrat) [Hamengku Buwono VIII]
الميلاد: 3 يونيو 1923
الزواج: <417> Raden Puspoharsono Jayaningrat [?]
149240/8 <889+353> Raden Mas Koentjaraningrat Brotokoesoemo [Pakualam VI]
الميلاد: 15 يونيو 1923, Yogyakarta
الزواج: <418> Kustiati Sarwono [Prawirohardjo]
الوفاة: 23 مارس 1999, Jakarta
156641/8 <847+308> Raden Mas Sudikno [Hb.6.20.21.1] (Raden Mas Mertokusumo) [Pugeran]
الميلاد: 7 ديسمبر 1924, Surabaya
R.A. Soenarni Tjokroadisoerjo
R.A. Soenarni Tjokroadisoerjo
141342/8 <824+?> Raden Ayu Soenarni Tjokroadisoerjo [Tjokroadisoerjo]
الميلاد: 6 يناير 1925, Solo, Jawa Tengah
الزواج: <419> Soemardi Mangoenkoesoemo SH [?]
135543/8 <790+326> Raden Mas Robert Mauritz Menot [Hb.6.17.5.6] (Robby) [Hamengku Buwono VI / Menot]
الميلاد: 23 October 1927, Ranomuut, Manado
الزواج: <420> Toeti Sjamsuddin [Sjamsuddin] م 8 أغسطس 1928 و 16 يوليو 2005, Jakarta, Immanuel Church
الوفاة: 20 يونيو 2000, Jakarta
RM. Menot Junior, adalah putra bungsu dari RM. Menot (RM. Sujono). Pada masa penjajahan Jepang, keluarga RM. Menot (di Manado saat itu) meninggalkan rumah dan ikut bergerilya di hutan. RM. Menot Jr ini bertugas mencari makan dengan menyeberangi sungai guna menghindari tentara Jepang.

RM. Menot Jr, bekerja pada instansi pemerintah Duane (sekarang Bea dan Cukai). Beliau pernah ditugaskan di Biak, Papua pada tahun 1962-1966 saat penyerahan Papua ke tangan Indonesia. Menurut rekan seangkatan yang hadir saat pemakaman beliau, penyerahan Papua dari Belanda kepada RI di Duane, diserahkan kepada RM. Menot. Bisa jadi beliau adalah Kepala Bea Cukai pertama di tanah Papua (Biak).

Tahun 1982 beliau pensiun dari Bea Cukai dengan kedudukan terakhir di kantor Pusat Bea Cukai Rawamangun (Bojanatirta) Jakarta Timur. Setelah itu beliau masih diperbantukan di BKPM (Gatot Subroto) Jakarta selama 2 tahun berikutnya. Sampai dengan pensiun, mobil dinas yang dipakai tetap sama, Toyota Land Cruiser keluaran 1968. Jeep canvas istilahnya. Mobil ini tetap dipakai sampai pensiun meski kepangkatan beliau cukup tinggi, tetapi mobilnya tidak mau diganti.

Jaman dulu, belum ada istilah gratifikasi. Setiap menjelang Natal dan Tahun Baru, parcel yang beliau terima (dikirim ke rumah), bisa memenuhi kamar seluar 3x2m. Semua disimpan di kamar itu dan tidak boleh dibuka sampai malam Natal. Setiap malam Natal dan malam Tahun Baru, banyak kolega dan saudara-saudara yang berkumpul di rumahnya di kawasan Tebet Timur.

Ada kisah yang disampaikan oleh supir beliau (pak Rahman), "Pernah suatu kali, Papi itu didatangi Cina di kantor. Kalau orang lain mah di kasih amplop, kalau Papi dikasih duit sekoper. Tapi tau gak, Cina itu diusir dan kopernya dibuang sama Papi ke luar kantor. Itu Papi kamu".

Ketika masih bekerja, anak-anaknya sering diajak berenang di kolam renang Bojanatirta, Rawamangun. Kolam renang yang berada di dalam lingkungan kompleks perumahan Karyawan BC (Bea dan Cukai) di Jakarta Timur. Memang hobby beliau itu olahraga. Main tennis rutin setiap minggu, tenis meja di rumah, dan terakhir yang tidak pernah lepas dari tangannya, solitaire. Ya, beliau adalah seorang pendiam, tidak banyak bicara. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk main kartu sendiri, sampai kemudian anak bungsunya rajin membelikan TTS (teka-teki silang) sepulang kuliah.

Meskipun terlahir dari bapak Jawa dan ibu Manado, sosialisasi kultural yang diterapkan pada keluarga lebih condong pada budaya Manado. Demikian pula dengan nama keluarga (fam) yang digunakan secara turun temurun, lebih mengikuti pola budaya Manado ketimbang Jawa. Oleh saudara-saudaranya dari Jogja, beliau biasa dipanggil Oom Robbi, sementara untuk ayahnya dipanggil Eyang Menot.

RM. Menot Jr meninggal di rumah sakit Mitra Jatinegara (saat ini namanya RS. Premiere Jatinegara) pada tahun 2000 dalam usia 72 tahun. Beliau memang perokok berat, bukan rokok lagi tapi cerutu. Beliau paling senang bila kakak-kakaknya dari Holland datang ke Jakarta, bukan cuma kangen, tapi cerutu Westmeister-nya. Jika tidak ada, maka cerutu Adipati-lah yang selalu nangkring dibibirnya.
R.A. Isbadi Tjokroadisoerjo
R.A. Isbadi Tjokroadisoerjo
141144/8 <824+?> Raden Ayu Isbadi Tjokroadisoerjo [Tjokroadisoerjo]
الميلاد: 3 ديسمبر 1927, Bogor, Jawa Barat
الزواج: <421> Letkol. H. Daan Jahja [Jahja] م 5 يناير 1925 و 20 يونيو 1985
248945/8 <905> R. Soejono Djojohadikoesoemo [Raden Patah]
الميلاد: 1928
الوفاة: 25 يناير 1946, Serpong, Tangerang Selatan
147146/8 <863+?> 1. RA. Djamilah [Hamengku Buwono]
الزواج: <422> S. Alaydrus [?]
الوفاة: 1930, Geser-Seram-tdk punya keturunan
153047/8 <854+341> Raden Mas Soerjodrijantoro / Romo Suryo [Pugeran]
الميلاد: 1930
الوفاة: 1992, Kuncen
252648/8 <1320+?> R. Ngt. Dalinah Brotoatmodjo [Raden Penewu Tirtodilogo]
الميلاد: 31 ديسمبر 1931, Yogyakarta
الوفاة: 25 مارس 2016, Yogyakarta
Masa kecil tinggal di Ngadisuryan Yogyakarta, setelah menikah tinggal di Jl Pakuningratan Yk, kemudian pindah ke Jatimulyo Yk, dan ketika meninggal dimakamkan di makam Utaralaya, Tegalrejo, Yogyakarta
254449/8 <1322+287> 3. Rr Siti Zulaecha Sriningsih [Arungbinang]
الميلاد: Rr Siti Zulaecha Sriningsih menikah dengan RM Soedarjono-lahir Madukara Banjarnegara tahun 1930. Memiliki 5 anak. Domisili di Kabupaten Banjarnegara-Jawa Tengah.
الميلاد: 1932, Banjarnegara
136850/8 <794> Raden Ayu Hardiyah [Hb.6.17.3.6] [Hamengku Buwono VI / Dutodiprojo]
الميلاد: 5 يونيو 1932, Yogyakarta
الوفاة: 3 فبراير 2024, Yogyakarta
156851/8 <847+308> Raden Mas Soekemi Mertokoesoemo [Hb.6.20.21.3] [Pugeran]
الميلاد: 22 نوفمبر 1932, Yogyakarta
الميلاد: 27 فبراير 1993, Surabaya
133552/8 <781> R. Riyo Murtiwandowo [Hamengku Buwono]
الميلاد: فبراير 1933, Yogyakarta
الزواج: <423> Ibu Murtiwandowo [?] م 1932
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
176853/8 <805+792!> Raden Ayu Oetarti Notodirdjo [Hb.6.17.4.6] [Hamengku Buwono VI / Hadiwijoyo / Notodirdjo]
الميلاد: 10 يوليو 1933, Semarang
الزواج: <424> Edhi Soejitno [?] م 21 ديسمبر 1929
الوفاة: 27 أغسطس 2008, Semarang, Disarekan Pasarean Kuncen Yogyakarta
248654/8 <1250+401> Poernomo Soerjohoedojo [Paku Alam III]
الميلاد: 11 ديسمبر 1933, Surakarta
الزواج: <425> Sri Oetari [Prawirodarsono] م 4 مارس 1934
Anak sulung dari 7 bersaudara. Setelah lulus SMAN B1 Jogjakarta (1953), Poernomo Soerjohoedojo melanjutkan pendidikan ke Fak. Kedokteran Univ. Airlangga, lulus pada tahun 1962, dan mendapat brevet spesialia biokimia kedpkteran (SpBK) pada tahun 1970. Sebagai dosen Biokomia FK Unair, dr. Poernomo mendapat tugas belajar mengikuti pendidikan (non-gelar) bidang kimia klinik di Universitas Tennessee, Memphis, Amerika Serikat (1963-1964).

Karir PNS dr. Poernomo dimulai dengan pengangkatan sebagai asisten dosen golongan E2/1 di Bag. Anatomi tahun 1957, selulus sarjana kedokteran. Setelah pindah ke Bag. Biokimia, Prof. Poernomo akhirnya menjabat sebagai Kepala Departemen Biokimia pada tahun 1971. Dr. Poernomo pernah menduduki jabatan struktural sebagai Pembantu Dekan I (bidang akademik) FK Unair antara tahun 1976-1985 dan Pembantu Rektor I (bidang akademik) FK Unair tahun 1985-1989.

Pada tanggal 1 Oktober 1982, dr. Poernomo diangkat sebagai guru besar biokimia pada tanggal 1 Oktober 1982. Pada tanggal 1 Januari 2004, ia diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun. Meskipun demikian, ia masih mengajar di Prodi Magister (S2), Doktor (S3), dan spesialis (PPDS) yang diselenggarakan oleh FK Unair hingga sekarang.
156955/8 <847+308> Raden Ayu Sriwidayati [Hb.6.20.21.4] [Pugeran]
الميلاد: 17 October 1935, Yogyakarta
133056/8 <780> R. Rustamhaji [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1938, Yogyakarta
الزواج: <426> Indrajati [?] م يونيو 1940
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
146157/8 <778+318> w Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam IX / Bendoro Raden Mas Haryo Ambarkusumo [Pakualam VIII]
الميلاد: 7 مايو 1938, Yogyakarta
الزواج: <427> Koesoemarini / Kanjeng Bendoro Raden Ayu Paku Alam IX [Pakualaman] و 20 ديسمبر 2011
اللقب المميّز: 26 مايو 1999 - 21 نوفمبر 2015, Yogyakarta
الوفاة: 21 نوفمبر 2015, Yogyakarta
133158/8 <780> R. Ngt. Djunainah [Hamengku Buwono]
الميلاد: ديسمبر 1938
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
157059/8 <847+308> Raden Mas Soeseto Mertokoesoemo [Hb.6.20.21.5] [Pugeran]
الميلاد: 6 يوليو 1939, Yogyakarta
133260/8 <780> R. Jawadi [Hamengku Buwono]
الميلاد: ديسمبر 1940
الزواج: Murtiningsih
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
133661/8 <781> R. Askandar [Hamengku Buwono]
الميلاد: 1942, Yogyakarta
الزواج: <428> Alm. Sumiyati [?] م ديسمبر 1945, <429> Murtini [?] م ابريل 1960
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham) Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
133362/8 <780> R. Burhanudin [Hamengku Buwono]
الميلاد: نوفمبر 1942, Yogyakarta
الزواج: <430> Mardiyah [?] م مايو 1957
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
133763/8 <781> R.Ngt.Isti Alfiah [Hamengku Buwono]
الميلاد: يوليو 1943, Yogyakarta
الزواج: <431> Alm. Nurhaji, Dhs [?]
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
176764/8 <792+805!> Raden Mas Oetomo Notodirdjo [Hb.6.17.4.7] [Hamengku Buwono VI / Notodirdjo]
الوفاة: 19 ديسمبر 1943, Yogyakarta, Disarekan Pasarean Kuncen Yogyakarta
147665/8 <863+?> 6. dr. RM. Achmad (Pontianak) [Hamengku Buwono]
الوفاة: 1944, Pontianak
242966/8 <778+319> w Kanjeng Pangeran Hario Anglingkusumo / Kanjeng Angling [Pakualam VIII]
الميلاد: 8 يناير 1944, Yogyakarta
الزواج: <432> Kanjeng Raden Ayu Setianingsih Moerwengdyah Anglingkusumo [?]
242167/8 <1242+311> w Guntur Soekarnoputra [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 3 نوفمبر 1944
الزواج: <433> Henny Emilia Hendayani [?]
154068/8 <854+341> Raden Mas Roostamhadi [Hb.6.20.29.12] (Romo Chunk) [Pugeran]
الميلاد: 1947, Yogyakarta
242269/8 <1242+311> Megawati Soekarnoputri [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 23 يناير 1947, Yogyakarta
الزواج: <434> w Muhammad Taufiq Kiemas [Kiemas] م 31 ديسمبر 1942 و 8 يونيو 2013
الزواج: <435> w Surindro Supjarso [?] و 22 يناير 1971
177270/8 <805+792!> Raden Mas Oetojo Notodirdjo [Hb.6.17.4.2] [Hamengku Buwono VI / Hadiwijoyo / Notodirdjo]
الوفاة: 24 فبراير 1949, Yogyakarta, Disarekan Di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara Yogyakarta
RM Oetojo Notodirjo memilih hidupnya masuk dalam dunia militer pasca kemerdekaan Negara indonesia. Mendaftar melalui Taruna Militiare Academie Yogyakarta atau dikenal dengan Akademi Militer Yogyakarta sebagai Angkatan Pertama, Tempat akademi militer terletak di Kodya Yogyakarta tepatnya di kecamatan Gondokusuman kelurahan Kotabaru. Secara geografis Kotabaru berbatasan dengan Kali Code dan Jogoyudan bagian sebalah barat, sebelah selatan berbatasan dengan daerah Lempuyangan Kecamatan Danurejan. Sewaktu taruna sangat cerdas dan berbakat, dibuktikan menjadi Ketua senat taruna (senator Prases) dalam AM Yogyakarta angkatan I sebagai pimpinan dari korp taruna. Senat taruna tidak hanya mengurusi organisasi intern di akademi saja, tetapi juga melakukan hubungan dengan akademi militer, atau organisasi kelaskaran lain [1] - Makalah PEMBENTUKAN AKADEMI MILITER YOGYAKARTA 1945-1950 oleh Kuswono. RM Oetojo Notodirdjo juga menjadi lulusan terbaik angkatan pertama Akademi Militer Yogyakarta, yang nantinya pula menjadi pengasuh yang mendampingi para cadet

Saat Agresi Militer II, tepatnya pada tanggal 24 februari 1949 meletuslah pertempuran sengit di dekat desa plataran, yang mengakibatkan banyak cadet dan pejuang gugur, diantaranya yang gugur adalah Letda Thobias Pasuat Kandou, Vaandrig Cadet Anto Soegijarto, Vaandrig Cadet Abdoel Djalil, Vaandrig Cadet Sarsanto, Letda R.M. Oetojo Notodirdjo, dan Letda Koesnodanoedjo, Letda R. Sukoco, Vaandrig Cadet Husen, Vaandrig Cadet Sumartal, Vaandrig Cadet Susanto, Vaandrig Cadet Suharsono dan Vaandrig Cadet Subiyakto [2] [3].

RM Oetojo Notodirdjo selaku pimpinan, menunjukan ketauladanannya dengan mengambil alih sepucuk Bren dari seorang kadet yang luka parah, ia berusaha menahan gerak maju tentara Belanda dan melindungi para kadet yang sedang mundur, sampai akhirnya ia sendiri gugur. Nama almarhum diabadikan sebagai nama Lapangan Halang Rintang R.M. Oetojo Notodirdjo di AKMIL Magelang.
242371/8 <1242+311> Rahmawati Soekarnoputri [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 27 سبتمبر 1950, Jakarta
الزواج: <436> Benny Sumarno [?]
الزواج: <437> w Dicky Suprapto [?] م 27 سبتمبر 1941 و 3 ابريل 2006
Diah Pramana Rachmawati Soekarno (lahir di Jakarta, 27 September 1950; umur 65 tahun) adalah politisi Partai Gerakan Indonesia Raya, Ketua Yayasan Pendidikan Bung Karno. Ia adalah putri dari presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Ia Pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, dan merupakan salah satu ketua pembina Universitas Bung Karno.
133472/8 <780> R. Muhammad Kirdiyat [Hamengku Buwono]
الميلاد: يناير 1951, Yogyakarta
الزواج: <438> Rumiyati [?] م October 1955
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Orang:354605. Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
135873/8 <790+326> Raden Ayu Adelheid Eva Sophia Menot [Hb.6.17.5.1] [Hamengku Buwono VI / Menot]
الميلاد: Ranomuut, Manado
الزواج: <439> Willem Aurelius Lucas Mokalu [Mokalu]
الوفاة: 3 أغسطس 1951
242074/8 <1242+311> Raden Ayu Sukmawati Soekarnoputri [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 26 October 1951, Jakarta
الزواج: <440> Muhammad Hilmi [?] و 29 October 2018
الزواج: <441> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IX / Gusti Pangeran Haryo Sujiwokusuma [Mangkunegara IX] م 18 أغسطس 1951 و 13 أغسطس 2021
Diah Mutiara Sukmawati Sukarnoputri (lahir di Jakarta, 26 Oktober 1951; umur 64 tahun) adalah Ketua Umum Partai PNI Marhaenisme. Ia merupakan adik dari Megawati Soekarnoputri dan merupakan bagian dari keluarga Soekarno.
242475/8 <1242+311> Guruh Soekarnoputra [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 13 يناير 1953, Jakarta
الزواج: <442> Gusyenova Sabina Padmavati [?]
Guruh Soekarnoputra (lahir di Jakarta, 13 Januari 1953; umur 63 tahun) adalah anak bungsu dari pasangan presiden pertama RI, Soekarno dan Fatmawati serta adik kandung dari Megawati Soekarnoputri.[1]

Sejak kecil, Guruh telah terlatih sebagai penari yang terampil di samping mengasah bakatnya di dunia musik, Ia mendirikan grup kesenian Indonesia yang bernama GSP Production (Gencar Semarak Perkasa) dan juga sebelumnya Swara Mahardhika[2]. Selain itu ia juga pernah mendirikan grup musik Guruh Gipsy dan Gank Pegangsaan bersama Keenan Nasution, Abadi Soesman, dan Chrisye[3][4].

