1. RAA Martanagara Koesoemayuda م 9 فبراير 1845 و 1926
From Rodovid AR
سلالة | Sumedang Larang |
الجنس | ذكر |
الإسم الكامل | 1. RAA Martanagara Koesoemayuda |
الأولياء
♂ 2. Raden Koesoemajoeda [Sumedang Larang] ♀ 1. NR. Tedjamirah Soeriadilaga (1.1.1.5.2.1.1.1.3.4.3.1.) [Sumedang Larang] |
الأحداث
9 فبراير 1845 الميلاد: Sumedang
ولادة الطفل: ♀ 6. NR. Titi Tedjapomerat Martanagara [Sumedang Larang]
ولادة الطفل: ♂ 2. Rd. Ema Somanagara Martanagara [Sumedang Larang]
ولادة الطفل: ♀ 3. NR. Oeli Radjapamerat Martanagara [Sumedang Larang]
ولادة الطفل: ♂ 4. Rd. Ogog Soeriadihardja Martanagara [Sumedang Larang]
ولادة الطفل: ♂ 7. Rd. Onong Martahadiprawira Martanagara [Sumedang Larang]
ولادة الطفل: ♂ 8. Rd. Singgih Martanagara [Sumedang Larang]
ولادة الطفل: ♂ 11. Rd. Kanas Martanagara [Sumedang Larang]
ولادة الطفل: ♂ 5. Rd. Atje Martahadisoeria Martanagara [Sumedang Larang]
ولادة الطفل: ♀ 10. NR. Nani Tedjaningrat Martanagara [Sumedang Larang]
ولادة الطفل: ♂ 9. Rd. Mahar Martanagara [Sumedang Larang]
31 أغسطس 1864 العمل: Camat Cikadu
1865 العمل: Kaliwon kota Sumedang
1866 ولادة الطفل: Ψ 1. Rd/NR Pulan [Sumedang Larang] م 1866 و 1868
1869 العمل: Wedana distrik Sumedang
1881 العمل: Patih Sumedang
1882 العمل: Bupati Sumedang (4 Bulan)
10 مايو 1883 العمل: Patih Afdeling Sukapura Kolot (Mangunreja)
1893 - 1918 العمل: Bupati Bandung
1926 الوفاة: Burujul-Sumedang
ملاحظات
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
Biografi
RA.A. Martanagara dilahirkan di Sumedang pada tanggal 8 Sapar 1261 Hijriah, yang sama dengan tanggal 9 Pebruari 1845 Masehi. Sesungguhnya dia adalah putera bungsu dari lima bersaudara, tetapi semua saudara kandungnya meninggal dalam usia di bawah satu tahun. Baik dari garis ayah maupun dari garis ibu, pada diri RA.A. Martanagara mengalir darah menak Sumedang, yang bisa disebut pula menak Priangan atau menak Sunda. Ia adalah putera R. Kusumahyuda dari isterinya bemama Nyai Raden Tejamirah. R. Kusumahyuda itu putera Bupati Sumedang Pangeran Kusumadinata (1791-1828) ? yang terkenal dengan sebutan Pangeran Komel, sedangkan Nyai. R. Tejamirah adalah putera Pejabat Bupati Sumedang Tumenggung Suriadilaga (1833-1836). Karena dalam usia 3 tahun pertama sakit-sakitan terus ( "ririwit" ), Martanagara diobati secara tradisional dan simbolis, yaitu dibeli oleh pamannya R.A. Surianagara, yang waktu itu menjadi patih Sumedang, seharga satu real uang dan tujuh macam makanan (Martanagara, 1923: 4). Kepercayaan ini memang hidup dalam masyarakat Sunda dengan harapan anak itu akan menjadi sehat dan tumbuh dengan baik (Moestapa, 1913: 36).