Guruh Soekarnoputra menikah dengan Gusyenova Sabina Padmavati yang berasal dari Uzbekistan[5]. Sebagai bagian dari keluarga besar Bung Karno, Guruh Soekarnoputra juga aktif dalam dunia politik Indonesia dan tercatat sebagai anggota DPR dari PDIP[6].
212276/8 <1090+2121!> Raden Ajeng Andini Dewi [Hb.7.68.15] (Bendoro Raden Ayu Hadisuryo) [Hamengku Buwono VII]
الميلاد: 28 October 1956, Yogyakarta
الزواج: <443> Gusti Bendoro Raden Mas Kasworo [Hb.9.8] (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Hadisuryo) [Hamengku Buwono IX] م 19 فبراير 1951
147277/8 <863+?> 2. RA. Chadidjah [Hamengku Buwono]
الوفاة: 1962, Ambon
147878/8 <863+?> 8. RA. Moenah [Hamengku Buwono]
الوفاة: 1962, tidak punya keturunan
242879/8 <1242+313> Totok Suryawan Soekarno [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 1967
242780/8 <1242+314> Kartika Sari Dewi Soekarno [Hamengku Buwono II]
الميلاد: 11 مارس 1967, Tokyo
الزواج: <444> Frits Frederik Seegers [Seegers]
Karina Kartika Sari Dewi Soekarno (lahir di Tokyo, Jepang, 11 Maret 1967; umur 49 tahun) adalah putri dari pasangan mantan Presiden Indonesia pertama, Soekarno dan istrinya Ratna Sari Dewi Soekarno. Kartika dibesarkan di Paris, lalu bekerja sebagai wartawan televisi di Tokyo dan kemudian di biro periklanan di New York. Setelah itu, dia sempat bekerja di sebuah yayasan di Amerika Serikat sebelum mendirikan KSF (Kartika Soekarno Foundation) yang bertujuan untuk mengembankan pendidikan anak-anak di Indonesia. Ia menikah dengan Presiden Citibank Eropa, Frits Frederik Seegers yang berasal dari Belanda pada 2 Desember 2005[1].
147581/8 <863+?> 5. RA. Rachmah (Medan) [Hamengku Buwono]
الوفاة: 1973, Medan
147382/8 <863+?> 3. RA. Djahrah (Surabaya) [Hamengku Buwono]
الوفاة: 1976, Surabaya
147483/8 <863+?> 4. RA. Aisjah (Ambon) [Hamengku Buwono]
الزواج: <445> RM. Mochamad Diponegoro [Hamengku Buwono]
الوفاة: 1981, Ambon
177184/8 <805+792!> Raden Mas Usodo Notodirdjo [Hb.6.17.4.3] [Hamengku Buwono VI / Notodirdjo]
الزواج: <1774!> Raden Ayu Atasti [Hb.6.18.4.10] [Hamengku Buwono VI]
العمل: 13 ابريل 1981, Norway, Ambassador of Indonesia to Norway
147785/8 <863+?> 7. RA. Kajatin (Djogja) [Hamengku Buwono]
العمل: 1986, Yogya
177386/8 <805+792!> Raden Ayu Utari Notodirjo [Hb.6.17.4.1] [Hamengku Buwono VI / Notodirjo]
الزواج: <446> H.r. Suparto [?]
الوفاة: 7 October 2016, Jakarta, Burried in Pasarean Karangturi Yogyakarta
148487/8 <879+1796!> Raden Ayu Japroet Saronto [Hb.7.55.3] [Hamengku Buwono VII / Danurejo]
الزواج: <447> Saronto [?]
الوفاة: 29 يونيو 2019, Jakarta
الدفن: Yogyakarta
212888/8 <1090+2121!> Raden Mas Sutarsin [Hb.7.68.9] [Hamengku Buwono VII]
الوفاة: 19 ديسمبر 2019, Yogyakarta, Pemakaman Kuncen
244289/8 <778+318> Bendoro Raden Ayu Retno Widanarni [Pakualam VIII]
الزواج: <448> Hersapandi [?]
الوفاة: 18 يونيو 2021, Yogyakarta
132690/8 <779> R. Ngt. Janah [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
132791/8 <779> Rd. Ngt. Hidayah [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
132892/8 <779> Hj. R.Ngt.Muslimah [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
132993/8 <779> R.Sukamto [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar. Semenjak usia muda, R Sukamto telah meninggalkan Yogyakarta. Sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Kabarnya beliau pergi merantau ke pulau Sumatra.
133894/8 <782> R.Hardi Ruswanto ? (HB II: R.Hardi Ruswanto) [?]
133995/8 <782> R.Hani Sarsana ? (HB II: R.Hani Sarsana) [?]
134096/8 <788> R.Ngt.Latifah ? (HB II: R.Ngt.Latifah) [?]
134197/8 <787> R. Asip [Hamengku Buwono]
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Ir. H. Hilal Achmar (Hamengku Buwono, b. 19 Mei). Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
134298/8 <787> R.Juwahir ? (HB II: R.Juwahir) [?]
134399/8 <787> R. Bahid [Hamengku Buwono]
Official From Ir H Hilal Achmar. http://id.rodovid.org/wk/Ir. H. Hilal Achmar (Hamengku Buwono, b. 19 Mei). Note From R.Riyo Murtiwandowo (R.Mocham), Tepas Dalem Karaton. Ngayogyakarta Hadiningrat.
1344100/8 <783> R.Ngt.Munisah [HBO II]
1345101/8 <783> R.Ngt.Jazimah [HBO II]
1346102/8 <789> R. Sunardi [Hamengku Buwono]
Hilal Achmar Link
1347103/8 <789> R. Utaryo [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
1348104/8 <789> R. Kartono [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
1349105/8 <789> R. Gushadi [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
1350106/8 <789> Kartini [Hamengku Buwono]
Official Lineage Adm: Hilal Achmar.
1351107/8 <789> Ketty [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
1353108/8 <789> R. Gustanto [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
1354109/8 <789> R. Harsono [Hamengku Buwono]
Official From Hilal Achmar.
1357110/8 <794> Raden Ayu Anjaswati / Bendoro Raden Ayu Siti Wahdaniah [Hb.6.17.3.3] [Hamengku Buwono VI / Dutodiprojo] 1362111/8 <795+804!> Raden Mas Ristidjo [Hb.6.17.2.1] [Hamengku Buwono VI]
1363112/8 <795+804!> Raden Ayu Sutihadinah [Hb.6.17.2.2] [Hamengku Buwono VI] 1365113/8 <795+?> Raden Mas Koestidjo [Hb.6.17.2.4] [Hatmodijoyo]
1366114/8 <794> Raden Ayu Rahayu Musamsiyah [Hb.6.17.3.5] [Hamengku Buwono VI / Dutodiprojo]
1367115/8 <794> Raden Mas Suparto [Hb.6.17.3.4] [Hamengku Buwono VI / Dutodiprojo] 1369116/8 <794> Raden Mas Sugeng Sudarto / Kanjeng Raden Tumenggung Dutodiprojo [Hb.6.17.3.7] (Raden Bagus Sugeng Sudarto) [Hamengku Buwono VI / Dutodiprojo]
الزواج: <460> MC Siti Murkatri [?] و 16 ديسمبر 2017
1370117/8 <794> Raden Mas Suharto Hendromardowo [Hb.6.17.3.2] [Hamengku Buwono VI / Dutodiprojo] 1371118/8 <794> Raden Mas Sutarto Hadiyuwono [Hb.6.17.3.1] [Hamengku Buwono VI / Dutodiprojo] 1372119/8 <793+328> Raden Ayu Kusri Sulastri Sunaryo [Hb.6.17.6.3] [Hamengku Buwono VI / Djokosangkolo] 1373120/8 <793+328> Raden Ayu Kustiati [Hb.6.17.6.2] [Hamengku Buwono VI / Djokosangkolo]
1374121/8 <793+328> Raden Ayu Kustinah [Hb.6.17.6.1] [Hamengku Buwono VI / Djokosangkolo] 1377122/8 <813+?> 1. RM. H. Ardja [Hamengku Buwono]
1378123/8 <813+?> 2. RM. H. Suminta (Malik) [Hamengku Buwono]
1379124/8 <813+?> 3. RAy. Patimah [Hamengku Buwono]
1380125/8 <813+?> 4. RAy. Fatmah [Hamengku Buwono]
1384126/8 <814> RM. Asminin [Hamengku Buwono]
1385127/8 <814> RM. Mali [Hamengku Buwono]
1386128/8 <814> RM. Minau [Hamengku Buwono]
1387129/8 <814> RM. Iking [Hamengku Buwono]
1388130/8 <814> NYI MAS RAy. UMI [Hamengku Buwono]
1389131/8 <811> 1. RM. H. Wongsomenggolo [Hamengku Buwono]
1390132/8 <811> 2. RM. H. Soeromenggolo [Hamengku Buwono]
1392133/8 <811> 4. RAy. Unan [Hamengku Buwono]
1402134/8 <813+?> 6. RAy. Siti Mariyam (loji) [Hamengku Buwono]
1403135/8 <819> RM. H. Sintomenggolo [Hamengku Buwono]
1404136/8 <820> RM. H. Sadiri Gondomenggolo [Hamengku Buwono]
1405137/8 <821> RM. Sumawijaya [Hamengku Buwono]
1406138/8 <821> NYI RAy. Danang [Hamengku Buwono]
1407139/8 <821> RAy. Anok [Hamengku Buwono]
1408140/8 <821> NYI RAy. Engko [Hamengku Buwono]
1409141/8 <821> NYI RAy. Toyo (ibu Bandung) [Hamengku Buwono]
1410142/8 <823> Raden Mas Haryodipo Hadikusumo / Pangeran Gringsing III [Hamengku Buwono III]
R.M. Soenarto (Loengki)
R.M. Soenarto (Loengki)
1414143/8 <824+?> Raden Mas Soenarto Tjokroadisoerjo [Tjokroadisoerjo]
1415144/8 <817> Raden Ayu Sukiamah [Hamengku Buwono III]
1416145/8 <777+301> Bendoro Raden Mas Hangabehi ? (Bendoro Raden Mas Jartabitu) [Hamengku Buwono VIII] 1417146/8 <777+301> Bendoro Raden Mas Mustari [Hb.8.5] [Hamengku Buwono VIII]
1418147/8 <777+301> Bendoro Raden Mas Yartobitu/Jartabitu [Hb.8.7] (Gusti Pangeran Hangabehi) [Hamengku Buwono VIII]
1419148/8 <777+302> Bendoro Raden Mas Sungangusamsi [Hb.8.8] (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Purboyo) [Hamengku Buwono VIII]
1420149/8 <777+301> Bendoro Raden Mas Sumeru [Hb.8.9] (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Danupoyo) [Hamengku Buwono VIII]
1421150/8 <777+300> Bendoro Raden Mas Sudiarsa [Hb.8.10] (Bendoro Raden Mas Sidiarso) [Hamengku Buwono VIII]
1422151/8 <777+300> Bendoro Raden Mas Kartolo [Hb.8.13] (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Mangkudiningrat) [Hamengku Buwono VIII] 1424152/8 <777+300> Bendoro Raden Mas Duryatnahu [Hb.8.20] [Hamengku Buwono VIII]
1425153/8 <777+1467!> Gusti Bendoro Pangeran Haryo Suryowijoyo [Hb.8.21] (Bendoro Raden Mas Mahikyaun) [Hamengku Buwono VIII]
1426154/8 <777+803!> Bendoro Raden Mas Makan ul-Munayati ? (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Puyokusumo) [Hamengku Buwono VIII]
1427155/8 <777+304> Bendoro Raden Mas Pel ul-Kuluki ? (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Suryoputro) [Hamengku Buwono VIII]
1428156/8 <777> Bendoro Raden Mas Muposolukatini [Hb.8.25] [Hamengku Buwono VIII]
1429157/8 <777+1602!> Bendoro Raden Mas Sahadatsatir [Hb.8.32] [Hamengku Buwono VIII]
1430158/8 <777+304> Bendoro Raden Mas Hening ? (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Yudhonegara) [Hamengku Buwono VIII]
1431159/8 <777> Bendoro Raden Mas Banakamsi ? (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Dipoyono) [Hamengku Buwono VIII]
1432160/8 <777+304> Bendoro Raden Mas Satriyo ? (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Benowo, Hamengkubuwono) [?] 1433161/8 <777+304> Bendoro Raden Mas Danangjoyo [Hb.8.40] [Hamengku Buwono VIII]
1434162/8 <777+1602!> Bendoro Raden Mas Rabinharyani [Hb.8.41] (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Puger) [Hamengku Buwono VIII] 1435163/8 <777+300> Bendoro Raden Ayu Gusti Siti Sundarumiya [Hb.8.1] (Gusti Kanjeng Ratu Pembayun) [Hamengku Buwono VIII] 1436164/8 <777+300> Bendoro Raden Ayu Siti Sayadi [Hb.8.3] (Bendoro Raden Ayu Sindorejo) [Hamengku Buwono VIII] 1437165/8 <777+301> Bendoro Raden Ajeng Siti Sadari [Hb.8.4] (Gusti Bendoro Raden Ayu Purbowinoto) [Hamengku Buwono VIII] 1438166/8 <777+300> Bendoro Raden Ayu Siti Kadarmi [Hb.8.6] (Gusti Bendoro Raden Ayu Jayaningrat) [Hamengku Buwono VIII] 1439167/8 <777+302> Bendoro Raden Ajeng Siti Kajananywo [Hb.8.11] (Gusti Bendoro Raden Ayu Joyowinoto) [Hamengku Buwono VIII] 1440168/8 <777+302> Bendoro Raden Ajeng Siti Nuriwadina [Hb.8.15] (Gusti Bendoro Raden Ayu Chondrodiningrat) [Hamengku Buwono VIII] 1441169/8 <777+300> Bendoro Raden Ajeng Siti Kuswanayi [Hamengku Buwono VIII] 1442170/8 <777+302> Bendoro Raden Ajeng Siti Sriwayati [Hb.8.18] (Gusti Bendoro Raden Ayu Purbosaputro) [Hamengku Buwono VIII] 1443171/8 <777+301> Bendoro Raden Ajeng Siti Swandari [Hb.8.19] (Gusti Bendoro Raden Ayu Purwodiningrat) [Hamengku Buwono VIII] 1444172/8 <777+301> Bendoro Raden Ajeng Siti Hilalulngasarati [Hb.8.24] (Gusti Bendoro Raden Ayu Kusumodiningrat) [Hamengku Buwono VIII] 1446173/8 <777+304> Bendoro Raden Ajeng Siti Padmosari [Hb.8.31] (Gusti Bendoro Raden Ayu Sumarman) [Hamengku Buwono VIII] 1447174/8 <777+1602!> Bendoro Raden Ajeng Siti Wayarini [Hamengku Buwono VIII]
1448175/8 <777+1602!> Bendoro Raden Ajeng Siti Prayuti [Hamengku Buwono VIII]
1449176/8 <777+304> Bendoro Raden Ajeng Siti Widyastuti ? (Bendoro Raden Ayu Handoyoningrat) [Hamengku Buwono VIII] 1450177/8 <777+1602!> Bendoro Raden Ajeng Siti Sutarnin [Hamengku Buwono VIII]
1452178/8 <825+?> Raden Ayu Sulastri [Sosroningrat]
1453179/8 <825+?> Raden Ayu Rukmini [Sosroningrat]
1454180/8 <825+?> Raden Ayu Kardinah [Sosroningrat]
Ist RMAA Reksonegoro, Bupati Tegal
1455181/8 <825+?> Raden Ayu Kartinah [Sosroningrat]
1456182/8 <825+?> Raden Mas Panji Muljono [Sosroningrat]
1457183/8 <825+?> Raden Ayu Sumantri [Sosroningrat]
1458184/8 <825+?> Raden Mas Panjiruwito [Sosroningrat]
1460185/8 <825+330> Raden Mas Sosrokartono [Sosroningrat]
1462186/8 <827> Raden Ayu Saelah [Hb.6.20.1.1] (Raden Ayu Prawirodiharjo) [Pugeran]
1463187/8 <827> Raden Ayu Sayatijah [Hb.6.20.1.2] (Raden Ayu Kusumobroto) [Pugeran]
1464188/8 <827> Raden Mas Untung [Hb.6.20.1.3] (Raden Lurah Yudowinoto) [Pugeran]
1465189/8 <827> Raden Mas Sabar [Hb.6.20.1.4] (Raden Bagus Joyoprayitno) [Pugeran]
1467190/8 <1000+1002!> Bendoro Raden Ayu Rukmidiningdia [Ga.Hb.8.5] [Hb.6.9.3.1] (Bendoro Raden Ayu Rukhihadiningdyah) [Hamengku Buwono VI] 1469191/8 <884+346> Raden Lurah Ronoseputro [Hb.7.13.18] (Raden Gledegan Ronoseputro) [Hamengku Buwono VII] 1470192/8 <857> RM. Kartotnadi Diponegoro [Hamengku Buwono]
1479193/8 <867> 4. H. RM. Abdullah Diponegoro [Hamengku Buwono]
1480194/8 <867> 1. RA. Samsirin [Hamengku Buwono]
1481195/8 <879+1796!> Raden Mas Mesyas F. Pannie [Hb.6.9.14.1.1] [Hamengku Buwono VII / Danurejo]
1482196/8 <879+1796!> Raden Mas Jegot [Hb.7.55.1] [Hamengku Buwono VII / Danurejo]
1483197/8 <879+1796!> Raden Mas Grangsang S. [Hb.7.55.2] [Hamengku Buwono VII / Danurejo]
1485198/8 <879+1796!> Raden Ayu Dloereg Poernomosidi Hadjisaroso [Hb.7.55.4] [Hamengku Buwono VII / Danurejo] 1486199/8 <879+1796!> Raden Ayu Jcm. Gresah [Hb.7.55.5] (Raden Ayu Harjokusumo) [Hamengku Buwono VII / Danurejo] 1487200/8 <879+1796!> Raden Ayu Semplah [Hb.7.55.6] [Hamengku Buwono VII / Danurejo]
1488201/8 <808+291> Bendoro Pangeran Haryo Pakuningrat [Hamengku Buwono VII]
1489202/8 <808+291> Bendoro Pangeran Haryo Cokrodiningrat ? (Hamengku Buwono VII) [?]
1490203/8 <808+291> Bendoro Raden Ayu Atmo Condrokusumo / Bendoro Raden Ajeng Siti Putria [Hamengku Buwono VII]
1491204/8 <808+291> Bendoro Raden Ayu Atmo Condroseputro / Bendoro Raden Ajeng Siti Surat Kabirun [Hamengku Buwono VII]
1493205/8 <889+353> Raden Ayu Kusumastuti Brotokoesoemo [Pakualam VI]
1494206/8 <890> Raden Soekarna Djajahadisena [Hamengku Buwono]
1495207/8 <872> 1. RM Iskandar Johan Diponegoro [Hamengku Buwono]
1496208/8 <872> 2. RM. Achmad Djohan Diponegoro [Hamengku Buwono]
1497209/8 <865> 1. Raden Mas Slamet Diponegoro [Hamengku Buwono III]
1499210/8 <894+895!> Raden Tommy [Ba'abud]
1500211/8 <899+?> 1. R. Kyai Rahmat [Setrodrono]
1501212/8 <899+?> 2. Nyi RNgt. Muh Mustofa [Setrodrono]
1502213/8 <899+?> 3. R. Kyai Busyro Syuhada / Ibrahim [Setrodrono]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


SEJARAH SINGKAT PERGURUAN SILAT TAPAK SUCI

Di Banjarnegara, Jawa Tengah, Kiyai Haji (K.H.) Syuhada pada tahun 1872 memiliki seorang putera yang diberi nama Ibrahim. Sejak kecil ia menerima ilmu pencak dari ayahnya. Ibrahim tumbuh menjadi Pendekar yang menguasai pencak ragawi dan batin / inti tetapi sekaligus Ulama yang menguasai banyak ilmu, kemudian berganti nama menjadi K.H. Busyro Syuhada.

Pada awalnya K.H.Busyro Syuhada mempunyai 3 murid, yaitu : •Achyat ( adik misan ), yang kemudian dikenal dengan K.H. Burhan •M.Yasin ( adik kandung ), yang dikenal dengan K.H. Abu Amar Syuhada •Soedirman, yang dikemudian hari mencapai pangkat Jenderal dan pendiri Tentara Nasional Indonesia, bahkan bergelar Panglima Besar Soedirman.

Pada tahun 1921 di Yogyakarta, bertemulah K.H. Busyro Syuhada dengan kakak beradik Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib. Dalam kesempatan itu mereka adu ilmu pencak antara M. Wahib dan M. Burhan. Kemudian A. Dirnyati dan M. Wahib dengan pengakuan yang tulus mengangkat K.H. Busyro Syuhada sebagai guru dan mewarisi ilmu pencak dari K.H. Busyro Syuhada yang kemudian menetap di Kauman. Menelusuri jejak gurunya, Ahmad Dimyati mengembara ke barat sedang M. Wahib mengembara ketimur sampai ke Madura untuk menjalani adu kaweruh ( uji ilmu ). Pewaris ilmu banjaran, mewarisi juga sifat-sifat gurunya M. Wahib sebagaimana K.H. Busyro Syuhada, bersifat keras, tidak kenal kompromi, suka adu kaweruh. Untuk itu sangat menonjol nama M. Wahib dari pada A. Dimyati. Sedang A. Dimyati yang banyak dikatakan ilmunya lebih tangguh dari pada adiknya M. Wahib tetapi karena pendiam dan tertutup maka tidak banyak kejadian-kejadian yang dialami. Sebagaimana M. Burhan yang mempunyai sifat dan pembawaan sama dengan A. Dimyati.

K. H. Busyro Syuhada pernah menjadi guru pencak untuk kalangan bangsawan dan keluarga Kraton Yogyakarta. Salah satu diantara muridnya adalah R.M. Harimurti, seorang pangeran kraton, yang dikemudian hari beberapa muridnya mendirikan perguruan–perguruan pencak silat yang beraliran Harimurti.

Kauman, Seranoman dan Kasegu

Pendekar Besar KH Busyro Syuhada memberi wewenang kepada pendekar binaannya, A. Dimyati dan M. Wahib untuk membuka perguruan dan menerima murid. Perguruan baru yang didirikan pada tahun 1925 itu diberi nama Perguruan "Kauman", yang beraliranBanjaran.

Perguruan Kauman mempunyai peraturan bahwa murid yang telah selesai menjalani pendidkan dan mampu mengembangkan ilmu pencak silat diberikan kuasa untuk menerima murid.

M. Syamsuddin yang menjadi murid kepercayaan Pendekar Besar M..Wahib diangkat sebagai pembantu utama; dan dizinkan menerima murid. Kemudian mendirikan perguruan ”Seranoman". Perguruan Kauman menetapkan menerima siswa baru, setelah siswa tadi lulus menjadi murid di Seranoman. Perguruan Seranoman melahirkan pendekar muda Moh. Zahid, yang juga lulus menjalani pendidikan di perguruan Kauman. Moh. Zahid yang menjadi murid angkatan ketiga (3) bahkan berhasil pula mengembangkan pencak silat yang berintikan kecepatan; kegesitan, dan ketajaman gerak. Tetapi murid ketiga ini pada tahun 1948, wafat pada usia yang masih sangat muda. Tidak sempat mendirikan perguruan baru tetapi berhasil melahirkan murid, Moh. Barie lrsjad.

Pendekar Besar KH Busyro Syuhada berpulang ke Rahmatullah pada bulan Ramadhan 1942. Pendekar Besar KH Busyro Syuhada bahkan tidak sempat menyaksikan datangnya perwira Jepang, Makino, pada tahun 1943 yang mengadu ilmu beladirinya dengan pencak silat andalannya. Makino mengakui kekurangannya dan menyatakan menjadi murid Perguruan Kauman sekaligus menyatakan masuk Islam kemudian berganti nama menjadi Omar Makino. Pada tahun 1948 Pendekar Besar KH Burhan gugur bersama dengan 20 muridnya dalam pertempuran dengan tentara Belanda di barat kota Yogyakarta. Kehilangan besar pesilatnya menjadikan perguruan Kauman untuk beberapa sa’at berhenti kegiatannya dan tidak menampakkan akan muncul lagi Pendekar. Moh. Barie lrsjad sebagai murid angkatan keenam (6) yang dinyatakan lulus dari tempaan ujian Pendekar M. Zahid, M. Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati kemudian dalam perkembangan berikutnya mendirikan perguruan "Kasegu"

Kalau perguruan-perguruan sebelumnya diberi nama sesuai dengan tempatnya. Perguruan Kasegu diberikan nama sesuai dengan senjata yang diciptakan oleh Pendekar Moh. Barie Irsjad.

Lahirnya Tapak Suci

Moh. Barie lrsjad akhirnya mengeluarkan gagasan agar semua aliran Banjaran yang sudah berkembang dan terpecah-pecah dalam berbagai perguruan, disatukan kembali ke wadah tunggal.

Pendekar Besar M. Wahib merestui berdirinya satu Perguruan yang menyatukan seluruh perguruan di Kauman. Restu diberikan dengan pengertian Perguruan nanti adalah kelanjutan dari Perguruan Kauman yang didirikan pada tahun 1925 yang berkedudukan di Kauman.

Pendekar M. Wahib mengutus 3 orang muridnya. dan M. Syamsuddin mengirim 2 orang muridnya untuk bergabung. Maka Pendekar M. Barie Irsjad bersama sembilan anak murid menyiapkan segala sesuatunya untuk mendirikan Perguruan.

Dasar-dasar perguruan Kauman yang dirancang oleh Moh. Barie lrsjad, Moh. Rustam Djundab dan Moh. Djakfal Kusuma menentukan nama Tapak Suci. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dikonsep oleh Moh Rustam Djundab. Do’a dan lkrar disusun oleh H. Djarnawi Hadikusuma. Lambang Perguruan diciptakan oleh Moh. Fahmie Ishom, lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Suja', lambang Regu Inti "Kosegu" diciptakan Adjib Hamzah. Sedang bentuk dan warna pakaian dibuat o!eh Moh. Zundar Wiesman dan Anis Susanto. Maka pada tanggal 31 Juli 1963 lahirlah Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci
1503214/8 <899+?> 4. Nyi RNgt. Satibi [Setrodrono]
1504215/8 <899+?> 5. Nyi RNgt. Sangidah [Setrodrono]
1505216/8 <899+?> 6. Nyi RNgt. Hafsah [Setrodrono]
1506217/8 <899+?> 7. R. Kyai Muh. Nuh [Setrodrono]
1507218/8 <899+?> 8. Nyi RNgt. Siti Maryam [Setrodrono]
1508219/8 <899+?> 9. R. Kyai Abu Amar [Setrodrono]
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


SEJARAH SINGKAT PERGURUAN SILAT TAPAK SUCI

Di Banjarnegara, Jawa Tengah, Kiyai Haji (K.H.) Syuhada pada tahun 1872 memiliki seorang putera yang diberi nama Ibrahim. Sejak kecil ia menerima ilmu pencak dari ayahnya. Ibrahim tumbuh menjadi Pendekar yang menguasai pencak ragawi dan batin / inti tetapi sekaligus Ulama yang menguasai banyak ilmu, kemudian berganti nama menjadi K.H. Busyro Syuhada.

Pada awalnya K.H.Busyro Syuhada mempunyai 3 murid, yaitu : •Achyat ( adik misan ), yang kemudian dikenal dengan K.H. Burhan •M.Yasin ( adik kandung ), yang dikenal dengan K.H. Abu Amar Syuhada •Soedirman, yang dikemudian hari mencapai pangkat Jenderal dan pendiri Tentara Nasional Indonesia, bahkan bergelar Panglima Besar Soedirman.

Pada tahun 1921 di Yogyakarta, bertemulah K.H. Busyro Syuhada dengan kakak beradik Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib. Dalam kesempatan itu mereka adu ilmu pencak antara M. Wahib dan M. Burhan. Kemudian A. Dirnyati dan M. Wahib dengan pengakuan yang tulus mengangkat K.H. Busyro Syuhada sebagai guru dan mewarisi ilmu pencak dari K.H. Busyro Syuhada yang kemudian menetap di Kauman. Menelusuri jejak gurunya, Ahmad Dimyati mengembara ke barat sedang M. Wahib mengembara ketimur sampai ke Madura untuk menjalani adu kaweruh ( uji ilmu ). Pewaris ilmu banjaran, mewarisi juga sifat-sifat gurunya M. Wahib sebagaimana K.H. Busyro Syuhada, bersifat keras, tidak kenal kompromi, suka adu kaweruh. Untuk itu sangat menonjol nama M. Wahib dari pada A. Dimyati. Sedang A. Dimyati yang banyak dikatakan ilmunya lebih tangguh dari pada adiknya M. Wahib tetapi karena pendiam dan tertutup maka tidak banyak kejadian-kejadian yang dialami. Sebagaimana M. Burhan yang mempunyai sifat dan pembawaan sama dengan A. Dimyati.

K. H. Busyro Syuhada pernah menjadi guru pencak untuk kalangan bangsawan dan keluarga Kraton Yogyakarta. Salah satu diantara muridnya adalah R.M. Harimurti, seorang pangeran kraton, yang dikemudian hari beberapa muridnya mendirikan perguruan–perguruan pencak silat yang beraliran Harimurti.

Kauman, Seranoman dan Kasegu

Pendekar Besar KH Busyro Syuhada memberi wewenang kepada pendekar binaannya, A. Dimyati dan M. Wahib untuk membuka perguruan dan menerima murid. Perguruan baru yang didirikan pada tahun 1925 itu diberi nama Perguruan "Kauman", yang beraliranBanjaran.

Perguruan Kauman mempunyai peraturan bahwa murid yang telah selesai menjalani pendidkan dan mampu mengembangkan ilmu pencak silat diberikan kuasa untuk menerima murid.

M. Syamsuddin yang menjadi murid kepercayaan Pendekar Besar M..Wahib diangkat sebagai pembantu utama; dan dizinkan menerima murid. Kemudian mendirikan perguruan ”Seranoman". Perguruan Kauman menetapkan menerima siswa baru, setelah siswa tadi lulus menjadi murid di Seranoman. Perguruan Seranoman melahirkan pendekar muda Moh. Zahid, yang juga lulus menjalani pendidikan di perguruan Kauman. Moh. Zahid yang menjadi murid angkatan ketiga (3) bahkan berhasil pula mengembangkan pencak silat yang berintikan kecepatan; kegesitan, dan ketajaman gerak. Tetapi murid ketiga ini pada tahun 1948, wafat pada usia yang masih sangat muda. Tidak sempat mendirikan perguruan baru tetapi berhasil melahirkan murid, Moh. Barie lrsjad.

Pendekar Besar KH Busyro Syuhada berpulang ke Rahmatullah pada bulan Ramadhan 1942. Pendekar Besar KH Busyro Syuhada bahkan tidak sempat menyaksikan datangnya perwira Jepang, Makino, pada tahun 1943 yang mengadu ilmu beladirinya dengan pencak silat andalannya. Makino mengakui kekurangannya dan menyatakan menjadi murid Perguruan Kauman sekaligus menyatakan masuk Islam kemudian berganti nama menjadi Omar Makino. Pada tahun 1948 Pendekar Besar KH Burhan gugur bersama dengan 20 muridnya dalam pertempuran dengan tentara Belanda di barat kota Yogyakarta. Kehilangan besar pesilatnya menjadikan perguruan Kauman untuk beberapa sa’at berhenti kegiatannya dan tidak menampakkan akan muncul lagi Pendekar. Moh. Barie lrsjad sebagai murid angkatan keenam (6) yang dinyatakan lulus dari tempaan ujian Pendekar M. Zahid, M. Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati kemudian dalam perkembangan berikutnya mendirikan perguruan "Kasegu"

Kalau perguruan-perguruan sebelumnya diberi nama sesuai dengan tempatnya. Perguruan Kasegu diberikan nama sesuai dengan senjata yang diciptakan oleh Pendekar Moh. Barie Irsjad.

Lahirnya Tapak Suci

Moh. Barie lrsjad akhirnya mengeluarkan gagasan agar semua aliran Banjaran yang sudah berkembang dan terpecah-pecah dalam berbagai perguruan, disatukan kembali ke wadah tunggal.

Pendekar Besar M. Wahib merestui berdirinya satu Perguruan yang menyatukan seluruh perguruan di Kauman. Restu diberikan dengan pengertian Perguruan nanti adalah kelanjutan dari Perguruan Kauman yang didirikan pada tahun 1925 yang berkedudukan di Kauman.

Pendekar M. Wahib mengutus 3 orang muridnya. dan M. Syamsuddin mengirim 2 orang muridnya untuk bergabung. Maka Pendekar M. Barie Irsjad bersama sembilan anak murid menyiapkan segala sesuatunya untuk mendirikan Perguruan.