Di lingkungan keluarga pamannya, ia diasuh oleh suami-isteri, Sanib dan Enih, yang berasal dari Singaparna, Tasikmalaya. Martanagara kecil mendapat perhatian dan simpati Bupati Sumedang Pangeran Suriakusumah Adinata (1836-1882) yang adalah uak tirinya dari pihak ayah. Ia bahkan diakui sebagai anaknya sendiri dan kemudian dipertunangkan dengan puterinya yang bemama Armunah. Waktu itu Martanagara berusia 5 tahun dan Armunah berusia 3 tahun. Pertunangan model demikian biasa dilakukan pada masa itu di kalangan masyarakat Sunda yang disebutnya dijodokeun (dijodohkan). Karena itu, Martanagara sering bermain di lingkungan pendopo kabupaten. Pada usia 7-8 tahun Martanagara terpaksa berpisah jauh dengan orang tuanya, karena ayahnya yang sedang menjabat wedana Cibeureum diasingkan ke Probolinggo, Jawa Timur. Ayahnya itu dianggap terlibat perselisian dengan kakak tirinya, yaitu bupati Sumedang, mengenai suatu kebijakan pemerintahan. Residen Priangan mengetahui adanya perselisian pandangan itu, kemudian menghukum wedana Cibeureum secara administratif. R. Kusumayuda meninggal dunia di Probolinggo, setelah menjalani pengasingan selama 3-4 tahun (Martanagara, 1923: 9).
Pada usia 12 tahun (1857) Martanagara disunat bersama dua orang putera bupati Sumedang di pendopo kabupaten. Perayaannya dilakukan secara besar-besaran yang disebutnya kariaan (kenduri). Pada waktu itu ia diberi nama baru, yaitu Raden Kusumaningrat. Sekitar 6 bulan kemudian di pendopo kabupaten Sumedang kedatangan tamu seorang pelukis ternama yaitu Raden Saleh. Ia seorang yang berpikiran maju dan beristerikan orang Belanda bernama Ny. Winkel Hagen. Bupati Sumedang mempercayakan puteranya yang bernama R. Durahim dan keponakannya R. Martanagara, untuk dibawa dan dididik oleh Raden Saleh yang bertempat tinggal di Jakarta (dulu Batavia atau Betawi). Sejak itu (1858) Martanagara bersama saudaranya menetap di rumah keluarga R. Saleh di kampung Gunungsari, Jakarta. Keluarga ini membuka perusahana pembuatan kain batik, minyak wangi, serta kerajinan dari emas dan perak. Di sini R. Martanagara belajar rnerancang dan menjahit pakaian serta bahasa Belanda pada isteri R. Saleh. Ia belajar bahasa Jawa pada para pekerja dan pelayan di rurnah itu yang umurnnya berasal dari Jawa Tengah. Ia pun belajar menggambar dan rnengukur tanah di sini, mungkin dari R. Saleh sendiri. Tentu saja di sini ia mulai mengenal dan belajar bahasa Melayu, bahasa yang umum digunakan oleh masyarakat Betawi. Atas saran dan usaha R. Saleh, selanjutnya R. Martanagara bersekolah di Semarang. Ia belajar di Sekolah Jawa yang rnengajarkan rnenulis, mernbaca, dan berhitung dengan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar. Di sini ia belajar pula teknik pertukangan. Bahkan menurut salah seorang puteranya, yakin R. Mahar Martanagara (Tim Peneliti & Penyusun Sejarah Kabupaten Bandung, 1973: 140), ia bersekolah di Arnbachtschool (Sekolah Pertukangan), walaupun kemudian dibantah oleh puteranya yang lain, R. Kanias Martanagara (Herlina, 1991: 53).
Biasanya di sekolah model Barat diajarkan pula bahasa Melayu yang dianggap sebagai bahasa pergaulan antar etnis/ daerah. Selama dua tahun bersekolah di Semarang, ia sering berkunjung ke beberapa pesantren di Tuban dan Gresik atau ke tempat-tempat keramat (Herlina, 1991: 54). Dua bulan sekembalinya ke Jakarta, R. Martanagara dan R. Durahim dijemput untuk pulang ke Sumedang. Setelah menempuh perjalanan dengan naik kuda dan kereta kuda selama 6 harl, mereka tiba di Sumedang pada akhir tahun 1860. Sekembalinya di Sumedang R.A.A. Martanagara dipersiapkan untuk mulai bekerja dalam lingkungan pemerintah. Pertama-tama ia diminta agar setiap hari datang di kantor kabupaten tanpa diberi tugas suatu pekerjaan. Baro pada tanggal 2 Januari 1861 ia diangkat menjadi guru bantu di sekolah yang ada di Sumedang sebagai tweede onderwijzer dengan gaji f.10,00 sebulan. Ia ditugasi mengajar bahasa Melayu, berhitung, dan mengukur tanah. Enam atau tujuh bulan kemudian ia diberi tugas tambahan berupa membantu para wedana dalam membuat saluran irigasi guna kepentingan pertanian dengan gaji tambahan f. 6,00 sebulan. Setelah menjadi guru selama lebih dari tiga setengah tahun R.A.A. Martanagara diangkat menjadi camat di Cikadu, masih daerah Kabupaten Sumedang. Pengangkatan tersebut tertera dalam surat keputusan Residen Priangan No. 3095 tanggal 31 Agustus 1864.