Dasar-dasar perguruan Kauman yang dirancang oleh Moh. Barie lrsjad, Moh. Rustam Djundab dan Moh. Djakfal Kusuma menentukan nama Tapak Suci. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dikonsep oleh Moh Rustam Djundab. Do’a dan lkrar disusun oleh H. Djarnawi Hadikusuma. Lambang Perguruan diciptakan oleh Moh. Fahmie Ishom, lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Suja', lambang Regu Inti "Kosegu" diciptakan Adjib Hamzah. Sedang bentuk dan warna pakaian dibuat o!eh Moh. Zundar Wiesman dan Anis Susanto. Maka pada tanggal 31 Juli 1963 lahirlah Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci
1509220/8 <899+?> 10. R. Kyai Muh Haq [Setrodrono]
1510221/8 <899+?> 11. Nyi RNgt. Koningah [Setrodrono]
1511222/8 <899+?> 12. R. Kyai Muh.Muqodas [Setrodrono]
1512223/8 <899+?> 13. R. Kyai Muh. Aqib [Setrodrono]
1513224/8 <899+?> 14. R. Kyai Mutaqo [Setrodrono]
1514225/8 <899+?> 15. Nyi RNgt. Siti Amroh [Setrodrono]
1515226/8 <899+?> 16. R. Kyai Muh Husni Muqofa [Setrodrono]
1516227/8 <899+?> 17. R. Kyai Kamilah [Setrodrono]
1518228/8 <826+331> Raden Ayu Sudiatinah [Hb.6.20.30.1] [Pugeran]
1519229/8 <826+331> Raden Ayu Sri Luhur Sudarinah [Hb.6.20.30.2] (Raden Ayu Sutiarjo) [Pugeran]
1520230/8 <826+331> Raden Ajeng Suryantinah [Hb.6.20.30.3] (Raden Ayu Juardi) [Pugeran]
1521231/8 <826+332> Raden Mas Suryadi [Hb.6.20.30.4] [Pugeran]
1522232/8 <826+332> Raden Mas Purwanto Sudiro [Hb.6.20.30.5] (Romo Poeng) [Pugeran]
1523233/8 <826+332> Raden Ajeng Sri Suwarni / Minul [Hb.6.20.30.6] (Raden Ayu Raharjodiposubroto) [Pugeran]
1524234/8 <826+332> Raden Mas Tri Suwarno [Hb.6.20.30.7] [Pugeran]
1525235/8 <826+332> Raden Ayu Nani Sudaltinah [Hb.6.20.30.8] (Raden Ayu Wahyanto) [Pugeran] 1526236/8 <826+332> Raden Mas Sudiharto [Hb.6.20.30.9] [Pugeran]
1527237/8 <826+332> Raden Mas Sudiwarno [Hb.6.20.30.10] [Pugeran]
1528238/8 <826+332> Raden Mas Budisantoso [Hb.6.20.30.11] [Pugeran]
1529239/8 <854+341> Raden Ayu Roosretnodrijanti [Hb.6.20.29.1] [Pugeran]
1531240/8 <854+341> Raden Mas Soerjodrijasmoro/Suryodriyasmoro [Hb.6.20.29.3] (Romo Dri) [Pugeran]
1532241/8 <854+341> Raden Mas Soerjodrijardono/Suryodriyardono [Hb.6.20.29.4] (Romo Don) [Pugeran]
1533242/8 <854+341> Raden Ayu Retnopugiarti [Hb.6.20.29.5] [Pugeran]
1534243/8 <854+341> Raden Mas Soerjopugiarto [Hb.6.20.29.6] (Romo Genthong) [Pugeran]
1535244/8 <854+341> Raden Ayu Retnopugiartati [Hb.6.20.29.7] [Pugeran]
1536245/8 <854+341> Raden Ayu Retnopugiartinah / [Hb.6.20.29.8] (Sitiumyumkasihan) [Pugeran]
1537246/8 <854+341> Raden Ajeng Rooswandari [Hb.6.20.29.9] (Raden Ayu Sunandar) [Pugeran]
1538247/8 <854+341> Raden Mas Rooswindo/Rooswondo [Hb.6.20.29.10] (Romo Kenthut) [Pugeran]
1539248/8 <854+341> Raden Mas Rooswindijatmo [Hb.6.20.29.11] [Pugeran]
1541249/8 <853+340> Raden Ayu Kusumardiyah [Hb.6.20.28.4] (Raden Ayu Mugiarjo) [Pugeran] 1542250/8 <851+339> Raden Mas Sutihartono Kiswarin [Hb.6.20.26.1] [Pugeran]
1543251/8 <851+339> Raden Ayu Sutihartati [Hb.6.20.26.2] (Raden Ayu Kawindro Kusumo) [Pugeran] 1544252/8 <851+339> Raden Ayu Sutihartinah [Hb.6.20.26.3] (Raden Ayu Suharjo) [Pugeran]
1545253/8 <850> Raden Ajeng Kuswantinah [Hb.6.20.25.1] (Raden Ayu Ibnu Atas Pugiarto) [Pugeran] 1546254/8 <850> Raden Ajeng Koeswandiyah [Hb.6.20.25.2] (Raden Ayu Siswopermadi) [Pugeran]
1547255/8 <850> Raden Mas Kuswantoro [Hb.6.20.25.3] [Pugeran]
1548256/8 <850> Raden Mas Kuswanadji [Hb.6.20.25.4] [Pugeran]
1549257/8 <850> Raden Mas Kuswandiyono [Hb.6.20.25.5] (Romo Mentheg) [Pugeran]
1550258/8 <850> Raden Ayu Kuslaswisuryantirah [Hb.6.20.25.6] (Raden Ayu Sugiantoro) [Pugeran] 1551259/8 <850> Raden Ayu Kusharti [Hb.6.20.25.7] [Pugeran]
1552260/8 <850> Raden Mas Kustamto [Hb.6.20.25.8] [Pugeran]
1553261/8 <849> Raden Mas Ibnu Suwardo [Hb.6.20.24.1] (Romo Mamiek) [Pugeran]
1554262/8 <849> Raden Mas Ibnu Suwardi [Hb.6.20.24.2] (Romo Kampiun) [Pugeran]
1555263/8 <849> Raden Mas Ibnu Sudarmadji [Hb.6.20.24.3] [Pugeran]
1556264/8 <849> Raden Ajeng Siti Rahmani [Hb.6.20.24.4] (Raden Ayu Kusen Notoprojo) [Pugeran] 1557265/8 <849> Raden Ajeng Srikusdaryati/Sripantolo [Hb.6.20.24.5] (Raden Ayu Winarso Condrosangkoyo) [Pugeran] 1558266/8 <849> Raden Mas Ibnu Atas Pugiarto [Hb.6.20.24.6] [Pugeran] 1559267/8 <849> Raden Mas Ibnu Sukoraharjo [Hb.6.20.24.7] [Pugeran]
1560268/8 <849> Raden Ajeng Sasiyah [Hb.6.20.24.8] [Pugeran]
1561269/8 <849> Raden Ajeng Sasinah [Hb.6.20.24.9] [Pugeran]
1562270/8 <849> Raden Mas Ibnu Pujiraharjo [Hb.6.20.24.10] [Pugeran]
1563271/8 <849> Raden Ayu Sri Mulyani [Hb.6.20.24.11] [Pugeran]
1564272/8 <849> Raden Mas Ibnu Suwarji [Hb.6.20.24.12] (Raden Mas Ibnu Mulyono) [Pugeran]
1565273/8 <848+338> Raden Mas Sukropurnadi [Hb.6.20.22.2] [Pugeran]
1567274/8 <847+308> Raden Mas Waluyo [Hb.6.20.21.2] (Raden Mas Abubakar) [Pugeran]
1571275/8 <846> Raden Mas Danardono [Hb.6.20.20.1] [Pugeran]
1572276/8 <846> Raden Mas Duksino [Hb.6.20.20.2] [Pugeran]
1573277/8 <846> Raden Mas Sasongko [Hb.6.20.20.3] [Pugeran]
1574278/8 <846> Raden Ajeng Intamiarinah [Hb.6.20.20.4] (Raden Ayu Supriyohartodo) [Pugeran]
1575279/8 <846> Raden Ajeng Imtamhasriyah [Hb.6.20.20.5] (Bendoro Raden Ayu Imtamnurswidah / Raden Ayu Suwandhi) [Pugeran]
1576280/8 <846> Bendoro Raden Ayu Imtamsaidjah [Hb.6.20.20.6] (Bendoro Raden Ayu Puger) [Pugeran] 1577281/8 <846> Raden Mas Purnomo [Hb.6.20.20.8] [Pugeran]
1578282/8 <846> Raden Mas Sutengsi [Hb.6.20.20.9] (Raden Bagus Dirjowijoyo) [Pugeran]
1579283/8 <846> Raden Mas Sasitoh [Hb.6.20.20.10] [Pugeran]
1580284/8 <846> Raden Mas Tjondrodi [Hb.6.20.20.11] (Raden Mas Condrodi) [Pugeran]
1581285/8 <846> Raden Ayu Imtamnurnindyah [Hb.6.20.20.12] [Pugeran] 1582286/8 <846> Raden Ajeng Imtamakindah [Hb.6.20.20.7] [Pugeran]
1583287/8 <843+336> Raden Mas Priyoatmojo [Hb.6.20.16.1] [Pugeran]
1584288/8 <843+336> Raden Mas Sukemi / Sukesi [Hb.6.20.16.2] (Raden Mas Cokrowandowo / Cokrowerdoyo) [Pugeran]
1585289/8 <843+336> Raden Ayu Sumaryati [Hb.6.20.16.3] (Raden Ayu Sukengsi Darmoatmojo) [Pugeran] 1586290/8 <843+336> Raden Mas Sukindar/Sukendar [Hb.6.20.16.4] [Pugeran]
1587291/8 <842+334> Raden Mas Yuwarno Slamet [Pugeran]
1588292/8 <836+333> Raden Mas Puspomadyo [Hb.6.20.9.1] (Raden Wedono Kismowijoyo) [Pugeran]
1589293/8 <836+333> Raden Ajeng Sudinah [Hb.6.20.9.2] [Pugeran]
1590294/8 <836+333> Raden Ayu Pustinah [Hb.6.20.9.3] (Bendoro Raden Ayu Retno Wilanten) [Pugeran] 1591295/8 <836+333> Raden Mas Madi [hb.6.20.9.4] (Raden Mas Puspomadwi) [Pugeran]
1592296/8 <836+333> Raden Mas Kadi [Hb.6.20.9.5] (Raden Mas Puspokane) [Pugeran]
1593297/8 <836+333> Raden Mas Ismangil [Hb.6.20.9.6] [Pugeran]
1594298/8 <836+333> Raden Mas Puspokirman [Hb.6.20.9.7] [Pugeran]
1595299/8 <836+333> Raden Ajeng Pustijah [Hb.6.20.9.8] (Raden Ayu Gondosumarto) [Pugeran]
1596300/8 <836+333> Raden Mas Pusdiyo [Hb.6.20.9.9] [Pugeran]
1597301/8 <836+333> Raden Ayu Pustirah [Hb.6.20.9.10] [Pugeran]
1598302/8 <830> Raden Mas Oranyenasau [Hb.6.20.5.1] (Raden Lurah Condrosari) [Pugeran]
1599303/8 <830> Raden Mas Saparjo [Hb.6.20.5.2] [Pugeran]
1600304/8 <830> Raden Mas Mardowo [Hb.6.20.5.3] [Pugeran]
1601305/8 <830> Raden Ayu Mardewi / Siti Umiramdilah [Hb.6.20.5.4] [Pugeran]
1602306/8 <830> Raden Ayu Siti Umiramtilah / Umiramsilah [Ga.Hb.8.6] [Hb.6.20.5.5] (Bendoro Raden Ayu Retnopuspito) [Pugeran] 1603307/8 <830> Raden Ayu Siti Umiramsinah [Hb.6.20.5.6] (Raden Ayu Dirjowardoyo) [Pugeran]
1604308/8 <830> Raden Mas Mariyunani / [Hb.6.20.5.7] (Raden Wedana Winduwinoto) [Pugeran]
1605309/8 <830> Raden Mas Insimulyono / [Hb.6.20.5.9] (Raden Bagus Seputropawoko) [Pugeran]
1606310/8 <830> Raden Mas Koharin [Hb.6.20.5.8] (Raden Mas Oemar Kunsamsi) [Pugeran]
1607311/8 <1004+829!> Bendoro Raden Ajeng Siti Kadariyah [Hb.7.20.3] (Bendoro Raden Ayu Jayengsastro) [Hamengku Buwono VII]
1608312/8 <1004+829!> Bendoro Raden Ajeng Siti Yakdiru Ilasanai [Hb.7.20.5] (Bendoro Raden Ayu Poncokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1609313/8 <1004+829!> Bendoro Raden Mas Sayidu [Hb.7.20.8] (Bendoro Pangeran Haryo Cokrodiningrat) [Hamengku Buwono VII] 1610314/8 <1004+829!> Bendoro Raden Mas Ngaskarul Kadiri [Hb.7.20.12] (Kanjeng Raden Tumenggung Kusumodipuro) [Hamengku Buwono VII]
1611315/8 <1004+829!> Bendoro Raden Ayu Siti Yungamiru [Hb.7.20.16] (Bendoro Raden Ayu Padmonegoro) [Hamengku Buwono VII]
1612316/8 <1004+829!> Bendoro Raden Ajeng Siti Yukasanu [Hb.7.20.18] (Bendoro Raden Ayu Kertonegoro) [Hamengku Buwono VII] 1613317/8 <829+1004!> Bendoro Raden Mas Kasanusabi / [Hb.7.20.28] (Bendoro Kanjeng Raden Tumenggung Wiryonegoro) [Hamengku Buwono VII]
1614318/8 <828> Raden Ajeng Jaliyah [Hb.6.20.2.1] (Raden Ayu Pringgosumarjo) [Pugeran]
1615319/8 <828> Raden Mas Kuswardi [Hb.6.20.2.2] [Pugeran]
1616320/8 <828> Raden Mas Kusdiyo [Hb.6.20.2.3] [Pugeran]
1617321/8 <828> Raden Ajeng Kodamah [Hb.6.20.2.4] [Pugeran]
1618322/8 <828> Raden Ajeng Kustiyah [Hb.6.20.2.5] [Pugeran]
1619323/8 <828> Raden Ajeng Kustari [Hb.6.20.2.6] [Pugeran]
1620324/8 <828> Raden Mas Kusno / Raden Rio Condroseputro [Hb.6.20.2.7] (Raden Wedono Mudodikusno) [Pugeran]
1621325/8 <828> Raden Ajeng Jalinah [Hb.6.20.2.8] (Raden Ayu Projosudibyo) [Pugeran]
1622326/8 <828> Raden Mas Kusnadi [Hb.6.20.2.9] (Kanjeng Pangeran Tumenggung Padmonegoro) [Pugeran]
1623327/8 <828> Raden Mas Sudarsono [Hb.6.20.2.10] [Pugeran]
1624328/8 <777+1602!> Bendoro Raden Ajeng Siti Wahyorini [Hb.8.35] [Hamengku Buwono VIII]
1625329/8 <777+1602!> Bendoro Raden Ayu Siti Sutarsih [Hamengku Buwono VIII]
1626330/8 <777+1602!> Bendoro Raden Mas Sunuwoto [Hb.8.30] (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Hadiwijoyo) [Hamengku Buwono VIII] 1628331/8 <906> Raden Jayeng Lengkoro [Hb.3.2.7.1.1.1] [Hamengku Buwono III]
1629332/8 <926> Raden Roro Sunarsasi [Hb.3.2.18.6.6.1] [Hamengku Buwono III]
1630333/8 <926> Raden Roro Susiwi [Hb.3.2.18.6.6.2] [Hamengku Buwono III]
1631334/8 <926> Raden Roro Susanti [Hb.3.2.18.6.6.3] [Hamengku Buwono III]
1632335/8 <938> Raden Mas Agoes Budiarto [Hb.5.9.3.1] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
1633336/8 <938> Raden Ayu Tuti Sulastri [Hb.5.9.3.2] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
1634337/8 <938> Raden Ayu Agoes Anwari [Hb.5.9.3.3] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
1635338/8 <938> Raden Mas Agoes Wiradat [Hb.5.9.3.4] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
1636339/8 <938> Raden Ayu Ien Harsini [Hb.5.9.3.5] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
1637340/8 <938> Raden Ayu Siti Waito Sahid Sudarjo Hadi Atmojo [Hb.5.9.3.6] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III]
1638341/8 <923> Raden Rusbani Notonegoro [Hb.3.2.18.6.3.1] [Hamengku Buwono III]
1639342/8 <923> Raden Roro Marliah [Hb.3.2.18.6.3.2] [Hamengku Buwono III]
1640343/8 <923> Raden Roro Kubariah [Hb.3.2.18.6.3.3] [Hamengku Buwono III]
1641344/8 <923> Raden Mujono Projoprawiro [Hb.3.2.18.6.3.4] [Hamengku Buwono III]
1642345/8 <923> Raden Sudono [Hb.3.2.18.6.3.5] [Hamengku Buwono III]
1643346/8 <923> Raden Roro Rundiah [Hb.3.2.18.6.3.6] [Hamengku Buwono III]
1644347/8 <923> Raden Mutrisno Murdodiningrat [Hb.3.2.18.6.3.7] [Hamengku Buwono III]
1645348/8 <923> Kanjeng Raden Tumenggung Puspo Harsono [Hb.3.2.18.6.3.8] [Hamengku Buwono III]
1646349/8 <923> Raden Nganten Muning Mariah Joyodiningrat [Hb.3.2.18.6.3.9] [Hamengku Buwono III]
1647350/8 <923> Raden Nganten Surasmiah Joyodiningrat [Hb.3.2.18.6.3.10] [Hamengku Buwono III]
1648351/8 <924> Kanjeng Raden Tumenggung Pringgokusumo [Hb.3.2.18.6.4.1] [Hamengku Buwono III] 1649352/8 <924> Raden Nganten Sastrotanoyo [Hb.3.2.18.6.4.2] [Hamengku Buwono III]
1650353/8 <924> Raden Oepomo [Hb.3.2.18.6.4.3] [Hamengku Buwono III] 1651354/8 <924> Raden Roro Oemirati [Hb.3.2.18.6.4.4] [Hamengku Buwono III]
1652355/8 <924> Raden Nganten Oemiyati Imam Duryat [Hb.3.2.18.6.4.5] [Hamengku Buwono III]
1653356/8 <924> Raden Oesodo [Hb.3.2.18.6.4.6] [Hamengku Buwono III] 1654357/8 <924> Raden Oetoyo [Hb.3.2.18.6.4.7] [Hamengku Buwono III] 1655358/8 <924> Raden Nganten Oeminah Soemitro [Hb.3.2.18.6.4.8] [Hamengku Buwono III]
1656359/8 <924> Raden Oetariyo [Hb.3.2.18.6.4.9] ? (Pamuji) [Hamengku Buwono III] 1657360/8 <924> Raden Roro Oediyat [Hb.3.2.18.6.4.10] [Hamengku Buwono III]
1658361/8 <924> Raden Oediyati [Hb.3.2.18.6.4.11] [Hamengku Buwono III]
1659362/8 <924> Raden Oediyono [Hb.3.2.18.6.4.12] [Hamengku Buwono III]
1660363/8 <944> Raden Ayu Santimah Ismangun [Hb.3.2.22.1.1.1] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III] 1661364/8 <944> Raden Ayu Soetimah/ [Hb.3.2.22.1.1.2] [Hamengkubuwono] 1662365/8 <944+324> Raden Mas Suryo Soeyadi [Hb.3.2.22.1.1.3] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III] 1663366/8 <944+324> Raden Ayu Soemiati / [Hb.3.2.22.1.1.4] [Hamengkubuwono] 1664367/8 <944+324> Raden Ayu Soekartini / [Hb.3.2.22.1.1.5] [Hamengkubuwono]
1665368/8 <944+324> Raden Ayu Susilastuti [Hb.3.2.22.1.1.6] [Hamengku Buwono V]
1666369/8 <944+324> Raden Ayu Soemarsinah / [Hb.3.2.22.1.1.7] [Hamengkubuwono] 1667370/8 <944> Raden Ayu Soewarni / [Hb.3.2.22.1.1.8] [Hamengkubuwono] 1668371/8 <944> Raden Mas Soewardi [Hb.3.2.22.1.1.9] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III] 1669372/8 <944> Raden Mas Soebronto [Hb.3.2.22.1.1.10] [Hamengku Buwono V / Hamengku Buwono III] 1670373/8 <945> Raden Nganten Surorejoso [Hb.3.8.1.1.1.1] [Hamengku Buwono III] 1671374/8 <946+356> Raden Roro Suwarti [Hb.3.14.1.1.1.1] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1672375/8 <946+356> Raden Roro Sajeki [Hb.3.14.1.1.1.2] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1673376/8 <946+356> Raden Roro Marsuti [Hb.3.14.1.1.1.3] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1674377/8 <946+356> Raden Sanyoto [Hb.3.14.1.1.1.4] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1675378/8 <946+356> Raden Sugiarto [Hb.3.14.1.1.1.5] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1676379/8 <946+356> Raden Sriharto [Hb.3.14.1.1.1.6] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1677380/8 <946+356> Raden Mulyarto [Hb.3.14.1.1.1.7] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1678381/8 <946+356> Raden Berbudi [Hb.3.14.1.1.1.8] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1679382/8 <946+356> Raden Roro Sri Hartati [Hb.3.14.1.1.1.9] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1680383/8 <946+356> Raden Roro Sunarti [Hb.3.14.1.1.1.10] [Hamengku Buwono II / Hamengku Buwono III]
1681384/8 <954+357> Raden Ajeng Indrati [Hb.3.14.3.2.5.1] / [Hb.6.8.5.1] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
1682385/8 <954+357> Raden Ajeng Astuti [Hb.3.14.3.2.5.2] / [Hb.6.8.5.2] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
1683386/8 <954+357> Raden Mas Purnawarman [Hb.3.14.3.2.5.3] / [Hb.6.8.5.3] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
1684387/8 <954+357> Raden Ajeng Sundari [Hb.3.14.3.2.5.4] / [Hb.6.8.5.4] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
1685388/8 <954+357> Raden Mas Maliawan [Hb.3.14.3.2.5.5] / [Hb.6.8.5.5] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
1686389/8 <954+357> Raden Mas Harymawan [Hb.3.14.3.2.5.6] / [Hb.6.8.5.6] [Hamengku Buwono III / Hamengku Buwono VI]
1687390/8 <962+358> Roro Indah Resturianny [Hb.3.19.2.1.6.2] [Hamengku Buwono III]
1688391/8 <962+358> Raden Rendra Setiaji [Hb.3.19.2.1.6.3] [Hamengku Buwono III]
1689392/8 <962+358> Raden Nganten Renny Kiranawati [Hb.3.19.2.1.6.1] [Hamengku Buwono III]
1690393/8 <966+359> Raden Dibyo Hardjoso [Hb.3.26.2.1.4.1] [Hamengku Buwono III]
1691394/8 <966+359> Raden Nganten Pangarsi [Hb.3.26.2.1.4.2] [Hamengku Buwono III]
1692395/8 <966+359> Raden Atmotaruno [Hb.3.26.2.1.4.3] [Hamengku Buwono III]
1693396/8 <966+359> Raden Nganten Siti Jumani [Hb.3.26.2.1.4.4] [Hamengku Buwono III]
1694397/8 <966+359> Raden Dharono [Hb.3.26.2.1.4.5] [Hamengku Buwono III]
1695398/8 <966+359> Raden Rahardjo [Hb.3.26.2.1.4.6] [Hamengku Buwono III] 1696399/8 <969> Raden Nganten Sriastuti Purnomo [Hb.3.27.2.1.1.1] [Hamengku Buwono III]
1697400/8 <970+360> Raden Roro Yetti Budiantami [Hb.3.28.13.2.1.1] [Hamengku Buwono III]
1698401/8 <971+361> Raden Agus Budianto [Hb.3.28.13.1.1.1] [Hamengku Buwono III]
1699402/8 <971+361> Raden Arya Okto Budhy Hardoko [Hb.3.28.13.1.1.2] [Hamengku Buwono III]
1700403/8 <971+361> Raden Nganten Enggar Tati Budhy Hendarti [Hb.3.28.13.1.1.3] [Hamengku Buwono III]
1701404/8 <973> Raden Arwan Bauis [Hb.3.28.14.1.2.1] [Hamengku Buwono III]
1702405/8 <973> Raden Durrozi [Hb.3.28.14.1.2.2] [Hamengku Buwono III]
1703406/8 <973> Raden Hadinm [Hb.3.28.14.1.2.3] [Hamengku Buwono III]
1704407/8 <973> Raden Mujib [Hb.3.28.14.1.2.4] [Hamengku Buwono III]
1705408/8 <973> Raden Roro Junaroh [Hb.3.28.14.1.2.5] [Hamengku Buwono III]
1706409/8 <973> Raden Iwik [Hb.3.28.14.1.2.6] [Hamengku Buwono III]
1707410/8 <983> Raden Roro Suci Rahayu [Hb.3.28.14.3.5.1] [Hamengku Buwono III]
1708411/8 <983> Raden Roro Tuti [Hb.3.28.14.3.5.2] [Hamengku Buwono III]
1709412/8 <983> Raden Agus [Hb.3.28.14.3.5.5] [Hamengku Buwono III]
1710413/8 <983> Raden Roro Endang Setiawan [Hb.3.28.14.3.5.6] [Hamengku Buwono III]
1711414/8 <983> Raden Roro Marina [Hb.3.28.14.3.5.7] [Hamengku Buwono III]
1712415/8 <983> Raden Rudi Setiawan [Hb.3.28.14.3.5.8] [Hamengku Buwono III]
1713416/8 <982> Raden Joko [Hb.3.28.14.3.4.1] [Hamengku Buwono III]
1714417/8 <982> Raden Baroto [Hb.3.28.14.3.4.2] [Hamengku Buwono III]
1715418/8 <982> Raden Taufiq [Hb.3.28.14.3.4.3] [Hamengku Buwono III]
1716419/8 <981> Raden Iskandar [Hb.3.28.14.3.3.1] [Hamengku Buwono III]
1717420/8 <981> Raden Nganten Isfaiyah [Hb.3.28.14.3.3.2] [Hamengku Buwono III]
1718421/8 <981> Raden Ishak [Hb.3.28.14.3.3.3] [Hamengku Buwono III] 1719422/8 <981> Raden Roro Zunainah [Hb.3.28.14.3.3.4] [Hamengku Buwono III]
1720423/8 <981> Raden Ikhlas [Hb.3.28.14.3.3.5] [Hamengku Buwono III]
1721424/8 <980> Raden Jamzami [Hb.3.28.14.3.2.1] [Hamengku Buwono III]
1722425/8 <980> Raden N. Hidayat S. [Hb.3.28.14.3.2.2] [Hamengku Buwono III]
1723426/8 <980> Raden Nganten Nurhayati [Hb.3.28.14.3.2.3] [Hamengku Buwono III]
1724427/8 <980> Raden Nganten Jumanah [Hb.3.28.14.3.2.4] [Hamengku Buwono III]
1725428/8 <980> Raden Nganten Umayah [Hb.3.28.14.3.2.5] [Hamengku Buwono III]
1726429/8 <980> Raden Baihaqi [Hb.3.28.14.3.2.6] [Hamengku Buwono III]
1727430/8 <980> Raden Agus [Hb.3.28.14.3.2.7] [Hamengku Buwono III]
1728431/8 <979> Raden Nganten Suhaniyah [Hb.3.28.14.3.1.1] [Hamengku Buwono III]
1729432/8 <979> Raden Nganten Suwartini [Hb.3.28.14.3.1.2] [Hamengku Buwono III]
1730433/8 <979> Raden Nganten Istiqomah [Hb.3.28.14.3.1.3] [Hamengku Buwono III]
1731434/8 <979> Raden Nganten Barirohmah [Hb.3.28.14.3.1.4] [Hamengku Buwono III]
1732435/8 <979> Raden Abdul Jalil [Hb.3.28.14.3.1.5] [Hamengku Buwono III]
1733436/8 <979> Raden Abdul Hamid [Hb.3.28.14.3.1.6] [Hamengku Buwono III]
1734437/8 <986> Raden Ayu Kudotaruno [Hb.4.8.5.1.2.1] [Hb.4.9.1.1.2.1] [Hamengku Buwono IV]
1735438/8 <986> Raden Ayu Atmowinoto [Hb.4.8.5.1.2.2] [Hb.4.9.1.1.2.2] [Hamengku Buwono IV]
1736439/8 <986> Raden Ayu Sudarminah Cokrowinoto [Hb.4.8.5.1.2.3] [Hb.4.9.1.1.2.3] [Hamengku Buwono IV]
1737440/8 <987> Raden Mas Abdul Kadir I [Hb.4.10.2.1.1] [Hamengku Buwono IV]
1738441/8 <988+362> Raden Ayu Sujinah Tablek Sastropertomo [Hb.4.13.1.1.1] [Hamengku Buwono IV]
1739442/8 <1001+1003!> Raden Ayu Siti Jin Sunisai [Hb.6.5.1.1] / [Hb.7.10.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1740443/8 <1001+1003!> Raden Mas Kewusnandar / Raden Panji Partodigdoyo [Hb.6.5.1.4] / [Hb.7.10.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1741444/8 <1001+1003!> Raden Ayu Siti Sri Handinah S. [Hb.6.5.1.3] / [Hb.7.10.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1742445/8 <1003+1001!> Raden Mas Yusupadi [Hb.6.5.1.2] / [Hb.7.10.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1743446/8 <777+1467!> Bendoro Raden Ajeng Siti Kuswanayi [Hb.8.17] (Gusti Bendoro Raden Ayu Cokrodiningrat) [Hamengku Buwono VIII] 1744447/8 <829+1004!> Bendoro Pangeran Haryo Cokrodiningrat [Hb.7.20.8] (Bendoro Raden Mas Sayidu) [Hamengku Buwono VII] 1745448/8 <1000+1002!> Raden Ayu Purbaningrum [Ga.Hb.7.20.5] [Hb.6.5.2.2] [Hamengku Buwono VI] 1746449/8 <1004+1745!> Bendoro Raden Ajeng Siti Sabikatun [Hb.7.20.26] [Hamengku Buwono VII]
1747450/8 <1004+292> Bendoro Raden Mas Mausofi [Hb.7.20.30] [Hamengku Buwono VII]
1748451/8 <1004+292> Bendoro Raden Mas Mashurun [Hb.7.20.19] [Hamengku Buwono VII]
1749452/8 <1004+292> Bendoro Raden Mas Kolonel [Hb.7.20.7] (Bendoro Kanjeng Raden Tumenggung Riyokusumo) [Hamengku Buwono VII]
1750453/8 <1004+292> Bendoro Raden Mas Sukadari [Hb.7.20.9] (Bendoro Kanjeng Raden Tumenggung Cokronegoro) [Hamengku Buwono VII]
1751454/8 <1004+292> Bendoro Raden Mas Mukeyan [Hb.7.20.13] [Hamengku Buwono VII]
1752455/8 <1004+292> Bendoro Raden Mas Kabinulngaskari [Hb.7.20.14] [Hamengku Buwono VII]
1753456/8 <1004+292> Bendoro Raden Ajeng Siti Sulatun [Hb.7.20.24] [Hamengku Buwono VII] 1754457/8 <1004+292> Bendoro Raden Mas Hertog [Hb.7.20.20] [Hamengku Buwono VII]
1755458/8 <1004+292> Bendoro Raden Ajeng Siti Mustokirun [Hb.7.20.17] (Bendoro Raden Ayu Hangabehi) [Hamengku Buwono VII] 1756459/8 <1004+292> Bendoro Raden Mas Saluku [Hb.7.20.11] (Bendoro Kanjeng Raden Tumenggung Purbodiningrat) [Hamengku Buwono VII]
1757460/8 <1004+292> Bendoro Raden Mas Wafirulkotrari [Hb.7.20.4] (Bendoro Pangeran Haryo Pakuningrat) [Hamengku Buwono VII] 1758461/8 <1000+1002!> Raden Mas Sulalonkorn [Hb.6.5.2.3] [Hamengku Buwono VI]
1759462/8 <1000+1002!> Raden Ayu Hadikusumo Sepuh [Gp.Hb.7.58.1] [Hb.6.5.2.4] [Hamengku Buwono VI] 1760463/8 <1010> Raden Ayu Hadikusumo Enem [Gp.Hb.7.58.2] [Hb.6.9.7.3] [Hamengku Buwono VI] 1761464/8 <882+1759!> Raden Mas Ngaskarun [Hb.7.58.1] (Kanjeng Raden Tumenggung Purbokusumo) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1762465/8 <882+1759!> Raden Ajeng Suwasti [Hb.6.5.2.4.2] [Hb.7.58.5] (Raden Ayu Suryosumarno) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1763466/8 <999+996!> Raden Ajeng Niken Raketan [Hb.6.5.4.3] / Raden Ayu Santosa Harsono [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1764467/8 <993+997!> Raden Mas Bani [Hb.6.5.7.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1765468/8 <993+997!> Raden Mas Mitpangun [Hb.6.5.7.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1766469/8 <993+997!> Raden Ayu Parul Projodiningrat [Hb.6.5.7.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1769470/8 <805+792!> Raden Mas Utaryo Notodirjo [Hb.6.17.4.5] [Hamengku Buwono VI / Notodirjo]
1770471/8 <805+792!> Raden Ayu Utami Notodirjo [Hb.6.17.4.4] [Hamengku Buwono VI / Notodirjo]
1774472/8 <1089> Raden Ayu Atasti [Hb.6.18.4.10] [Hamengku Buwono VI] 1775473/8 <1005> Raden Ayu Sosrowiryono [Hb.6.9.1.1] [Hamengku Buwono VI]
1776474/8 <1005> Raden Ayu Jayengprakoso [Hb.6.9.1.2] [Hamengku Buwono VI]
1777475/8 <1005> Raden Ayu Purwosudarmo [Hb.6.9.1.3] [Hamengku Buwono VI]
1778476/8 <1005> Raden Ajeng Muskasiyah [Hb.6.9.1.4] [Hamengku Buwono VI]
1779477/8 <1011> Raden Ayu Pringgosastrosutadikusno [Hb.6.9.8.1] [Hamengku Buwono VI] 1780478/8 <1012> Raden Mas Murhadiningrat [Hb.6.9.9.1] [Hamengku Buwono VI]
1782479/8 <1013> Raden Mas Atmowijoyo [Hb.6.9.11.1] [Hamengku Buwono VI]
1783480/8 <1013> Kanjeng Raden Tumenggung Kuncorohadiningrat [Hb.6.9.11.2] [Hamengku Buwono VI]
1784481/8 <1014> Raden Ayu Harjowisastro [Hb.6.9.12.1] [Hamengku Buwono VI]
1785482/8 <1014> Raden Ayu Kusumowidagdo [Hb.6.9.12.2] [Hamengku Buwono VI]
1786483/8 <1014> Raden Ayu Dirjosukarto [Hb.6.9.12.3] [Hamengku Buwono VI]
1787484/8 <1016> Raden Mas Satrioraharjo [Hb.6.9.14.10] [Hamengku Buwono VI]
1788485/8 <1016> Raden Ayu Sumarman [Hb.6.9.14.9] [Hamengku Buwono VI]
1789486/8 <1016> Raden Ajeng Kussaptoruji [Hb.6.9.14.8] [Hamengku Buwono VI]
1790487/8 <1016> Raden Ajeng Ismihari [Hb.6.9.14.7] [Hamengku Buwono VI]
1791488/8 <1016> Raden Ajeng Sitiwidayati [Hb.6.9.14.6] [Hamengku Buwono VI]
1792489/8 <1016> Raden Mas Nukadar [Hb.6.9.14.5] [Hamengku Buwono VI]
1793490/8 <1016> Raden Mas Suprapto [Hb.6.9.14.4] [Hamengku Buwono VI]
1794491/8 <1016> Raden Nganten Yudosebrongto [Hb.6.9.14.3] [Hamengku Buwono VI] 1795492/8 <1016> Raden Ajeng Susilastuti [Hb.6.9.14.2] [Hamengku Buwono VI]
1797493/8 <1017> Raden Mas Suryokusumo [Hb.6.9.15.1] [Hamengku Buwono VI]
1798494/8 <1017> Raden Mas Ismanji [Hb.6.9.15.10] [Hamengku Buwono VI]
1799495/8 <1017> Raden Ayu Abdul Ali [Hb.6.9.15.9] [Hamengku Buwono VI]
1800496/8 <1017> Raden Ayu Darmokusumo [Hb.6.9.15.8] [Hamengku Buwono VI]
1801497/8 <1017> Raden Ayu Tjongok [Hb.6.9.15.7] [Hamengku Buwono VI]
1802498/8 <1017> Raden Mas Suwarnido [Hb.6.9.15.6] [Hamengku Buwono VI]
1803499/8 <1017> Raden Mas Djody Gondokusumo [Hb.6.9.15.5] [Hamengku Buwono VI]
1804500/8 <1017> Raden Mas Sukra [Hb.6.9.15.3] [Hamengku Buwono VI]
1805501/8 <1017> Raden Mas Suwarnio [Hb.6.9.15.4] [Hamengku Buwono VI]
1806502/8 <1017> Raden Ayu Subono [Hb.6.9.15.2] [Hamengku Buwono VI] 1807503/8 <881> Raden Ayu Purbowinoto [Hb.7.1.1] [Hamengku Buwono VII] 1808504/8 <802> Kanjeng Pangeran Haryo Cakraningrat [Hb.6.11.1.1] [Hamengku Buwono VI]
1809505/8 <802> Raden Ayu Mangkudilogo [Hb.6.11.1.2] [Hamengku Buwono VI]
1810506/8 <802> Raden Ayu Danudiningrat [Hb.6.11.1.3] [Hamengku Buwono VI]
1811507/8 <802> Raden Mas Joyodimurti [Hb.6.11.1.4] [Hamengku Buwono VI]
1812508/8 <802> Raden Ajeng Subiabtinah [Hb.6.11.1.5] (Raden Ayu Harsono) [Hamengku Buwono VI]
1813509/8 <802> Raden Mas Supomeleng [Hb.6.11.1.6] [Hamengku Buwono VI]
1814510/8 <802> Raden Mas Ngarjani [Hb.6.11.1.7] [Hamengku Buwono VI]
1815511/8 <802> Raden Ayu Ronggo Kusmen [Hb.6.11.1.8] [Hamengku Buwono VI]
1816512/8 <802> Raden Ajeng Siti Rahayu Widayatinah [Hb.6.11.1.9] (Raden Ayu Mashur Tejodiningrat) [Hamengku Buwono VI] 1817513/8 <1020> Raden Panji Partowinoto [Hb.6.11.3.1] [Hamengku Buwono VI]
1818514/8 <1020> Raden Ayu Brotosudirjo [Hb.6.11.3.2] [Hamengku Buwono VI]
1819515/8 <1020> Raden Mas Henrich Van Roos [Hb.6.11.3.5] [Hamengku Buwono VI]
1820516/8 <1020> Kanjeng Raden Tumenggung Prawirodiningrat [Hb.6.11.3.4] [Hamengku Buwono VI]
1821517/8 <1020> Kanjeng Raden Tumenggung Prawirodirejo [Hb.6.11.3.3] [Hamengku Buwono VI] 1822518/8 <1150> Raden Ayu Prawirodirjo [Hb.7.19.2] [Hamengku Buwono VII] 1823519/8 <1022+1807!> Raden Ayu Yudoyono [Hb.6.11.5.1] [Hb.7.1.1.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1824520/8 <1022+1807!> Kanjeng Pangeran Haryo Purbowinoto II [Hb.6.11.5.2] [Hb.7.1.1.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1825521/8 <1022+1807!> Raden Bekel Sastroyuwono [Hb.7.1.1.8] (Raden Mas Teguh Bandarul Kabir) [Hamengku Buwono VIII]
1826522/8 <1022+1807!> Raden Bekel Atmowinarno [Hb.7.1.1.7] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1827523/8 <1022+1807!> Raden Ayu Subono [Hb.7.1.1.6] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1828524/8 <1022+1807!> Raden Bekel Purbodikoro [Hb.7.1.1.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1829525/8 <1022+1807!> Raden Ayu Siti Kumaryati [Hb.7.1.1.5] (Raden Ayu Mustejo) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1830526/8 <1022+1807!> Raden Panji Takyidunastri [Hb.7.1.1.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1831527/8 <1024> Raden Ayu Mangundipuro [Hb.6.11.7.1] [Hamengku Buwono VI]
1832528/8 <1025+2166!> Kanjeng Pangeran Haryo Purwodiningrat [Hb.7.4.1.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1833529/8 <1025+2166!> Raden Ayu Labaningrat [Hb.7.4.1.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1834530/8 <1025+2166!> Raden Ayu Ronggo Kusnindar [Hb.7.4.1.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1835531/8 <1025> Raden Mas Suwarjono [Hb.6.11.8.4] [Hamengku Buwono VI]
1836532/8 <1025+2166!> Raden Mas Atmosudibyo [Hb.7.4.1.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1837533/8 <1025+2166!> Raden Mas Lunggadung [Hb.7.4.1.5] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1838534/8 <1025> Raden Mas Sukirbeman [Hb.6.11.8.9] [Hamengku Buwono VI]
1839535/8 <1025> Raden Ayu Salikun Dirjo Wiguno [Hb.6.11.8.8] [Hamengku Buwono VI]
1840536/8 <1025> Raden Ajeng Siti Sutiyarti [Hb.6.11.8.7] [Hamengku Buwono VI]
1841537/8 <1036> Raden Mas Iswanto Nurdarajati [Hb.8.3.1.6] [Hamengku Buwono VIII]
1842538/8 <1036> Raden Mas Satria Wintarajati [Hb.8.3.1.5] [Hamengku Buwono VIII]
1843539/8 <1036> Raden Mas Kusumo Handarumurti [Hb.8.3.1.4] [Hamengku Buwono VIII]
1844540/8 <1036> Raden Mas Purnomo Hadiputranto [Hb.8.3.1.3] [Hamengku Buwono VIII]
1845541/8 <1036> Raden Mas Nurwidiyanto [Hb.8.3.1.2] [Hamengku Buwono VIII]
1846542/8 <1036> Raden Ajeng Siti Nuryati Wahyuni Swandiati [Hb.8.3.1.1] [Hamengku Buwono VIII]
1847543/8 <1038> Raden Roro RA. Hadian Dewantoro [Hb.7.22.5.1.1] [Hamengku Buwono VII]
1848544/8 <1038> Raden Roro RA. Hajeng Dewantari [Hb.7.22.5.1.2] [Hamengku Buwono VII]
1849545/8 <1037+363> Raden Roro Retina Diah Pratiwi [Hb.7.22.5.2.1] [Hamengku Buwono VII]
1850546/8 <1037+363> Raden Roro Astuti Rahdiati [Hb.7.22.5.2.2] [Hamengku Buwono VII]
1851547/8 <1027> Raden Ajeng Kusretno Kasiyah [Hb.6.11.10.1] [Hamengku Buwono VI]
1852548/8 <1027> Raden Mas Tamtanus [Hb.6.11.10.2] [Hamengku Buwono VI]
1853549/8 <1027> Raden Mas Iskandar [Hb.6.11.10.3] [Hamengku Buwono VI]
1854550/8 <1027> Raden Mas Sidarto [Hb.6.11.10.4] [Hamengku Buwono VI]
1855551/8 <1027> Raden Ayu Sayidiyah Tanidipuro [Hb.6.11.10.5] [Hamengku Buwono VI]
1856552/8 <928> Raden Ajeng Kustinah [Hb.6.11.11.1] [Hamengku Buwono VI]
1857553/8 <800> Raden Mas Jamburutari [Hb.6.11.12.1] [Hamengku Buwono VI]
1858554/8 <929> Raden Ayu Kartodiprojo [Hb.6.11.13.1] [Hamengku Buwono VI]
1859555/8 <929> Raden Lurah Suryodiprojo II [Hb.6.11.13.2] [Hamengku Buwono VI]
1860556/8 <929> Raden Ayu Wirodiharjo [Hb.6.11.13.3] [Hamengku Buwono VI]
1861557/8 <796> Bendoro Raden Ajeng Ipji Dangunikri [Hb.6.11.14.1] [Hamengku Buwono VI]
1862558/8 <796> Bendoro Raden Mas Najatun Ngadiati [Hb.6.11.14.2] [Hamengku Buwono VI]
1863559/8 <796> Bendoro Raden Mas Solikut Takiyati [Hb.6.11.14.3] [Hamengku Buwono VI]
1864560/8 <797> Raden Bekel Atmonewoko [Hb.6.11.15.1] [Hamengku Buwono VI]
1865561/8 <797> Raden Ajeng Waskito [Hb.6.11.15.2] [Hamengku Buwono VI]
1866562/8 <797> Raden Mas Sumarsono [Hb.6.11.15.3] [Hamengku Buwono VI]
1867563/8 <797> Raden Ajeng Siti Mustinah [Hb.6.11.15.4] [Hamengku Buwono VI] 1868564/8 <1028+799!> Raden Mas Maliki [Hb.6.11.17.1] [Hamengku Buwono VI]
1869565/8 <799+1028!> Raden Ajeng Widyosastrodipuro [Hb.6.11.17.2] [Hamengku Buwono VI]
1870566/8 <799+1028!> Raden Ajeng Atmosudibyo [Hb.6.11.17.3] [Hamengku Buwono VI]
1871567/8 <799+1028!> Raden Nganten Noyoseputro [Hb.6.11.17.16] [Hamengku Buwono VI]
1872568/8 <799+1028!> Raden Mas Ngantamil Manpirali Istihar [Hb.6.11.17.15] [Hamengku Buwono VI]
1873569/8 <799+1028!> Raden Mas Joko [Hb.6.11.17.14] [Hamengku Buwono VI]
1874570/8 <799+1028!> Raden Ajeng Siti Kurulwaswaskabil [Hb.6.11.17.13] [Hamengku Buwono VI]
1875571/8 <799+1028!> Raden Ayu Suryoputro [Hb.6.11.17.12] [Hamengku Buwono VI]
1876572/8 <799+1028!> Raden Bekel Suryohalpito [Hb.6.11.17.11] [Hamengku Buwono VI]
1877573/8 <799+1028!> Raden Bekel Atmo Condrowiloyo [Hb.6.11.17.10] [Hamengku Buwono VI]
1878574/8 <799+1028!> Raden Ajeng Siti Rohmani [Hb.6.11.17.9] [Hamengku Buwono VI]
1879575/8 <799+1028!> Raden Lurah Atmo Condrodiprojo [Hb.6.11.17.8] [Hamengku Buwono VI]
1880576/8 <799+1028!> Raden Wedana Joyoseputro [Hb.6.11.17.7] [Hamengku Buwono VI]
1881577/8 <799+1028!> Raden Mas Raharjo [Hb.6.11.17.6] [Hamengku Buwono VI]
1882578/8 <799+1028!> Raden Ajeng Siti Rupinah [Hb.6.11.17.5] [Hamengku Buwono VI]
1883579/8 <1028+799!> Raden Mas Atmocondropuspito [Hb.6.11.17.4] [Hamengku Buwono VI]
1884580/8 <1028+799!> Raden Ayu Suryosuparjo [Hb.6.11.17.17] [Hamengku Buwono VI]
1885581/8 <930> Raden Mas Rio Yosodipuro [Hb.6.11.20.1] [Hamengku Buwono VI]
1886582/8 <930> Raden Mas Kajakasari [Hb.6.11.20.2] [Hamengku Buwono VI]
1887583/8 <930> Raden Ajeng Siti Rukmi [Hb.6.11.20.3] [Hamengku Buwono VI]
1888584/8 <930> Raden Ayu Supardi [Hb.6.11.20.5] [Hamengku Buwono VI]
1889585/8 <930> Raden Mas Ibnu Umar [Hb.6.11.20.4] [Hamengku Buwono VI]
1890586/8 <1040+2171!> Raden Ajeng Kusyutrilah [Hb.7.4.9.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1891587/8 <1040+2171!> Raden Ajeng Kuswidiyanti [Hb.7.4.9.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1892588/8 <1040+2171!> Raden Ajeng Kuswirati [Hb.7.4.9.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1893589/8 <1040+2171!> Raden Mas Ibnu Saeful [Hb.7.4.9.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1894590/8 <1040+2171!> Raden Ajeng Kuswidayati [Hb.7.4.9.5] (Raden Ayu Suhardo) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1895591/8 <932> Raden Mas Satryo Raharjo [Hb.6.11.23.4] [Hamengku Buwono VI]
1896592/8 <932> Raden Ajeng Sumarman [Hb.6.11.23.3] [Hamengku Buwono VI]
1897593/8 <932> Raden Ajeng Kussaptiriji [Hb.6.11.23..2] [Hamengku Buwono VI]
1898594/8 <932> Raden Ajeng Siti Widyowati [Hb.6.11.23.1] [Hamengku Buwono VI]
1899595/8 <933> Raden Ajeng Siti Sutyarti [Hb.6.11.24.1] [Hamengku Buwono VI]
1900596/8 <933> Raden Ajeng Siti Sujati [Hb.6.11.24.2] [Hamengku Buwono VI]
1901597/8 <933> Raden Mas Wiwoho [Hb.6.11.24.3] [Hamengku Buwono VI]
1902598/8 <933> Raden Ajeng Siti Suryati [Hb.6.11.24.7] [Hamengku Buwono VI] 1903599/8 <933> Raden Ajeng Siti Swati [Hb.6.11.24.5] [Hamengku Buwono VI]
1904600/8 <933> Raden Ajeng Siti Suhatining [Hb.6.11.24.6] [Hamengku Buwono VI] 1905601/8 <933> Raden Ajeng Siti Sudaryati [Hb.6.11.24.4] [Hamengku Buwono VI] 1906602/8 <934> Raden Mas Kuswarddhana [Hb.6.11.25.1] [Hamengku Buwono VI] 1907603/8 <934> Raden Ayu Yudonegoro [Hb.6.11.25.2] [Hamengku Buwono VI]
1908604/8 <1030> Raden Mas Renessanu Isboi [Hb.6.11.27.8] [Hamengku Buwono VI]
1909605/8 <1030> Raden Ajeng Siti Isbiyunu [Hb.6.11.27.6] (Raden Ayu Suharsono Hadikusumo) [Hamengku Buwono VI] 1910606/8 <1030> Raden Mas Suroso Issuwandhono [Hb.6.11.27.7] [Hamengku Buwono VI]
1911607/8 <1030> Raden Ajeng Siti Iswandari [Hb.6.11.27.5] [Hamengku Buwono VI] 1912608/8 <1030> Raden Ayu Isbiyantirin [Hb.6.11.27.4] [Hamengku Buwono VI]
1913609/8 <1030> Raden Ajeng Sosrokusumo [Hb.6.11.27.3] [Hamengku Buwono VI]
1914610/8 <1030> Raden Mas Isbenu Katamsi [Hb.6.11.27.2] [Hamengku Buwono VI]
1915611/8 <1030> Raden Mas Sidarta [Hb.6.11.27.1] [Hamengku Buwono VI]
1916612/8 <1045> Raden Ajeng Darudewi Wahyuwidayati [Hb.6.11.28.2] [Hamengku Buwono VI] 1917613/8 <1045> Raden Mas Puntodewo Cahyo Wahyudi [Hb.6.11.28.3] [Hamengku Buwono VI]
1918614/8 <1045> Raden Ajeng Puntodewi Runtung Wahyuni [Hb.6.11.28.1] [Hamengku Buwono VI]
1919615/8 <1031> Raden Ajeng Siti Kaharmiyah [Hb.6.11.29.1] [Hamengku Buwono VI]
1920616/8 <1031> Raden Ajeng Siti Sumarti [Hb.6.11.29.2] [Hamengku Buwono VI]
1921617/8 <1031> Raden Mas Jatiwirawan [Hb.6.11.29.3] [Hamengku Buwono VI]
1922618/8 <1031> Raden Mas Irawan [Hb.6.11.29.4] [Hamengku Buwono VI]
1923619/8 <1031> Raden Mas Joko Kusumo [Hb.6.11.29.5] [Hamengku Buwono VI]
1924620/8 <1031> Raden Mas Basudewo [Hb.6.11.29.6] [Hamengku Buwono VI]
1925621/8 <1031> Raden Ajeng Siti Kahariyah [Hb.6.11.29.7] [Hamengku Buwono VI]
1926622/8 <1031> Raden Ajeng Siti Haryani [Hb.6.11.29.8] [Hamengku Buwono VI] 1927623/8 <1031> Raden Mas Rupotolo [Hb.6.11.29.9] [Hamengku Buwono VI]
1928624/8 <1032+1193!> Raden Ajeng Siti Roousmiyati [Hb.7.14.1] (Raden Ayu Jiteng Marsudi) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1929625/8 <1032+1193!> Raden Mas Roosmiyanto [Hb.7.14.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1930626/8 <1032+1193!> Raden Ajeng Siti Kisrunatini [Hb.7.14.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1931627/8 <1032+1193!> Raden Mas Ibnu Roosamsi [Hb.7.14.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1932628/8 <1032+1193!> Raden Mas Sumarooshaji [Hb.7.14.5] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1933629/8 <1032+1193!> Raden Mas Bonorassid [Hb.7.14.6] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1934630/8 <1032+808!> Raden Ajeng Siti Rokhyati Roosmiyatsih [Hb.7.14.7] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1935631/8 <1088> Raden Mas Suwahyohadi [Hb.6.18.45.1] [Hamengku Buwono VI]
1936632/8 <1088> Raden Ajeng Atas Sriharjani [Hb.6.18.45.2] [Hamengku Buwono VI]
1937633/8 <1088> Raden Mas Susetyohadi [Hb.6.18.45.3] [Hamengku Buwono VI]
1938634/8 <1051> Raden Ajeng Suharmi [Hb.6.18.43.1] [Hamengku Buwono VI]
1939635/8 <1075> Raden Ajeng Siti Kusumandari [Hb.6.18.21.1] [Hamengku Buwono VI]
1940636/8 <1075> Raden Ajeng Siti Kusumastuti [Hb.6.18.21.2] [Hamengku Buwono VI]
1941637/8 <1074> Raden Mas Atas Hariyono [Hb.6.18.20.1] [Hamengku Buwono VI]
1942638/8 <1074> Raden Ajeng Atas Hariyani [Hb.6.18.20.5] [Hamengku Buwono VI]
1943639/8 <1074> Raden Mas Atas Haripranowo [Hb.6.18.20.4] [Hamengku Buwono VI]
1944640/8 <1074> Raden Mas Atas Haripranoto [Hb.6.18.20.3] [Hamengku Buwono VI]
1945641/8 <1074> Raden Mas Atas Hariyanto [Hb.6.18.20.2] [Hamengku Buwono VI]
1946642/8 <1073> Raden Ajeng Sri Rahayu [Hb.6.18.19.1] [Hamengku Buwono VI]
1947643/8 <1073> Raden Ajeng Parlentien [Hb.6.18.19.2] [Hamengku Buwono VI]
1948644/8 <1069+2281!> Raden Mas Sasongko Kumoro [Hb.7.20.15.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 1949645/8 <1069+2281!> Raden Mas Suryo Kumoro [Hb.7.20.15.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1950646/8 <1069+2281!> Raden Ajeng Retno Kumoro [Hb.7.20.15.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
1951647/8 <1072> Raden Mas Mustikojati [Hb.6.18.17.1] [Hamengku Buwono VI]
1952648/8 <1070> Raden Mas Sudewo [Hb.6.18.16.2] [Hamengku Buwono VI]
1953649/8 <1070> Raden Mas Dewobroto [Hb.6.18.16.3] [Hamengku Buwono VI]
1954650/8 <1070> Raden Ajeng Utari [Hb.6.18.16.4] [Hamengku Buwono VI]
1955651/8 <1070> Raden Mas Susanto [Hb.6.18.16.5] [Hamengku Buwono VI]
1956652/8 <1070> Raden Ajeng Kusumaryarti [Hb.6.18.16.1] [Hamengku Buwono VI]
1957653/8 <1070> Raden Ajeng Farida Muryati [Hb.6.18.16.7] [Hamengku Buwono VI]
1958654/8 <1070> Raden Ajeng Wahyuwiyati [Hb.6.18.16.6] [Hamengku Buwono VI]
1959655/8 <1072> Raden Ajeng Susiloretno [Hb.6.18.17.2] [Hamengku Buwono VI]
1960656/8 <1072> Raden Ajeng Sukretiyowati [Hb.6.18.17.3] [Hamengku Buwono VI]
1961657/8 <1072> Raden Ajeng Sridonoharti [Hb.6.18.17.4] [Hamengku Buwono VI]
1962658/8 <1072> Raden Mas Jatmikohadi [Hb.6.18.17.5] [Hamengku Buwono VI]
1963659/8 <1072> Raden Ajeng Kuswantiyotatmi [Hb.6.18.17.6] [Hamengku Buwono VI]
1964660/8 <1072> Raden Ajeng Sudarsini [Hb.6.18.17.8] [Hamengku Buwono VI]
1965661/8 <1072> Raden Ajeng Iswarastuti [Hb.6.18.17.7] [Hamengku Buwono VI]
1966662/8 <1072> Raden Ajeng Kusumodewati [Hb.6.18.17.9] [Hamengku Buwono VI]