Dengan jabatan tersebut ia mulai memasuki dunia pamongpraja yang mengurus masyarakat secara langsung. Dalam pada itu, besar penghasilannya pun bertambah. Sebagai kepala daerah tingkat kecamatan, ia tidak hanya mendapat gaji, melainkan juga mendapat persenan darl produksi kopi yang dihasilkan di daerahnya (koffie-procenten) sebesar 3,5 duit per pikul, cukai pada sebesar 15% darl padi yang masuk, dan mendapat bagian dari pajak pemotongan temak. Kedudukan R.A.A. Martanagara di dunia pemerintahan tergolong cepat naik, tampaknya karena kecakapannya dalam menunaikan tugas. Hal itu terlihat darl data-data berikut ini. Pada tahun 1865 ia dipromosikan sebagai kaliwon kota Sumedang, empat tahun kemudi: an ( 1869) diangkat menjadi wedana distrik Sumedang, kemudian dipromosikan menjadi Patih Sumedang (1881). Setelah pemah menjadi pejabat bupatl Sumedang selama 4 bulan (1882), ia dipromosikan menjadi Patih Afdeling Sukapura Kolot (Mangunreja) pada tanggal 10 Mei 1883, serta akhimya diangkat menjadi bupati Bandung (1893-1918).
Bupati merupakan jabatan tertinggi yang dapat dicapai oleh orang pribumi pada masa kolonial itu. Kenaikan pangkat dan kedudukan tersebut secara cepat dimungkinkan oleh sejumlah keberhasilan R.A.A. Martanagara dalam menunaikan tugasnya. I berhasil membantu pemerintah dalam melakukan pendataan ekonomi di wilayah Priangan (1870) dalam rangka memperbaharui Preanger Stelsel (peraturan tentang pengelolaan wilayah Priangan, terutama mengenai kewajiban masyarakat menanam kopi dan sistem gaji pamongpraja) menjadi Preanger Reorganisasi (peraturan yang menetapkan pamongpraja sebagai pegawai pemerintah sepenuhnya dan pembebasan masyarakat dari kewajiban menanam kopi). Dalam hal ini ia bekerja siang-malam membantu Komisaris Otto van Rees. Ia pun dinilai berhasil menggerakkan rakyat di daerahnya untuk menanam dan memelihara tanaman kopi dengan baik sehingga hasilnya memuaskan dan menjadi contoh bagi daerah lain serta ikut aktif dalam kegiatan memberantas wabah penyakit ternak (veepest). Atas keberhasilan-keberhasilannya tersebut RA.A. Martanagara mendapat penghargaan medali perak dan gelar demang (Martanagara, 1923: 18-24, 26-30).