1967663/8 <1068> Raden Mas Usaeni [Hb.6.18.13.2] [Hamengku Buwono VI]
1968664/8 <1068> Raden Ajeng Ispahano [Hb.6.18.13.1] [Hamengku Buwono VI]
1969665/8 <1071> Raden Mas Arban [Hb.6.18.14.2] [Hamengku Buwono VI]
1970666/8 <1071> Raden Mas Armianto [Hb.6.18.14.1] [Hamengku Buwono VI]
1971667/8 <1071> Raden Ajeng Armiatun [Hb.6.18.14.3] [Hamengku Buwono VI]
1972668/8 <1071> Raden Ajeng Armiati [Hb.6.18.14.4] [Hamengku Buwono VI]
1973669/8 <1071> Raden Ajeng Armiastuti [Hb.6.18.14.5] [Hamengku Buwono VI]
1974670/8 <1071> Raden Ajeng Ardiatun [Hb.6.18.14.6] [Hamengku Buwono VI]
1975671/8 <1071> Raden Ajeng Ardaninggar [Hb.6.18.14.11] [Hamengku Buwono VI]
1976672/8 <1071> Raden Mas Arianto [Hb.6.18.14.10] [Hamengku Buwono VI]
1977673/8 <1071> Raden Mas Ardianto [Hb.6.18.14.9] [Hamengku Buwono VI]
1978674/8 <1071> Raden Ajeng Ardiati [Hb.6.18.14.8] [Hamengku Buwono VI]
1979675/8 <1071> Raden Mas Ariseno [Hb.6.18.14.7] [Hamengku Buwono VI]
1980676/8 <1063> Raden Mas Barlow Sidhanti [Hb.6.18.12.1] [Hamengku Buwono VI]
1981677/8 <1063> Raden Ajeng Bariori Atas Riati [Hb.6.18.12.2] [Hamengku Buwono VI]
1982678/8 <1063> Raden Ayu Barnisriati [Hb.6.18.12.3] [Hamengku Buwono VI]
1983679/8 <1063> Raden Mas Barnorianto [Hb.6.18.12.4] [Hamengku Buwono VI]
1984680/8 <1063> Raden Ajeng Sri Suryati [Hb.6.18.12.5] [Hamengku Buwono VI] 1985681/8 <1063> Raden Mas Bardio [Hb.6.18.12.13] [Hamengku Buwono VI]
1986682/8 <1063> Raden Mas Barmono [Hb.6.18.12.12] [Hamengku Buwono VI]
1987683/8 <1063> Raden Mas Bardono [Hb.6.18.12.11] [Hamengku Buwono VI]
1988684/8 <1063> Raden Ajeng Barsiam [Hb.6.18.12.10] [Hamengku Buwono VI]
1989685/8 <1063> Raden Ajeng Barri Hastuti [Hb.6.18.12.9] [Hamengku Buwono VI]
1990686/8 <1063> Raden Mas Raharjo [Hb.6.18.12.7] [Hamengku Buwono VI]
1991687/8 <1063> Raden Mas Kusumo Suprapto [Hb.6.18.12.8] [Hamengku Buwono VI]
1992688/8 <1063> Raden Ajeng Sri Indarti [Hb.6.18.12.6] [Hamengku Buwono VI]
1993689/8 <1061> Raden Ajeng Atas Waruti [Hb.6.18.11.5] [Hamengku Buwono VI]
1994690/8 <1061> Raden Ajeng Atas Sriyati [Hb.6.18.11.4] [Hamengku Buwono VI]
1995691/8 <1061> Raden Mas Supratiknyo [Hb.6.18.11.1] [Hamengku Buwono VI]
1996692/8 <1061> Raden Mas Suhardiman [Hb.6.18.11.2] [Hamengku Buwono VI]
1997693/8 <1061> Raden Ajeng Atas Suwartinah [Hb.6.18.11.3] [Hamengku Buwono VI]
1998694/8 <1058> Raden Mas Surodi [Hb.6.18.8.1] [Hamengku Buwono VI]
1999695/8 <1050> Raden Ajeng Atas Kartini [Hb.6.18.7.1] [Hamengku Buwono VI]
2000696/8 <1046> Raden Mas Sakirdanmerski [Hb.6.18.1.1] [Hamengku Buwono VI]
2001697/8 <1046> Raden Mas Sudiyanto [Hb.6.18.1.5] [Hamengku Buwono VI]
2002698/8 <1046> Raden Ajeng Emperatrice [Hb.6.18.1.4] [Hamengku Buwono VI]
2003699/8 <1046> Raden Mas Alberdien [Hb.6.18.1.3] [Hamengku Buwono VI]
2004700/8 <1046> Raden Mas Danurdono [Hb.6.18.1.2] [Hamengku Buwono VI]
2005701/8 <1047> Raden Mas Ibnusapari [Hb.6.18.2.1] [Hamengku Buwono VI]
2006702/8 <1047> Raden Ajeng Sri Ambarkustin [Hb.6.18.2.5] [Hamengku Buwono VI]
2007703/8 <1047> Raden Mas Ibnu Saipur [Hb.6.18.2.4] [Hamengku Buwono VI]
2008704/8 <1047> Raden Mas Alwimalebari [Hb.6.18.2.3] [Hamengku Buwono VI]
2009705/8 <1047> Raden Ajeng S. Sajarahbanun [Hb.6.18.2.2] [Hamengku Buwono VI]
2010706/8 <801> Raden Mas Sudomo [Hb.6.18.3.3] [Hamengku Buwono VI]
2011707/8 <801> Raden Ajeng Niniek [Hb.6.18.3.1] [Hamengku Buwono VI]
2012708/8 <801> Raden Ajeng Kustanti [Hb.6.18.3.2] [Hamengku Buwono VI]
2013709/8 <801> Raden Ajeng Suwasti [Hb.6.18.3.4] [Hamengku Buwono VI]
2014710/8 <801> Raden Ajeng Sriana [Hb.6.18.3.5] [Hamengku Buwono VI]
2015711/8 <801> Raden Mas Harjosubroto [Hb.6.18.3.6] (Kanjeng Raden Tumenggung Kusumodiningrat) [Hamengku Buwono VI] 2016712/8 <801> Raden Mas Harjowiono [Hb.6.18.3.7] [Hamengku Buwono VI]
2017713/8 <801> Raden Ajeng Constantien [Hb.6.18.3.8] [Hamengku Buwono VI]
2018714/8 <801> Raden Mas Mustolo [Hb.6.18.3.9] [Hamengku Buwono VI]
2019715/8 <801> Raden Mas Harjo Seputro [Hb.6.18.3.10] [Hamengku Buwono VI]
2020716/8 <1090+307> Raden Mas Sardono [Hb.7.68.4] [Hamengku Buwono VII] 2021717/8 <1097> Raden Ajeng Kirana Yudantifani [Hb.7.54.4.2.1] [Hamengku Buwono VII]
2022718/8 <1097> Raden Ajeng Kirana Yudamarinta Februari [Hb.7.54.4.2.2] [Hamengku Buwono VII]
2023719/8 <1101> Anisa Adi Herawati Murningtyas [Hb.7.54.2.3.1] [Hamengku Buwono VII]
2024720/8 <1100> Raden Mas Bambang Kirana Hermajati [Hb.7.54.2.2.1] [Hamengku Buwono VII]
2025721/8 <1100> Raden Mas Herbagas Kiranamurti [Hb.7.54.2.2.2] [Hamengku Buwono VII]
2026722/8 <801> Raden Mas Jatiprakoso [Hb.6.18.3.2.4] [Hamengku Buwono VI]
2027723/8 <801> Raden Mas Jatiprayitno [Hb.6.18.3.2.5] [Hamengku Buwono VI]
2028724/8 <1103> Raden Mas Dony Donasari [Hb.7.54.1.2.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2029725/8 <1103> Raden Ajeng Rany Rahadiantika [Hb.7.54.1.2.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2030726/8 <1103> Raden Ajeng Waryud Kemasari [Hb.7.54.1.2.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2031727/8 <1048> Raden Ajeng S. Sutarin [Hb.6.18.6.1] [Hamengku Buwono VI]
2032728/8 <1089> Raden Ajeng Utarin [Hb.6.18.4.1] (Raden Ayu Satochid Kartanegara) [Hamengku Buwono VI] 2033729/8 <1089> Raden Mas Umarsono Kusumo Utoyo [Hb.6.18.4.2] [Hamengku Buwono VI]
2034730/8 <1089> Raden Mas Ariono Kusumo Utoyo [Hb.6.18.4.4] [Hamengku Buwono VI]
2035731/8 <1089> Raden Mas Hadiono Kusumo Utoyo [Hb.6.18.4.3] [Hamengku Buwono VI]
2036732/8 <1089> Raden Ajeng Utariah [Hb.6.18.4.5] (Raden Ayu Sudirman Kartohadiprojo) [Hamengku Buwono VI] 2037733/8 <1089> Raden Mas Sutodo Kusumo Utoyo [Hb.6.18.4.6] [Hamengku Buwono VI]
2038734/8 <1089> Raden Mas Utopo Kusumo Utoyo [Hb.6.18.4.7] [Hamengku Buwono VI]
2039735/8 <1089> Raden Ajeng Atashari [Hb.6.18.4.11] (Raden Ayu Martono) [Hamengku Buwono VI]
2040736/8 <1089> Raden Mas Usadarto Kusumo Utoyo [Hb.6.18.4.12] [Hamengku Buwono VI]
2041737/8 <1089> Raden Ajeng Subanjirah [Hb.6.18.4.8] (Raden Ayu Wignyosuparto) [Hamengku Buwono VI]
2042738/8 <1089> Raden Mas Moorianto Kusumo Utoyo [Hb.6.18.4.9] [Hamengku Buwono VI] 2043739/8 <1049> Raden Ajeng Sadariah [Hb.6.18.5.1] ? (Raden Ayu Sumitro) [Hamengku Buwono VI] 2044740/8 <1049> Raden Mas Rustamaji [Hamengku Buwono VI]
2045741/8 <1049> Raden Ajeng Ayu Sri Chayati [Hb.6.18.5.3] ? (Raden Ayu Darmasto H. Panular) [Hamengku Buwono VI] 2046742/8 <1049> Raden Ajeng Sri Kustilah [Hamengku Buwono VI]
2047743/8 <1049> Raden Mas Rachim [Hb.6.18.5.5] ? (Louis Van S) [Hamengku Buwono VI]
2048744/8 <1049> Raden Mas Sutarto [Hb.6.18.5.6] [Hamengku Buwono VI]
2049745/8 <1049> Raden Mas Samsudi [Hb.6.18.5.7] [Hamengku Buwono VI]
2050746/8 <1048> Raden Ajeng Sutariyah [Hb.6.18.6.2] ? (Raden Ayu Projodiningrat) [Hamengku Buwono VI] 2051747/8 <1048> Raden Mas Herusutamto [Hb.6.18.6.3] [Hamengku Buwono VI]
2052748/8 <1048> Raden Ajeng Siti Suwasti [Hb.6.18.6.4] [Hamengku Buwono VI]
2053749/8 <1048> Raden Ajeng Maryati [Hb.6.18.6.5] ? (Raden Ayu Budiman) [Hamengku Buwono VI] 2054750/8 <1065+364> Raden Mas Sumarsono [Hb.6.18.9.1] [Hamengku Buwono VI]
2055751/8 <1065+364> Raden Mas Sudiono [Hb.6.18.9.2] [Hamengku Buwono VI]
2056752/8 <1065+364> Raden Ajeng Atasasri [Hb.6.18.9.3] ? (Raden Ayu Muksis) [Hamengku Buwono VI] 2057753/8 <1065+364> Raden Ajeng Atasamien [Hb.6.18.9.4] ? (Raden Ayu Hadinoto) [Hamengku Buwono VI] 2058754/8 <1065+364> Raden Mas Sumantri [Hb.6.18.9.5] [Hamengku Buwono VI]
2059755/8 <1065+364> Raden Mas Sudibyo [Hb.6.18.9.6] [Hamengku Buwono VI]
2060756/8 <1065+364> Raden Mas Subari [Hb.6.18.9.7] [Hamengku Buwono VI]
2061757/8 <1065+364> Raden Mas Suharyono [Hb.6.18.9.8] [Hamengku Buwono VI]
2062758/8 <1065+364> Raden Ajeng Atas Asih [Hb.6.18.9.9] ? (Raden Ayu Hadikusumo) [Hamengku Buwono VI] 2063759/8 <1065+364> Raden Mas Suwahyu Aji [Hb.6.18.9.10] [Hamengku Buwono VI]
2064760/8 <1059> Raden Ajeng Karmiasih [Hb.6.18.10.1] (Raden Ayu Munoto Notokusumo) [Hamengku Buwono VI] 2065761/8 <1059> Raden Ajeng Mustinah [Hb.6.18.10.2] (Raden Ayu Supangkat) [Hamengku Buwono VI]
2066762/8 <1059> Raden Ajeng Musrinah [Hb.6.18.10.3] (Raden Ayu Suparto) [Hamengku Buwono VI]
2067763/8 <1059> Raden Ajeng Musdilah [Hb.6.18.10.4] (Raden Ayu S. Reksodarmojo) [Hamengku Buwono VI]
2068764/8 <1059> Raden Ajeng Musriati [Hb.6.18.10.5] [Hamengku Buwono VI]
2069765/8 <1059> Raden Mas Mustopo [Hb.6.18.10.6] [Hamengku Buwono VI]
2070766/8 <1059> Raden Mas Mustejo [Hb.6.18.10.7] [Hamengku Buwono VI]
2071767/8 <1059> Raden Ajeng Mustiyah [Hb.6.18.10.8] (Raden Ayu Guharsono) [Hamengku Buwono VI] 2072768/8 <1059> Raden Mas Mustaji [Hb.6.18.10.9] [Hamengku Buwono VI]
2073769/8 <1059> Raden Mas Musigit [Hb.6.18.10.10] [Hamengku Buwono VI]
2074770/8 <1114> Raden Ayu Suminten [Pa.4.1.1.1] [Pakualaman]
2075771/8 <1115> Raden Mas Pujosubroto [Pa.4.1.2.1] [Paku Alam IV]
2076772/8 <1115> Raden Ajeng Niwataningsih [Pa.4.1.2.2] (Raden Ayu Himodigdoyo) [Paku Alam IV]
2077773/8 <1115> Raden Ajeng Niwataningsih [Pa.4.1.2.3] (Raden Ayu Sumowinoto) [Paku Alam IV]
2078774/8 <1115> Raden Ayu Sunarti [Pa.4.1.2.4] [Paku Alam IV]
2079775/8 <884+348> Kanjeng Raden Tumenggung Jayaningrat [Hb.7.13.8] [Hamengku Buwono VII] 2080776/8 <853+340> Raden Mas Alfonds [Hb.6.20.28.1] [Pugeran]
2081777/8 <853+340> Raden Ajeng Suul [Hb.6.20.28.2] [Pugeran]
2082778/8 <853+340> Raden Ajeng Augusta [Hb.6.20.28.3] [Pugeran]
2083779/8 <1118+365> Raden Ayu Kusrento Kasiah [Hb.6.23.2.1] [Hamengku Buwono VI]
2084780/8 <1118+365> Raden Mas Tamtanus [Hb.6.23.2.2] [Hamengku Buwono VI]
2085781/8 <1118+365> Raden Mas Iskandar [Hb.6.23.2.3] [Hamengku Buwono VI]
2086782/8 <1118+365> Raden Mas Sidarto [Hb.6.23.2.4] [Hamengku Buwono VI]
2087783/8 <1118+365> Raden Ayu Sayidiyah Tanidipuro [Hb.6.23.2.5] [Hamengku Buwono VI]
2088784/8 <1119> Raden Ayu Agustinah [Hb.6.23.4.1] [Hamengku Buwono VI]
2089785/8 <1119> Raden Mas Suripto [Hb.6.23.4.2] [Hamengku Buwono VI]
2090786/8 <1119> Raden Mas Danang [Hb.6.23.4.3] [Hamengku Buwono VI]
2091787/8 <1120> Raden Ayu Umayi Prayitno [Hb.6.23.3.1] [Hamengku Buwono VI]
2092788/8 <1120> Kanjeng Raden Mas Tumenggung Umoyo Padmodipuro [Hb.6.23.3.2] [Hamengku Buwono VI]
2093789/8 <1010> Raden Ayu Harjoatmojo [Hb.6.9.7.1] [Hamengku Buwono VI]
2094790/8 <1010> Raden Ayu Harjokusumo [Hb.6.9.7.2] [Hamengku Buwono VI]
2095791/8 <1010> Raden Ayu Sumekto [Hb.6.9.7.4] [Hamengku Buwono VI]
2096792/8 <1010> Raden Ayu Legosuhoto [Hb.6.9.7.5] [Hamengku Buwono VI]
2097793/8 <1010> Kanjeng Pangeran Haryo Mangunkusumo [Hb.6.9.7.6] [Hamengku Buwono VI] 2098794/8 <807> Raden Mas Pringgo Sastrosutadikusno [Hb.6.9.4.5] [Hamengku Buwono VI] 2099795/8 <881+343> Raden Ayu Purboningrat [Hb.7.1.2] [Hamengku Buwono VII]
2100796/8 <881+343> Raden Ayu Suryo Subianto [Hb.7.1.3] [Hamengku Buwono VII]
2101797/8 <881+343> Raden Ayu Purbo Sudibyo [Hb.7.1.4] [Hamengku Buwono VII]
2102798/8 <881+344> Kanjeng Raden Tumenggung Brotodiprojo [Hb.7.1.6] [Hamengku Buwono VII]
2103799/8 <881+343> Raden Ayu Notoprajarto [Hb.7.1.5] [Hamengku Buwono VII]
2104800/8 <881+344> Kanjeng Raden Tumenggung Dipodiningrat [Hb.7.1.7] [Hamengku Buwono VII]
2105801/8 <881+345> Raden Ayu Dewi Marzuki [Hb.7.1.8] [Hamengku Buwono VII]
2106802/8 <881+345> Raden Ayu Sudiyat [Hb.7.1.9] [Hamengku Buwono VII]
2107803/8 <881> Kanjeng Raden Tumenggung Kusumodiprojo [Hb.7.1.10] [Hamengku Buwono VII]
2108804/8 <881> Raden Ayu Suwahyo [Hb.7.1.11] [Hamengku Buwono VII]
2109805/8 <1154+1153!> Raden Mas Ngaskarul Sujangi [Hb.7.76.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2110806/8 <1154+1153!> Raden Mas Lenggana [Hb.7.76.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2111807/8 <1154+1153!> Raden Ajeng Sriwiyati [Hb.7.76.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2112808/8 <1154+1153!> Raden Ajeng Nuning Warini [Hb.7.76.1] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2113809/8 <1155+369> Bendoro Raden Ayu Murdaningrat [Hb.7.74.3] [Hamengku Buwono VII]
2114810/8 <1155+369> Raden Ajeng Siti Kismardewi [Hb.7.74.1] [Hamengku Buwono VII]
2115811/8 <1121+2097!> Raden Ajeng Siti Onengan [Hb.7.71.6] (Raden Ayu Sutatwo Hadiwigeno) [Hamengku Buwono VII] 2116812/8 <1121+2097!> Raden Mas Supono [Hb.7.71.5] (Kanjeng Raden Tumenggung Hastono Negoro) [Hamengku Buwono VII]
2117813/8 <1121+2097!> Raden Mas Sucitro [Hb.7.71.4] [Hamengku Buwono VII]
2118814/8 <1121+2097!> Raden Mas Widotomo [Hb.7.71.3] [Hamengku Buwono VII]
2119815/8 <1121+2097!> Raden Mas Swayitno [Hb.7.71.2] [Hamengku Buwono VII]
2120816/8 <1121+2097!> Bendoro Raden Ayu Benowo [Hb.7.71.1] [Hamengku Buwono VII] 2121817/8 <1298+147> Raden Ayu Hadinegoro Enem [Gp.Hb.7.68.2] Raden Ajeng Ismusiratun [Surodiningrat] 2123818/8 <1090+2121!> Raden Mas Nirantoro [Hb.7.68.14] [Hamengku Buwono VII]
2124819/8 <1090+2121!> Raden Mas Sinangjono [Hb.7.68.13] [Hamengku Buwono VII]
2125820/8 <1090+2121!> Raden Ajeng Harjanti [Hb.7.68.12] (Raden Ayu Sumbogo) [Hamengku Buwono VII] 2126821/8 <1090+2121!> Raden Ajeng Suparwati [Hb.7.68.11] (Raden Ayu Kuncoro) [Hamengku Buwono VII] 2127822/8 <1090+2121!> Raden Ajeng Srimulat [Hb.7.68.10] (Raden Ayu Widarso) [Hamengku Buwono VII] 2129823/8 <1090+2121!> Raden Mas Rimawan [Hb.7.68.8] [Hamengku Buwono VII]
2130824/8 <1090+2121!> Raden Ajeng Siti Sunarti [Hb.7.68.7] (Raden Ayu Hambarjan) [Hamengku Buwono VII] 2131825/8 <1090+2121!> Raden Ajeng Ismarpinjun Kastupi [Hb.7.68.6] (Raden Ayu Suwanto Singaranu) [Hamengku Buwono VII] 2132826/8 <1090+307> Raden Ajeng Siti Sumarti [Hb.7.68.5] [Hamengku Buwono VII]
2133827/8 <1090+307> Raden Mas Sutrisno [Hb.7.68.3] [Hamengku Buwono VII]
2134828/8 <1090+307> Raden Mas Sutiyanto [Hb.7.68.2] [Hamengku Buwono VII]
2135829/8 <1090+307> Raden Mas Asimkuwari [Hb.7.68.1] [Hamengku Buwono VII]
2136830/8 <882+1760!> Raden Mas Kesowo [Hb.7.58.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2137831/8 <882+1760!> Raden Ajeng Widayat Sumalyo [Hb.7.58.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2138832/8 <882+1759!> Raden Mas L. Sayoko [Hb.7.58.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2139833/8 <882+1760!> Raden Ajeng Sri Sahuti [Hb.7.58.6] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2140834/8 <882+1760!> Raden Mas Danisworo [Hb.7.58.7] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2141835/8 <882+1760!> Raden Ajeng Srie Haryati [Hb.7.58.8] (Raden Ayu Gandhi Purno) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 2142836/8 <882+1759!> Raden Ajeng Suparmi [Hb.7.58.9] (Raden Ayu Kusumo Widayat) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 2143837/8 <1156+382> Raden Mas Winoto Parartho [Hb.7.56.4] [Hamengku Buwono VII]
2144838/8 <1156+382> Raden Ajeng Musjati [Hb.7.56.3] (Raden Ayu Suryowinoto) [Hamengku Buwono VII] 2145839/8 <1156+382> Raden Ajeng Nuryati [Hb.7.56.2] (Raden Ayu Sutratmo Hadisusanto) [Hamengku Buwono VII] 2146840/8 <1156+382> Raden Ajeng Nurini [Hb.7.56.1] (Raden Ayu Suryokusumo) [Hamengku Buwono VII] 2147841/8 <1129+369> Raden Ayu Condrohalpito [Hb.7.47.1] [Hamengku Buwono VII]
2148842/8 <1129+369> Raden Ayu Puspodiningrat [Hb.7.47.2] [Hamengku Buwono VII]
2149843/8 <1129+369> Kanjeng Raden Tumenggung Brongtodiningrat [Hb.7.47.3] [Hamengku Buwono VII]
2150844/8 <1129+369> Raden Mas Ruslanu Danurusamsi [Hb.7.47.4] [Hamengku Buwono VII]
2151845/8 <1129+369> Raden Ajeng Sumiyarti [Hb.7.47.5] [Hamengku Buwono VII]
2152846/8 <1129+369> Raden Mas Sutresno [Hb.7.47.6] [Hamengku Buwono VII]
2153847/8 <1129+369> Raden Mas Rudhatin [Hb.7.47.7] [Hamengku Buwono VII]
2154848/8 <1131> Raden Ajeng Palentinah [Hb.7.45.5] [Hamengku Buwono VII]
2155849/8 <1131> Raden Ayu Karloon [Hb.7.45.3] [Hamengku Buwono VII]
2156850/8 <1131> Raden Mas Suryo Sucipto [Hb.7.45.2] [Hamengku Buwono VII]
2157851/8 <1131> Raden Ajeng Sumarsih [Hb.7.45.4] (Raden Ayu M. Sarlono) [Hamengku Buwono VII] 2158852/8 <1131> Raden Mas Yordan [Hb.7.45.1] (Raden Lurah Condrolukito) [Hamengku Buwono VII]
2159853/8 <1150> Raden Mas Basuki [Hb.7.19.4] [Hamengku Buwono VII]
2160854/8 <1150> Raden Ayu Suryaningprang [Hb.7.19.3] [Hamengku Buwono VII]
2161855/8 <1163+389> Kanjeng Raden Mas Haryo Suryo Baswo S. [Hb.7.19.1.4] [Pakubuwono X]
2162856/8 <1163+389> Bendoro Raden Mas Suryo Danindro S. [Hb.7.19.1.3] [Pakubuwono X]
2163857/8 <1163+389> Bendoro Raden Ajeng Murhardining [Hb.7.19.1.2] (Bendoro Raden Ayu Cipto Yuwono) [Pakubuwono X] 2164858/8 <1163+389> Bendoro Raden Ajeng Kusniati [Hb.7.19.1.1] (Bendoro Raden Ayu Suryo) [Pakubuwono X]
2165859/8 <884+347> Raden Lurah Hatmosuwarno [Hb.7.13.3] [Hamengku Buwono VII]
2166860/8 <880+342> Raden Ayu Wiroguno [Hb.7.4.1] [Hamengku Buwono VII] 2167861/8 <880+342> Kanjeng Raden Tumenggung Poncokusumo [Hb.7.4.2] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2168862/8 <880+342> Raden Mas Atmo Tjondropawiro [Hb.7.4.4] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2169863/8 <880+342> Raden Ayu Danuningrat [Hb.7.4.7] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2170864/8 <880+342> Kanjeng Raden Tumenggung Joyowinoto [Hb.7.4.10] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2171865/8 <880+342> Kanjeng Raden Tumenggung Pusponegoro [Hb.7.4.9] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII] 2172866/8 <880+342> Kanjeng Raden Tumenggung Nitinegoro [Hb.7.4.8] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2173867/8 <880+342> Raden Ayu Ambar Kusumo [Hb.7.4.6] (Raden Ayu Danudirjo) [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2174868/8 <880+342> Raden Ayu Danusewoyo [Hb.7.4.5] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2175869/8 <880+342> Raden Ayu Mangun Prawiro Wiguno [Hb.7.4.3] [Hamengku Buwono VI / Hamengku Buwono VII]
2176870/8 <884+346> Raden Lurah Atmocondrodipuro [Hb.7.13.1] [Hamengku Buwono VII]
2177871/8 <884+348> Raden Mas Sudarmojo [Hb.7.13.2] [Hamengku Buwono VII]
2178872/8 <884+346> Kanjeng Raden Tumenggung Kusumodipuro [Hb.7.13.4] [Hamengku Buwono VII]
2179873/8 <884+346> Raden Rio Kusumoatmojo [Hb.7.13.5] [Hamengku Buwono VII]
2180874/8 <884+347> Raden Wedono Kawindrogupito [Hb.7.13.7] [Hamengku Buwono VII]
2181875/8 <884+351> Raden Ayu Kaharkusmen [Hb.7.13.6] [Hamengku Buwono VII]
2182876/8 <884+352> Raden Mas Suarli [Hb.7.13.14] [Hamengku Buwono VII]
2183877/8 <884+350> Raden Ngabehi Puspopertomo [Hb.7.13.9] [Hamengku Buwono VII]
2184878/8 <884+348> Raden Ayu Wiryoatmojo [Hb.7.13.13] [Hamengku Buwono VII]
2185879/8 <884+348> Raden Ayu Kartosudirjo [Hb.7.13.10] [Hamengku Buwono VII]
2186880/8 <884+346> Raden Lurah Atmocondrosebdo [Hb.7.13.11] [Hamengku Buwono VII]
2187881/8 <884+350> Raden Rio Mandoyoseputro [Hb.7.13.12] [Hamengku Buwono VII]
2188882/8 <884+350> Raden Ajeng Suhatijah [Hb.7.13.15] (Raden Ayu Dibyoharjono) [Hamengku Buwono VII] 2189883/8 <884+349> Raden Mas Suhadiyo [Hb.7.13.28] [Hamengku Buwono VII]
2190884/8 <884+352> Raden Rio Mandoyoseputro [Hb.7.13.27] [Hamengku Buwono VII]
2191885/8 <884+350> Raden Mas Sumaji [Hb.7.13.26] [Hamengku Buwono VII]
2192886/8 <884+1164!> Raden Mas Rio Condrodiningrat [Hb.7.13.25] [Hamengku Buwono VII]
2193887/8 <884+1164!> Raden Mas Menot [Hb.7.13.24] [Hamengku Buwono VII]
2194888/8 <884+350> Raden Ayu Achmad Dahlan [Hb.7.13.23] [Hamengku Buwono VII]
2195889/8 <1164+884!> Raden Mas Yataskiru / Jonggrang [Hb.7.13.22] [Hamengku Buwono VII]
2196890/8 <884+346> Raden Panji Joyosetejo [Hb.7.13.21] [Hamengku Buwono VII]
2197891/8 <1164+884!> Raden Ajeng Suhadijah [Hb.7.13.20] [Hamengku Buwono VII]
2198892/8 <884+350> Kanjeng Raden Tumenggung Yudaningrat [Hb.7.13.19] [Hamengku Buwono VII]
2199893/8 <884+348> Raden Ayu Daryono [Hb.7.13.17] [Hamengku Buwono VII]
2200894/8 <884+352> Raden Bagus Atmocondrokukilo [Hb.7.13.16] [Hamengku Buwono VII]
2201895/8 <1165> Raden Mas Mahendro [Hb.7.17.1.1] [Hamengku Buwono VII]
2202896/8 <1200+392> Raden Ajeng Takasiya [Hb.7.17.3.4] [Hamengku Buwono VII]
2203897/8 <1200+392> Raden Mas Hernadi [Hb.7.17.3.2] [Hamengku Buwono VII]
2204898/8 <1200+392> Raden Ajeng Batulkamari [Hb.7.17.3.1] (Raden Ayu Sujono) [Hamengku Buwono VII]
2205899/8 <1200+392> Raden Ajeng Sitikadari [Hb.7.17.3.3] (Raden Ayu Hanggoro) [Hamengku Buwono VII]
2206900/8 <1197> Raden Mas Wresniwiro [Hb.7.17.9.1] [Hamengku Buwono VII]
2207901/8 <1197> Raden Mas Kastomo [Hb.7.17.9.2] [Hamengku Buwono VII]
2208902/8 <1197> Raden Ajeng Sudaryati [Hb.7.17.9.3] [Hamengku Buwono VII]
2209903/8 <1197> Raden Ajeng Suprito [Hb.7.17.9.4] (Raden Ayu Supriyokusumo) [Hamengku Buwono VII]
2210904/8 <1197> Raden Mas Darmawan [Hb.7.17.9.5] [Hamengku Buwono VII]
2211905/8 <1197> Raden Mas Gudokeso [Hb.7.17.9.6] [Hamengku Buwono VII]
2212906/8 <1197> Raden Mas Guwindho [Hb.7.17.9.7] (Raden Lurah Wijoyo Wandowo) [Hamengku Buwono VII]
2213907/8 <1199> Raden Ajeng Siti Suparni Kusumo [Hb.7.17.5.9] [Hamengku Buwono VII]
2214908/8 <1199> Raden Ajeng Siti Sawarun Kusumo [Hb.7.17.5.8] [Hamengku Buwono VII]
2215909/8 <1199> Raden Ajeng D. Siti Mur Ambarsih [Hb.7.17.5.6] [Hamengku Buwono VII]
2216910/8 <1199> Raden Mas T. Supriyo [Hb.7.17.5.5] [Hamengku Buwono VII]
2217911/8 <1199> Raden Ajeng Siti Lumiyati [Hb.7.17.5.4] [Hamengku Buwono VII]
2218912/8 <1199> Raden Ajeng MM. Duryatun [Hb.7.17.5.3] [Hamengku Buwono VII]
2219913/8 <1199> Raden Mas MJ. Sujoko [Hb.7.17.5.2] [Hamengku Buwono VII]
2220914/8 <1199> Raden Mas LJ. Raisul Ngaskari [Hb.7.17.5.1] [Hamengku Buwono VII]
2221915/8 <1199> Raden Ajeng Siti Astuti Kusumo [Hb.7.17.5.7] (Raden Ayu Aming Prayitno) [Hamengku Buwono VII]
2222916/8 <1198+391> Raden Mas Haryosuseno [Hb.7.17.8.3] [Hamengku Buwono VII]
2223917/8 <1198+391> Raden Mas Samtanus [Hb.7.17.8.5] [Hamengku Buwono VII]
2224918/8 <1198+391> Raden Mas Samsuhadi [Hb.7.17.8.6] [Hamengku Buwono VII]
2225919/8 <1198+391> Raden Ajeng Sri Kabul Wahyuni [Hb.7.17.8.8] [Hamengku Buwono VII]
2226920/8 <1198+391> Raden Mas Kusdarwanto [Hb.7.17.8.9] [Hamengku Buwono VII]
2227921/8 <1198+391> Raden Ajeng Siti Surtiwi [Hb.7.17.8.1] (Raden Ayu Surodiharjo) [Hamengku Buwono VII]
2228922/8 <1198+391> Raden Ajeng Siti Surdiyati [Hb.7.17.8.2] (Raden Ayu Subadri) [Hamengku Buwono VII]
2229923/8 <1198+391> Raden Ajeng Siti Samyati [Hb.7.17.8.4] (Raden Ayu Hardiyanto) [Hamengku Buwono VII]
2230924/8 <1198+391> Raden Ajeng Siti Samtari [Hb.7.17.8.7] (Raden Ayu Margono) [Hamengku Buwono VII]
2231925/8 <1198+391> Raden Ajeng Widiyastuti [Hb.7.17.8.10] [Hamengku Buwono VII]
2232926/8 <1195> Raden Ayu Sucipto [Hb.7.17.11.1] [Hamengku Buwono VII]
2233927/8 <1195> Raden Ajeng Siti Mustari [Hb.7.17.11.2] [Hamengku Buwono VII]
2234928/8 <1195> Raden Mas Najatun [Hb.7.17.11.6] [Hamengku Buwono VII]
2235929/8 <1195> Raden Ayu Suwondo [Hb.7.17.11.3] [Hamengku Buwono VII]
2236930/8 <1195> Raden Ayu Sutabul [Hb.7.17.11.5] [Hamengku Buwono VII]
2237931/8 <1195> Raden Mas Subiakto [Hb.7.17.11.4] [Hamengku Buwono VII]
2238932/8 <1196+390> Raden Ajeng Umaryatunsamsi [Hb.7.17.10.1] [Hamengku Buwono VII]
2239933/8 <1194> Raden Ayu Rabingu [Hb.7.17.13.1] [Hamengku Buwono VII]
2240934/8 <1191> Raden Ajeng Kusmartinah [Hb.7.17.21.1] [Hamengku Buwono VII]
2241935/8 <1191> Raden Mas Kusbandono [Hb.7.17.21.2] [Hamengku Buwono VII]
2242936/8 <1190> Raden Mas Hasyim [Hb.7.17.16.1] [Hamengku Buwono VII]
2243937/8 <1188> Raden Ajeng Umiyatun [Hb.7.17.31.1] [Hamengku Buwono VII]
2244938/8 <1187> Raden Ajeng Kusumaryatunsamsi [Hb.7.17.32.1] [Hamengku Buwono VII]
2245939/8 <1186> Raden Ajeng Kirono Rini [Hb.7.17.34.1] [Hamengku Buwono VII]
2246940/8 <1186> Raden Mas Rachmad [Hb.7.17.34.2] [Hamengku Buwono VII]
2247941/8 <1186> Raden Ajeng Rahayu [Hb.7.17.34.3] [Hamengku Buwono VII]
2248942/8 <1201> Raden Mas Sunoko [Hb.7.17.18.1] [Hamengku Buwono VII]
2249943/8 <1189> Raden Mas Karsusamsi [Hb.7.17.15.1] [Hamengku Buwono VII]
2250944/8 <1189> Raden Mas Karsutolo [Hb.7.17.15.2] [Hamengku Buwono VII]
2251945/8 <1189> Raden Ajeng Kumaryati [Hb.7.17.15.3] [Hamengku Buwono VII]
2252946/8 <1189> Raden Ajeng Kubiyati [Hb.7.17.15.4] [Hamengku Buwono VII]
2253947/8 <1189> Raden Mas Kuswanto [Hb.7.17.15.5] [Hamengku Buwono VII]
2254948/8 <1182> Raden Mas Kandiawan [Hb.7.17.40.1] [Hamengku Buwono VII]
2255949/8 <1182> Raden Mas Indra [Hb.7.17.40.2] [Hamengku Buwono VII]
2256950/8 <1182> Raden Mas Suryawan [Hb.7.17.40.3] [Hamengku Buwono VII]
2257951/8 <1182> Raden Ajeng Murtisekar [Hb.7.17.40.4] [Hamengku Buwono VII]
2258952/8 <1182> Raden Ajeng Danik [Hb.7.17.40.5] [Hamengku Buwono VII]
2259953/8 <1183> Raden Ajeng Sukati [Hb.7.17.41.1] (Raden Ayu Mardikusno) [Hamengku Buwono VII]
2260954/8 <1185> Raden Ajeng Nurwidayat [Hb.7.17.38.1] [Hamengku Buwono VII]
2261955/8 <1185> Raden Mas Nurwidadi [Hb.7.17.38.2] [Hamengku Buwono VII]
2262956/8 <1185> Raden Mas Nuryuwono [Hb.7.17.38.3] [Hamengku Buwono VII]
2263957/8 <1192> Raden Mas Kristiadi [Hb.7.17.24.1] [Hamengku Buwono VII]
2264958/8 <1192> Raden Mas Kristimaharesi [Hb.7.17.24.9] [Hamengku Buwono VII]
2265959/8 <1192> Raden Ajeng Kristiatun [Hb.7.17.24.8] [Hamengku Buwono VII]
2266960/8 <1192> Raden Mas Kristidewanto [Hb.7.17.24.7] [Hamengku Buwono VII]
2267961/8 <1192> Raden Ajeng Kristijayanti [Hb.7.17.24.6] [Hamengku Buwono VII]
2268962/8 <1192> Raden Ajeng Kristiastuti [Hb.7.17.24.2] [Hamengku Buwono VII]
2269963/8 <1192> Raden Ajeng Kristidewanti [Hb.7.17.24.5] [Hamengku Buwono VII]
2270964/8 <1192> Raden Ajeng Kristihapsari [Hb.7.17.24.4] (Raden Ayu Suroso) [Hamengku Buwono VII]
2271965/8 <1192> Raden Mas Kristihapsoro [Hb.7.17.24.3] [Hamengku Buwono VII]
2272966/8 <1184> Raden Ajeng Larasati [Hb.7.17.42.1] [Hamengku Buwono VII]
2273967/8 <1184> Raden Ajeng Claudia Sri Nurtini [Hb.7.17.42.3] (Raden Ayu Brower) [Hamengku Buwono VII]
2274968/8 <1184> Raden Ayu Bona Ventura Sri Wardani [Hb.7.17.42.2] [Hamengku Buwono VII]
2275969/8 <1184> Raden Ajeng Ignatia Endang [Hb.7.17.42.4] (Raden Ayu Suteki) [Hamengku Buwono VII]
2276970/8 <1184> Raden Mas Antonius Bambang Sunarwan [Hb.7.17.42.5] [Hamengku Buwono VII]
2277971/8 <1004+293> Bendoro Raden Ajeng Siti Putriyah [Hb.7.20.1] (Bendoro Raden Ayu Atmo Condrokusumo) [Hamengku Buwono VII] 2278972/8 <1004+293> Bendoro Raden Ajeng Siti Suratkabirun [Hb.7.20.2] (Bendoro Raden Ayu Atmo Condroseputro) [Hamengku Buwono VII] 2279973/8 <1004+294> Bendoro Raden Ayu Siti Kisari [Hb.7.20.6] [Hamengku Buwono VII]
2280974/8 <1004+294> Bendoro Raden Ajeng Siti Suratun K. [Hb.7.20.10] (Bendoro Raden Ayu Mertonegoro) [Hamengku Buwono VII]
2281975/8 <1004+294> Bendoro Raden Ajeng Siti Yukadiru [Hb.7.20.15] (Bendoro Raden Ayu Tirtodiningrat) [Hamengku Buwono VII] 2282976/8 <1004+294> Bendoro Raden Ajeng Siti Kasantani [Hb.7.20.21] [Hamengku Buwono VII]
2283977/8 <1004+295> Bendoro Raden Mas Dulatussaripi [Hb.7.20.22] [Hamengku Buwono VII]
2284978/8 <1004+297> Bendoro Raden Ajeng Ipji Dangunikri [Hb.7.20.23] (Bendoro Raden Ayu Nitidipuro) [Hamengku Buwono VII]
2285979/8 <1004+295> Bendoro Raden Mas Rijalun [Hb.7.20.25] [Hamengku Buwono VII]
2286980/8 <829+1004!> Bendoro Raden Mas Salikut Takijati [Hb.7.20.27] [Hamengku Buwono VII]
2287981/8 <1004+1745!> Bendoro Raden Mas Nojatun [Hb.7.20.29] [Hamengku Buwono VII]
2288982/8 <806> Raden Mas Kusumo Malebari [Hb.7.24.2] [Hamengku Buwono VII]
2289983/8 <806> Raden Ajeng Soortiati [Hb.7.24.1] [Hamengku Buwono VII]
2290984/8 <806> Raden Mas Darudono Winoto K. [Hb.7.24.3] [Hamengku Buwono VII]
2291985/8 <806+298> Raden Ajeng Pratiwi [Hb.7.24.9] (Raden Ayu Kanuyoso Jatiwibowo) [Hamengku Buwono VII] 2292986/8 <806+298> Raden Ajeng Sri Sundari [Hb.7.24.8] (Raden Ayu Darmanto) [Hamengku Buwono VII] 2293987/8 <806> Raden Mas Ruslan [Hb.7.24.7] (Kanjeng Raden Tumenggung Purboseputro) [Hamengku Buwono VII]
2294988/8 <806> Raden Mas Rojeswenski [Hb.7.24.6] (Raden Mas Suryodiningrat) [Hamengku Buwono VII]
2295989/8 <806> Raden Ajeng Loorniati [Hb.7.24.5] (Raden Ayu Suharto Mangku Kawoco) [Hamengku Buwono VII] 2296990/8 <806> Raden Ajeng Roostiati [Hb.7.24.4] (Raden Ayu Gondokusumo) [Hamengku Buwono VII]
2297991/8 <806+298> Raden Ajeng Utari [Hb.7.24.10] (Raden Ayu Samudro) [Hamengku Buwono VII]
2298992/8 <806+298> Raden Ajeng Gendari [Hb.7.24.11] (Raden Ayu Apialul Jildi) [Hamengku Buwono VII]
2299993/8 <806+298> Raden Ajeng Kandihowo [Hb.7.24.16] (Raden Ayu Suharjo) [Hamengku Buwono VII]
2300994/8 <806+298> Raden Mas Fransiskus Josef Padyo [Hb.7.24.15] [Hamengku Buwono VII]
2301995/8 <806+298> Raden Mas Wisnu Wardhana [Hb.7.24.14] [Hamengku Buwono VII]
2302996/8 <806+298> Raden Mas Wasisto Suryodiningrat [Hb.7.24.13] [Hamengku Buwono VII]
2303997/8 <806+298> Raden Ajeng Trisnolo [Hb.7.24.12] (Raden Ayu Mustafa Rasyid) [Hamengku Buwono VII] 2304998/8 <1203+394> Raden Mas Tejobroto [Hb.7.27.2.1] [Hamengku Buwono VII]
2305999/8 <1203+394> Raden Ayu Roekmini [Hb.7.27.2.2] (Raden Ayu Soedibyo Prodjo Poeswoko) [Hamengku Buwono VII]
23061000/8 <1203+394> Raden Mas Tejoroekmoro [Hb.7.27.2.3] [Hamengku Buwono VII]
23071001/8 <1203+394> Raden Ayu Roeseline Palupi [Hb.7.27.2.4] [Hamengku Buwono VII]
23081002/8 <1204+395> Raden Mas Tejodomo [Hb.7.27.3.1] [Hamengku Buwono VII]
23091003/8 <1204+395> Raden Ayu Srihadiyati [Hb.7.27.3.9] [Hamengku Buwono VII] 23101004/8 <1204+395> Raden Mas Tejo Baskoro [Hb.7.27.3.2] (Kanjeng Raden Mas Tumenggung Kusumotaruno) [Hamengku Buwono VII] 23111005/8 <1204+395> Raden Mas Tejo Tranggono [Hb.7.27.3.3] [Hamengku Buwono VII]
23121006/8 <1204+395> Raden Mas Tejo Kartiko [Hb.7.27.3.4] [Hamengku Buwono VII]
23131007/8 <1204+395> Raden Mas Tejo Purnomo [Hb.7.27.3.6] [Hamengku Buwono VII] 23141008/8 <1204+395> Raden Mas Tejo Mardiko [Hb.7.27.3.7] [Hamengku Buwono VII] 23151009/8 <1204+395> Raden Mas Tejo Widjoyo [Hb.7.27.3.8] [Hamengku Buwono VII] 23161010/8 <1204+395> Raden Ayu Sri Winanda [Hb.7.27.3.5] (Raden Ayu Notohadiningrat) [Hamengku Buwono VII] 23171011/8 <777+301> Bendoro Raden Mas Muposolukatini [Hamengku Buwono VIII]
23181012/8 <777+302> Bendoro Raden Mas Ila ul-Kirami ? (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Murdaningrat) [Hamengku Buwono VIII]
23191013/8 <777+302> Bendoro Raden Ajeng Siti Mutasangilun [Hb.8.12] [Hamengku Buwono VIII]
23201014/8 <777+302> Bendoro Raden Mas Rasisulngaskari [Hb.8.22] (Gusti Bendoro Pangeran Haryo Bintoro) [Hamengku Buwono VIII]
23211015/8 <1205+396> Raden Mas Tejo Yuwono [Hb.7.27.5.1] [Hamengku Buwono VII] 23221016/8 <1205+396> Raden Ayu Sri Tengsi [Hb.7.27.5.2] (Raden Ayu Martono Dirjaningrat) [Hamengku Buwono VII] 23231017/8 <1213+399> Raden Ayu Srie Wararetno [Hb.7.27.14.1] [Hamengku Buwono VII] 23241018/8 <1213+399> Raden Ayu Srie Warashinta [Hb.7.27.14.2] [Hamengku Buwono VII] 23251019/8 <1213+399> Raden Ayu Srie Warawulan [Hb.7.27.14.3] [Hamengku Buwono VII] 23261020/8 <1213+399> Raden Mas Tejo Shindura [Hb.7.27.14.4] [Hamengku Buwono VII] 23271021/8 <1213+399> Raden Ajeng Srie Rasawulan [Hb.7.27.14.5] [Hamengku Buwono VII]
23281022/8 <1213+399> Raden Mas Tejo Bomantoro [Hb.7.27.14.6] [Hamengku Buwono VII]
23291023/8 <1206+397> Raden Mas Tejo Widuro [Hb.7.27.6.1] [Hamengku Buwono VII] 23301024/8 <1206+397> Raden Mas Garboruci [Hb.7.27.6.2] [Hamengku Buwono VII]
23311025/8 <939+1650!> Raden Mas Tejo Santanu Oepomo [Hb.7.27.12.1] [Hamengku Buwono VII] 23321026/8 <939+1650!> Raden Mas Tejo Danujo Oepomo [Hb.7.27.12.2] [Hamengku Buwono VII] 23331027/8 <939+1650!> Raden Mas Tejo Oedono Oepomo [Hb.7.27.12.3] [Hamengku Buwono VII] 23341028/8 <939+1650!> Raden Mas Tejo Minulyo Oepomo [Hb.7.27.12.4] [Hamengku Buwono VII] 23351029/8 <939+1650!> Raden Ayu Sri Utami [Hb.7.27.12.5] [Hamengku Buwono VII] 23361030/8 <939+1650!> Raden Ayu Sri Widagdi [Hb.7.27.12.6] [Hamengku Buwono VII] 23371031/8 <1212+398> Raden Mas Tejo Manuhoro [Hb.7.27.13.4] [Hamengku Buwono VII]
23381032/8 <1212+398> Raden Mas Tejo Darmokusumo [Hb.7.27.13.3] [Hamengku Buwono VII]
23391033/8 <1212+398> Raden Ayu Lintang Johar [Hb.7.27.13.2] [Hamengku Buwono VII]
23401034/8 <1212+398> Raden Ayu Noworetno [Hb.7.27.13.1] [Hamengku Buwono VII] 23411035/8 <1035> Raden Ajeng Siti Rukiyah [Hb.7.30.1] (Raden Ayu Sastrosubandiyo) [Hamengku Buwono VII]
23421036/8 <1035> Raden Ajeng Siti Maemunah [Hb.7.30.3] (Raden Ayu Resodiningrat) [Hamengku Buwono VII]
23431037/8 <1035> Raden Mas Umar Katab [Hb.7.30.4] (Kanjeng Raden Tumenggung Suryoatmojo) [Hamengku Buwono VII]
23441038/8 <1035> Raden Ajeng Siti Sutatdinah [Hb.7.30.8] (Raden Ayu Noorsasongko) [Hamengku Buwono VII]
23451039/8 <1035> Raden Ajeng Siti Yatdaru [Hb.7.30.7] (Raden Ayu Suryaningrat) [Hamengku Buwono VII]
23461040/8 <1035> Raden Ajeng Siti Sumardinah [Hb.7.30.6] (Raden Ayu Nayono Sumonegoro) [Hamengku Buwono VII]
23471041/8 <1035> Raden Ajeng Siti Supilah [Hb.7.30.5] (Raden Ayu Pringgokusumo) [Hamengku Buwono VII]
23481042/8 <1214> Raden Ajeng Irma Vijanzi [Hb.7.31.2.6.1] [Hamengku Buwono VII]
23491043/8 <1214> Raden Mas Augy Reza [Hb.7.31.2.6.2] [Hamengku Buwono VII]
23501044/8 <1215> Raden Mas Nandi Dirgantoro [Hb.7.31.2.5.1] [Hamengku Buwono VII]
23511045/8 <1215> Raden Ajeng Nia Otviana [Hb.7.31.2.5.2] [Hamengku Buwono VII]
23521046/8 <1215> Raden Ajeng Rury Nilashanti [Hb.7.31.2.5.3] [Hamengku Buwono VII]
23531047/8 <1219> Raden Mas Punto Wibowo [Hb.7.31.2.1.8] [Hamengku Buwono VII]
23541048/8 <1219> Raden Ajeng Ursamsi [Hb.7.31.2.1.7] [Hamengku Buwono VII]
23551049/8 <1219> Raden Mas Punto Ismoro [Hb.7.31.2.1.5] [Hamengku Buwono VII]
23561050/8 <1219> Raden Mas Punto Aji [Hb.7.31.2.1.1] [Hamengku Buwono VII]
23571051/8 <1219> Raden Mas Punto Dewo [Hb.7.31.2.1.2] [Hamengku Buwono VII]
23581052/8 <1219> Raden Ajeng Urwaçi [Hb.7.31.2.1.3] [Hamengku Buwono VII]
23591053/8 <1219> Raden Mas Punto Kumoro [Hb.7.31.2.1.4] [Hamengku Buwono VII]
23601054/8 <1219> Raden Mas Punto Argari Sidarto [Hb.7.31.2.1.6] [Hamengku Buwono VII]
23611055/8 <1217> Raden Mas Senoaji Narantaka [Hb.7.31.2.3.3] [Hamengku Buwono VII]
23621056/8 <1217> Raden Ajeng Ekorini Widyaninggar [Hb.7.31.2.3.1] (Raden Ayu Widiyanto) [Hamengku Buwono VII]
23631057/8 <1217> Raden Mas Iwan Wirawan Wijayahadi [Hb.7.31.2.3.2] [Hamengku Buwono VII]
23641058/8 <1218> Raden Mas Jokotilarso [Hb.7.31.2.2.1] [Hamengku Buwono VII]
23651059/8 <1218> Raden Ajeng Estiningsih [Hb.7.31.2.2.2] (Raden Ayu Mawardi) [Hamengku Buwono VII]
23661060/8 <1218> Raden Ajeng Widyaningsih [Hb.7.31.2.2.3] [Hamengku Buwono VII]
23671061/8 <1216> Raden Ajeng Baby Admiratwati [Hb.7.31.2.4.1] [Hamengku Buwono VII]
23681062/8 <1216> Raden Mas Julhandiarso [Hb.7.31.2.4.2] [Hamengku Buwono VII]
23691063/8 <1216> Raden Mas (nn) [Hb.7.31.2.4.3] [Hamengku Buwono VII]
23701064/8 <1216> Raden Ajeng Dinda Yulhantri Wahyuni [Hb.7.31.2.4.4] (Raden Ayu Zahry Anwar) [Hamengku Buwono VII]
23711065/8 <1226> Raden Ajeng Esti Widyanti [Hb.7.31.4.1.1] [Hamengku Buwono VII]
23721066/8 <1226> Raden Ajeng Yudiarti [Hb.7.31.4.1.2] (Raden Ayu Margo Santoso) [Hamengku Buwono VII] 23731067/8 <1225+400> Raden Mas Prasetyo Jatiraharjo [Hb.7.31.4.2.4] [Hamengku Buwono VII]
23741068/8 <1225+400> Raden Mas Mustiko Prahadimulyo [Hb.7.31.4.2.3] [Hamengku Buwono VII]
23751069/8 <1225+400> Raden Ajeng Niken Hastutiningtyas [Hb.7.31.4.2.2] (Raden Ayu Nugroho Edi Sasongko) [Hamengku Buwono VII] 23761070/8 <1225+400> Raden Mas Purwoko Edhi Nugroho [Hb.7.31.4.2.1] [Hamengku Buwono VII]
23771071/8 <1224> Raden Ajeng Dian Ansari [Hb.7.31.4.3.1] [Hamengku Buwono VII]
23781072/8 <1224> Raden Mas Baroto [Hb.7.31.4.3.2] [Hamengku Buwono VII]
23791073/8 <1224> Raden Ajeng Santi Pudiati [Hb.7.31.4.3.3] [Hamengku Buwono VII]
23801074/8 <1223> Raden Ajeng V. Laksmitosari [Hb.7.31.4.4.1] [Hamengku Buwono VII]
23811075/8 <1223> Raden Mas Y. Wisnu Dewanto [Hb.7.31.4.4.2] [Hamengku Buwono VII]
23821076/8 <1222> Raden Mas Kartiko [Hb.7.31.4.5.1] [Hamengku Buwono VII]
23831077/8 <1222> Raden Ajeng Adriani [Hb.7.31.4.5.2] [Hamengku Buwono VII]
23841078/8 <1221> Raden Mas Agus Purwanto [Hb.7.31.4.6.1] [Hamengku Buwono VII]
23851079/8 <1221> Raden Ajeng Purwaningsih Kusumomardani [Hb.7.31.4.6.2] [Hamengku Buwono VII]
23861080/8 <1220> Raden Mas Y. Kurniawan [Hb.7.31.4.7.1] [Hamengku Buwono VII]
23871081/8 <1240> Raden Ajeng Sulistyawati [Hb.7.31.6.10.1] [Hamengku Buwono VII]
23881082/8 <1240> Raden Mas Adi Suryabintara [Hb.7.31.6.10.2] [Hamengku Buwono VII]
23891083/8 <1229> Raden Mas Oktareza Jamin [Hb.7.31.6.1.4] [Hamengku Buwono VII]
23901084/8 <1229> Raden Mas Rafendi Jamin [Hb.7.31.6.1.2] [Hamengku Buwono VII]
23911085/8 <1229> Raden Ajeng Sylviani [Hb.7.31.6.1.3] [Hamengku Buwono VII]
23921086/8 <1229> Raden Ajeng Diana Andayani [Hb.7.31.6.1.1] [Hamengku Buwono VII]
23931087/8 <1232> Raden Ajeng Dian Rosalina [Hb.7.31.6.8.4] [Hamengku Buwono VII]
23941088/8 <1232> Raden Mas Agus Triatmaji [Hb.7.31.6.8.3] [Hamengku Buwono VII]
23951089/8 <1232> Raden Ajeng Maria Alberti Budi Suryandari [Hb.7.31.6.8.2] [Hamengku Buwono VII]
23961090/8 <1232> Raden Ajeng Maria Theresia Asti Wulandari [Hb.7.31.6.8.1] [Hamengku Buwono VII]
23971091/8 <1233> Raden Ajeng Andiani [Hb.7.31.6.7.1] [Hamengku Buwono VII]
23981092/8 <1233> Raden Mas Hamengku B. Salib [Hb.7.31.6.7.2] [Hamengku Buwono VII]
23991093/8 <1233> Raden Mas Sarjono Trengginas T. Salib [Hb.7.31.6.7.3] [Hamengku Buwono VII]
24001094/8 <1234> Raden Ajeng Astri Nugrahino [Hb.7.31.6.6.3] [Hamengku Buwono VII]
24011095/8 <1234> Raden Ajeng Riris Nareswati [Hb.7.31.6.6.2] [Hamengku Buwono VII]
24021096/8 <1234> Raden Mas Punki Panungka [Hb.7.31.6.6.1] [Hamengku Buwono VII]
24031097/8 <1236> Raden Mas Kesuma Mathew Aji [Hb.7.31.6.14.4] [Hamengku Buwono VII]
24041098/8 <1236> Raden Mas Satria Andrew Aji [Hb.7.31.6.14.3] [Hamengku Buwono VII]
24051099/8 <1236> Raden Mas Perwira Yoshua Aji [Hb.7.31.6.14.2] [Hamengku Buwono VII]
24061100/8 <1236> Raden Mas Mahesa Benjamin Aji [Hb.7.31.6.14.1] [Hamengku Buwono VII]
24071101/8 <1237> Raden Ajeng Pangesti Marginingsih Rahayu [Hb.7.31.6.13.1] [Hamengku Buwono VII]
24081102/8 <1237> Raden Mas Fadilah Rahmaning Widyas [Hb.7.31.6.13.5] [Hamengku Buwono VII]
24091103/8 <1237> Raden Mas Fatah Adiriswari Ibnu Aji [Hb.7.31.6.13.4] [Hamengku Buwono VII]
24101104/8 <1237> Raden Ajeng Salamah Rizki Prasanti P.n. [Hb.7.31.6.13.3] [Hamengku Buwono VII]
24111105/8 <1237> Raden Ajeng Wuri Handayani [Hb.7.31.6.13.2] [Hamengku Buwono VII]
24121106/8 <1238> Raden Ajeng Vernasia Kusumaningrum [Hb.7.31.6.12.1] [Hamengku Buwono VII]
24131107/8 <1238> Raden Mas Fernando Kusumaningrat Aji [Hb.7.31.6.12.2] [Hamengku Buwono VII]
24141108/8 <1239> Raden Mas Riyanto Wahyudi [Hb.7.31.6.11.1] [Hamengku Buwono VII]
24151109/8 <1239> Raden Mas Antono Wahyudi [Hb.7.31.6.11.2] [Hamengku Buwono VII]
24161110/8 <777+300> Bendoro Raden Mas [No Name] [Hb.8.2] [Hamengku Buwono VIII]
24171111/8 <1146+377> 1. Raden Mas Ratjulun [Hamengku Buwono VII]
24181112/8 <1146+377> 2. Raden Ajeng Dadut [Hamengku Buwono VII]
24191113/8 <1241> Syeikh Abdul Malik [Hamengku Buwono III]
Tokoh