Tatkala menjadi bupati Bandung, R.A.A. Martanagara melakukan beberapa pembaharuan dalam bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan, seperti mempelopori pembuatan gen, ting, jembatan, pengeringan rawa menjadi sawah, penanaman ketela pohon beserta pabrik aci, pendukung pembukaan sekolah bagi kaum wanita, seni musik, seni tari, sandiwara, dan sastra (Herlina, 1990: 8194). Pertunangan R.A.A. Martanagara dengan Armunah (Ny. R Ratnainten) diresmikan menjadi pernikahan tatkala dia menjabat camat Cikadu (1865). Namun 6 tahun kemudian (1871) isterinya itu meninggal dunia karena sakit. Tahun berikutnya ia menikah Iagi dengan R Ajeng Sangkanningrat, puteri bungsu Bupati Sumedang dari isteri padmi. Dari isteri pertama menurunkan seorang putera, tetapi meninggal pada usia 2 tahun. Dari isteri kedua menurunkan 7 orang putera, tetapi isterinya ini meninggal tatkala melahirkan putera ke-7 (1887). RA.A. Martanagara menikah lagi (1888) dengan Nyai R Rajaningrat, puteri bupati Sumedang dari isteri lain dan menurunkan 3 orang putera. Semua puteranya mendapat pendidikan sekolah (Herlina, 1990: 57-60). Patut dicatat bahwa sewaktu RA.A. Martanagara akan dilantik menjadi bupati Bandung (1893) terjadi peristiwa yang menggegerkan, yaitu ada upaya untuk membunuh para pembesar Bandung (residen, asisten residen, bupati). Peristiwa tersebut ternyata berlatarbelakangkan ketidakpuasan sekelompok menak Bandung atas pengangkatan bupati barn itu, karena mereka memiliki calon lain yang berasal dari menak Bandung (Martanagara, 1923: 34-37; Wiriaatmadja. 1985: 12-15; Ekadjati, 1982: 269-270). Setelah berhenti dari jabatan bupati Bandung (1918), RA.A. Martanagara menetap di kota Sumedang. la menempati rumah baru di Burujul sampai akhir hayatnya (1926). Dengan demikian dalam menikmati masa pensiun ia menetap di Sumedang selama sekitar 8 tahun.
Silsilah
1.1.1.4.1.6.1.1 Pangeran Kornel Soerianagara III KOESOEMADINATA, IX (Rd Aom, Rd Djamoe) 1.1.1.4.1.6.1.1X1 NR. Lenggang Kusumah ., 1.1.1.4.1.6.1.1.1 Dlm. Adipati Adiwidjaja . 1.1.1.4.1.6.1.1.2 Dlm. Adipati Ageung KOESOEMAJOEDA 1.1.1.4.1.6.1.1.3 RA. Radjaningrat . 1.1.1.4.1.6.1.1X2 NR. Tjandra Nagara .. 1.1.1.4.1.6.1.1.4 RA. Radjanagara .
1.1.1.4.1.6.1.1.2 Dlm. Adipati Ageung KOESOEMAJOEDA 1.1.1.4.1.6.1.1.2X NM. Samidjah .. 1.1.1.4.1.6.1.1.2.1 Pangeran Soegih Soeria KOESOEMAH ADINATA 1.1.1.4.1.6.1.1.2.2 Rd. Koesoemajoeda 1.1.1.4.1.6.1.1.2.3 Rd. H. Moestapa . 1.1.1.4.1.6.1.1.2.4 NR. Siti Marian . 1.1.1.4.1.6.1.1.2.5 NR. Lenggang Nagara . 1.1.1.4.1.6.1.1.2.6 NR. Koesoemaningroem . 1.1.1.4.1.6.1.1.2.7 NR. Moenigar . 1.1.1.4.1.6.1.1.2.8 NR. Radjaningroem . 1.1.1.4.1.6.1.1.2.9 NR. Jogjanagara .
1.1.1.4.1.6.1.1.2.2 Rd. Koesoemajoeda . 1.1.1.4.1.6.1.1.2.2X NM. Djamah .. 1.1.1.4.1.6.1.1.2.2.1 RAA. Martanagara KOESOEMAJOEDA 1.1.1.4.1.6.1.1.2.2.2 Rd. Haen Soeriadiredja KOESOEMAJOEDA
المصادر
- ↑ "Silsilah Pangeran Santri Koesoemaadinata" (April 2012) -
- ↑ "Empat Sastrawan Sunda Lama", Edi S. Ekadjati, A. Sobana Hardjasaputra, Ade Kosmaya Anggawisastra, Aam Masduki, 1994 -
- ↑ Lambang Kabupaten Bandung -
- ↑ KITLV Digital Image -
من الأجداد إلى الأحفاد
الزواج: ♂ 1.1.1.5.2.1.1.1.3.4. Dalem Raden Soerialaga II / Raden Tumenggung Suryalaga II (Dalem Taloen)
اللقب المميّز: Bogor, Patih Bogor
العمل: 20 مايو 1822, Tjamat Tjiomas
اللقب المميّز: 1830, Bogor, Hoofd Djaksa
الوفاة: 1857, Pasirkuda, Bogor
الزواج: ♀ 3. NR. Oeli Radjapamerat Martanagara
الزواج: ♀ X3 NR. Radjaningrat .. (Eni)