SYEIKH MUHAMMAD ABDUL MALIK (Mursyid Sederhana dan Penyayang Santri Miskin)


Purwokerto adalah ibukota kabupaten Banyumas, Jawa Tengah yang terletak di selatan Gunung Slamet, salah satu gunung berapi yang masih aktif di pulau Jawa. Purwokerto merupakan salah satu pusat perdagangan dan pendidikan di kawasan selatan Jawa Tengah.

Sementara kabupaten Banyumas sendiri merupakan sebuah kawasan kebudayaan yang memiliki ciri khas tertentu di antara keanekaragaman budaya Jawa yang disebut sebagai budaya Banyumasan. Ciri khas ini ditandai dengan kekhasan dialek bahasa, citra seni dan tipologi masyarakatnya.

Bentang alam wilayah banyumasan berupa dataran tinggi dan pegunungan serta lembah-lembah dengan bentangan sungai-sungai yang menjamin kelangsungan pertanian dengan irigasi tradisional. kondisi yang demikian membenarkan kenyataan kesuburan wilayah ini (gemah ripah loh jinawi).

Dulunya, kawasan ini adalah tempat penyingkiran para pengikut Pangeran Diponegoro setelah perlawanan mereka dipatahkan oleh Kompeni Belanda. Maka tidak aneh, bila hingga masa kini masih terdapat banyak sekali keluarga-keluarga yang memiliki silsilah hingga Pangeran Diponegoro dan para tokoh pengikutnya.

Keluarga-keluarga keturunan Pangeran Diponegoro dan tokoh-tokohnya yang telah menyingkir dari pusat kerajaan Matararam waktu itu, kemudian menurunkan para pemimpin bangsa dan tokoh-tokoh ulama hingga saat ini.

Salah satu dari sekian banyak tokoh ulama keturunan Pangeran Diponegoro di kawasan Banyumas ini adalah Syekh Abdul Malik bin Muhammad Ilyas, Mursyid Thariqoh Naqsyabandiyah Kholidiyah dan Thariqoh Syadzaliyah di Jawa Tengah.

Silsilah dan Pendidikan Sudah menjadi tradisi di kawasan Banyumasan kala itu, apabila ada seorang ibu hendak melahirkan, maka dihamparkanlah tikar di atas lantai sebagai tempat bersalin. Suatu saat ada seorang ibu yang telah mempersiapkan persalinannya sesuai tradisi tersebut, namun rupanya sang bayi tidak juga kunjung terlahir. Melihat hal ini, maka sang suami segera memerintahkan istrinya untuk pindah ke tempat tidur dan menjalani persalinan di atas ranjang saja. Tak berapa lama terlahirlah seorang bayi mungil yang kemudian dinamakan Muhammad Ash'ad, artinya Muhammad yang naik (dari tikar ke tempat tidur). Peristiwa ini terjadi di Kedung Paruk Purwokerto, pada hari Jum'at, tanggal 3 Rajab tahun 1294 H. (1881 M.) Nama lengkapnya adalah Muhammad Ash'ad bin Muhammad Ilyas. Kelak bayi mungil ini lebih dikenal sebagai Syeikh Muhammad Abdul Malik Kedung Paruk Purwokerto.

Beliau merupakan keturunan Pangeran Diponegoro berdasarkan ”Surat Kekancingan” (semacam surat pernyataan kelahiran) dari pustaka Kraton Yogyakarta dengan rincian Muhammad Ash’ad, Abdul Malik bin Muhammad Ilyas bin Raden Mas Haji Ali Dipowongso bin HPA. Diponegoro II bin HPA. Diponegoro I (Abdul Hamid) bin Kanjeng Sultan Hamengku Buwono III Yogyakarta. Nama Abdul Malik diperoleh dari sang ayah ketika mengajaknya menunaikan ibadah haji bersama.

Sejak kecil, Abdul Malik memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya. Setelah belajar al-Qur'an kepada ayahnya, Abdul Malik diperintahkan untuk melanjutkan pendidikannya kepada Kyai Abu bakar bin Haji Yahya Ngasinan, Kebasen, Banyumas.

Selain itu, ia juga memperoleh pendidikan dan pengasuhan dari saudara-saudaranya yang berada di Sokaraja,sebuah kecamatan di sebelah timur Purwokerto. Di Sokaraja ini terdapat saudara Abdul Malik yang bernama Kyai Muhammad Affandi, seorang ulama sekaligus saudagar kaya raya. Memiliki beberapa kapal haji yang dipergunakan untuk perjalanan menuju Tanah Suci.

Ketika menginjak usia 18 tahun, Abdul Malik dikirim ke Tanah Suci untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai didiplin ilmu agama, seperti Tafsir, Ulumul Qur'an, Hadits, Fiqih, Tasawuf dan lain-lain. Pada tahun 1327 H. Abdul Malik pulang ke kampung halaman setelah kurang lebih 15 tahun belajar di Tanah Haram. Selanjutnya ia berkhidmat kepada kedua orang tuanya yang sudah sepuh (lanjut usia). Lima tahun kemudian (1333 H.) ayahandanya (Muhammad Ilyas) meninggal dalam usia 170 tahun dan dimakamkan di Sokaraja.

Sepeninggal ayahnya, Abdul Malik muda berkeinginan melakukan perjalanan ke daerah-daerah sekitar Banyumas, seperti Semarang, Pekalongan, Yogyakarta dengan berjalan kaki. Perjalanan ini diakhiri tepat pada seratus hari wafatnya sang ayah. Abdul Malik kemudian tinggal dan menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Sejak saat ini, ia kemudian lebih dikenal sebagai Syeikh Abdul Malik Kedung Paruk.

Guru-Guru Syeikh Abdul Malik mempunyai banyak guru, baik selama belajar di Tanah Air maupun di Tanah Suci. Di antara guru-gurunya adalah Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at-Tirmisi al-Jawi, Sayyid Umar as-Syatha' dan Sayyid Muhammad Syatha', keduanya merupakan ulama besar Makkah dan Imam Masjidil Haram dan Sayyid Alwi Syihab bin Shalih bin Aqil bin Yahya.

Sebelum berangkat ke tanah Suci, Syeikh Abdul Malik sempat berguru kepada Kyai Muhammad Sholeh bin Umar Darat Semarang, Sayyid Habib Ahmad Fad'aq (seorang ulama besar yang berusia cukup panjang, wafat dalam usia 141 tahun), Habib 'Aththas Abu Bakar al-Atthas; Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Surabaya; Sayyid Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas Bogor.

Sanad Thoriqah Naqsabandiyah Kholidiyah diperolehnya secara langsung dari sang ayah, Syaikh Muhammad Ilyas; sedangkan sanad Thoriqah Sadzaliyah didapatkannya dari Sayyid Ahmad Nahrawi Al-Makki (Mekkah).

Selama bermukim di Makkah, Syeikh Abdul Malik diangkat oleh pemerintah Arab Saudi sebagai Wakil Mufti Madzhab Syafi'i, diberi kesempatan untuk mengajar berbagai ilmu agama termasuk, tafsir dan qira'ah sab'ah. Sempat menerima kehormatan berupa rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes.

Menurut beberapa santrinya, Syekh Abdul Malik sebenarnya tinggal di Makkah selama kurang lebih 35 tahun, tetapi tidak dalam suatu waktu. Di samping belajar di tanah Suci selama 15 tahun, ia juga seringkali membimbing jamaah haji Indonesia asal Banyumas, bekerjasama dengan Syeikh Mathar Makkah. Aktivitas ini dilakukan dalam waktu yang relatif lama, jadi sebenarnya, masa 35 tahun itu tidaklah mutlak.

Perjuangan Fisik Adalah tidak benar, jika para ulama ahli tasawuf disebut sebagai para pemalas, bodoh, kumal dan mengabaikan urusan-urusan duniawi. Meski tidak berpakaian Necis, namun mereka senantiasa tanggap terhadap berbagai kejadian yang ada di sekitarnya. Ketika zaman bergolak dalam revolusi fisik untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing, para ulama ahli Thoriqoh senyatanya juga turut berjuang dalam satu tarikan nafas demi memerdekakan bangsanya.

Pada masa-masa sulit zaman penjajahan Belanda dan Jepang, Syeikh Abdul Malik senantiasa gigih berdakwah. Karena aktivitasnya ini, maka ia pun menjadi salah satu target penangkapan tentara-tentara kolonial. Mereka sangat khawatir pada pengaruh dakwahnya yang mempengaruhi rakyat Indonesia untuk memberontak terhadap penjajah. Menghadapi situasi seperti ini, ia justru meleburkan diri dalam laskar-laskar rakyat. Sebagaimana Pangeran Diponegoro, leluhurnya yang berbaur bersama rakyat untuk menentang penjajahan Belanda, maka ia pun senantiasa menyuntikkan semangat perjuangan terhadap para gerilyawan di perbukitan Gunung Slamet.

Pada masa Gestapu, Syeikh Abdul Malik juga sempat ditahan oleh PKI. Bersamanya, ditangkap pula Habib Hasyim al-Quthban Yogyakarta, ketika sedang bepergian menuju daerah Bumiayu Brebes untuk memberikan ilmu kekebalan atau kesaktian kepada para laskar pemuda Islam. Dalam tahanan ini, Habib Hasyim al-Quthban mengalami shock dan akhirnya meninggal, sedangkan Syekh Abdul Malik masih hidup dan akhirnya dibebaskan.

Kepribadian Dalam hidupnya, Syeikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca al-Qur’an dan Shalawat. Dikenal sebagai ulama yang mempunyai berkepribadian sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian akhlakul karimah. Maka amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.

Syeikh Abdul Malik adalah pribadi yang sangat sederhana, santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahim kepada murid-muridnya, terutama kepada mereka yang miskin atau sedang mengalami kesulitan hidup. Santri-santri yang biasa dikunjunginya ini, selain mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuh waluh, Bojong, juga sanri-santri lain yang tinggal di tempat jauh.

Setiap hari Selasa pagi, dengan bersepeda, naik becak atau dokar, Syeikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian, sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan. Acara ini merupakan forum silaturrahim bagi para pengikut Thoriqah Naqsyabandiyah Kholidiyah Kedung paruk yang diisi dengan pengajian dan tawajjuhan.

Syeikh Abdul Malik juga dikenal memiliki hubungan baik dengan para ulama dan habaib, Bahkan dianggap sebagai guru bagi mereka, seperti KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Soleh bin Muhsin al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bafaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi (Brani, Probolinggo), dan lain-lain.

Termasuk di antara para ulama yang sering berkunjung ke kediaman Syeikh Abdul Malik ini adalah Syeikh Ma’shum (Lasem, Rembang) yang sering mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik sebagai tabarruk (meminta barakah) kepadanya. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Kholil (Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas). Para ulama ini merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, namun tetap belajar ilmu al-Qur’an kepada Syeikh Muhammad Abdul Malik Kedung Paruk.

Sementara itu, murid-murid langsung dari Syeikh Abdul Malik di antaranya adalah KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thoriqah Naqsabandiyah Kholidiyah), KH Sahlan (Pekalongan), Drs. Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain.

Selain, menularkan ilmunya kepada santri-santi yang kemudian menjadi ulama dan pemimpin umat, Syeikh Abdul Malik juga memiliki santri-santri dari berbagai kalangan, seperti Haji Hambali Kudus, seorang pedagang yang dermawan dan tidak pernah rugi dalam aktivitas dagangnya dan Kyai Abdul Hadi Klaten, seorang penjudi yang kemudian bertaubat dan menjadi hamba Allah yang shaleh dan gemar beribadah.

Keluarga Syeikh Muhammad Abdul Malik bin Muhammad Ilyas menikahi tiga orang istri, dua di antaranya dikaruniai keturunan. Istri pertamanya adalah Nyai Hajjah Warsiti binti Abu Bakar yang lebih dikenal dengan nama Mbah Johar. Seorang wanita terpandang, puteri gurunya, K Abu Bakar bin H Yahya Kelewedi Ngasinan, Kebasen. Istri pertama ini kemudian dicerai setelah dikaruniai seorang anak lelaki bernama Ahmad Busyairi (wafat tahun 1953, pada usia sekitar 30 tahun).

Ada sebuah cerita unik tentang putera pertamanya ini. Ahmad Busyairi adalah seorang pemuda yang meninggal dunia sebelum sempat menikah. Suatu hari Syeikh Abdul Malik berkata padanya, ”Nak, besok kamu menikah di surga saja ya?” Mendengar ayahnya bertutur demikian, muka Busyairi terlihat ceria dan hatinya merasa sangat gembira. Beberapa waktu kemudian, ia meninggal sebelum berkesempatan menikah.

Istri kedua Syeikh Abdul Malik adalah Mbah Mrenek, seorang janda kaya raya dari desa Mrenek, Maos Cilacap. Pernikahan ini tidak dikaruniai anak. Istimewanya, suatu hari Syeikh Abdul Malik hendak menceraikannya, namun Mbah Mrenek berkata, ”Pak Kyai, meskipun Panjenengan (Anda) tidak lagi menyukai saya, tapi tolong jangan ceraikan saya. Yang penting saya diakui menjadi istri Anda, dunia dan akhirat.” Mendengar permintaan ini, Syeikh Abdul Malik pun tidak jadi menceraikannya.

Sedangkan istri ketiga-nya adalah Nyai Hj. Siti Khasanah, seorang wanita cantik dan shalihah, tetangganya sendiri. Pernikahan ini, dikaruniai seorang anak perempuan bernama Hj. Siti Khairiyyah yang wafat empat tahun sepeninggal Syekh Abdul Malik. Dari puterinya inilah nasab Syeikh Abdul Malik diteruskan.

Pesan dan Berpulang Salah seorang cucu Syeikh Abdul Malik mengatakan, ada tiga pesan dan wasiat yang disampaikan Beliau kepada cucu-cucunya. Pertama, jangan meninggalkan shalat. Tegakkan shalat sebagaimana telah dicontohkan Rasululah SAW. Lakukan shalat fardhu pada waktunya secara berjama'ah. Perbanyak shalat sunnah serta ajarkan kepada para generasi penerus sedini mungkin.

Kedua, jangan tinggalkan membaca al-Qur'an. Baca dan pelajari setiap hari serta ajarkan sendiri sedini mungkin kepada anak-anak. Sebarkan al-Qur'an di mana pun berada. Jadikan sebagai pedoman hidup dan lantunkan dengan suara merdu. Hormati orang-orang yang hafal al-Qur'an dan qari'-qari'ah serta muliakan tempat-tempat pelestariannya.

Ketiga, jangan tinggalkan membaca shalawat, baca dan amalkan setiap hari. Contoh dan teladani kehidupan Rasulullah SAW serta tegakkanlah sunnah-sunnahnya. Sebarkan bacaan shalawat Rasulullah, selamatkan dan sebarluaskan ajarannya.

Pada hari Kamis, 21 Jumadil Akhir 1400 H. yang bertepatan dengan 17 April 1980 M. sekitar pukul 18.30 WIB (malam Jum’at), Syekh Abdul Malik meminta izin kepada istrinya untuk melakukan shalat Isya' dan masuk ke dalam kamar khalwat-nya. Tiga puluh menit kemudian, salah seorang cucunya mengetuk kamar tersebut, namun tidak ada jawaban. Setelah pintu dibuka, rupanya sang mursyid telah berbaring dengan posisi kepala di utara dan kaki di selatan, tanpa sehela nafas pun berhembus. Syeikh Abdul Malik kemudian dimakamkan pada hari Jum’at, selepas shalat Ashar di belakang Masjid Bahaul Haq wa Dhiyauddin Kedung Paruk, Purwokerto. (Zakki Amali/syf)
24251114/8 <1242+312> Taufan Soekarnoputra [Hamengku Buwono II]
24261115/8 <1242+312> Bayu Soekarnoputra [Hamengku Buwono II]
24301116/8 <778+319> Kanjeng Pangeran Haryo Probokusumo [Pakualam VIII]
24311117/8 <778+319> Bendoro Raden Ayu Retno Sundari [Pakualam VIII]
24321118/8 <778+319> Bendoro Raden Ayu Retno Sewayani [Pakualam VIII]
24331119/8 <778+319> Kanjeng Pangeran Haryo Songkokusumo [Pakualam VIII]
24341120/8 <778+319> Bendoro Raden Ajeng Retno Pudjawati [Pakualam VIII]
24351121/8 <778+319> Kanjeng Pangeran Haryo Ndoyokusumo [Pakualam VIII]
24361122/8 <778+319> Kanjeng Pangeran Haryo Wijoyokusumo [Pakualam VIII]
24371123/8 <778+318> Bendoro Raden Ayu Retno Martani [Pakualam VIII]
24381124/8 <778+318> Kanjeng Pangeran Haryo Gondhokusumo [Pakualam VIII]
24391125/8 <778+318> Bendoro Raden Ayu Retno Suskamdani [Pakualam VIII]
24401126/8 <778+318> Bendoro Raden Ayu Retno Rukmini [Pakualam VIII]
24411127/8 <778+318> Kanjeng Pangeran Haryo Tjondrokusumo [Pakualam VIII]
24431128/8 <778+318> Kanjeng Pangeran Haryo Indrokusumo [Pakualam VIII]
24451129/8 <865> 3. Raden Ayu Samsilah (P.Praja Ambon) [Hamengku Buwono III]
24461130/8 <865> 4. Ibrahim (Ktr Gub. Ambon) [Hamengku Buwono]
24471131/8 <1244> 1. RM. Abd Hamid [Hamengku Buwono]
24481132/8 <1244> 2. RM. Abd. Rachman (Ambon) [Hamengku Buwono]
24491133/8 <1244> 3. RM. Abd. Gafur (Tasikmalaya) [Hamengku Buwono]
24501134/8 <1244> 4. RM. Ismail [Hamengku Buwono]
24511135/8 <1244> 5. RA. Kalsum [Hamengku Buwono]
24521136/8 <1244> 6. RA. Mudjani (Ambon) [Hamengku Buwono]
24531137/8 <1244> 7. RM. Abdullah (Polisi Magelang) [Hamengku Buwono]
24541138/8 <1244> 8. RM. Achmad (Djaw Peladjaran Tj Priok) [Hamengku Buwono]
24551139/8 <1244> 9. RM. Abd. Gani (Ambon) [Hamengku Buwono]
24561140/8 <1245> 1. Raden Mas Abdul Radjak (Makassar) [Hamengku Buwono III]
24571141/8 <1245> 2. Raden Mas Abdul Gafur (Tj Priok) [Hamengku Buwono III]
24581142/8 <1245> 3. Raden Ayu Ramlah (Ambon) [Hamengku Buwono III]
24591143/8 <1246> 1. Raden Mas Abdul Mutalib (Ambon) [Hamengku Buwono III]
24601144/8 <1246> 2. RM. Abdul Manap (Ambon) [Hamengku Buwono]
24611145/8 <1248> 1. RM. Muhammad [Hamengku Buwono]
24621146/8 <1248> 2. RA. Sakilah [Hamengku Buwono]
24631147/8 <1248> 3. RA. Timur (Bandung) [Hamengku Buwono]
24641148/8 <866> 1. RM. Nursewan [Hamengku Buwono]
24651149/8 <866> 2. RA. Hartati [Hamengku Buwono]
24661150/8 <867> 2. RM. Said [Hamengku Buwono]
24671151/8 <867> 3. RM. Abd. Rachman [Hamengku Buwono]
24681152/8 <867> 5. RA. Fatma (Surabaya) [Hamengku Buwono]
24691153/8 <868> 1. RA. Nurani (Ambon) [Hamengku Buwono]
24701154/8 <868> 2. RM. Samaun [Hamengku Buwono]
24711155/8 <868> 3. RM. Said (Tj Priok) [Hamengku Buwono]
24721156/8 <868> 4. RA. Dinar [Hamengku Buwono]
24731157/8 <868> 5. RM. Abdullah [Hamengku Buwono]
24741158/8 <868> 6. RA. Djasian (Tj. Priok) [Hamengku Buwono]
24751159/8 <872> 3. RM. Indra Djohan Diponegoro (Jakarta) [Hamengku Buwono]
24761160/8 <873> 1. RA. Supatmi Diponegoro (Ambon) [Hamengku Buwono]
24771161/8 <873> 2. RM. Muhammad Diponegoro [Hamengku Buwono]
24781162/8 <873> 3. RA. Pawon (Bandung) [Hamengku Buwono]
24791163/8 <873> 4. RA. Djahro (Ambon) [Hamengku Buwono]
24801164/8 <873> 5. RA. Neng [Hamengku Buwono]
24811165/8 <873> 6. RA. Samsirin (Ambon) [Hamengku Buwono]
24841166/8 <1249> RNgt. Ngabdulrahman [?]
24851167/8 <885> Raden Bagus Condrosentono [Hamengku Buwono VII]
24871168/8 <1277> Raden Ayu Khasan Kunawi [Hamengku Buwono]
24901169/8 <1280> Raden Mas Warso Sunardi [Jayaningrat]
24911170/8 <1281> Raden Nganten Fifit Indriastuti [Hamengku Buwono II]
24921171/8 <1281> Raden Herry Widigdo [Hamengku Buwono II]
24931172/8 <1282> Raden Surjono [Hamengku Buwono II]
24941173/8 <1282> Raden Nganten Sri Purwanti [Hamengku Buwono II]
24951174/8 <1282> Raden Agus Surjanto [Hamengku Buwono II]
24961175/8 <1283+403> Raden Ajeng Sumaryatin (Raden Ajoe Hardjomenggolo) [Drijopoero] 24971176/8 <1287> Raden Jogolaksito [Sastroatmojo]
24981177/8 <1278+402> R. A. Kus Sismulistiawati [Cakraadiningrat II]
24991178/8 <1278+402> M. Andree Tjakraningrat [Cakraadiningrat II]
25001179/8 <1278+402> Kus Mikailla [Cakraadiningrat II]
25011180/8 <1278+402> M. Endrawan [Cakraadiningrat II]
25021181/8 <1298+147> Raden Mas Ismali [?]
25031182/8 <1298+147> Raden Mas Ismono [?]
25041183/8 <1298+147> Raden Mas Ismadji [?]
25051184/8 <1298+147> Raden Ajeng Ismodirah [Surodiningrat]
25061185/8 <1298+147> Raden Ajeng Iswarkamsi [?]
25071186/8 <1298+147> Raden Mas Ispudiardjo [?]
25081187/8 <938> Raden Mas Teguh Pambudi [Hamengku Buwono V]
25091188/8 <1305> Raden Imam Sutrisno [Sutrisno]
25101189/8 <1306> Raden Roro Hisni Sriwidayati [Hisni Sriwidayati]
25111190/8 <1307> R. Sastra Werdaya [?]
25121191/8 <1307> R. Muhson [?]
25131192/8 <1307> R. Imam Pura [?]
25141193/8 <1307> R. Sarbini [?]
25151194/8 <1307> R. Dalail [?]
25161195/8 <1307> RA. Nyai Muhamad Raja [?]
25171196/8 <1307> RA. Nyai Habibah [?]
25181197/8 <1307> RA. Nyai Danadi [?]
25191198/8 <944> Raden Ajeng Poedjiastoeti [Hamengkubuwono]
25201199/8 <944> Raden Mas Soebandi [Hamengkubuwono]
25211200/8 <1148+378> G. R. A. Siti Djinzoelkari [Pakubuwono X]
GRA. Siti Djinzoelkari meninggal dalam usia muda.
25221201/8 <1320+?> R. Ngt. Wargosumilah [Raden Penewu Tirtodilogo]
dimakamkan di Pangukan
25231202/8 <1320+?> Raden Supardjo [Raden Penewu Tirtodilogo]
25241203/8 <1320+?> R Agus Soekardjono [Raden Penewu Tirtodilogo]
25251204/8 <1320+?> Rr. Mursiyam [Raden Penewu Tirtodilogo]
dimakamkan di taji
25271205/8 <1320+?> R. Sukarso Yahman [Raden Penewu Tirtodilogo]
25281206/8 <1314> Surachman [Raden Penewu Tirtodilogo]
25291207/8 <1315> R. Ngt. Prawiroduto [Raden Penewu Tirtodilogo]
25301208/8 <1315> R. Ngt. Prawirolin [Raden Penewu Tirtodilogo]
25311209/8 <1316> KRT Dirdjonegoro [Raden Penewu Tirtodilogo]
25321210/8 <1317> R. Atmosudihardjo [Raden Penewu Tirtodilogo]
25331211/8 <1317> R. Sutopo [Raden Penewu Tirtodilogo]
25341212/8 <1317> R. Dalpanggih [Raden Penewu Tirtodilogo]
25351213/8 <1318> R. Ngt. Tjokrosendjoyo [Raden Penewu Tirtodilogo]
25361214/8 <1319> R. Ngt. Imoparindjono [Raden Penewu Tirtodilogo]
25371215/8 <1319> R. Ngt. Dulrachman [Raden Penewu Tirtodilogo]
25381216/8 <1319> R. Ngt. Sugiyah [Raden Penewu Tirtodilogo]
25391217/8 <1321> R. Harsono [Raden Penewu Tirtodilogo]
25401218/8 <1321> Rr. Harsinah [Raden Penewu Tirtodilogo]
25411219/8 <1321> R. Ngt. Sukoasih [Raden Penewu Tirtodilogo]
25421220/8 <1321> R. Sutiardjo [Raden Penewu Tirtodilogo]
25431221/8 <1321> R. Ngt. Sutiarti [Raden Penewu Tirtodilogo]
25451222/8 <1323> Raden Maksum [Hamengku Buwono]
Personal tools